Hukum Seputar Alquran Seluler

ALQURAN seluler adalah program Alquran dalam memori telepon seluler yang dapat diaktifkan sehingga dapat dibaca dan/atau dapat pula mengeluarkan rekaman suara seorang Qari` yang membacakan ayat-ayatnya.

Hukum seputar Alquran seluler ini termasuk masalah baru, sehingga pembahasan fiqihnya tak dapat ditemukan secara langsung dalam kitab-kitab ulumul Qur’an klasik, seperti Al Mashahif karya Imam Sijistani (w. 316 H), At Tibyan fi Adab Hamalatil Qur`an karya Imam Nawawi (w. 676 H), Al Burhan fi Ulumil Qur’an karya Imam Zarkasyi (w. 794 H), dan Al Itqan fi Ulumil Qur`an karya Imam Suyuthi (w. 911 H). Bahkan pembahasannya juga belum disinggung dalam kitab-kitab ulumul Qur`an kontemporer, seperti Faidhur Rahman fi Al Ahkam Al Fiqhiyyah Al Khaashah bil Qur`an karya Ahmad Saalim Malham (2001), Ar Ruuh wa Ar Raihan fi Fadha`il wa Ahkam Al Mashahif wa Al Qur`an karya Amr Abdul Munim Salim (2003), dan Al Mut-haf fi Ahkam Al Mushaf karya Shalih Muhammad Rasyid (2003).

Namun belakangan beberapa ulama kontemporer mencoba membahasnya, seperti Abdul Aziz Hajilan dalam kitabnya Al Ahkam Al Fiqhiyyah Al Khaashah bil Qur`an (2004) dan Fahad Abdurrahman Yahya dalam kitabnyaTakhzin Al Qur`an Al Karim fi Al Jawwaal wa Maa Yataalaqu bihi min Masa`il Fiqhiyyah (2010). Metode pembahasannya sebenarnya bukan ijtihad atau qiyas, melainkan apa yang disebut dengan “takhrij al furuu ala al ushuul” (mengeluarkan hukum cabang dari hukum pokok), atau “tathbiq al hukm ala al masa`il allaty tandariju tahtahu.” (menerapkan hukum yang sudah ada, pada masalah-masalah baru yang merupakan derivat/turunan dari hukum yang sudah ada). (Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 1/203-205).

Di antara hukum syara terkait Alquran seluler dalam kitab-kitab tersebut sbb:

Pertama, kapan program Alquran seluler dihukumi sebagai mushaf Alquran? Fahad Abdurrahman Yahya mengatakan program Alquran seluler yang nonaktif, dianggap sama dengan mushaf Alquran yang masih tertutup (tak dibuka). Maka program nonaktif tersebut tak dihukumi sebagai mushaf Alquran, sehingga tak disyaratkan bersuci (thaharah) dari hadats besar atau hadats kecil bagi Muslim yang menyentuh ponsel dengan program tersebut. Dalam hal ini para ulama kontemporer tak ada perbedaan pendapat. (Fahad Abdurrahman Yahya, Takhzin Al Qur`an Al Karim fi Al Jawwaal, hlm. 47).

Adapun jika program Alquran selulernya dalam keadaan aktif, yaitu ketika tampak gambar ayat Alquran dalam layar ponsel, maka ia dianggap sama dengan mushaf Alquran yang lembarannya sudah dibuka. Maka dari itu, program aktif tersebut dihukumi sama dengan mushaf Alquran. Di sinilah kemudian diberlakukan hukum-hukum syara seputar mushaf Alquran, misalnya hukum menyentuh mushaf, hukum membawa mushaf ke dalam toilet (al khala`), dsb. (Fahad Abdurrahman Yahya, Takhzin Al Qur`an Al Karim fi Al Jawwaal, hlm. 47).

Kedua, jika program Alquran selulernya dalam keadaan aktif, apakah disyaratkan thaharah bagi Muslim yang menyentuh ponsel dengan program itu? Di sini ada tafshil (rincian) hukumnya; jika yang disentuh bukan layar monitornya, tapi bagian perangkat ponsel lainnya, seperti tepian layar monitor atau tombol-tombol huruf pada keypad, tidak disyaratkan thaharah. Sebab dapat diterapkan di sini hukum tak wajibnya thaharah jika seorang Muslim menyentuh mushaf dengan penghalang (ha`il) seperti tali gantungan atau kulit/cover mushaf, atau jika menyentuh kitab tafsir Alquran yang mengandung ayat dan tafsirnya.

Adapun jika yang disentuh adalah layar monitornya secara langsung (misal pada layar touchscreen), disyaratkan wajib thaharah. Sebab di sini diterapkan hukum wajibnya thaharah bagi yang menyentuh mushaf secara langsung (tanpa penghalang). (Fahad Abdurrahman Yahya, Takhzin Al Qur`an Al Karim fi Al Jawwaal, hlm. 92). Wallahu alam. []

Ada Apa dengan Alquran Seluler?

ALQURAN seluler adalah program Alquran dalam memori telepon seluler yang dapat diaktifkan sehingga dapat dibaca dan/atau dapat pula mengeluarkan rekaman suara seorang Qari` yang membacakan ayat-ayatnya.

Hukum seputar Alquran seluler ini termasuk masalah baru, sehingga pembahasan fiqihnya tak dapat ditemukan secara langsung dalam kitab-kitab ulumul Qur’an klasik, seperti Al Mashahif karya Imam Sijistani (w. 316 H), At Tibyan fi Adab Hamalatil Qur`an karya Imam Nawawi (w. 676 H), Al Burhan fi Ulumil Qur’an karya Imam Zarkasyi (w. 794 H), dan Al Itqan fi Ulumil Qur`an karya Imam Suyuthi (w. 911 H). Bahkan pembahasannya juga belum disinggung dalam kitab-kitab ulumul Qur`an kontemporer, seperti Faidhur Rahman fi Al Ahkam Al Fiqhiyyah Al Khaashah bil Qur`an karya Ahmad Saalim Malham (2001), Ar Ruuh wa Ar Raihan fi Fadha`il wa Ahkam Al Mashahif wa Al Qur`an karya Amr Abdul Munim Salim (2003), dan Al Mut-haf fi Ahkam Al Mushaf karya Shalih Muhammad Rasyid (2003).

Namun belakangan beberapa ulama kontemporer mencoba membahasnya, seperti Abdul Aziz Hajilan dalam kitabnya Al Ahkam Al Fiqhiyyah Al Khaashah bil Qur`an (2004) dan Fahad Abdurrahman Yahya dalam kitabnyaTakhzin Al Qur`an Al Karim fi Al Jawwaal wa Maa Yataalaqu bihi min Masa`il Fiqhiyyah (2010). Metode pembahasannya sebenarnya bukan ijtihad atau qiyas, melainkan apa yang disebut dengan “takhrij al furuu ala al ushuul” (mengeluarkan hukum cabang dari hukum pokok), atau “tathbiq al hukm ala al masa`il allaty tandariju tahtahu.” (menerapkan hukum yang sudah ada, pada masalah-masalah baru yang merupakan derivat/turunan dari hukum yang sudah ada). (Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 1/203-205).

Di antara hukum syara terkait Alquran seluler dalam kitab-kitab tersebut sbb:

Pertama, kapan program Alquran seluler dihukumi sebagai mushaf Alquran? Fahad Abdurrahman Yahya mengatakan program Alquran seluler yang nonaktif, dianggap sama dengan mushaf Alquran yang masih tertutup (tak dibuka). Maka program nonaktif tersebut tak dihukumi sebagai mushaf Alquran, sehingga tak disyaratkan bersuci (thaharah) dari hadats besar atau hadats kecil bagi Muslim yang menyentuh ponsel dengan program tersebut. Dalam hal ini para ulama kontemporer tak ada perbedaan pendapat. (Fahad Abdurrahman Yahya, Takhzin Al Qur`an Al Karim fi Al Jawwaal, hlm. 47).

Adapun jika program Alquran selulernya dalam keadaan aktif, yaitu ketika tampak gambar ayat Alquran dalam layar ponsel, maka ia dianggap sama dengan mushaf Alquran yang lembarannya sudah dibuka. Maka dari itu, program aktif tersebut dihukumi sama dengan mushaf Alquran. Di sinilah kemudian diberlakukan hukum-hukum syara seputar mushaf Alquran, misalnya hukum menyentuh mushaf, hukum membawa mushaf ke dalam toilet (al khala`), dsb. (Fahad Abdurrahman Yahya, Takhzin Al Qur`an Al Karim fi Al Jawwaal, hlm. 47).

Kedua, jika program Alquran selulernya dalam keadaan aktif, apakah disyaratkan thaharah bagi Muslim yang menyentuh ponsel dengan program itu? Di sini ada tafshil (rincian) hukumnya; jika yang disentuh bukan layar monitornya, tapi bagian perangkat ponsel lainnya, seperti tepian layar monitor atau tombol-tombol huruf pada keypad, tidak disyaratkan thaharah. Sebab dapat diterapkan di sini hukum tak wajibnya thaharah jika seorang Muslim menyentuh mushaf dengan penghalang (ha`il) seperti tali gantungan atau kulit/cover mushaf, atau jika menyentuh kitab tafsir Alquran yang mengandung ayat dan tafsirnya.

Adapun jika yang disentuh adalah layar monitornya secara langsung (misal pada layar touchscreen), disyaratkan wajib thaharah. Sebab di sini diterapkan hukum wajibnya thaharah bagi yang menyentuh mushaf secara langsung (tanpa penghalang). (Fahad Abdurrahman Yahya, Takhzin Al Qur`an Al Karim fi Al Jawwaal, hlm. 92). Wallahu alam.

 

sumber: Mozaik Inilah.com