Sepuluh Kriteria Aliran Sesat

Gerakan aliran sesat diduga kembali menyeruak di Tanah Air. Salah satu organisasi masyarakat (ormas). Hilangnya beberapa pegawai negeri sipil (PNS) di beberapa daerah disebut karena yang bersangkutan bergabung dengan salah satu ormas Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mengkaji apakah Gafatar termasuk dalam kriteria aliran sesat atau tidak. MUI pernah menetapkan sepuluh kriteria sebuah aliran keagamaan dianggap menyimpang pada rapat kerja nasional (Rakernas) 2007. Bila salah satunya dilanggar, bisa dikatakan aliran itu menyimpang.

1. Mengingkari salah satu rukun iman dan rukun Islam.

2. Meyakini dan mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i .

3. Meyakini turunnya wahyu sesudah Alquran.

4. Mengingkari kebenaran Alquran.

5. Menafsirkan Alquran yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir.

6. Mengingkari kedudukan hadis nabi sebagai sumber ajaran Islam.

7. Menghina, melecehkan, atau merendahkan nabi dan rasul.

8. Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai utusan terakhir.

9. Mengubah, menambah, dan mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan secara syar’i.

10. Mengafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i.

 

Sementara, RI sudah menerapkan dasar hukum penodaan agama lewat Undang-undang  No 1/PNPS/ Tahun 1965 tentang Pencegahan dan atau Penodaan Agama. Beleid tersebut berisi yakni:

Pasal 1

Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang  menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.

Pasal 2

(1) Barang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri.

(2) Apabila pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilakukan oleh organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan organisasi itu dan menyatakan organisasi atau aliran tersebut sebagai organisasi/aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 3

Apabila setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama bersama-sama menteri/Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri atau oleh Presiden Republik Indonesia menurut ketentuan dalam pasal 2 terhadap orang, organisasi atau aliran kepercayaan, mereka masih terus melanggar ketentuan dalam pasal 1, maka orang, penganut, anggota dan/atau anggota pengurus organisasi yang bersangkutan dari aliran itu dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun.

Pasal 4

Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diadakan pasal baru yang berbunyi sebagai berikut:

“Pasal 156a: Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:

a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;

b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan ketuhanan Yang Maha Esa.”