Akhlak Mulia, antara Tabiat (Bawaan) dan Usaha Manusia

Ada dua jalan meraih akhlak yang mulia: (1) secara tabiat (alamiah atau bawaan) memang dia memiliki akhlak mulia; dan (2) usaha keras untuk memiliki akhlak mulia. Yang pertama lebih afdhal daripada yang kedua, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Al-Mundzir Asyaj bin ‘Abdul Qais radhiyallahu ‘anhu,

إِنَّ فِيكَ خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ، الْحِلْمُ وَالْأَنَاةُ

“Sesungguhnya Engkau mempunyai dua tabiat yang disukai oleh Allah dan Rasul-Nya, yaitu santun dan sabar.”

Al-Mundzir bertanya,

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا أَتَخَلَّقُ بِهِمَا أَمُ اللَّهُ جَبَلَنِي عَلَيْهِمَا؟

“Wahai Rasulullah, memang aku berakhlak demikian atau Allah yang memberikan itu kepadaku?”

Beliau menjawab,

بَلِ اللَّهُ جَبَلَكَ عَلَيْهِمَا

“Allah yang memberikan itu kepadamu.”

Al-Mundzir berkata,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَبَلَنِي عَلَى خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ

”Segala puji milik Allah yang telah memberiku dua tabiat yang disukai oleh Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Muslim no. 17, Abu Dawud no. 5225, dan At-Tirmidzi no. 2011)

Ketika akhlak mulia itu sudah menajadi tabiat (bawaan), maka akan sulit hilang dari diri seseorang. Berbeda halnya dengan akhlak mulia sebagai hasil dari usaha dan latihan, yang terkadang akan hilang dalam beberapa kesempatan. Hal ini karena dia membutuhkan usaha ekstra, kerja keras, dan butuh selalu diingatkan.

Seseorang datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, berilah aku nasihat.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mengatakan,

لَا تَغْضَبْ

“Jangan marah.”

Orang tersebut mengulangi beberapa kali. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap mengatakan,

لَا تَغْضَبْ

“Jangan marah.” (HR. Bukhari no. 6116 dan At-Tirmidzi no. 2020)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengatakan,

لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ

“Orang yang paling kuat bukanlah orang yang tidak dapat dikalahkan oleh orang lain. Tetapi orang yang paling kuat adalah orang yang dapat menguasai dirinya ketika dia sedang marah.” (HR. Bukhari no. 6114 dan Muslim no. 2609)

Salah satu akhlak mulia adalah ketika seseorang bisa menguasai diri ketika sedang marah. Dia tidak memperturutkan amarahnya. Akan tetapi, dia berusaha menghilangkan amarahnya dengan segera berlindung kepada Allah Ta’ala dari godaan setan yang terkutuk.

Kiat-kiat meraih akhlak mulia

Seseorang haruslah berusaha keras untuk meraih akhlak mulia, yaitu dengan berlatih dan bersungguh-sungguh dalam mewujudkannya. Seseorang dapat meraih akhlak mulia melalui beberapa jalan, di antaranya:

Pertama, dengan merenungi Kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Seseorang merenungi dalil-dalil yang menunjukkan pujian terhadap akhlak mulia yang dia inginkan untuk bisa mewujudkannya. Karena ketika seorang mukmin melihat ada dalil yang memuji suatu akhlak atau perbuatan, tentu dia akan terdorong dan termotivasi untuk mewujudkannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat tentang hal ini dalam sabda beliau,

إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ، وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ، كَحَامِلِ الْمِسْكِ، وَنَافِخِ الْكِيرِ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ: إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيرِ: إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً

“Hanyalah perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk itu ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi bisa jadi akan memberimu minyak wangi atau Engkau bisa membeli minyak wangi darinya. Dan kalaupun tidak, Engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) akan mengenai (membakar) pakaianmu. Dan kalaupun tidak, Engkau tetap mendapatkan bau asap yang tidak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

Kedua, berteman dengan orang-orang yang memiliki akhlak mulia dan menjauh dari berteman dengan orang-orang yang memiliki akhlak buruk. Dia jadikan teman dengan akhlak mulia tersebut sebagai tempat latihan yang membantu dan menuntunnya agar memiliki akhlak mulia.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang itu sesuai dengan agama sahabatnya. Oleh karena itu, perhatikanlah siapa yang menjadi sahabat kalian.” (HR. Abu Dawud no. 4833 dan Tirmidzi no. 2378. Dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani.)

Ketiga, merenungkan akibat jika memiliki akhlak yang buruk.

Dia harus senantiasa ingat bahwa orang dengan akhlak buruk akan dijauhi, dikucilkan dari pergaulan manusia, juga akan senantiasa disebut-sebut dan diingat dengan sebutan yang jelek. Oleh karena itu, jika seseorang merenungkan akibat dari akhlak yang buruk, tentu dia akan berusaha untuk menjauhinya.

Keempat, senantiasa mengingat bagaimanakah kemuliaan akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Jika seseorang senantiasa mengingat bagaimanakah akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik dan mulia, maka ringanlah jiwanya dan akhirnya akan terdorong untuk memiliki akhlak mulia.

Demikian pembahasan ini, semoga bisa menjadi bahan renungan dan diamalkan.

[Selesai]

***

Penulis: dr. M. Saifudin Hakim, MSc., PhD.

Artikel: Muslim.or.id

Akhlak Mulia Level Tertinggi

Penulis kitab Tuhfatul Ahwadzi mengatakan, 

وحسن الخلق أي مع الخلق ، وأدناه ترك أذاهم وأعلاه الإحسان إلى من أساء إليه منهم 

“Berakhlak mulia kepada sesama itu level terendahnya adalah tidak mengganggu dan menyakiti orang lain. Sedangkan akhlak mulia level paling tinggi adalah berbuat baik kepada orang yang menyakiti.”

Akhlak mulia kepada sesama manusia itu ada tiga level.

Level terendah adalah cukup dengan menjadi orang yang tidak usil, tidak mengganggu dan tidak berulah dengan ulah yang menyakiti atau membuat tidak nyaman orang lain baik dengan kata-kata ataupun perbuatan. 

Level tengah adalah berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kita. 

Banyak orang bisa sampai level ini. 

Level tertinggi adalah berbuat baik kepada orang yang menyakiti kita semisal senyum manis yang tulus kepada orang yang suka buang muka kepada kita dan bersedekah kepada orang yang hobi memfitnah. 

Hanya manusia pilihan yang bisa sampai level ini. 

Itulah orang yang berakhlak mulia ikhlas lillahi ta’ala. 

Orang tersebut berakhlak mulia bukan karena mengharapkan balasan dunia berupa sikap baik orang kepada dirinya. Dia berkeyakinan bahwa akhlak mulia itu bukan jual beli namun semata berharap pahala di akherat nanti.

Penulis: Ustadz Aris Munandar, S.S., M.P.I.

YUFIDIAH

Sebab-Sebab Menuju Akhlak Mulia

Wahai samahatus syaikh, kami mohon bimbingan anda untuk menyebutkan hal-hal yang menjadi sebab menuju akhlak Islami.

Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz menjawab:

Diantara sebab yang mengantarkan pada akhlak Islami adalah memperbanyak membaca Al Qur’an serta men-tadabburi maknanya. Lalu bersungguh-sungguh untuk berperilaku dengan akhlak yang sebagaimana Allah Ta’ala sebutkan dalam Al Qur’an mengenai sifat-sifat para hamba-Nya yang shalih. Hal ini dapat mengantarkan kita pada akhlak yang mulia.

Demikian juga hendaknya memperbanyak duduk bersama orang-orang baik dan berakrab-akrab dengan mereka. Juga dengan memperbanyak membaca hadits-hadits shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang menunjukkan tentang akhlak mulia.

Demikian juga hendaknya banyak membaca kisah-kisah orang terdahulu dalam kitab-kitab sirah nabawiyyah dan sejarah Islam, yaitu membaca bagaimana sifat dan akhlak orang-orang shalih di masa itu. Semua hal ini dapat mengantarkan kita pada akhlak yang mulia dan beristiqamah di atasnya.

Namun sebab yang paling besar adalah Al Qur’an dengan banyak membacanya serta men-tadaburi maknanya dengan benar-benar menghadirkan hati yang penuh keinginan tulus untuk berakhlak mulia ketika membaca Al Qur’an dan men-tadaburi-nya. Inilah hal terbesar yang bisa mengantarkan kepada akhlak mulia, dengan juga memberi perhatian yang serius terhadap hadits-hadits shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tentang akhlak mulia.

Wallahu waliyyut taufiq.

Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/185

Penerjemah: Yulian Purnama

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/14946-sebab-sebab-menuju-akhlak-mulia.html

Akhlak Mulia Memberatkan Timbangan

Ini adalah akhlak mulia, ternyata memiliki seperti ini dapat memberatkan timbangan.

Dari Abu Ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا شَىْءٌ أَثْقَلُ فِى مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ وَإِنَّ اللَّهَ لَيَبْغَضُ الْفَاحِشَ الْبَذِىءَ

Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin selain akhlak yang baik. Sungguh, Allah membenci orang yang berkata keji dan kotor.” (HR. Tirmidzi, no. 2002. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Juga dari Abu Ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ شَىْءٍ يُوضَعُ فِى الْمِيزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ وَإِنَّ صَاحِبَ حُسْنِ الْخُلُقِ لَيَبْلُغُ بِهِ دَرَجَةَ صَاحِبِ الصَّوْمِ وَالصَّلاَةِ

Tidak ada sesuatu amalan yang jika diletakkan dalam timbangan lebih berat dari akhlak yang mulia. Sesungguhnya orang yang berakhlak mulia bisa menggapai derajat orang yang rajin puasa dan rajin shalat.” (HR. Tirmidzi, no. 2003. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Al-fahisy yang dimaksud dalam hadits adalah orang yang mengeluarkan perkataan yang tidak enak didengar atau perkataan yang tidak pantas. Al-badzi adalah orang yang berkata kotor. Jadi, orang yang bisa menjaga perkataannya adalah orang yang akan berat timbangannya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ « تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ ». وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ « الْفَمُ وَالْفَرْجُ »

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai perkara yang banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan berakhlak yang baik.” Beliau ditanya pula mengenai perkara yang banyak memasukkan orang dalam neraka, jawab beliau, “Perkara yang disebabkan karena mulut dan kemaluan.” (HR. Tirmidzi, no. 2004 dan Ibnu Majah, no. 4246. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/22320-akhlak-mulia-memberatkan-timbangan.html

Akhlak Mulia Mengantarkan ke Surga

DIRIWAYATKAN dari Abu Hurairahradhiyallahu anhu, beliau berkata:Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanya tentang sebab paling banyak yang mengakibatkan orang masuk surga? Beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan akhlaq mulia.” Beliau juga ditanya tentang sebab paling banyak yang mengakibatkan orang masuk neraka, maka beliau menjawab, “Mulut dan kemaluan.”.(HR. Tirmidzi, dia berkata:Hadits hasan shahih.).

Akhlak mulia adalah ibadah yang agung, yang pahalanya sangat luar biasa. Mungkin bagi banyak orang yang mengamalkan akhlaq mulia, tidak menyadari betul ia mendapatkan pahala atas amal akhlak mulianya. Seakan-akan berakhlak mulia tidak berbeda dengan jika seseorang membaca Al Quan, atau berpuasa sunnah Senin dan Kamis, dan amalan lainnya, sangat mungkin ia menyadari bahwa ia mendapatkan pahala atas amalannya.

Padahal Allah Maha Tahu dan Maha Adil. Tatkala seseorang tersenyum ramah kepada saudara muslim, atau seorang suami bertutur kata lembut kepada isterinya, atau mungkin seorang ayah yang membelai kepala anak-anaknya dengan penuh kasih sayang, itu semua adalah akhlak mulia yang mendatangkan pahala bagi pelakunya. Dan pahala, dengan rahmat Allah, akan mengantarkan pemiliknya kepada surga.

Nabi Muhammad shalallaahu alaihi wasallam sendiri diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak. Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu, Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya hanyalah aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik” (HR. Al-Bukhari, Ahmad, dan Hakim).

Innamaadalam hadits di atas bermakna membatasi, yakni dengan terjemahan hanyalah. Hal ini menunjukkan agama kita sangat menaruh perhatian terhadap akhlak. Terbukti dengan bertaburnya hadits Nabi shalallaahu alaihi wasallam yang berbicara tentang akhlak. Sebut saja hadits-hadits yang dihimpun Imam Bukhari dalam Kitab al Adabul Mufrab.

Dalam kitab Riyadlush Shalihin yang disusun oleh Imam Nawawi pun banyak bertebar hadits tentang adab. Begitu pula tentunya Kitabullah, Al Quran, banyak sekali kita temukan perintah Allah berkaitan dengan akhlak. Sebagai contoh adalah firman Allah Azza Wa Jalla, Serta ucapkanlah kata-katayang baik kepada manusia”.(al-Baqarah: 83). Dan, “Dan Katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang lebih baik (benar)”.(al-Isra: 53)

Lebih jelas lagi Nabi shalallaahu alaihi wasallam mengatakan tentang iman yang sempurna bagi seorang mukmin. Sabda beliau shalallaahu alaihi wasallam, “Kaum Mukminin yang paling sempurna imannya adalah yang akhlaknya paling baik di antara mereka, dan yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik kepada isteri-isterinya. (HR. At-Tirmidzi (no. 1162), Ahmad (II/250, 472), Ibnu Hibban (at-Taliqaatul Hisaan alaa Shahiih Ibni Hibban).

Usia dan waktu kita di dunia ini tidak lama. Hanya dalam hitungan puluh tahun. Sangat langka manusia yang hidup dalam hitungan abad. Oleh karenanya kita harus memilah dan memilih amalan yang kita sanggup melakukannya. Sebab tak semua amalan yang ada dalam agama kita, akan dapat kita amalkan.

Tentu ada keterbatasan kemampuan dan ilmu sehingga kita tidak dapat mengamalkan satu dan banyak amalan lain. Mari tebarkan akhlak mulia kepada sekitar kita. Semoga Allah mempertemukan kita di surgaNya kelak bersama atau dekat dengan Nabi shalallaahu alaihi wasallam.

Allahu Alam.

INILAH MOZAIK

Akhlak Mulia, Bagian Asasi Dakwah Rasulullah

DEWASA ini, kemaksiatan semakin merajalela bahkan telah menjadi hal yang biasa. Sedangkan kebaikan menjadi hal yang tabu bahkan langka. Lantas apa sebenarnya yang terjadi pada umat ini?

Asy-Syaikh al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah mengatakan:

“Aku perhatikan, sangat disesalkan bahwa manusia pada hari ini mementingkan sisi pertama, yaitu ilmu, namun tidak mementingkan sisi yang lain, yaitu akhlak dan tata krama.

Apabila dulu Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam nyaris membatasi dakwah beliau dalam rangka akhlak yang baik dan mulia, tatkala beliau menyatakannya dengan ungkapan pembatasan dalam sabda beliau:

“Hanyalah aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”

Sabda beliau itu tidak lain menunjukkan bahwa akhlak yang mulia merupakan bagian asasi (mendasar) dari dakwah Rasulullah.

Pada kenyataannya sejak awal aku memulai menuntut ilmu dan Allah memberi hidayah kepadaku tauhid yang murni, dan aku tahu kondisi kehidupan alam Islami yang jauh dari tuntunan tauhid, ketika itu aku memandang bahwa problem pada alam Islami hanyalah karena mereka jauh dari memahami hakekat makna ‘Laa ilaaha illallah’.

Namun bersama dengan waktu, menjadi jelas bagiku bahwa di sana ada masalah lain di alam Islami ini, tambahan dari masalah asasi yang pertama yaitu jauhnya umat dari tauhid.

Masalah lainnya adalah mayoritas umat tidak berakhlak dengan akhlak Islami yang benar, kecuali dalam jumlah yang terbatas.”

INILAH MOZAIK

Akhlak Mulia Ummu Sulaim

Ummu Sulaim memiliki nama lengkapUmmu Sulaim binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin Amir bin Ghanam bin ‘Ady bin Najjar al-Anshariyyah al-Khazrajiyyah. Ia biasa dipanggil Rumaisha.

Ummu Sulaim adalah seorang wanita yang memiliki sifat keibuan dan cantik. Dirinya dihiasi pula dengan ketabahan, kebijaksanaan, lurus pemikirannya, dan dihiasi pula dengan kecerdasan berfikir dan kefasihan serta berakhlak mulia. Karena ia memiliki sifat yang agung tersebut, putra pamannya yang bernama Malik bin Nadlar pun mengajukan diri untuk melamarnya. Dari hasil pernikahannya ini, lahirlah Anas bin Malik, salah seorang sahabat yang agung.

Tatkala cahaya Islam mulai terbit, Ummu Sulaim termasuk golongan pertama yang masuk Islam awal-awal dari golongan Anshar. Ia tidak memedulikan segala kemungkinan yang akan menimpanya di dalam masyarakat jahiliyah penyembah berhala.

Adapun halangan pertama yang harus ia hadapi adalah kemarahan Malik, suaminya, yang baru saja pulang dari bepergian dan mendapati istrinya telah masuk Islam. Malik berkata dengan kemarahan yang memuncak, “Apakah engkau murtad dari agamamu?”. Maka dengan penuh yakin dan tegar beliau menjawab: “Tidak, bahkan aku telah beriman”.

Suatu ketika, beliau menuntun Anas sembari mengatakan: “Katakanlah La ilaha illallah.” (Tidak ada ilah yang haq kecuali Allah). Katakanlah, Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah.” (aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah) kemudian Anas mau menirukannya. Akan tetapi, ayah Anas mengatakan, “Janganlah engkau merusak anakku”. Maka Ummu Sulaim menjawab: “Aku tidak merusaknya, melainkan aku mendidik dan memperbaikinya”.

Perasaan gengsi dengan dosa-dosa menyebabkan Malik bin Nadlar marah dan meninggalkan rumah. Ia juga bergabung dengan kafilah musuh untuk memerangi Islam. Ia pun terbunuh dalam sebuah pertempuran. Ketika Ummu Sulaim mengetahui bahwa suaminya telah terbunuh, ia tetap tabah mengatakan: “Aku tidak akan menyapih Anas sehingga dia sendiri yang memutusnya, dan aku tidak akan menikah sehingga Anas menyuruhku”.

Kemudian Ummu Anas menemui Rasulullah dan mengajukan agar buah hatinya, Anas, dijadikan pembantu oleh manusia terbaik di seluruh alam tersebut. Rasulullah menerimanya, sehingga sejuklah pandangan Ummu Sulaim karenanya.

 

sumber: Republika Online

Ensiklopedi Akhlak Nabi SAW: Klasifikasi Akhlak Mulia

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan, seorang ulama membagi akhlak mulia dalam dua klasifikasi; akhlak mulia kepada Allah SWT dan akhlak mulia kepada para makhluk-Nya.

Akhlak mulia kepada Allah bermakna meyakini segala sesuatu yang berasal dari diri kita pasti pmemungkinkan terjadinya kesalahan sehingga kita perlu memohon ampunan. Adapun segala sesuatu yang berasal dari Allah SWT patut disyukuri. Jadi, kita harus senantiasa bersyukur, memohon ampunan-Nya, mendekat kepada-Nya, serta berusaha menelaah dan mengintrospeksi diri.

Akhlak mulia kepada makhluk terangkum dalam dua hal, yaitu banyak mengulurkan tangan untuk amal kebajikan serta menahan diri dari perkataan dan perbuatan tercela. Kedua hal ini mudah dilakukan jika memiliki lima syarat, yaitu ilmu, kemurahan hati, kesabaran, keseharan jasmani, dan pemahaman yang benar tentang Islam.

Dengan ilmu seseorang dapat mengenal dan mengetahui akhlak mulia dan akhlak tercela. Kesederhanaan adalah sikap kemudahan memberikan sesuatu kepada orang lain sehingga menjadikan nafsunya bersedia mengikuti kata hati yang baik.

Sabar merupakan sifat yang sangat penting karena jika seorang hamba tidak dapat bersabar atas apa yang menimpa dirinya, ia tidak akan berhasil mencapai derajat luhur. Fisik yang sehat dibutuhkan karena Allah telah menciptakan manusia dengan karakteristik mudah mencerna dan cepat meresap nilan-nilai kebajikan.

Memahami Islam dengan baik juga dibutuhkan karena hal itu merupakan dasar untuk melakukan sifat-sifat mulia. Dengan begitu, tindakan yang didasarkan pada akhlak mulai dapat “diakui” oleh sang Pencipta. Semakin kuat dan mantap keyakinan seseorang bahwa kelak akan memperoleh pahala yang pasti diterimanya, semakin mudah pula ia melewati latihan berakhlak mulai. Di samping itu, ia semakin mudah menikmati ketenteraman hati.

 

sumber: Rapubika Online