Larangan Keluar dari Masjid setelah Adzan Dikumandangkan

Salah Satu Adab Ketika di Masjid

Salah satu adab yang perlu diperhatikan ketika di masjid adalah tidak keluar dari masjid setelah adzan dikumandangkan, kecuali jika ada udzur. Hal ini karena tindakan keluar dari masjid itu bertentangan dengan seruan adzan untuk mendatangi masjid dalam rangka mendirikan shalat berjamaah. Selain itu, keluar dari masjid juga akan menyebabkan lalai dan terlambat dari shalat jamaah,

Terdapat dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الشَّيْطَانَ إِذَا سَمِعَ النِّدَاءَ بِالصَّلَاةِ أَحَالَ لَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لَا يَسْمَعَ صَوْتَهُ. فَإِذَا سَكَتَ رَجَعَ فَوَسْوَسَ فَإِذَا سَمِعَ الْإِقَامَةَ ذَهَبَ حَتَّى لَا يَسْمَعَ صَوْتَهُ فَإِذَا سَكَتَ رَجَعَ فَوَسْوَسَ

“Sesungguhnya setan, apabila mendengar adzan untuk shalat, dia berlari sambil terkentut-kentut sampai tidak mendengar adzan lagi. Ketika adzan telah berhenti, dia kembali dan mengganggu. Apabila mendengar iqamat, dia pergi sampai tidak mendengarnya. Ketika iqamat telah berhenti, dia kembali dan mengganggu.” (HR. Bukhari no. 608 dan Muslim no. 389. Lafadz hadits di atas milik Muslim.)

Ibnu Bathal rahimahullah berkata,

“Larangan agar seseorang tidak keluar dari masjid setelah muadzin mengumandangkan adzan itu mirip dengan masalah ini. Yaitu, agar seseorang tidak menyerupai (tasyabbuh) dengan setan yang lari ketika mendengar adzan. Wallahu a’lam.” (Syarh Ibnu Bathal, 2: 235)

Diriwayatkan dari Abu Sya’tsa’, beliau berkata,

كُنَّا قُعُودًا فِي الْمَسْجِدِ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ، فَأَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ، فَقَامَ رَجُلٌ مِنَ الْمَسْجِدِ يَمْشِي فَأَتْبَعَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ بَصَرَهُ حَتَّى خَرَجَ مِنَ الْمَسْجِدِ، فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: «أَمَّا هَذَا، فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ»

“Kami tengah duduk-duduk di masjid bersama Abu Hurairah. Ketika seorang mu’adzin mengumandangkan adzan, seseorang berdiri meninggalkan masjid sambil berjalan. Abu Hurairah terus mengawasinya hingga laki-laki tersebut keluar dari masjid. Abu Hurairah lalu berkata, “Orang ini telah membangkang (durhaka) kepada Abul Qasim (Muhammad) shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Muslim no. 655)

Perkataan di atas, meskipun diucapkan oleh sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, namun status hukumnya adalah berasal dari syariat (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Hal ini karena para sahabat Nabi tidak akan berani menegaskan suatu perbuatan itu bernilai ketaatan atau kemaksiatan (kedurhakaan), kecuali jika memang sahabat tersebut memiliki ilmu yang didapatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

Keluar Masjid saat Adzan, Ciri Orang Munafik

Diriwayatkan juga dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَسْمَعُ النِّدَاءَ فِي مَسْجِدِي هَذَا ثُمَّ يَخْرُجُ مِنْهُ، إِلَّا لِحَاجَةٍ، ثُمَّ لَا يَرْجِعُ إِلَيْهِ إِلَّا مُنَافِقٌ

“Tidaklah seseorang mendengar adzan di masjidku ini, kemudian keluar dari masjid kecuali ada hajat (kebutuhan), kemudian dia tidak kembali, melainkan dia adalah seorang munafik.” (HR. Ath-Thabrani dalam Mu’jam Al-Ausath 4: 149. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhiib, 1: 179)

Juga diriwayatkan dari sahabt ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَدْرَكَهُ الْأَذَانُ فِي الْمَسْجِدِ، ثُمَّ خَرَجَ، لَمْ يَخْرُجْ لِحَاجَةٍ، وَهُوَ لَا يُرِيدُ الرَّجْعَةَ، فَهُوَ مُنَافِقٌ

“Siapa saja yang menjumpai (mendengar) adzan di masjid, kemudian dia keluar. Dia tidak keluar karena ada hajat dan juga tidak berniat kembali, maka dia adalah seorang munafik.” (HR. Ibnu Majah no. 734, shahih)

Maksudnya, perbuatan tersebut adalah perbuatan orang munafik. Karena orang mukmin tulen, tidak selayaknya berbuat demikian. Kemunafikan di sini adalah nifaq ‘amali yang tidak menyebabkan batalnya iman, dan bukan nifaq i’tiqadi. 

Boleh Keluar Masjid Jika Ada Hajat

At-Tirmidzi rahimahullah berkata setelah membawakan hadits dari Abu Hurairah di atas,

وَعَلَى هَذَا العَمَلُ عِنْدَ أَهْلِ العِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَنْ بَعْدَهُمْ: أَنْ لَا يَخْرُجَ أَحَدٌ مِنَ المَسْجِدِ بَعْدَ الأَذَانِ، إِلَّا مِنْ عُذْرٍ: أَنْ يَكُونَ عَلَى غَيْرِ وُضُوءٍ، أَوْ أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ.

“Inilah yang diamalkan oleh para ulama dari sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sesudah mereka. Yaitu agar seseorang tidak keluar dari masjid setelah adzan, kecuali karena ada udzur. Misalnya karena dia belum berwudhu atau adanya perkara yang harus dia kerjakan.” (Jaami’ At-Tirmidzi, 1: 398)

Jika ada hajat (kebutuhan), maka diperbolehkan keluar dari masjid

Adapun jika hajat (kebutuhan) untuk keluar dari masjid, misalnya untuk mengambil air wudhu, maka diperbolehkan. Dalil dalam masalah ini adalah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

أُقِيمَتِ الصَّلَاةُ، فَقُمْنَا، فَعَدَّلْنَا الصُّفُوفَ، قَبْلَ أَنْ يَخْرُجَ إِلَيْنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ” فَأَتَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى إِذَا قَامَ فِي مُصَلَّاهُ قَبْلَ أَنْ يُكَبِّرَ، ذَكَرَ فَانْصَرَفَ، وَقَالَ لَنَا: مَكَانَكُمْ، فَلَمْ نَزَلْ قِيَامًا نَنْتَظِرُهُ حَتَّى خَرَجَ إِلَيْنَا، وَقَدِ اغْتَسَلَ يَنْطُفُ رَأْسُهُ مَاءً، فَكَبَّرَ فَصَلَّى بِنَا

“Ketika iqamat dikumandangkan, maka kami berdiri dan meluruskan shaff sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang. Tidak lama kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, hingga beliau berdiri di tempat shalatnya. Sebelum bertakbir, beliau ingat sesuatu, lalu beliau pergi seraya berujar, “Tetaplah kalian berada di posisi kalian.” 

Maka kami terus berdiri menunggu beliau hingga beliau muncul kembali. Rupanya beliau mandi dan masih terlihat di kepalanya meneteskan air. Beliau pun bertakbir dan mengimami shalat.” (HR. Bukhari no. 639 dan Muslim no. 605)

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/52129-keluar-masjid-setelah-adzan.html

Adab-Adab Ketika Di Masjid

Masjid adalah rumah Allah yang berada di atas bumi. Memiliki kedudukan yang agung di mata kaum muslimin karena menjadi tempat bersatunya mereka ketika shalat berjamaah dan kegiatan beribadah lainnya. Umat Islam senantiasa akan mulia manakala kembali memakmurkan masjid seperti halnya generasi salaf dahulu.

Sebagai rumah dari rumah-rumah Allah Ta’ala yang mempunyai peranan vital, ada beberapa etika yang telah digariskan oleh Islam ketika berada di dalamnya. Antara lain :

1. Mengikhlaskan Niat Kepada Allah Ta’ala

Hendaknya seseorang yang ingin ke masjid mengikhlaskan niatnya sehingga Allah Ta’alamenerima ibadah yang ia lakukan di masjid. Hendaknya ia mendatangi masjid untuk menunaikan tugas seorang hamba yaitu beribadah kepada Allah Ta’ala tanpa dilandasi rasa ingin dipuji manusia atau ingin dilihat oleh masyarakat. Karena sesungguhnya setiap amalan itu tergantung dari niatnya.

2. Berpakaian Indah Ketika Hendak Menuju Masjid

Sebagaimana perintah Allah Ta’ala dalam firman-Nya:

يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) masjid” [1]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “dalam ayat ini, Allah tidak hanya memerintahkan hambanya untuk menutup aurat, akan tetapi mereka diperintahkan pula untuk memakai perhiasan. Oleh karena itu hendaklah mereka memakai pakaian yang paling bagus ketika shalat” [2].

Dan dijelaskan dalam kitab tafsir karangan Imam Ibnu Katsir rahimahullah, “berlandaskan ayat ini dan ayat yang semisalnya disunahkan berhias ketika akan shalat, lebih-lebih ketika hari Jumat dan hari raya. Termasuk perhiasan yaitu siwak dan parfum” [3].

3. Menghindari Makanan Tidak Sedap Baunya

Maksudnya adalah larangan bagi seseorang yang makan makanan yang tidak sedap baunya, seperti mengonsumsi makanan yang menyebabkan mulut berbau, seperti bawang putih, bawang merah, jengkol, pete, dan termasuk juga merokok atau yang lainnya untuk menghadiri shalat jamaah, berdasarkan hadis,

Dari Jabir radhiallahu’anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Barang siapa yang memakan dari tanaman ini (sejenis bawang dan semisalnya), maka janganlah ia mendekati masjid kami, karena sesungguhnya malaikat   terganggu   dengan   bau   tersebut, sebagaimana manusia”[4].

Juga hadis Jabir, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ أَكَلَ ثَوْمًا أَوْبَصَلاً فًلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ قَالَ فَلْيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا وَلْيَقْعُدْ فيِ بَيْتِهِ

Barang siapa yang makan bawang putih atau bawang merah maka hendaklah menjauhi kita”, atau bersabda, “Maka hendaklah dia menjauhi masjid kami dan hendaklah dia duduk di rumahnya”[5].

Hadis tersebut bisa dibawa ke persamaan kepada segala sesuatu yang berbau tidak sedap yang bisa menganggu orang yang sedang shalat atau yang sedang beribadah lainnya. Namun jika seseorang sebelum ke masjid memakai sesuatu yang bisa mencegah bau yang tidak sedap tersebut dari dirinya seperti memakai pasta gigi dan lainnya, maka tidak ada larangan baginya setelah itu untuk menghadiri masjid.

4. Bersegera Menuju Rumah Allah Ta’ala

Bersegera menuju masjid merupakan salah satu ciri dari semangat seorang muslim untuk melakukan ibadah. Jika waktu shalat telah tiba, hendaklah kita bersegera menuju masjid karena di dalamnya terdapat ganjaran yang amat besar, berdasarkan hadis:

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallambersabda, “Seandainya manusia mengetahui keutamaan shaf pertama, dan tidaklah mereka bisa mendapatinya kecuali dengan berundi niscaya mereka akan berundi. Dan seandainya mereka mengetahui keutamaan bersegera menuju masjid niscaya mereka akan berlomba-lomba”[6].

Jangan sampai kita menyepelekan dan menunda-nunda waktu untuk sesegera mungkin menuju masjid. Hendaknya selalu bersemangat dalam menghidupkan masjid dan mengisinya dengan amalan-amalan ibadah lainnya.

5. Berjalan Menuju Masjid Dengan Tenang dan Sopan

Hendaknya berjalan menuju shalat dengan khusyuk, tenang, dan tentram. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melarang umatnya berjalan menuju shalat secara tergesa-gesa walaupun shalat sudah didirikan. Abu Qatadah radhiallahu’anhu berkata, “Saat kami sedang shalat bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, tiba-tiba beliau mendengar suara kegaduhan beberapa orang. Sesudah menunaikan shalat beliau mengingatkan,

مَا شَأْنُكُم؟ قَالُوْا: اِسْتَعْجَلْنَا إِلىَ الصَّلاَةِ. فَقَالَ: فَلاَ تَفْعَلُوْا, إِذَا أَتَيْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ فَعَلَيْكُمْ بِاالسَّكِيْنَةِ  فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوْا

Apa yang terjadi pada kalian?” Mereka menjawab, “Kami tergesa-gesa menuju shalat.” Rasulullah menegur mereka, “Janganlah kalian lakukan hal itu. Apabila kalian mendatangi shalat maka hendaklah berjalan dengan tenang, dan rakaat yang kalian dapatkan shalatlah dan rakaat yang terlewat sempurnakanlah”[7]

6. Adab Bagi Wanita [8]

Tidak terlarang bagi seorang wanita untuk pergi ke masjid. Namun rumah-rumah mereka lebih baik Jika seorang wanita hendak pergi ke masjid, ada beberapa adab khusus yang perlu diperhatikan:

  1. Meminta izin kepada suami atau mahramnya
  2. Tidak menimbulkan fitnah
  3. Menutup aurat secara lengkap
  4. Tidak berhias dan memakai parfum

Perbuatan kaum wanita yang memakai parfum hingga tercium baunya dapat menimbulkan fitnah, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, “Siapa saja wanita yang memakai wangi-wangian kemudian keluiar menuju masjid, maka tidak akan diterima shalatnya sehingga ia mandi” [9]

Abu Musa radhiallahu’anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

كُلُّ عَيْنٍ زَانِيَةٌ وَالْمَرْأَةُ إِذَا اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِالْمَجْلِسِ فَهِىَ كَذَا وَكَذَا يَعْنِى زَانِيَةً

Setiap mata berzina dan seorang wanita jika memakai minyak wangi lalu lewat di sebuah majelis (perkumpulan), maka dia adalah wanita yang begini, begini, yaitu seorang wanita pezina”[10].

7. Ketika Masuk Masjid Berdoa dan Mendahulukan Kaki Kanan

Hendaklah orang yang keluar dari rumahnya membaca doa,

بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ

Dengan menyebut nama Allah aku bertawakal kepada-Nya, tidak ada daya dan upaya selain dari Allah semata”[11].

Kemudian ketika berjalan menuju masjid hendaklah berdoa,

اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا وَفِي بَصَرِي نُورًا وَفِي سَمْعِي نُورًا وَعَنْ يَمِينِي نُورًا وَعَنْ يَسَارِي نُورًا وَفَوْقِي نُورًا وَتَحْتِي نُورًا وَأَمَامِي نُورًا وَخَلْفِي نُورًا وَاجْعَلْ لِي نُورًا

Yaa Allah… berilah cahaya di hatiku, di penglihatanku dan di pendengaranku, berilah cahaya di sisi kananku dan di sisi kiriku, berilah cahaya di atasku, di bawahku, di depanku dan di belakangku, Yaa Allah berilah aku cahaya”[12].

8. Shalat Tahiyatul Masjid

Di antara adab ketika memasuki masjid adalah melaksanakan shalat dua rakaat sebelum duduk. Shalat ini diistilahkan para ulama dengan shalat tahiyatul masjid. RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِ

Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah dia shalat dua rakaat sebelum dia duduk” [13]

Yang dimaksud dengan tahiyatul masjid adalah shalat dua rakaat sebelum duduk di dalam masjid. Tujuan ini sudah tercapai dengan shalat apa saja yang dikerjakan sebelum duduk. Oleh karena itu, shalat sunnah wudhu, shalat sunnah rawatib, bahkan shalat wajib, semuanya merupakan tahiyatul masjid jika dikerjakan sebelum duduk. Merupakan suatu hal yang keliru jika tahiyatul masjid diniatkan tersendiri, karena pada hakikatnya tidak ada dalam hadis ada shalat yang namanya ‘tahiyatul masjid’. Akan tetapi ini hanyalah penamaan ulama untuk shalat dua rakaat sebelum duduk. Karenanya jika seorang masuk masjid setelah adzan lalu shalat qabliah atau sunah wudhu, maka itulah tahiyatul masjid baginya. Syariat ini berlaku untuk laki-laki maupun wanita. Hanya saja para ulama mengecualikan darinya khatib jumat, di mana tidak ada satupun dalil yang menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam shalat tahiyatul masjid sebelum khutbah. Akan tetapi beliau datang dan langsung naik ke mimbar. Syariat ini juga berlaku untuk semua masjid, termasuk masjidil haram. Tahiyatul masjid disyariatkan pada setiap waktu seseorang itu masuk masjid dan ingin duduk di dalamnya. Termasuk di dalamnya waktu-waktu yang terlarang untuk shalat, menurut sebagian pendapat kalangan ulama[14].

9. Mengagungkan Masjid

Bentuk pengagungan terhadap masjid berupa hendaknya seseorang tidak bersuara dengan suara yang tinggi, bermain-main, duduk dengan tidak sopan, atau meremehkan masjid. Hendaknya juga ia tidak duduk kecuali sudah dalam keadaan berwudhu untuk mengagungkan rumah Allah Ta’ala dan syariat-syariat-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

Demikianlah (perintah Allah). dan Barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, Maka Sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati” [15].

10. Menuggu Ditegakkannya Shalat Dengan Berdoa Dan Berdzikir

Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Setelah shalat dua rakaat hendaknya orang yang shalat untuk duduk menghadap kiblat dengan menyibukkan diri berdzikir kepada Allah, berdoa, membaca Alquran, atau diam dan janganlah ia membicarakan masalah duniawi belaka”[16].

Terdapat keutamaan yang besar bagi seorang yang duduk di masjid untuk menunggu shalat, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam,

فَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فيِ الصَّلاَةِ مَاكَانَتِ الصَّلاَةُ تَحْبِسُهُ واْلمَلاَئِكَةُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ أَحَدِكُمْ مَادَامَ فِي مَجْلِسِهِ الَّذِي صَلىَّ فِيْهِ يَقُوْلُوْنَ: اَللّهُمَّ ارْحَمْهُ الّلهُمَّ اغْفِرْ لَهُ مَا لَمْ يُؤْذِ فِيْهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ

Apabila seseorang memasuki masjid, maka dia dihitung berada dalam shalat selama shalat tersebut yang menahannya (di dalam masjid), dan para malaikat berdoa kepada salah seorang di antara kalian selama dia berada pada tempat shalatnya, Mereka mengatakan, “Ya Allah, curahkanlah rahmat kepadanya, ya Allah ampunilah dirinya selama dia tidak menyakiti orang lain dan tidak berhadats”[17].

11. Mengaitkan Hati Dengan Masjid [18]

Berusaha untuk selalu mengaitkan hati dengan masjid dengan berusaha mendatangi ke masjid sebelum shalat, menunggu shalat dengan berdzikir dan beribadah, dan tidak buru-buru beranjak. Dan keutamaan inilah yang akan dinaungi oleh Allah Ta’ala ketika nanti tiada naungan selain naungan-Nya. Sebagaimana dalam hadis, “Tujuh jenis orang yang Allah Ta’ala akan menaungi mereka pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya… dan laki-laki yang hatinya selalu terkait dengan masjid)”19

12. Anjuran Untuk Berpindah Tempat Ketika Merasa Ngantuk

Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, “Jika salah seorang di antara kalian mengantuk, saat berada di masjid, maka hendaknya ia berpindah dari tempat duduknya ke tempat lain”[20].

13. Anjuran Membuat Pintu Khusus untuk Wanita [21]

Dianjurkan untuk membuat pintu khusus bagi wanita untuk menjaga agar mereka tidak bercampur baur dengan kaum pria. Karena akibat dari campur baurnya laki-laki dan perempuan amatlah besar. Dan keburukan seperti ini akan lebih berbahaya kalau dilakukan di rumah Allah Ta’ala. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam membimbing para shahabatnya dengan seraya bersabda, “Alangkah baiknya jika kita biarkan pintu ini untuk kaum wanita” [22].

14. Dibolehkan Untuk Tidur Di Masjid

Dibolehkan tidur di dalam masjid bagi orang yang membutuhkannya, semisal orang yang kemalaman atau yang tidak punya sanak famili dan lainnya. Dahulu para sahabat Ahli Suffah (orang yang tidak punya tempat tinggal), mereka tidur di dalam masjid[23].

AI-Hafidz Ibnu Hajar menegaskan bahwa bolehnya tidur di dalam masjid adalah pendapat jumhur ulama[24]. Dan dibolehkan juga tidur dengan terlentang. Berdasarkan riwayat:

Dari Abbad Bin Tamim dari pamannya bahwasanya dia melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidur terlentang di dalam masjid dengan meletakkan salah satu kakinya di atas kakinya yang lain [25].

AI-Khattabi  berkata,  “Hadis ini  menunjukkan bolehnya bersandar, tiduran dan segala bentuk istirahat di dalam masjid”[26].

15. Boleh Memakai Sandal Di Masjid

Berkata Imam At-Thahawi, “Telah datang atsar-atsar yang mutawatir tentang shalatnyaRasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memakai sandal di dalam masjid”[27].

Berdasarkan hadis dari Sa’id Bin Yazid,  bahwasanya dia bertanya kepada Anas bin Malik, “Apakah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam shalat memakai kedua sandalnya?” Anas menjawab: “Ya”[28].

Imam Nawawi berkata, “Hadis ini menunjukkan bolehnya shalat memakai sandal selama tidak terkena najis”[29].

16. Boleh Makan Dan Minum Di Masjid

Makan dan minum di dalam masjid dibolehkan asal tidak mengotori masjidnya. Berdasarkan hadis dari Abdullah bin Harits radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Kami makan daging bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam masjid”[30].

17. Boleh Membawa Anak Kecil Ke Masjid

Dari Abu Qotadah radhiallahu’anhu dia berkata, “Suatu ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam  keluar (untuk shalat-pent) dengan menggendong Umamah Binti Abil ‘Ash, kemudian beliau shalat. Apabila rukuk beliau menurunkannya, dan apabila bangkit beliau menggendongnya kembali”[31].

Imam Al-’Aini rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan bolehnya membawa anak kecil kedalam masjid”[32].
Adapun hadits yang berbunyi, “Jauhkanlah anak-anak kalian dari masjid,” adalah hadits yangdhaif (lemah), didaifkan oleh Ibnu Hajar, Ibnu Katsir, Ibnu Jauzi, AI-Mundziri, dan lainnya [33].

18. Menjaga dari Ucapan yang Jorok dan Tidak Layak di Masjid

Tempat yang suci tentu tidak pantas kecuali untuk ucapan-ucapan yang suci dan terpuji pula. Oleh karena itu, tidak boleh bertengkar, berteriak-teriak, melantunkan syair yang tidak baik di masjid, dan yang semisalnya. Demikian pula dilarang berjual beli di dalam masjid dan mengumumkan barang yang hilang. Nabi  bersabda (yang artinya), “Apabila kamu melihat orang menjual atau membeli di masjid maka katakanlah, ‘Semoga Allah tidak memberi keberuntungan dalam jual belimu!’ Dan apabila kamu melihat ada orang yang mengeraskan suara di dalam masjid untuk mencari barang yang hilang, katakanlah, ‘Semoga Allah  tidak mengembalikannya kepadamu’. 34

19. Dilarang bermain-main di masjid selain permainan yang mengandung bentuk melatih ketangkasan dalam perang. [35]

Hal ini sebagaimana dahulu orang-orang Habasyah bermain perang-perangan di masjid dan tidak dilarang oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam [36].

20. Tidak Menjadikan Masjid Sebagai Tempat Lalu Lalang [37]

Tidak sepatutnya seorang muslim berlalu di dalam masjid untuk suatu kepentingan tanpa mengerjakan shalat dua rakaat. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, ”Di antara tanda-tanda hari Kiamat adalah seorang melewati masjid namun tidak mengerjakan shalat dua rakaat di dalamnya dan seseorang tidak memberikan salam kecuali kepada orang yang dikenalnya)”[38].

21. Tidak menghias masjid secara berlebihan

Di antara kesalahan yang terjadi di masjid adalah menghiasi masjid dan memahatnya secara berlebihan, berdasarkan hadis Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:

إِذَا زَوَّقْتُمْ مَسَاجِدَكُمْ وَحَلَّيْتُمْ مَصَاحِفَكُمْ فَالدَّمَارُ عَلَيْكُمْ

Apabila kalian telah memperindah masjid kalian dan menghiasi mushaf-mushafmu maka kehancuran telah menimpa kalian”[39]. Dalam riwayat lain disebutkan RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهىَ النَّاسُ فِي اْلمَسَاجِدِ

Tidak akan terjadi hari kiamat sampai manusia berlomba-lomba di dalam (memperindah) masjid” [40]

Dilarang berlebih-lebihan dalam menghias masjid karena hal itu menyelisihi sunnah NabiShallallahu’alaihi Wasallam, “Apabila kalian telah menghiasi mushaf-mushaf kalian dan menghiasi masjid-masjid kalian, maka kehancuran akan menimpa kalian”[41]. BeliauShallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda, “Di antara tanda-tanda hari kiamat adalah manusia berbangga-bangga dengan masjid”[42].

22. Tidak Mengambil Tempat Khusus Di Masjid

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melarang seorang shalat seperti gagak mematuk, dan melarang duduk seperti duduknya binatang buas, dan mengambil tempat di masjid seperti unta mengambil tempat duduk [43]. Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “hikmahnya adalah karena hal tersebut bisa mendorong kepada sifat pamer, riya, dan sumah, serta mengikat diri dengan adat dan ambisi. Demikian itu merupakan musibah. Maka dari itu, seorang hamba harus berusaha semaksimal mungkin agar tidak terjerumus ke dalamnya” [44].

23. Larangan Keluar Setelah Adzan Kecuali Ada Alasan

Jika kita berada di dalam masjid dan azan sudah dikumandangkan, maka tidak boleh keluar dari masjid sampai selesai dtunaikannya shalat wajib, kecuali jika ada uzur. Hal ini sebagaimana dikisahkan dalam sebuah riwayat dari Abu as Sya’tsaa radhiallahu’anhu, beliau berkata,

كُنَّا قُعُودًا فِي الْمَسْجِدِ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَأَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ الْمَسْجِدِ يَمْشِي فَأَتْبَعَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ بَصَرَهُ حَتَّى خَرَجَ مِنْ الْمَسْجِدِ فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ أَمَّا هَذَا فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Kami pernah duduk bersama Abu Hurairah dalam sebuah masjid. Kemudian muazin mengumandangkan azan. Lalu ada seorang laki-laki yang berdiri kemudian keluar masjid. Abu Hurairah melihat hal tersebut kemudian beliau berkata, “Perbuatan orang tersebut termasuk bermaksiat terhadap Abul Qasim (Nabi Muhammad) Shallallahu’alaihi Wasallam” [45].

24. Larangan Mencari Barang Yang Hilang Di Masjid Dan Mengumumkannya

Apabila didapati seseorang mengumumkan kehilangan di masjid, maka katakanlah, “Mudah-mudahan Allah tidak mengembalikannya kepadamu”. Sebagaimana sabda RasululllahShallallahu’alaihi Wasallam, “Barangsiapa mendengar seseorang mengumumkan barang yang hilang di dalam masjid, maka katakanlah, “Mudah-mudahan Allah tidak mengembalikannya kepadamu. Sesungguhnya masjid-masjid tidak dibangun untuk ini”[46].

25. Larangan Jual Beli di Masjid

Jika jual beli dilakukan di masjid, maka niscaya fungsi masjid akan berubah menjadi pasar dan tempat jual beli sehingga jatuhlah kehormatan masjid dengan sebab itu. Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “apabila kalian melihat orang yang jual beli di dalam masjid maka katakanlah padanya, ‘Semoga Allah tidak memberi keuntungan dalam jual belimu!”[47].

Imam As-Shan’ani berkata, “Hadis ini menunjukkan haramnya jual beli di dalam masjid, dan wajib bagi orang yang melihatnya untuk berkata kepada penjual dan pembeli semoga Allah tidak memberi keuntungan dalam jual belimu! Sebagai peringatan kepadanya”[48].

26. Larangan Mengganggu Orang Yang Beribadah Di Masjid

Orang yang sedang menjalankan ibadah di dalam masjid membutuhkan ketenangan sehingga dilarang mengganggu kekhusyukan mereka, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Di antara kesalahan yang sering terjadi, membaca ayat secara nyaring di masjid sehingga mengganggu shalat dan bacaan orang lain [49].

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Ketahuilah, kalian semua sedang bermunajat kepada Allah, maka janganlah saling mengganggu satu sama lain. Janganlah kalian mengeraskan suara dalam membaca Alquran. Atau beliau berkata, “Dalam shalat” [50].

27. Larangan Berteriak Dan Membuat Gaduh di Masjid

Sebab, masjid dibangun bukan untuk ini. Demikian pula mengganggu dengan obrolan yang keras. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ketahuilah bahwa setiap kalian sedang bermunajat (berbisik-bisik) dengan Rabbnya. Maka dari itu, janganlah sebagian kalian menyakiti yang lain dan janganlah mengeraskan bacaan atas yang lain”[51].

Apabila mengeraskan bacaan Alquran saja dilarang jika memang mengganggu orang lain yang sedang melakukan ibadah, lantas bagaimana kiranya jika mengganggu dengan suara-suara gaduh yang tidak bermanfaat?! Sungguh, di antara fenomena yang menyedihkan, sebagian orang—terutama anak-anak muda—tidak merasa salah membuat kegaduhan di masjid saat shalat berjamaah sedang berlangsung. Mereka asyik dengan obrolan yang tiada manfaatnya. Terkadang mereka sengaja menunggu imam rukuk, lalu lari tergopoh-gopoh dengan suara gaduh untuk mendapatkan rukuk bersama imam. Untuk yang seperti ini kita masih meragukan sahnya rakaat shalat tersebut karena mereka tidak membaca Al-Fatihah dalam keadaan sebenarnya mereka mampu.

Tetapi, mereka meninggalkannya dan justru mengganggu saudara-saudaranya yang sedang shalat. Hal ini berbeda dengan kondisi sahabat Abu Bakrah radhiallahu’anhu yang ketika datang untuk shalat bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam didapatkannya beliauShallallahu’alaihi Wasallam sedang rukuk lalu ia ikut rukuk bersamanya dan itu dianggap rakaat shalat yang sah.

28. Larangan Lewat di Dalam Masjid Dengan Membawa Senjata Tajam

Janganlah seseorang lewat masjid dengan membawa senjata tajam, seperti pisau, pedang, dan sebagainya ketika melewati masjid. Sebab hal itu dapat mengganggu seorang muslim bahkan bisa melukai seorang muslim. Terkecuali jika ia menutup mata pedang dengan tangannya atau dengan sesuatu.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian lewat di dalam masjid atau pasar kami dengan membawa lembing, maka hendaklah ia memegang mata lembing itu dengan tangannya sehingga ia tidak melukai orang muslim”[52].

29. Larangan Lewat di Depan Orang Shalat

Harap diperhatikan ketika kita berjalan di dalam masjid, jangan sampai melewati di depan orang yang sedang shalat. Hendaklah orang yang lewat di depan orang yang shalat takut akan dosa yang diperbuatnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam  bersabda,

لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَي الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ، لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِيْنَ، خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ

Seandainya orang yang lewat di depan orang yang shalat  mengetahui (dosa) yang ditanggungnya, niscaya ia memilih untuk berhenti selama 40 (tahun), itu lebih baik baginya daripada lewat di depan orang yang sedang  shalat”[53].

Yang terlarang adalah lewat di depan orang yang shalat sendirian atau di depan imam. Adapun jika lewat di depan makmum maka tidak mengapa. Hal ini didasari oleh perbuatan Ibnu Abbas radhiallahu’anhu ketika beliau menginjak usia balig. Beliau pernah lewat di sela-sela shaf jamaah yang diimami oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dengan menunggangi keledai betina, lalu turun melepaskan keledainya  baru kemudian beliau bergabung dalam shaf. Dan tidak ada seorang pun yang mengingkari perbuatan tersebut. Namun demikian, sebaiknya memilih jalan lain agar tidak lewat di depan shaf makmum[54].

30. Larangan melingkar di dalam masjid untuk berkumpul untuk kepentingan dunia

Terdapat larangan melingkar di dalam masjid (untuk berkumpul) demi kepentingan dunia semata. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

يَأْتِ عَلىَ النَّاسِ زَمَانٌ يَحْلِقُوْنَ فيِ مَسَاجِدِهِمْ وَلَيْسَ هُمُوْمُهُمْ إِلاَّ الدُّنْيَا  وَلَيْسَ ِللهِ فِيْهِمْ حَاجَةٌ فَلاَ تُجَاِلسُوْهُمْ

Akan datang suatu masa kepada sekelompok orang, di mana mereka melingkar di dalam masjid untuk berkumpul dan mereka tidak mempunyai kepentingan kecuali dunia dan tidak ada bagi kepentingan apapun pada mereka maka janganlah duduk bersama mereka” [55].

31. Larangan Keras Meludah Di Masjid

Masjid sebagai tempat yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala di muka bumi ini harus kita jaga kebersihannya. Oleh karena itu, dilarang meludah dan mengeluarkan dahak lalu membuangnya di dalam masjid, kecuali meludah di sapu tangan atau pakaiannya. Adapun di lantai masjid atau temboknya, hal ini dilarang. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

الْبُزَاقُ فِي الْمَسْجِدِ خَطِيْئَةٌ وَكَفَّارَتُهَا دَفْنُهَا

Meludah di masjid adalah suatu dosa, dan kafarat (untuk diampuninya) adalah dengan menimbun ludah tersebut”[56].

Yang dimaksud menimbun ludah di sini adalah apabila lantai masjid itu dari tanah, pasir, atau semisalnya. Adapun jika lantai masjid itu berupa semen atau kapur, maka ia meludah di kainnya, tangannya, atau yang lain [57].

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam  juga bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian meludah ke arah kiblat, akan tetapi hendaknyaa ke arah kirinya atau ke bawah kakinya”[58].

32. Keluar Masjid Dengan Mendahulukan Kaki Kiri Dan Membaca Doa

Apabila keluar masjid, hendaklah kita mendahulukan kaki kiri seraya berdoa. Dari Abu Humaidradhiallahu’anhu atau dari Abu Usaid radhiallahu’anhu dia berkata, RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ وَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ

Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka hendaknya dia membaca, “Allahummaftahli abwaaba rahmatika” (Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu). Dan apabila keluar, hendaknya dia mengucapkan, “Allahumma inni as-aluka min fadhlika (Ya Allah, aku meminta kurnia-Mu)”[59].

Demikianlah akhir yang Allah Ta’ala mudahkan kepada kami untuk menulis tentang adab-adab di masjid. Semoga Allah menjadikan kita hamba-Nya yang saleh dan selalu istiqamah di jalan-Nya. Amiin.
Alhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin.

 

 

sumber: Muslim.or.idtoleransi-sangat-dianjurkan-nabi-muhammad-saw