Sujud Terakhir

Allah Al-Khaliq, Sang Pencipta segala apa yang ada di langit dan di bumi. Kekuasaan-Nya yang Maha Tak Terbatas, menciptakan dan mematikan apa saja yang Dia kehendaki. Begitu pula, manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan-Nya hidup dalam garis yang telah ditakdirkannya.

Tak hanya menciptakan, Allah-lah yang menanggung seluruh hajat (kebutuhan) makhluk-Nya baik diminta atau pun tidak. Allah pula Yang Maha Memberikan Rezeki, tanpa pamrih dan mengharapkan balasan. Karenanya, sebagai manusia yang lemah, kita patut menyadari bahwa segala apa yang dimiliki hanya bersumber dari Allah, sepatutnya tubuh ini digunakan untuk ibadah; bersujud salah satunya.

Makna asal kata sujud ialah tunduk dan merendahkan diri. Kata ini digunakan untuk mengungkapkan ketundukan dan penyembahan kepada Allah. Sujud berlaku umum, meliputi manusia, binatang, dan benda mati. Karena itu, sujud ini memiliki dua bentuk: sujud takhyir yaitu sujud yang hanya ada pada manusia dan dengannya ia mendapatkan pahala.

Kedua, sujud taskhir yaitu sujud yang dilakukan oleh manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan. (Raghib al-Ashfahani, 2010: 168). Seperti pada firman Allah Swt, “Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari.” (Qs Ar-Ra’d: 15)

Sujud yang kita laksanakan setidaknya saat shalat lima waktu, memang sedikit banyak akan berdampak pada kualitas hidup kita. Menyoal sujud, dalam surah al-Baqarah ayat 34 pun disebutkan tentang penolakan Iblis saat Allah menyuruhnya sujud (penghormatan) kepada Nabi Adam as. Pembangkangan iblis ini jelas karena di dalam diri iblis terdapat banyak kesombongan; merasa lebih terhormat dan paling baik.

Hal ini sangat relevan dengan kondisi dimana manusia sulit bersujud. Sulit bersujud akibat dihinggap perasaan segan, malas ataupun alasan sibuk dan sebagainya disebabkan oleh penyakit (maradh). Al-maradhu ialah kondisi tubuh ketika hilang keseimbangan.

Jenis penyakit juga ada dua, pertama, sakit jasmani yaitu sakit yang diderita sebagian atau keseluruhan anggota tubuh. Kedua, sakit ruhani yang meliputi berbagai macam keburukan; misalnya kebodohan, kekufuran, kikir dan munafiq. Seperti pada firman Allah, “Dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah Allah penyakitnya,” (Qs al-Baqarah: 10)

Kemunafikan, kekufuran, akhlak yang buruk dan kekikiran diserupakan Allah dengan penyakit, karena beberapa alasan salah satunya keberadaan sifat tersebut mampu menghalangi seseorang memeroleh hidayah Allah, seperti penyakit jasmani yang menghalangi badan untuk bergerak secara sempurna. (Raghib, 353)

Karenanya, mari jadikan momen penghujung Ramadhan ini sebagai saat yang tepat untuk memperbaiki shalat, memaksimalkan zikir, memperbanyak sedekah, dan memanfaatkan malam untuk beri’tikaf; mencari keutamaan malam lailatul qadr, seperti anjuran Rasulullah. Sebab kita tidak pernah tahu, apakah Allah masih memberikan usia di Ramadhan berikutnya? Sekali lagi, mari manfaatkan sepuluh malam terakhir; barangkali, ini sujud kita yang terakhir…

Allahumma inna-Ka ‘afuwwun kariim, tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anna yaa Kariim…

Oleh: Ina Salma Febriany

Republika Online