Rasulullah Melihat Jibril saat di Sidratul Muntaha

SIDRATUL muntaha, Allah sebutkan makhluk istimewa ini dalam Alquran, di surat An-Najm, “Apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratil muntaha. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya Dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm: 12 18)

Tafsir Umum

Apakah orang musyrikin hendak meragukan dan membantah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah melihat Jibril. Padahal dia telah melihat Jibril dalam bentuk aslinya sebanyak 2 kali: (1) ketika Jibril berada di atas ufuk yang tinggi (di bawah langit dunia) dan jibril mendekat untuk menyampaikan wahyu kepadanya. (2) ketika di Sidratil muntaha di atas langit ke tujuh, pada saat beliau menjalani isra miraj. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam melihat Jibril di tempat tersebut, tempat para arwah yang tinggi dan suci, yang tidak bisa didekati setan atau arwah yang buruk.

Di dekat sidratul muntaha terdapat surga yang berisi seluruh puncak kenikmatan, yang menjadi puncak angan-angan. Ini dalil bahwa surga berada di tempat yang sangat tinggi, di atas langit ketujuh. Ketika sidratul muntaha diliputi dengan ketetapan dari Allah. Menjadi sesuatu yang sangat besar dan indah dengan gemerlap warna. Tidak ada yang bisa menggambarkan keindahannya dengan rinci kecuali Allah. Pandangan Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak tolah toleh dari arah yang menjadi tujuannya, tidak juga melebihi batas yang diizinkan. Ini menunjukkan bagaimana adab beliau shallallahu alaihi wa sallam.

Beliau melihat berbagai kejadian yang luar biasa. Beliau melihat surga, melihat neraka dan melihat kejadian gaib pada malam isra miraj. (simak Taisir Karim Ar-Rahman, hlm. 818)

 

INILAH MOZAIK