Sepuluh Bahasa Cinta Dalam Mendidik Anak (1)

Jadilah Orang Tua Betulan, Bukan Kebetulan Jadi Orang Tua

Setiap orang yang berpikir sehat tentunya sepakat bahwa mendidik anak itu perlu ilmu. Jangankan mendidik anak, hanya sekedar masak nasi pun butuh ilmu kan?

Apalagi mendidik anak yang diposisikan dalam jalur ibadah ini dan diharapkan menghasilkan amal-amal jariyah. Benarlah kata Imam Al-Bukhari rahimahullah, al-’ilmu qoblal qaul wal ‘amal.

Apabila kita telah sama-sama tahu bahwa mendidik anak itu sangat butuh ilmu, marilah kita bandingkan antara dua aktifitas keseharian kita, yaitu mendidik anak dan bekerja.

Banyak orang yang sangat antusias mempersiapkan diri untuk menjadi pegawai atau profesi tertentu yang menjadi cita-citanya semenjak duduk di SD. Tidak hanya sekedar kegiatan utama KBM di kelas, namun juga les privat dan kursus pun dijalani untuk sebuah persiapan itu, bahkan sampai kuliah gelar S3 bukan?

Hal itu berarti untuk urusan pekerjaan bagi banyak orang harus benar-benar menjadi ‘profesionalis betulan’ dan bukan ‘kebetulan profesional’ kan?

Namun…

Untuk urusan menjadi orang tua, sang pendidik anak, apakah banyak orang mempersiapkan diri seperti persiapan mereka untuk menjadi profesionalis? Bukankah urusan pekerjaan itu pada umumnya ada jam kerja yang terbatas beberapa jam saja? Adapun tugas menjadi orang tua dan mendidik anak tak terbatasi dengan ‘jam kerja’ bukan?

Tapi…

Lihatlah kenyataannya antara dua urusan tersebut, sungguh jauh berbeda. Banyak lho, lelaki yang menyandang gelar ‘bapak’, hanya karena istrinya melahirkan anak. Dan gak kalah banyaknya, wanita yang dijuluki ibu, hanya karena baru saja melahirkan sang jabang bayi.

Yang laki-laki adalah bapak ‘kebetulan’ , nah yang wanita adalah ibu ‘tak diprogram’. Kalau urusan pekerjaan, sampai harus melakukan standarisasi dan sertifikasi, namun jika urusan menjadi orang tua sang pendidik anak, cukuplah belajar sambil langsung magang atau learning by doing.

Ini mirip dengan prinsip muda foya-foya, tua kaya raya, dan mati masuk surga! Urusan mendidik anak, bukan asal punya uang sehingga bisa memasukkan sang anak ke sekolah unggulan. Boleh jadi, sekolahnya yang unggulan, namun lulusannya bisa saja bukan manusia unggulan. Terlalu banyak perkara yang tidak bisa dibeli dengan uang.

Ustadzuna Abdullah Zaen, MA hafizhahullah mengatakan, “Uang memang bisa membeli tempat tidur yang mewah, tetapi bukan tidur yang lelap. Uang bisa membeli rumah yang lapang, tetapi bukan kelapangan hati untuk tinggal di dalamnya. Uang juga bisa membeli pesawat televisi yang sangat besar untuk menghibur anak, tetapi bukan kebesaran jiwa untuk memberi dukungan saat mereka terempas. Betapa banyak anak-anak yang rapuh jiwanya, padahal mereka tinggal di rumah-rumah yang kokoh bangunannya. Mereka mendapatkan apa saja dari orangtuanya, kecuali perhatian, ketulusan dan kasih sayang” (Dinukil dan diolah dari : http://tunasilmu.com/jurus-jitu-mendidik-anak/).

[Bersambung]

***

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/29083-sepuluh-bahasa-cinta-dalam-mendidik-anak-1.html