Abdurrahman Bin Auf, Manusia Bertangan Emas

Abdurrahman bin Auf رضي الله عنه lahir 10 tahun setelah Tahun Gajah – meninggal 652 pada umur 72 tahun. Beliau adalah salah seorang dari sahabat Nabi Muhammad ﷺ yang terkenal. Ia adalah salah seorang dari delapan orang pertama (As-Sabiqunal Awwalun) yang menerima agama Islam, yaitu dua hari setelah Abu Bakar رضي الله عنه.

Abdurrahman bin Auf berasal dari Bani Zuhrah. Salah seorang sahabat Nabi ﷺ lainnya, yaitu Sa’ad bi Abi Waqqas, adalah saudara sepupunya. Abdurrahman juga adalah suami dari saudara seibu Utsman bin Affan, yaitu anak perempuan dari Urwa bint Kariz (ibu Utsman) dengan suami keduanya.

Kaum muslimin pada umumnya menganggap bahwa Abdurrahman adalah salah seorang dari Sepuluh Orang yang Dijamin Masuk Surga. Beliau juga termasuk enam orang sahabat yang bermusyawarah dalam pemilihan khalifah setelah Umar bin Al-Khathab. Di samping itu, ia adalah seorang mufti yang dipercayai Rasulullah ﷺ berfatwa di Madinah selama beliau masih hidup.

Seperti kaum Muslim yang pertama-tama masuk Islam lainnya, Abdurrahman bin Auf tidak luput dari penyiksaan dan tekanan dari kaum kafir Quraisy. Namun ia tetap sabar dan tabah. Abdurrahman turut hijrah ke Habasyah bersama kawan-kawan seiman untuk menyelamatkan diri dan agama dari tekanan Quraiys.

Tatkala Rasulullah ﷺ dan para sahabat diizinkan Allah Swt hijrah ke Madinah, Abdurrahman menjadi pelopor kaum Muslimin. Di kota yang dulu bernama Yatsrib ini, Rasulullah ﷺmempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshar. Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Rabi Al-Anshari.

Sa’ad termasuk orang kaya diantara penduduk Madinah, ia berniat membantu saudaranya dengan sepenuh hati, namun Abdurrahman menolak. Ia hanya berkata, “Tunjukkanlah padaku di mana letak pasar di kota ini!”

Sa’ad kemudian menunjukkan padanya di mana letak pasar. Maka mulailah Abdurrahman berniaga di sana. Belum lama menjalankan bisnisnya, ia berhasil mengumpulkan uang yang cukup untuk mahar nikah. Ia pun mendatangi Rasulullah ﷺ seraya berkata, “Saya ingin menikah, ya Rasulullah,” katanya.

“Apa mahar yang akan kau berikan pada istrimu?” tanya Rasul ﷺ .

“Emas seberat biji kurma,” jawabnya.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Laksanakanlah walimah (kenduri), walau hanya dengan menyembelih seekor kambing. Semoga Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu.”

Sejak itulah kehidupan Abdurrahman menjadi makmur. Seandainya ia mendapatkan sebongkah batu, maka di bawahnya terdapat emas dan perak. Begitu besar berkah yang diberikan Allah subhanahu wata’ala kepadanya sampai ia dijuluki ‘Sahabat Bertangan Emas’.

Pada saat Perang Badar meletus, Abdurrahman bin Auf turut berjihad fi sabilillah. Dalam perang itu ia berhasil menewaskan musuh-musuh Allah, di antaranya Umar bin Utsman bin Ka’ab At-Taimy. Begitu juga dalam Perang Uhud, dia tetap bertahan di samping Rasulullah ketika tentara Muslimin banyak yang meninggalkan medan perang.

Abdurrahman bin Auf adalah sahabat yang dikenal paling kaya dan dermawan. Ia tak segan-segan mengeluarkan hartanya untuk jihad di jalan Allah. Pada waktu Perang Tabuk, Rasulullah ﷺ memerintahkan kaum Muslimin untuk mengorbankan harta benda mereka. Dengan patuh Abdurrahman bin Auf memenuhi seruan Nabi ﷺ. Ia memelopori dengan menyerahkan dua ratus uqiyah emas.

Mengetahui hal tersebut, Umar bin Al-Khathab berbisik kepada Rasulullah ﷺ , “Sepertinya Abdurrahman berdosa karena tidak meninggalkan uang belanja sedikit pun untuk keluarganya.”

Rasulullah bertanya kepada Abdurrahman, “Apakah kau meninggalkan uang belanja untuk istrimu?”

“Ya,” jawabnya. “Mereka kutinggalkan lebih banyak dan lebih baik daripada yang kusumbangkan.”

“Berapa?” tanya Rasulullah ﷺ .

“Sebanyak rezeki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah.”

Pasukan Muslimin berangkat ke Tabuk. Dalam kesempatan inilah Allah memuliakan Abdurrahman dengan kemuliaan yang belum pernah diperoleh siapa pun. Ketika waktu shalat tiba, Rasulullah ﷺ terlambat datang. Maka Abdurrahman bin Auf yang menjadi imam shalat berjamaah. Setelah hampir selesai rakaat pertama, Rasulullah ﷺ tiba, lalu shalat di belakangnya dan mengikuti sebagai makmum. Sungguh tidak ada yang lebih mulia dan utama daripada menjadi imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para nabi, yaitu Muhammad ﷺ .

Setelah Rasulullah ﷺ wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan Ummahatul Mukminin (para istri Rasulullah ﷺ ). Dia bertanggung jawab memenuhi segala kebutuhan mereka dan mengadakan pengawalan bagi ibu-ibu mulia itu bila mereka bepergian.

Suatu ketika Abdurrahman bin Auf membeli sebidang tanah dan membagi-bagikannya kepada Bani Zuhrah, dan kepada Ummahatul Mukminin. Ketika jatah Aisyah radhiallahu ‘anha disampaikan kepadanya, ia bertanya, “Siapa yang menghadiahkan tanah itu buatku?”

“Abdurrahman bin Auf,” jawab si petugas.

Aisyah berkata, “Rasulullah pernah bersabda, ‘Tidak ada orang yang kasihan kepada kalian sepeninggalku kecuali orang-orang yang sabar.”

Begitulah, doa Rasulullah ﷺ bagi Abdurrahman bin Auf terkabulkan. Allah subhanahu wata’ala senantiasa melimpahkan berkah-Nya, sehingga ia menjadi orang terkaya di antara para sahabat. Bisnisnya terus berkembang dan maju. Semakin banyak keuntungan yang ia peroleh semakin besar pula kedermawanannya. Hartanya dinafkahkan di jalan Allah, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Walau termasuk konglomerat terbesar pada masanya, namun itu tidak memengaruhi jiwanya yang dipenuhi iman dan takwa.

Berbahagialah Abdurrahman bin Auf dengan limpahan karunia dan kebahagiaan yang diberikan Allah subhanahu wata’ala kepadanya. Ketika meninggal dunia, jenazahnya diiringi oleh para sahabat mulia seperti Sa’ad bin Abi Waqqash dan yang lain. Dalam kata sambutannya, Khalifah Ali bin Abi Thalib berkata, “Engkau telah mendapatkan kasih sayang Allah subhanahu wata’ala, dan engkau berhasil menundukkan kepalsuan dunia. Semoga Allah selalu merahmatimu.” Aamiin.

 

Sumber : 101 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni

(fath/arrahmah.com)

Rasulullah Sebut Kesuksesan Abdurrahman Bin Auf Contoh Kebangkitan Muslim

Berkat kedekatannya sebagai sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq, Abdurrahman bin Auf menjadi salah seorang laki-laki yang paling awal masuk Islam. Sejarah mencatat, saudagar yang brilian itu merupakan orang kedelapan yang menyatakan diri Muslim kepada Rasulullah SAW pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi.

Begitu mengucapkan dua kalimat syahadat, kecintaannya terhadap Islam melampaui sayangnya terhadap dunia dan segala harta benda.

Seperti dinarasikan kitab al-‘Asyratu al-Mubasysyaruna bi al-Jannati karya Abdullatif Ahmad ‘Aasyur (1988), Abdurrahman telah teguh hatinya berjuang di jalan Allah. Ia mengorbankan harta benda serta jasadnya untuk kejayaan Islam.

Dalam Perang Uhud, misalnya, Abdurrahman mendapatkan 20 luka parah di tubuhnya. Salah satunya bahkan menyebabkan dirinya pincang dan beberapa giginya rontok sehingga mengurangi kemampuannya berbicara lancar.

Abdurrahman dikenal luas sebagai saudagar sukses, sebagaimana sahabatnya, Abu Bakar. Namun, kekayaan itu tidak menghalanginya dari beribadah kepada Allah. Ia merupakan salah satu pilar dakwah Islam yang telah dibina langsung Rasulullah.

Ketika peristiwa hijrah ke Madinah, Abdurrahman meninggalkan seluruh harta dan aset perdagangannya dirampas kaum kafir Quraisy di Makkah. Begitu pula sebelumnya, ketika ia ikut dalam rombongan Muslim hijrah ke negeri Habasyah.

Namun, kepergiannya dari kampung halaman belakangan menunjukkan kepiawaiannya berniaga. Mayoritas penduduk setempat Kota Madinah, yakni kaum Anshar, bekerja sebagai petani. Hal yang berbeda dengan karakteristik orang Makkah yang kebanyakan pedagang.

Ikatan persaudaraan dibentuk Rasulullah dengan tujuan mengasimilasikan dua potensi tersebut. Abdurrahman dipersaudarakan dengan Sa’ad ibnu ar-Rabi’ al-Autsari, sosok kaya raya di Madinah.

Saad berkata, Hartaku separuhnya untukmu (Abdurrahman) dan aku akan berusaha menikahkan kamu (dengan perempuan Anshar).

Mendengar itu, Abdurrahman  menjawab, Semoga Allah memberkahi keluargamu dan hartamu. Tunjukkan saja, di mana tempat pasar perdagangan? Diketahui, Abdurrahman  menikahi seorang perempuan dari kalangan Anshar dengan mahar emas seberat satu butir kurma.

Selama di Madinah, Abdurrahman merintis perniagaan keju dan minyak samin. Tidak membutuhkan waktu lama, laba perdagangan kian meningkat. Oleh Rasulullah SAW, apa yang dilakukan Abdurrahman dijadikan contoh bagaimana seorang Muslim bangkit.

Nabi SAW bersabda ketika ditanya perihal penghasilan apa yang paling baik, Apa yang dihasilkan orang dari pekerjaan tangannya dan semua jual beli mabrur (HR Bukhari dan al-Hakim).

Di Madinah, kaum Muslimin dari kalangan Anshar, terutama Muhajirin, mulai bangkit dari keterpurukan. Tidak ada di antara mereka yang menganggur dari pekerjaan.

Besarnya kafilah dagang Abdurrahman digambarkan dalam riwayat Imam Ahmad dari Anas RA. Ketika Aisyah RA sedang di rumahnya, ia mendengar suara gaduh menggema di Kota Madinah. Aisyah bertanya, “Apa itu?” Maka dijawab, “(Itu) kafilah unta milik Abdurrahman yang tiba dari Syam, membawa segala macam barang sebanyak 700 unta.” Aisyah berkata, “Aku pernah mendengar Nabi SAW bersabda, ‘Aku lihat Abdurrahman  memasuki surga dengan merangkak.”

Kesaksian Aisyah itu akhirnya sampai kepada Abdurrahman, yang lantas menyedekahkan muatannya itu untuk berjihad di jalan Allah. Ia tidak ingin harta bendanya memperlambat langkah kakinya kelak memasuki surga. Sebab, setiap orang Muslim akan dimintai pertanggungjawaban mengenai setiap harta benda yang dimilikinya di dunia.

Kecintaan Abdurrahman kepada Rasulullah SAW ditunjukkan dalam beragam cara. Ketika perniagaannya sudah berkembang pesat, Abdurrahman diberi anjuran oleh Nabi SAW, Wahai Abdurrahman, kamu sekarang menjadi orang kaya dan kamu akan masuk surga dengan merangkak. Pinjamkanlah hartamu kepada Allah agar lancar kedua kakimu, (HR al-Hakim dalam al-Mustadrak).

 

 

REPUBLIKA

Abdurrahman bin Auf, Sang Kaya nan Dermawan

Abdurrahman bin Auf termasuk kelompok delapan orang yang mula-mula masuk Islam. Ia juga tergolong sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah karena akan masuk surga.

Ia juga termasuk enam orang sahabat yang bermusyawarah dalam pemilihan khalifah setelah Umar bin Al-Khathab. Di samping itu, ia adalah seorang mufti yang dipercayai Rasulullah berfatwa di Madinah selama Rasul masih hidup.

Pada masa jahiliyah, ia dikenal dengan nama Abd Amr. Setelah masuk Islam, Rasulullah memanggilnya Abdurrahman bin Auf. Ia memeluk Islam sebelum Rasulullah menjadikan rumah Al-Arqam sebagai pusat dakwah. Ia mendapatkan hidayah dari Allah dua hari setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq memeluk Islam.

Seperti kaum Muslimin yang pertama-tama masuk Islam lainnya, Abdurrahman bin Auf tidak luput dari penyiksaan dan tekanan dari kaum kafir Quraisy. Namun, ia tetap sabar dan tabah. Abdurrahman turut hijrah ke Habasyah bersama kawan-kawan seiman untuk menyelamatkan diri dan agama dari tekanan Quraisy.

Tatkala Rasulullah SAW dan para sahabat diizinkan Allah hijrah ke Madinah, Abdurrahman menjadi pelopor kaum Muslimin. Di kota yang dulu bernama Yatsrib ini, Rasulullah mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshar. Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Rabi Al-Anshari.

Sa’ad termasuk orang kaya diantara penduduk Madinah, ia berniat membantu saudaranya dengan sepenuh hati, namun Abdurrahman menolak. Ia hanya berkata, “Tunjukkanlah padaku di mana letak pasar di kota ini!”

Sa’ad kemudian menunjukkan padanya di mana letak pasar. Maka mulailah Abdurrahman berniaga di sana. Belum lama menjalankan bisnisnya, ia berhasil mengumpulkan uang yang cukup untuk mahar nikah. Ia pun mendatangi Rasulullah seraya berkata, “Saya ingin menikah, ya Rasulullah,” katanya.

“Apa mahar yang akan kau berikan pada istrimu?” tanya Rasul SAW. “Emas seberat biji kurma,” jawabnya. Rasulullah bersabda, “Laksanakanlah walimah (kenduri), walau hanya dengan menyembelih seekor kambing. Semoga Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu.”

Sejak itulah kehidupan Abdurrahman menjadi makmur. Seandainya ia mendapatkan sebongkah batu, maka di bawahnya terdapat emas dan perak. Begitu besar berkah yang diberikan Allah kepadanya sampai ia dijuluki ‘Sahabat Bertangan Emas’.

Pada saat Perang Badar meletus, Abdurrahman bin Auf turut berjihad fi sabilillah. Dalam perang itu ia berhasil menewaskan musuh-musuh Allah, di antaranya Umar bin Utsman bin Ka’ab At-Taimy. Begitu juga dalam Perang Uhud, dia tetap bertahan di samping Rasulullah ketika tentara Muslimin banyak yang meninggalkan medan perang.

Abdurrahman bin Auf adalah sahabat yang dikenal paling kaya dan dermawan. Ia tak segan-segan mengeluarkan hartanya untuk jihad di jalan Allah.

Pada waktu Perang Tabuk, Rasulullah memerintahkan kaum Muslimin untuk mengorbankan harta benda mereka. Dengan patuh Abdurrahman bin Auf memenuhi seruan Nabi SAW. Ia memelopori dengan menyerahkan dua ratus uqiyah emas.

Mengetahui hal tersebut, Umar bin Al-Khathab berbisik kepada Rasulullah, “Sepertinya Abdurrahman berdosa karena tidak meninggalkan uang belanja sedikit pun untuk keluarganya.”

 

Rasulullah bertanya kepada Abdurrahman, “Apakah kau meninggalkan uang belanja untuk istrimu?” “Ya,” jawabnya. “Mereka kutinggalkan lebih banyak dan lebih baik daripada yang kusumbangkan.” “Berapa?” tanya Rasulullah. “Sebanyak rezeki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah.”

Pasukan Muslimin berangkat ke Tabuk. Dalam kesempatan ini, Allah memuliakan Abdurrahman dengan kemuliaan yang belum pernah diperoleh siapa pun. Ketika waktu shalat tiba, Rasulullah terlambat datang.

Maka Abdurrahman bin Auf yang menjadi imam shalat berjamaah. Setelah hampir selesai rakaat pertama, Rasulullah tiba, lalu shalat di belakangnya dan mengikuti sebagai makmum. Sungguh tak ada yang lebih mulia dan utama daripada menjadi imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para nabi, yaitu Muhammad SAW.

Setelah Rasulullah wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan Ummahatul Mukminin (para istri Rasulullah). Dia bertanggung jawab memenuhi segala kebutuhan mereka dan mengadakan pengawalan bagi ibu-ibu mulia itu bila mereka bepergian.

Suatu ketika Abdurrahman bin Auf membeli sebidang tanah dan membagi-bagikannya kepada Bani Zuhrah, dan kepada Ummahatul Mukminin. Ketika jatah Aisyah ra disampaikan kepadanya, ia bertanya, “Siapa yang menghadiahkan tanah itu buatku?”

“Abdurrahman bin Auf,” jawab si petugas. Aisyah berkata, “Rasulullah pernah bersabda, ‘Tidak ada orang yang kasihan kepada kalian sepeninggalku kecuali orang-orang yang sabar.”

Begitulah, doa Rasulullah bagi Abdurrahman bin Auf terkabulkan. Allah senantiasa melimpahkan berkah-Nya, sehingga ia menjadi orang terkaya di antara para sahabat. Bisnisnya terus berkembang dan maju.

Semakin banyak keuntungan yang ia peroleh semakin besar pula kedermawanannya. Hartanya dinafkahkan di jalan Allah, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Walau termasuk konglomerat terbesar pada masanya, namun itu tidak memengaruhi jiwanya yang dipenuhi iman dan takwa.

Berbahagialah Abdurrahman bin Auf dengan limpahan karunia dan kebahagiaan yang diberikan Allah kepadanya.

Ketika wafat, jenazahnya diiringi oleh para sahabat mulia seperti Sa’ad bin Abi Waqqash dan yang lain. Dalam kata sambutannya, Khalifah Ali bin Abi Thalib berkata, “Engkau telah mendapatkan kasih sayang Allah, dan engkau berhasil menundukkan kepalsuan dunia. Semoga Allah selalu merahmatimu.”

 

REPUBLIKA

Abdurrahman bin Auf: Pengusaha Sukses yang Dijamin Masuk Surga

Siapa pun dapat masuk surga dengan potensi yang mereka miliki. Inilah yang dibuktikan oleh Abdurrahman bin Auf. Ia memiliki latar belakang perjuangan yang berbeda dengan tiga sahabat sebelumnya. Ia adalah ahli surga yang berasal dari kalangan pengusaha. Kecerdasannya dalam berbisnis membuat segala hal yang ia lewati menjadi peluang. Bahkan, ketika memindahkan sebuah batu ia berharap di bawah batu itu terdapat emas dan perak. Betapa ia sangat bersemangat dalam mencari uang. Lalu mengapa pengejar harta seperti Abdurrahman bin Auf dapat masuk surga bersama Isa bin Maryam?

Abdurrahman bin Auf termasuk garda terdepan penerima ketauhidan yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Ia adalah sahabat Abu Bakar dan termasuk orang kelima yang di Islamkanolehnya. Sebagai seorang pengusaha, ia tidak apatus dengan peperangan. Ia mendapatkan 20 hujaman dan giginya rontok dalam perang Uhud. Ia menyadari, pengorbanan yang harus diberikan kepada Islam bukan hanya harta tetapi juga jiwa.

Berhijrah ke Habasyah adalah salah satu tugasnya dalam menjalankan roda dakwah Rasulullah Saw. Sesungguhnya hijrah yang pertama dilakukan oleh kaum Muslimin adalah ke Habasyah. Mereka berpindah karena gangguan dari kaum musyrikin Quraisy yang semakin menjadi. Ada yang menganggap kepergiannya adalah refleksi dari kegentarannya menghadapi ujian keimanan. Namun, Allah Swt. Menjelaskan, hijrah adalah sesuatu yang diharuskan jika tantangan di tempat asal sudah sangat besar.

Dengan kemampuannya dalam berbisnis, Abdurrahman bin Auf juga membawa seluruh kekayaannya ketika berhijrah ke Madinah. Di perjalanan kekayaannya dirampas olehQuraisy, penguasa Mekkah. Ia dan Suhaib Ar Rumi kehilangan seluruh harta kekayaannya.

Dalam keadaan demikian, Abdurrahman bin Auf tidak menyerah. Rasulullah Saw. mempersaudarakan orang-orang yang berhijrah yang kebanyakan pedagang dengan orang-orang asli Madinah yang mayoritas petani. Di Madinah, Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa’ad ibnu Arabi Alausani. Ia memberikan sebagian harta dan menawarinya seorang calon istri. Abdurrahman bin Auf hanya berkata, “Semoga Allah Swt. memberkahi hartamu dan keluargamu, tunjukkanlah kepadaku di mana pasar.”

Abdurrahman bin Auf memang pebisnis yang handal. Dengan modal secukupnya ia berjualan keju dan minyak samin, bangkit dan mampu menikah dengan salah satu perempuan Anshar. Setelah menikah dengan memberi mahar sebutir emas (seberat sebutir kurma) Rasulullah Saw memintanya mengadakan walimah. Ini adalah pertanda, pernikahan sesederhana apa pun harus dilanjutkan dengan walimah meskipun hanya dengan menyembelih seekor kambing.

Rasulullah Saw juga sangat menghargai kemandirian Abdurrahman bin Auf dalam hal ekonomi. Rasulullah Saw, bersabda, “Seorang yang mencari kayu lalu memanggulnya lebih baik daripada orang yang mengemis yang kadangkala diberi atau ditolak. (H.R. Bukhari)

Pesan ini membuat seluruh Muslimin yang ada di Madinah bangkit dan bekerja menjadi petani, pedagang, dan buruh. Tidak ada seorang pun yang menganggur, termasuk kaum perempuan.

Dalam beberapa waktu, Abdurrahman bin Auf menjadi orang kaya dan Rasulullah Saw, berkata kepadanya, “Wahai Abdurrahman bin Auf, kamu sekarang menjadi orang kaya dan kamu akan masuk surga dengan merangkak (mengingsut). Pinjamkanlah hartamu agar lancar kedua kakimu” (H.R. Al-Hakim).

Pernyataan itu membuat Abdurrahman bin Auf berpikir keras dan banyak menginfakkan hartanya di jalan Allah Swt. Ia berkata, “Kalau bisa aku ingin masuk surga dengan melangkah (berjalan kaki)”. Ia berlomba dengan pebisnis lain, yaitu  Ustman bin Affan dalam bersedekah. Abdurrahman bin Auf memberikan separuh hartanya untuk dakwah Rasulullah Saw.

Rasulullah Saw berkata, “Semoga Allah Swt memberkahi apa yang kamu tahan dan kamu berikan.“ Abdurrahman bin Auf hartanya menjadi berlipat ganda sehingga ia tak pernah merasa kekurangan.

Setelah Abdurrahman bin Auf bersedekah, turunlah firman Allah Swt, “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah Swt kemudian ia tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan menyakiti perasaan (si penerima), mereka mendapat pahala di sisi Rabb mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula merasakan bersedih hati.”

Sebelum wafat, Abdurrahman bin Auf menginfakkan 400 dinar hartanya untuk peserta perang Badar  yang masih hidup. Setiap orang mendapatkan empat dinar termasuk Ali R.a. dan Ustman R.a. Ia juga memberikan hadiah kepada Umul Mukminin (janda-janda Nabi Saw). Aisyah R.a. pun berdo’a untuknya, “Semoga Allah Swt memberi minum kepadanya air dari mata air salsabila di surga”.

Abdurrahman bin Auf wafat dalam usia 75 tahun. Ia dishalatkan oleh saingannya dalam berinfak di jalan Allah Swt, yaitu Ustman R.a. Ia di usung oleh Sa’ad bin Abi Waqqas ke pemakaman Al Baqi. Setelah Abdurrahman bin Auf wafat, Ali berkata, “Pergilah wahai Ibnu Auf, kamu telah memperoleh kejernihan dan meninggalkan kepalsuan (keburukannya)”. (H.R. Al-Hakim)

Abdurrahman bin Auf telah genap memperoleh segala kebaikan dari hartanya, dan meninggalkan segala keburukan yang ada pada harta dunia.

[Bernard Abdul Jabbar]

 

 

Kisah Umar bin Khattab menghukum putranya hingga mati

Sebagai seorang Khalifah, Umar bin Khattab terkenal sangat tegas dan tidak memberikan toleransi terhadap segala bentuk pelanggaran. Dia menghukum semua pelaku pelanggaran tanpa pandang bulu, termasuk putranya sendiri, Abdurrahman.

Abdurrahman merupakan salah satu putra Umar yang tinggal di Mesir. Dia telah melakukan pelanggaran dengan meminum khamr bersama dengan temannya hingga mabuk.

Abdurrahman kemudian menghadap ke Gubernur Mesir waktu itu, Amr bin Ash, meminta agar dihukum atas perbuatan yang telah dilakukannya. Amr bin Ash pun menghukum Abdurahman dan temannya dengan hukuman cambuk.

Tetapi, Amr bin Ash ternyata memberikan perlakuan yang berbeda. Jika teman Abdurrahman dihukum di hadapan umum, maka si putra Khalifah ini dihukum di ruang tengah rumahnya.

Umar bin Khattab pun mendengar kabar itu. Dia kemudian mengirim surat kepada Amr bin Ash agar memerintahkan Abdurrahman kembali ke Madinah dengan membungkuk, dengan maksud agar si anak dapat merasakan bagaimana menempuh perjalanan dengan kondisi yang sulit.

Amr bin Ash kemudian melaksanakan isi surat itu dan mengirim kembali surat balasan yang berisi permohonan maaf karena telah menghukum Abdurrahman tidak di hadapan umum. Umar tidak mau menerima cara itu.

Mendapat perintah itu, Abdurrahman kemudian kembali ke Madinah sesuai perintah, yaitu dengan berjalan membungkuk. Dia begitu kelelahan ketika sampai di Madinah.

Tanpa memperhatikan kondisi putranya, Umar bin Khattab langsung menyuruh algojo untuk melaksanakan hukuman cambuk kepada putranya. Seorang sahabat sepuh, Abdurrahman bin Auf pun mengingatkan agar Umar tak melakukan hal itu.

“Wahai Amirul Mukminin, Abdurrahman telah menjalani hukumannya di Mesir. Apakah perlu diulangi lagi?” kata Abdurrahman bin Auf.

Umar pun tidak mau menghiraukan perkataan Abdurrahman bin Auf. Dia meminta Algojo segera melaksanakan penghukuman itu.

Kemudian, Umar mengingatkan kepada seluruh kaum muslim akan hadis Rasulullah tentang kewajiban menegakkan hukum, “Sesungguhnya umat sebelum kamu telah dibinasakan oleh Allah karena apabila di antara mereka ada orang besar bersalah, dibiarkannya, tetapi jika orang kecil yang bersalah, dia dijatuhi hukuman seberat-beratnya.”

Abdurrahman lalu dicambuk berkali-kali di hadapan Umar. Dia pun meronta-ronta meminta tolong agar ayahnya mengurangi hukuman itu, tetapi Umar sama sekali tidak menghiraukan.

Bahkan, teriakan Abdurrahman semakin menjadi, dan mengatakan, “Ayah membunuh saya.” Sekali lagi, Umar tidak menghiraukan perkataan anaknya.

Hukuman itu terus dijalankan sampai Abdurrahman dalam kondisi sangat kritis. Melihat hal itu, Umar hanya berkata, “Jika kau bertemu Rasulullah SAW, beritahukan bahwa ayahmu melaksanakan hukuman.”

Akhirnya, Abdurrahman pun meninggal dalam hukuman. Umar sama sekali tidak menunjukkan kesedihan.

Usai hukuman terhadap Abdurrahman dijalankan, Umar melakukan pelacakan terhadap siapa saja penyebar khamr. Tidak hanya peminum, bahkan sampai penjual khamr pun mendapat hukuman yang berat.

(Disarikan dari buku ‘Kisah Keadilan Para Pemimpin Islam’ Nasiruddin)

 

sumber: Merdeka.com