Kisah Nabi Ibrahim dan Namrud

Tafsir Ayatul Ahkam Surat Al-Baqarah 258-260: Kisah Nabi Ibrahim dan Namrud (1)

Al-Quran mengulas kisah Nabi Ibrahim Alaihissalam dan Raja Namrud, seorang raja diktator pertama dunia di Negeri Khaldea, Mesopotamia

Al-QURAN secara khusus mengulas kisah Nabi Ibrahim Alaihissalam dan Raja Namrud, seorang raja diktator pertama dunia di Negeri Khaldea, Mesopotamia.

Dalam berbagai catatan Mesopotamia kuno disebutkan nama penduduk Babilonia kuno dengan nama Khaldea Eugene Manna”. Itulah nama yang diberikan Uskup Metropolis Yaqob dalam ensiklopedinya yang berjudul Dalil Ar-Raghibin.

Buku ini merupakan Ensiklopedi Khaldea berbahasa Arab. Bahasa mereka dinamai Kaldasia, dan sebutan mereka secara geografis adalah Kalduyusa. Nama ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab menjadi Kaldan.

Jadi, Kaldan berarti raja-raja diktator. Raja mereka yang paling populer adalah Namrud. Negara ini merupakan negara yang pertama muncul sesudah mata banjir besar yang terjadi pada tahun 1881 SM. (Lihat kitab Dzakhirath Adzhan (jilid 2] karya Petrus Nasri, terbitan Darul Kitab Al-Arabi).

Sementara ibu kota negara mereka adalah Babilonia. Sedangkan nama mereka dalam kitab Perjanjian Lama adalah Kasdim atau Kashdim yang berarti para raja diktator atau para pembela.

Bangsa Yunani menyebut mereka Chaldaeans. Bangsa Khaldea kuno menjalankan pemerintahan dengan sistem kerajaan, mereke menjangkau wilayah yang sangat luas, dimulai dari bagian tengah dan selatan wilayah Mesopotamia, membentang hingga barat daya Iran sekarang, seluruh pantai Teluk dan pulau-pulaunya, terutama Pulau Dilmun atau Telmun (Bahrain sekarang) dan Pulau Failaka (sekarang bernama Kuwait).

Negeri Khaldea dahulu dinamai negeri laut karena memiliki banyak paya (lahan basah) dan danau.Kisah Nabi Ibrahim alaihissaalam dan Namrud dimuat dalam Surat Al-Baqarah 258-260;

اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ ٢٥٨

“Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya karena Allah telah menganugerahkan kepadanya (orang itu) kerajaan (kekuasaan), (yakni) ketika Ibrahim berkata, “Tuhankulah yang menghidupkan dan mematikan.” (Orang itu) berkata, “Aku (pun) dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Kalau begitu, sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur. Maka, terbitkanlah ia dari barat.” Akhirnya, bingunglah orang yang kufur itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (QS: Al-Baqarah [2]: 258-260).

Tewasnya Namrudz

Dalam ayat ini terdapat kisah Namrudz dan Nabi Ibrahim ‘Alaihi as-Sallam. Nama lengkap Namrudz adalah Namrudz bin Kaisy bin Kan’an bin Sam bin Nuh. Raja Babilonia yang membakar Nabi Ibrahim dengan api.

Ia mati karena nyamuk masuk ke dalam hidungnya dan tembus ke otaknya dia merasa kesakitan sekali, sampai menyuruh para crew nya memukul kepalanya  dengan benda keras supaya meredakan rasa sakit di kepalanya. Dia menderita sakit tersebut selama 40 hari lamanya, kemudian meninggal dunia.

Sebagian menyatakan dia adalah raja pertama di dunia, atau raja pertama yang sombong, otoriter dan kejam. Dikatakan bahwa raja di dunia ada kala itu ada empat: dua dari kalangan kafir, yaitu  Namrudz dan Bukhtansir. Sedangkan yang dua lagi dari kalangan Muslim, yaitu Nabi Sulaiman dan Dzulkarnain.

Terdapat beberapa riwayat tentang sebab terjadinya dialog antara Nabi Ibrahim dan Namrudz. Salah satunya diriwayatkan bahwa mereka pada perayaan hari raya keluar dari tempat ibadah mereka.

Masuklah Nabi Ibrahim ke tempat ibadah yang di dalamnya terdapat berhala-berhala. Nabi Ibrahim menghancurkan berhala-berhala tersebut kemudian dipanggil oleh Namrudz.

Maka terjadilah dialog tersebut. Peristiwa ini sebagiannya juga disebutkan Allah dalam firman-Nya, (QS. Al-Anbiya [21]: 51-72).

Raja Namrudz mengajukan pertanyaan kepada Nabi Ibrahim tentang tuhannya yang ia mengajak orang-orang untuk menyembahnya. Lalu Nabi Ibrahim menjawab, “Tuhanku adalah yang menghidupkan dan mematikan. Dia adalah Tuhan yang menciptakan kehidupan dan kematian.”

Lalu Namrudz yang sombong, angkuh dan orang yang pertama kali bersikap semena-mena mengingkari hal itu. Ia berkata; “Saya bisa menghidupkan sebagian orang yang diancam hukuman mati dengan memberi ampunan dan bisa mematikan sebagian yang lain dengan tetap melaksanakan hukuman mati atas mereka.”

Lalu Namrudz meminta dihadirkan dua orang lalu satunya diberi ampunan sedangkan yang satunya lagi ia bunuh. Lalu Namrudz juga menangkap empat orang dan memasukkan mereka semua ke dalam rumah tanpa memberi mereka makan dan minum untuk beberapa hari.

Kemudian  ia memberi makan dua dari keempat orang tersebut sehingga mereka berdua tetap hidup dan membiarkan dua lainnya tanpa makanan dan minuman sehingga mereka berdua mati.

Di sini Namrudz salah dalam memahami maksud Nabi Ibrahim. Maksudnya adalah menghidupkan sesuatu yang belum ada menjadi ada atau menghidupkan  yang sudah mati dan mematikan seluruh makhluk yang ada di bumi ini.

Tetapi Nabi Ibrahim tidak mau menyebut masalah itu lagi. Beliau menggunakan dalil lain yang tidak mungkin disalah artikan lagi.

Beliau menyatakan;

فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ

“Allah menerbitkan  matahari dari timur, maka dia terbitlah dari barat.”

فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ

“Maka terdiam dan bingunglah kafir tersebut.”

Ungkapan pada ayat di atas memberikan pemahaman bahwa yang menyebabkan Namrudz terdiam dan bingung adalah kekafirannya.

As-Suddi menyebutkan bahwa dialog dan perdebatan antara Namrudz dan Nabi Ibrahim terjadi setelah Nabi Ibrahim dibakar  dan selamat dari api. Sedangkan yang lain berpendapat bahwa Namrudz setelah kalah berdebat, dia memerintahkan kepada bala tentaranya untuk menangkap dan membakar Nabi Ibrahim, ini juga diungkapkan dalam  Surat al-Anbiya’,

 قَالُوْا حَرِّقُوْهُ وَانْصُرُوْٓا اٰلِهَتَكُمْ اِنْ كُنْتُمْ فٰعِلِيْنَ

قُلْنَا يَا نَارُ كُوْنِيْ بَرْدًا وَّسَلٰمًا عَلٰٓى اِبْرٰهِيْمَ ۙ

“Mereka berkata, “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak berbuat. Kami (Allah) berfirman, “Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim!” (QS. Al-Anbiya [21]: 68-69).*.*/Dr Ahmad Zain An-NajahPusat Kajian Fiqih Indonesia (PUSKAFI)

(BERSAMBUNG)

HIDAYATULLAH