Islam, Agama Fitrah (2)

DARI keterangan hadis qudsi di atas jelaslah bahwa pada hakikatnya kita diciptakan oleh Allah dalam kondisi berpegang teguh pada agama, berada pada fitrah Allah. Tetapi, tipu daya setanlah yang kemudian memalingkan kita dari ajaran agama kita. Setan telah memperdaya kita untuk mengingkari Allah, dengan menjadikan selain Allah sebagai tuhan. Ada di antara umat manusia yang kemudian kembali kepada fitrah agamanya. Ada pula yang tetap berada pada kesesatan dan kekufuran.

Satu hal yang harus kita sadari bersama adalah bahwa selama hayat masih di kandung badan, selalu ada kesempatan untuk kembali kepada agama, kembali kepada Tuhan. Tuhan sangat senang jika ada hamba-Nya yang telah lama berkelana, mengembara mengarungi kehidupan ini, serta jauh dari-Nya, kemudian dia kembali ke jalan-Nya.

Seperti halnya orangtua yang telah lama ditinggal anaknya pergi merantau kemudian kembali pulang ke pangkuannya. Bahkan, kasih sayang Tuhan kepada hamba-hamba-Nya jauh melebihi kasih sayang orangtua kepada anak-anaknya.

Alangkah sayangnya, jika kesempatan hidup di dunia yang hanya sekali, tidak dimanfaatkan untuk menjalani fitrah kemanusiaan, yaitu memeluk erat agama, mendekatkan diri kepada Tuhan, menjadi hamba-hamba-Nya yang dikasihi dan dicintai-Nya. Betapa malangnya diri ini, jika hidup di dunia ini yang hanya sementara, diisi dengan amal yang sia-sia, yang hanya akan membawa kita pada penyesalan tiada tara di akhirat kelak.

Mari kembali kepada fitrah kita, yaitu fitrah untuk beragama, fitrah untuk selalu dekat dengan Tuhan, fitrah untuk menjadi hamba-hamba yang dikasihi dan dicintai-Nya. Dengan tetap pada fitrah itu, maka kita semua berharap semoga kelak, ketika Tuhan mengambil kita untuk kembali kepada-Nya, Tuhan akan memanggil dengan panggilan mesra:

“Wahai jiwa-jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diradai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS.Al-Fajr [89]:27-30) [didi junaedi]/selesai.

INILAH MOZAIK

Islam, Agama Fitrah (1)

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptkan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Ruhm [13]: 30)

PADA hakikatnya, setiap manusia lahir ke dunia ini dengan membawa fitrah berupa keyakinannya kepada agama (Islam). Demikian ditegaskan oleh para ulama tafsir, ketika menjelaskan tentang maksud ayat di atas.

Seiring berjalannya waktu, maka fitrah yang sudah Allah tetapkan tersebut, akan tetap atau berubah bergantung pada kondisi lingkungan di mana manusia itu berada.

Nabi Muhammad saw menegaskan, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah)–beragama Islam–, maka bergantung kedua orangtuanyalah yang akan menjadikannya seorang Yahudi, Nasruni atau Majusi.”

Dari keterangan hadis di atas jelaslah bahwa setiap manusia dilahirkan dalam kondisi beragama (Islam). Agama itu fitrah yang sudah ada sejak manusia lahir, bahkan ketika mereka masih berada di alam rahim. Demikian ditegaskan dalam ayat lain.

Begitu melekatnya fitrah berupa agama ini di dalam diri manusia, maka meski seseorang larut dalam pelukan nafsu duniawi, yang seringkali melenakannya dari ajaran agama, atau bahkan melupakannya pada Tuhan, pada saat tertentu akan muncul kerinduan dalam dirinya untuk kembali kepada agama, kembali kepada Tuhannya.

Jika seseorang menuruti kata hatinya untuk kembali kepada Tuhannya, kepada ajaran agamanya, maka sangat mungkin pintu hidayah akan terbuka lebar baginya. Namun sebaliknya, jika ia lebih memperturutkan hawa nafsunya, tidak mengindahkan kata hatinya, maka dia akan semakin terjerumus pada kesesatan dan gelimang dosa.

Az-Zamakhsyari dalam kitab tafsirnya al-Kasysyaf menjelaskan ayat di atas dengan mengutip sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang menyatakan, “setiap hamba-Ku aku ciptakan dalam keadaan lurus (berpegang teguh pada ajaran agama), kemudian setan telah melencengkannya dari agamanya, serta menyuruhnya untuk menyekutukan-Ku dengan yang lainnya.” [didi junaedi]/bersambung…

 

INILAH MOZAIK