Perbedaan Sunni – Syiah Cukup Banyak, Sampai Tataran Konsep Syariah

Orang Sunni yang mengatakan Ahlus Sunnah sama dengan Syiah seharusnya melihat bagaimana Syiah itu menilai tentang Ahlus Sunnah. Kenyataannya, mereka membenci Ahlus Sunnah.

Demikian salah satu pernyataan  KH. Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi pada acara bedah buku “Teologi dan Ajaran Syiah Menurut Referensi Induknya”, Jum’at kemarin (30/01/2015) di Hotel Elmi Surabaya.

“Dalam buku ini kita beberkan Syiah secara ilmiah apa adanya dari syari’ah sampai akidah,” tegas putra pendiri Pesantren Gontor tersebut.

Hamid menilai perbedaan Ahlus Sunnah dengan Syiah cukup banyak. Tidak hanya akidah yang telah jelas itu, tetapi sampai pada tataran konsep-konsep syariahnya berbeda.

“Syiah itu berbeda  dari beberapa sisi. Seperti tentang isu tahrif al-Qur’an, Sahabat Nabi Shallallhu ‘Alaihi Wassalam dan syariat. Mereka misalnya, mengkafirkan semua Sahabat kecuali tiga”, tambahnya.

Dalam keterangannya, Hamid mempertanyakan kampanye Syiah yang mengajak bersatu dengan Ahlus Sunnah.

“Kenapa Syiah sekarang mau menyama-nyamakan dengan Ahlus Sunnah. Sementara di sana (Iran – pen)  mereka justru membeda-bedakan. Jumlah Sinagog Yahudi lebih banyak dengan jumlah masjid Sunni,” kata direktur INSISTS itu.

Bagi Hamid, buku-buku induk Syiah perlu diungkap.

Katanya, semakin banyak ajaran Syiah yang diungkap, masyarakat mulai memahami bahwa teologi Syiah menyimpan kebencian terhadap pengikut Nabi Shallallhu ‘Alaihi Wassalam, yaitu Ahlus Sunnah.

Pernyataan Hamid itu ditegaskan oleh Idrus Ramli dari Aswaja Center PWNU Jawa Timur itu.

“Kita menyampaikan apa adanya tentang Syiah. Bahwa Syiah mengandung bid’ah. Dalam bid’ah Syiah itu ada yang dhalal (sesat) dan ada yang sampai pada kekufuran,” ujar pakarnya.

“Jika kita baca kitab-kitab Syiah, akan ditemukan mengaku sendiri bahwa Tuhan Syiah tidak sama dengan Tuhan yang disembah orang Sunni. Itu seperti dikatakan sendiri oleh Ni’matullah al-Jazairi,” ujar kiai alumni pesantren Sidogiri Pasuruan ini.

Idrus Ramli dalam kesempatan ini banyak menerangkan tentang Ahlul Bait yang sering dijadikan Syiah sarana kampanye.

“Yang membela dan mencintai Ahlul Bait adalah Ahlus Sunnah bukan Syiah. Ahlus Sunnah memasukkan istri nabi sebagai Ahlul Bait, sedangkan Syiah meyakini istri nabi bukan Ahlul Bait. Syiah ini merusak Ahlul Bait,” tambahnya.

Idrus menilai Syiah tidak layak mengaku pengikut Ahlul Bait apalagi pecintanya. Sebab, Syiah sebenarnya tidak punya sanad ke Ahlul Bait.

“Justru sebaliknya, semua imam madzhab dalam Ahlus Sunnah pernah berguru kepada Ahlul Bait. Seperti imam Hanafi, Maliki, Syafi’i belajar ke ulama dari Ahlul Bait Sunni” tegas kiai asal Jember.

Sementara pemateri ketiga disampaikan oleh Henri Shalahuddin, MA. Henri yang juga editor bukut tersebut berpendapat bahwa ajaran Syiah itu banyak yang aneh-aneh dan tidak rasional.

“Memang, kalau baca fatwa-fatwa dan kitab mereka, banyak sekali yang aneh”, ujarnya.

Dalam keterangannya ia menampilkan gambar-gambar dan scan kitab dalam slide yang atraktif.

Dalam bedah buku ini juga dihadiri oleh Dr. Adian Husaini dan Herry Mohammad, redaktur senior Majalah Gatra.

Menanggapi keterangan Henry, menurut Adian, meski banyak ajaran yang aneh tapi yang lebih aneh di Indonesia banyak yang suka keanehan.

Logika mereka juga terlalu rendah untuk didebat.

“Jangan terlalu melayani mereka. Kita perlu bentengi Sunni”, tegas Adian

Karena itu saran Adian, kita tidak hanya sampai membeberkan keanehan-keanehan itu saja namun sudah saatnya harus menyadarkan Syiah.

“Sekarang kita perlu bentuk dai-dai muda yang bisa menyadarkan Syiah. Kita ajari mahasiswa misalnya untuk bisa mensunnikan kembali Syiah,” ujarnya.

Herry Mohammad dalam kesempatan ini mengapresiasi buku yang diterbitkan (Institute for Study of Islamic Thought and Civilization) INSISTS itu.

“Ini satu-satunya buku di Indonesia tentang Syiah yang disajikan secara ensiklopedis dengan bahasa ilmiah,” kata wartawan senior ini.

Kata dia, kita mencari tema-tema pokok Syiah apa saja bisa didapatkan di buku ini.

Secara khusus, buku ini kata Herry diharapkan bisa menjadi rujukan utama memahami Syiah. Terutama untuk para insan media.

“Media-media mainstream tidak banyak yang mengerti Syiah. Kita baca jika ada berita konflik Sunni-Syiah, media mainstream tidak mencari sebab, tapi mereka manampilkan akibanya saja.”

Padahal, baginya, media harus tahu penyebab utama terjadinya gesekan Syiah tersebut.

Bedah buku ini diselenggarakan oleh Institut Pemikiran dan Peradaban Islam (InPAS) Surabaya bekerja sama dengan INSISTS dan MIUMI Jawa Timur.

Buku Teologi dan Ajaran Syiah Menurut Referensi Induknya merupakan kumpulan artikel ilmiah yang ditulis oleh delapan belas penulis. Mengupas seluk-beluk ajaran Syiah dengan merujuk kepada referensi induk mereka.

 

 

sumber: Hidayatullah