Hafalkanlah Al-Qur’an dan Hadits

Selain berusaha mempelajari Al Qur’an dan hadits dengan bimbingan para ulama, seorang penuntut ilmu juga hendaknya bersemangat untuk menghafalkan Al Qur’an dan hadits. Karena pondasi dari ilmu adalah Al Qur’an dan hadits.

Menghafalkan Al Qur’an

Ibnu ‘Abdl Barr rahimahullah mengatakan:

طلب العلم درجات ورتب لا ينبغي تعديها، ومن تعداها جملة فقد تعدى سبيل السلف رحمهم الله، فأول العلم حفظ كتاب الله عز وجل وتفهمه

“Menuntut ilmu itu ada tahapan dan tingkatan yang harus dilalui, barangsiapa yang melaluinya maka ia telah menempuh jalan salaf rahimahumullah. Dan ilmu yang paling pertama adalah menghafal kitabullah ‘azza wa jalla (Al Qur’an) dan memahaminya” (Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlihi, 2/1129).

Menghafalkan Al Qur’an juga kita lakukan dalam rangka upaya agar menjadi shahibul qur’an (pecinta Al Qur’an). Dari Abu Umamah Al Bahili radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

اقْرَؤُوا القُرْآنَ فإنَّه يَأْتي يَومَ القِيامَةِ شَفِيعًا لأَصْحابِهِ

“bacalah Al Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai syafa’at bagi shahibul Qur’an” (HR. Muslim no.804).

Siapa itu shahibul qur’an? Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah menyatakan, “Ketahuilah, makna dari shahibul Qur’an adalah orang yang menghafalkannya di hati. Ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

يؤمُّ القومَ أقرؤُهم لِكتابِ اللَّهِ

“hendaknya yang mengimami sebuah kaum adalah yang paling aqra’ terhadap Kitabullah” (HR. Muslim no. 673, dari sahabat Abu Mas’ud Uqbah bin ‘Amir radhiallahu’anhu).

Makna aqra’ adalah: yang paling hafal. Sehingga derajat surga yang didapatkan seseorang itu tergantung pada banyak hafalan Al Qur’annya di dunia, bukan pada banyak bacaannya, sebagaimana disangka oleh sebagian orang. Maka di sini kita ketahui keutamaan yang besar bagi pada penghafal Al Qur’an. Namun dengan syarat ia menghafalkan Al Qur’an untuk mengharap wajah Allah tabaaraka wa ta’ala, bukan untuk tujuan dunia atau harta” (Silsilah Ash Shahihah, 5/281).

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah mengatakan, “menghafal Al Qur’an adalah mustahab (sunnah)” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, no.89906). Namun yang rajih insya Allah, menghafal Al Qur’an adalah fardhu kifayah, wajib diantara kaum Muslimin ada yang menghafalkan Al Qur’an, jika tidak ada sama sekali maka mereka berdosa (Lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 17/325).

Semakin banyak hafalan seseorang, akan semakin tinggi pula kedudukan yang didapatkan di surga kelak. Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

يُقالُ لصاحبِ القرآنِ اقرأْ وارتقِ ورتِّلْ كما كنت تُرتِّلُ في الدنيا فإنَّ منزلَك عند آخرِ آيةٍ تقرؤُها

“Akan dikatakan kepada shahibul qur’an (di akhirat) : bacalah dan naiklah, bacalah dengan tartil sebagaimana engkau membaca dengan tartil di dunia. karena kedudukanmu tergantung pada ayat terakhir yang engkau baca” (HR. Abu Daud 2240, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).

Menghafalkan Al Qur’an hendaknya dimulai dari yang paling mudah dulu. Urutannya sebagai berikut:

  1. Hafalkan juz 30, lalu
  2. Hafalkan juz 29, lalu
  3. Hafalkan juz 28, lalu
  4. Hafalkan juz 1 – 27

Dan hendaknya dalam menghafalkan Al Qur’an, juga dibimbing oleh seorang guru yang bisa mengoreksi bacaannya dan hafalannya. Guru tersebut juga bisa memutuskan apakah ia melanjutkan hafalan yang baru ataukah mengulang hafalan yang lama. Disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al Mishri, “salah satu adab penuntut ilmu adalah: memberi perhatian untuk mengoreksi pelajarannya yang sudah ia hafal sebelumnya secara mutqin (sempurna) di depan syaikh (guru). Atau di depan orang lain yang bisa membantunya. Kemudian dengan cara demikian ia bisa memiliki hafalan yang mutqin. Kemudian setelah itu ia ulang-ulang hafalannya dengan baik. Kemudian dia menjadwalkan waktu-waktu untuk mengulang hafalan yang telah berlalu. Sehingga menjadi hafalan yang kokoh dan kuat” (Al Mu’lim bi Adabil Mu’allim wal Muta’allim, hal. 83).

Menghafalkan hadits-hadits Nabi

Selain menghafalkan Al Qur’an, seorang penuntut ilmu juga hendaknya bersemangat untuk menghafalkan hadits-hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Karena hadits adalah sumber hukum kedua dalam Islam, setelah Al Qur’an.

Menghafalkan hadits-hadits juga memiliki keutamaan yang besar. Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

نضَّرَ اللَّهُ امرأً سمِعَ مَقالتي فبلَّغَها فربَّ حاملِ فقهٍ غيرِ فقيهٍ وربَّ حاملِ فقهٍ إلى من هوَ أفقَهُ مِنهُ

“Allah akan memberikan nudhrah (cerahnya wajah) kepada seseorang (di dunia dan di akhirat) yang mendengarkan sabda-sabdaku, lalu menyampaikannya (kepada orang lain). Karena betapa banyak orang yang membawa ilmu itu sebenarnya tidak memahaminya. Dan betapa banyak orang disampaikan ilmu itu lebih memahami dari pada yang membawakan ilmu kepadanya” (HR. Ibnu Majah no. 2498, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).

Syaikh Muhammad bin Muhammad Al Mukhtar Asy Syinqithi rahimahullah menjelaskan: “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memotivasi umat untuk menghafalkan hadits. Bahkan beliau menegaskan kepada kita untuk menghafalnya dengan mutqin, sehingga kita tidak menyampaikan hadits secara makna. Beliau bersabda dalam riwayat lain:

فحفظها فأداها كما سمعها

“… sehingga ia bisa menyampaikannya sebagaimana ia mendengarnya”.

Kemudian perkataan [Allah akan memberikan nudhrah], maksudnya adalah nadharah, yaitu: bagusnya wajah. Sebagaimana Allah ta’ala berfirman:

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ

“Wajah-wajah mereka pada hari itu dalam keadaan nadhirah (cerah), memandang kepada Rabb mereka” (QS. Al Qiyamah: 22-23).

Karena ketika para hamba memandang kepada wajah Allah, maka wajah mereka pun bertambah indah dan bagus. Nadharah yang disebutkan dalam hadits di atas diperselisihkan oleh para ulama maknanya dalam dua pendapat:

Pertama, mereka akan dikumpulkan di hari Kiamat dalam keadaan wajah mereka memancarkan cahaya, seperti matahari. Dikarenakan ia menghafalkan as sunnah (hadits). Semakin banyak hadits yang ia hafalkan, semakin Allah tambahkan cahaya di wajahnya dan Allah akan menerangi dia dengan cahaya sunnah. Oleh karena itu, Ahlussunnah di wajah mereka ada cahaya.

Kedua, sebagian ulama mengatakan, pada wajah orang-orang Ahlussunnah terdapat cahaya yang ini terjadi di dunia. Karena Allah menjadikan para wajah mereka ada cahaya dan kecerahan wajah. Maka wajah mereka adalah wajah-wajah kebaikan. Jika engkau melihat wajah salah seorang dari Ahlussunnah, maka akan tenang hati anda. Anda akan mengetahui bahwasanya itu adalah wajah orang yang baik dan shalih. Karena ubun-ubun dan wajah itu mengikuti amalan. Allah ta’ala berfirman:

نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ

“Ubun-ubun (orang) yang pendusta dan berbuat dosa” (QS. Al ‘Alaq: 16)” (Syarh Zaadil Mustqani’, 30/368).

Menghafalkan hadits-hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga dimulai dari yang mudah-mudah yang ringkas terlebih dahulu. Yang paling disarankan adalah:

  1. Hafalkan hadits-hadits dalam kitab Al Arba’in An Nawawiyah, karya Imam An Nawawi rahimahullah, lalu
  2. Hafalkan hadits-hadits dalam kitab Umdatul Ahkam, karya Abdul Ghani Al Maqdisi rahimahullah, lalu
  3. Hafalkan hadits-hadits dalam kitab Bulughul Maram, karya Ibnu Hajar Al Asqalani, lalu
  4. Hafalkan hadits-hadits dalam kitab Al Adabul Mufrad, karya Imam Al Bukhari.

Setelah itu baru bisa menghafalkan Kutubus Sittah dan kitab-kitab hadits yang lebih tebal lagi. Dan ini pun hendaknya dibimbing oleh seorang guru yang bisa bacaannya dan hafalannya. Guru tersebut juga bisa memutuskan apakah ia melanjutkan hafalan yang baru ataukah mengulang hafalan yang lama.

Demikian penjelasan yang ringkas ini. Semoga menjadi motivasi bagi kita semua. Wallahu waliyut taufiq was sadaad.

Penulis: Yulian Purnama

Artikel: Muslim.or.id

Begitu Anehnya Manusia !

 Pada awal penciptaan langit dan bumi, Allah Swt menyeru kepada keduanya :

فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ ائْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ

lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. (QS.Fusshilat:11)

Dan pada akhir penciptaan :

إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ – وَأَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْ – وَإِذَا الْأَرْضُ مُدَّتْ – وَأَلْقَتْ مَا فِيهَا وَتَخَلَّتْ – وَأَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْ

Apabila langit terbelah, dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh, dan apabila bumi diratakan, dan dilemparkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong, dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh.” (QS.Al-Insyiqaq:1-5)

Wahai manusia…

Berapa kali Tuhanmu memanggilmu di dalam Kitab-Nya atau melalui lisan suci Nabi-Nya ? Sementara engkau terus menerus mengabaikan panggilan itu dan tak pernah menghiraukannya. Apakah engkau lebih perkasa dari langit ?

يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ

Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah. (QS.al-Infithar:6)

Maka sungguh pantas jika Allah menyebut manusia dengan sifat sangat ingkar.

خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ

Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata. (QS.an-Nahl:4)

أَوَلَمْ يَرَ الْإِنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ

Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata! (QS.Yasin:77)

Sungguh mengherankan manusia ini !

KHAZANAH ALQURAN

Pengaruh Al-Qur’an dalam Meraih Ketenangan Jiwa

Allah Swt berfirman :

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS.al-An’am:82)

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS.ar-Ra’d:28)

Tidak diragukan lagi bahwa setiap dari kita mencari kebahagiaan dan berusaha meraihnya. “Bahagia” adalah cita-cita dan tujuan dari setiap manusia, yang dengannya manusia bisa meraih ketenangan jiwa.

Kebahagiaan yang kita maksud adalah kebahagiaan jiwa yang melahirkan kerelaan dan ketenangan. Yang bisa mewujudkan rasa aman di dalam diri.

Al-Qur’an telah menjelaskan kepada kita dalam banyak ayatnya tentang pentingnya keimanan dalam jiwa manusia. Dan besarnya peran “iman” ini dalam menciptakan rasa aman, tenang dan optimis dalam menghadapi kehidupan.

Al-Qur’an menggiring manusia menuju kebahagiaan dan ketenangan, karena barangsiapa yang mengikuti jalan Al-Qur’an tidak pernah merasa takut kecuali kepada Allah. Selalu bersabar dan bersyukur dalam setiap kondisi. Dan bisa menyadari besarnya nikmat Allah dan besarnya kecintaan Allah pada hamba-Nya.

Semua perasaan ini yang akan menumbuhkan kebahagiaan dalam jiwa manusia. Bahwa ia selalu merasa kuat bersama Allah, bahagia karena besarnya kecintaan Allah, bersyukur karena besarnya kenikmatan yang Allah berikan, tenteram karena rasa aman disaat bersama Allah.

Al-Qur’an memiliki pengaruh yang besar dalam mewujudkan rasa aman di dalam jiwa. Karena mustahil kebahagiaan itu akan di raih tanpa rasa aman di dalam hati manusia. Dan manusia tidak akan pernah mendapatkan rasa aman itu kecuali dengan cahaya Allah yang menerangi seluruh penjuru alam. Dan cahaya yang menerangi itu adalah Al-Qur’an.

Dan Al-Qur’an telah menekankan kepada kita bahwa ketenangan itu tidak akan didapat kecuali dengan berdzikir dan mengingat Allah Swt.

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS.ar-Ra’d:28)

Maka sudah seharusnya kita berpegang kepada Al-Qur’an dan tidak boleh jauh darinya.

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Ketika Alquran Jadi Perisai Bagi Pembacanya di Akhirat

Alquran akan menjadi perisai bagi para pembacanya kelak di akhirat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA Keutamaan membaca Alquran juga dapat melindungi para pembacanya dari siksa pada hari kiamat. Melindungi di sini berarti menjadi perisai yang membuatnya nyaman atas apa yang telah diperbuatnya dengan Alquran. Rasulullah SAW bersabda: 

اقْرَؤُوا القُرْآنَ فإنَّه يَأْتي يَومَ القِيامَةِ شَفِيعًا لأَصْحابِهِ “Iqra-uul-Qur’ana fa innahu ya-ti yaumal-qiyamati syafi’an li-ash-habihi.” 

Yang artinya: “Bacalah kalian semua Alquran, sesungguhnya (bacaan) itu nanti dapat menjadi perisai yang menemani sahabatnya.” 

Keutamaan membaca Alquran juga dapat dirasakan terhadap psikologis jiwa dan hati para pembacanya. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

ما اجتمَعَ قومٌ في بيتٍ من بيوتِ اللَّهِ يتلونَ كتابَ اللَّهِ، ويتدارسونَهُ فيما بينَهم إلَّا نزلَت عليهِم السَّكينةُ، وغشِيَتهُمُ الرَّحمةُ، وحفَّتهُمُ الملائكَةُ، وذكرَهُمُ اللَّهُ فيمَن عندَهُ 

“Maa-jtama’a qaumun fi baitin min buyutillahi yatluna kitaballahi, wa yatadaarasunahu bainahum illa nazalat alaihim as-saknatu wa ghasyiyathum ar-rahmatu wa haffathumul-malaikatu wa dzakarahumullahu fi man indahu.”.

Yang artinya: “Tidaklah sekelompok orang berkumpul di suatu masjid (rumah Allah) untuk membaca Alquran, melainkan mereka akan diliputi ketenangan, rahmat, dan dikelilingi para malaikat. Serta Allah akan menyebut-nyebut mereka pada malaikat yang berada di sisi-Nya.”

Ketulusan serta keimanan kepada Allah dalam membaca Alquran juga tak luput dari perhatian Allah SWT kepada setiap hamba-Nya. Rasulullah SAW bersabda:

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال:  قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إذا قَرَأَ ابنُ آدَمَ السَّجْدَةَ فَسَجَدَ اعْتَزَلَ الشَّيْطانُ يَبْكِي، يقولُ: يا ويْلَهُ، وفي رِوايَةِ أبِي كُرَيْبٍ: يا ويْلِي، أُمِرَ ابنُ آدَمَ بالسُّجُودِ فَسَجَدَ فَلَهُ الجَنَّةُ، وأُمِرْتُ بالسُّجُودِ فأبَيْتُ فَلِيَ النَّارُ. وفي رواية: فَعَصَيْتُ فَلِيَ النَّارُ

“Idza qara-a ibnu Adama as-sajdata fasajada I’tazala as-syaithaanu yabki, yaqulu: ya waylah, wa fi riwayati Abi Kuraibin; ya wayli, umara ibnu Adama bi-sujudi fasajada falahu al-jannatu wa umirtu bissujudi fa ubaitu faliyannaru. Wa fi riwayati: fa’ashaitu faliyannari.”

Yang artinya: “Jika anak Adam membaca ayat Sajadah, lalu dia sujud maka setan akan menjauhinya sambil menangis. Setan pun akan berkata: celakalah aku. Di dalam riwayat Abu Kuraibin: celaka aku. Anak Adam disuruh sujud, dia pun bersujud maka baginya surga. Sedangkan aku sendiri diperintahkan bersujud, namun aku enggan sehingga aku pantas menjadi penghuni neraka.”  

KHAZANAH REPUBLIKA

Nilai Al-Quran dan Kemuliaan yang Ditularkannya

SORE kemarin saya keliling ke pondok putera dan puteri. Mereka sedang sibuk menambah hapalan al-Qur’annya. Sebagian sibuk menambah setoran hapalannya dan sebagian lagi sibuk tahsin, memperbaiki kefasihan bacaannya. Tak terasa air mata menetes haru, teringatlah saya pada kitab yang saya baca semalam.

Kitab yang saya baca semalam panjang lebar berbicara kemuliaan al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai kalam Allah, Tuhan Yang Mahakuasa, sungguh menempati nilai kemuliaan tertinggi. Semua yang dekat dan akrab dengan al-Qur’an maka pastilah mulia. Semua yang menghina dan mencemoohnya maka pasti terhina. Sejarah banyak memberikan bukti untuk ini.

Bulan Ramadlan menjadi bulan termulia karena di bulan ini al-Qur’an diturunkan. Lailatul Qadar menjadi malam mulia yang diburu manusia beriman adalah karena di malam ini al-Qur’an diturunkan. Malaikat Jibril menjadi malaikat pilihan karena Malaikat Jibrillah yang bertugas membawa wahyu al-Qur’an. Nabi Muhammad menjadi tuan dari segala nabi dan rasul salah satunya adalah juga karena beliau penerima al-Qur’an. Semua yang erat akrab bersentuhan dengan al-Qur’an menjadi bernilai, mulia, dan pilihan.

Semoga anak-anak santri tahfidz ini selalu dijaga oleh Allah dengan keberkahan al-Qur’an. Semoga semua wali santri diberikan ketenangan dan kebahagiaan hati. Semoga pondok pesantren kita ini dilindungi dan diberkahi Allah. Semoga semua yang berperan dalam membangun dan mengembangkan pondok ini mendapatkan keberkahan al-Qur’an. Salam, Ahmad Imam Mawardi, Pengasuh Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya. [*]

Oleh KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Kandungan Ayat dan Huruf dalam Al-Quran

Ikhwatal Iman Ahabbakumullah, saudara saudariku sekalian yang mencintai Sunnah dan dicintai oleh Allah ‘Azza wa Jalla..

Sudah menjadi hal yang lazim bagi seorang mukmin dalam membuktikan cintanya pada Allah, serta keyakinannya terhadap Hari Akhir dengan membaca Al-Quran. Sebab membaca Al-Quran berarti berinteraksi dengan KalamNya, yakni membaca kabar, perintah, dan juga laranganNya. Rosululloh sholAllahu ‘alaihi wasallam memberikan perumpamaan kepada kita tentang orang yang membaca dan yang tidak membaca Al-Quran seperti buah yang enak dan tidak enak, baik itu rasa ataupun aromanya. Beliau bersabda,

الْمُؤْمِنُ الَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَعْمَلُ بِهِ كَالأُتْرُجَّةِ ، طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَرِيحُهَا طَيِّبٌ ، وَالْمُؤْمِنُ الَّذِى لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَعْمَلُ بِهِ كَالتَّمْرَةِ ، طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَلاَ رِيحَ لَهَا ، وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَالرَّيْحَانَةِ ، رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ ، وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِى لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَالْحَنْظَلَةِ ، طَعْمُهَا مُرٌّ أَوْ خَبِيثٌ وَرِيحُهَا مُرٌّ

“Permisalan orang yang membaca Al-Qur’an dan mengamalkannya adalah bagaikan buah utrujah, rasa dan aromanya enak.
Orang mukmin yang tidak membaca Al-Qur’an dan mengamalkannya adalah bagaikan buah kurma, rasanya enak namun tidak beraroma.
Orang munafik yang membaca Al-Qur’an adalah bagaikan roihaanah, aromanya enak namun rasanya pahit. Dan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an bagaikan hanzholah, rasanya pahit dan aromanya tidak enak”
[HR Bukhori 5059]

Belum lagi kabar dari Beliau tentang syafa’at yang berbanding lurus dengan para pembaca Al-Quran kelak di akhirat,

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ

“Bacalah Al Qur`an, karena ia akan datang memberi syafa’at kepada para pembacanya pada hari kiamat nanti”
[HR Muslim 1337]

Sungguh, melimpahnya fadhilah membaca Al-Quran ini sejalan dengan apa yang Allah kabarkan sendiri dalam firmanNya, yakni perniagaan yang tiada pernah merugi

الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ

“Sejatinya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan sholat serta menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka secara diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”
(QS Fathir 29)

Ibnu Katsir rahimahullah ketika menjelaskan ayat diatas menukilkan perkataan Qotadah,

قال قتادة رحمه الله : كان مُطَرف، رحمه الله، إذا قرأ هذه الآية يقول: هذه آية القراء

‘Qatadah rahimahullah berkata, “Mutharrif bin Abdulloh jika membaca ayat ini beliau berkata: “Ini adalah ayat orang-orang yang suka membaca Al Quran”’
(Tafsir Al Quran Al Azhim VI/545)

Lalu muncul pertanyaan; orang-orang yang gemar membaca Al-Quran itu (termasuk kita Insya Allah) apakah tahu berapa banyak kandungan ayat dan huruf di dalam Al-Quran?
Hal ini sering ditanyakan karena terkait dengan Hadits Ibnu Mas’ud rodhiAllahu ‘anhu yang menjelaskan bahwa 1 ayat Alif Laam Mim tidak dihitung 1 huruf tapi 3 huruf,

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

“Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitabullah (Al-Quran), maka baginya satu pahala kebaikan dan satu pahala kebaikan akan dilipat gandakan menjadi sepuluh kali, aku tidak mengatakan ALIF LAAM MIIM itu satu huruf, akan tetapi ALIF satu huruf, LAAM satu huruf dan MIIM satu huruf”
[HR Tirmidzi 2835]

Jika 1 ayat pendek di awal surat Al-Baqoroh dihitung 3 huruf berarti ada 30 pahala yang didapatkan pembacanya, lalu bagaimana jika membaca semua huruf dalam Al-Quran alias mengkhatamkannya?

Tentang jumlah ayat dan huruf dalam Al-Quran Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsirnya menyebutkan beberapa pendapat, dan beliau menegaskan bahwa jumlah ayat Al-Quran tidak kurang dari 6000 ayat. Adapun angka selebihnya adalah perkara yang diperselisihkan. Beliau mengatakan,

فأما عدد آيات القرآن فستة آلاف آية، ثم اختلف فيما زاد على ذلك على أقوال، فمنهم من لم يزد على ذلك، ومنهم من قال: ومائتا آية وأربع آيات، وقيل: وأربع عشرة آية، وقيل: ومائتان وتسع عشرة، وقيل: ومائتان وخمس وعشرون آية، وست وعشرون آية، وقيل: ومائتا آية، وست وثلاثون آية. حكى ذلك أبو عمرو الداني في كتاب البيان

“Berkenaan jumlah ayat dalam Al-Quran, ada 6000 ayat. Lalu ada silang pendapat dikalangan para ulama tentang kelebihan dari jumlah tersebut (6000). Diantara mereka ada yang berpendapat tidak lebih dari jumlah itu. Ada yang mengatakan 6204 ayat. Ada yang mengatakan 6014 ayat. Ada juga yang mengatakan 6219 ayat. Ada yang mengatakan 6225 atau 6226 ayat. Dan ada yang mengatakan 6236 ayat, pendapat ini disampaikan oleh Abu Amr Ad-Daani dalam Kitab Al-Bayan”
(Tafsir Ibn Katsir 1/98).

Tentu saja inilah yang harus kita yakini, bahwa jumlah ayat yang ada dalam Al-Quran sekitar 6000an ayat, atau jika dinisbatkan pada pendapat Abu Amr Ad-Daani maka jumlahnya 6236 ayat. Berbeda jauh dengan apa yang diyakini orang-orang Syi’ah bahwa Al-Quran sampai memiliki puluhan ribu ayat, sebagaimana disebutkan oleh Al-Kulainiy dalam kitabnya Al-Kaafi,

عن هشام بن سالم ، عن أبي عبد الله عليه السلام قال:
إن القرآن الذي جاء به جبرئيل عليه السلام إلى محمد صلى الله عليه وآله سبعة عشر ألف آية

Dari Hisyam bin Salim dari Abu Abdillah ‘alaihissalam ia berkata, “Sejatinya Al-Quran yang dibawa Jibril kepada Muhammad sholAllahu ‘alaihi wasallam terdiri dari 17.000 ayat”
(Al-Kaafi Lil-Kulainiy II/634)

Adapun jumlah huruf dan kata, Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan beberapa keterangan dari kalangan tabiin,

وأما كلماته، فقال الفضل بن شاذان، عن عطاءِ بن يسار: سبع وسبعون ألف كلمة وأربعمائة وتسع وثلاثون كلمة. وأما حروفُه، فقال عبد الله بن كثير، عن مجاهد: هذا ما أحصينا من القرآن وهو ثلاثُمائِة ألفِ حرف وواحدٌ وعشرون ألفَ حَرْفٍ ومائَةٌ وثمانونَ حرفًا.

‘Berkenaan jumlah kata dalam Al-Quran, Fadhl bin Syadan meriwayatkan dari Atha’ bin Yasar, beliau mengatakan: “77439 jumlah kata”. Sedangkan jumlah hurufnya, diriwayatkan oleh Abdullah bin Katsir dari Mujahid, beliau mengatakan, “Inilah yang kami hitung (jumlah huruf) dari Al-Quran, yakni 321.180 huruf”
(Tafsir Ibn Katsir, 1/98).

Jadi tinggal hitung saja berapa pahala yang didapat ketika membaca semua huruf dalam Al-Quran.

Semoga yang sedikit ini bermanfaat. Dan semoga Allah mudahkan kita semua berserta anggota keluarga untuk menjadi Ahlul Quran.

Wallahu A’lam Bisshowab.

Ditulis oleh:
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله
Sabtu, 15 Shafar 1441 H/ 03 Oktober 2020 M

BIMBINGAN ISLAM

Jauh Dari Al-Qur’an, Bagai Jasad Tanpa Ruh

Allah Swt Berfirman :

ٱلرَّحۡمَٰنُ – عَلَّمَ ٱلۡقُرۡءَانَ – خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ

“(Allah) Yang Maha Pengasih, Yang telah mengajarkan Al-Qur’an. Dia menciptakan manusia.” (QS.Ar-Rahman:1-3)

Surat Ar-Rahman adalah surat yang memiliki bermacam kemuliaan dan keagungan. Tak hanya itu, banyak pula fadilah dan keutamaan yang luar biasa bila kita membacanya.

Uniknya, dalam ayat ini Allah Swt mendahulukan nikmat pengajaran Al-Qur’an sebelum nikmat penciptaan manusia.

عَلَّمَ ٱلۡقُرۡءَانَ – خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ

“Yang telah mengajarkan Al-Qur’an. Dia menciptakan manusia.”

Karena Al-Qur’an berisi tentang kehidupan Ruh, sementara penciptaan manusia berkaitan dengan kehidupan jasad.

Lalu apa nilai jasad tanpa Ruh?

Karena itu Allah Swt menamakan Al-Qur’an sebagai Ruh.

Allah Swt berfirman :

وَكَذَٰلِكَ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ رُوحٗا مِّنۡ أَمۡرِنَاۚ مَا كُنتَ تَدۡرِي مَا ٱلۡكِتَٰبُ وَلَا ٱلۡإِيمَٰنُ وَلَٰكِن جَعَلۡنَٰهُ نُورٗا نَّهۡدِي بِهِۦ مَن نَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِنَاۚ وَإِنَّكَ لَتَهۡدِيٓ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) rµh (Al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya engkau tidaklah mengetahui apakah Kitab (Al-Qur’an) dan apakah iman itu, tetapi Kami jadikan Al-Qur’an itu cahaya, dengan itu Kami memberi petunjuk siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sungguh, engkau benar-benar membimbing (manusia) kepada jalan yang lurus.” (QS.Asy-Syura:52)

Maka jelas siapapun yang menjauh dari Al-Qur’an dan berpaling darinya maka dia lah manusia yang “kehilangan” Ruhnya.

Dia tuli walau telinganya bisa mendengar…

Dia bisu walau lisannya bisa berbicara…

Dia buta walau matanya bisa melihat…

صُمُّۢ بُكۡمٌ عُمۡيٞ فَهُمۡ لَا يَرۡجِعُونَ

“Mereka tuli, bisu dan buta, sehingga mereka tidak dapat kembali.” (QS.Al-Baqarah:18)

Dia sebenarnya adalah mayat walau berjalan di atas bumi…

إِنَّكَ لَا تُسۡمِعُ ٱلۡمَوۡتَىٰ وَلَا تُسۡمِعُ ٱلصُّمَّ ٱلدُّعَآءَ إِذَا وَلَّوۡاْ مُدۡبِرِينَ

“Sungguh, engkau tidak dapat menjadikan orang yang mati dapat mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka telah berpaling ke belakang.” (QS.An-Naml:80)

Selama Al-Quran adalah kitab petunjuk, cahaya, rahmat serta barokah maka siapapun yang menjauh darinya maka ia menjauh dari sifat-sifat itu. Lalu bagaimana seseorang dapat hidup tanpa petunjuk, cahaya, rahmat dan barokah?

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Memahami Perbedaan Kata Dalam Al-Qur’an

(1) Apa perbedaan antara kata مُخۡتَال dan فَخُور ?

Kata مُخۡتَال bermakna : Memandang diri sendiri dengan perasaan bangga dan merasa lebih hebat dari yang lain.

Sementara kata فَخُور bermakna : memandang orang lain dengan pandangan remeh dan merendahkan.

Allah Swt Berfirman :

وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالٖ فَخُورٍ

“Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS.Al-Hadid:23)

Sungguh indah pemilihan kata dalam Al-Qur’an !

(2) Apa perbedaan kata ظُلمٌ dengan هَضمٌ ?

Kata ظُلمٌ bermakna : Mengambil seluruh hak.

Sementara kata هَضمٌ bermakna : Mengambil atau mengurangi sebagian hak saja.

Allah Swt Berfirman :

فَلَا يَخَافُ ظُلۡمٗا وَلَا هَضۡمٗا

“… maka dia tidak khawatir akan perlakuan zhalim (terhadapnya) dan tidak (pula khawatir) akan pengurangan haknya.” (QS.Tha-Ha:112)

Sungguh indah pemilihan kata dalam Al-Qur’an !

(3) Apa perbedaan kata المُقسِط dan القَاسِط ?

Kata المُقسِط bermakna : Orang yang adil atau menemapatkan sesuatu sesuai porsinya (pada tempatnya).

Allah Swt Berfirman :

إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS.Al-Mumtahanah:8)

Sementara kata القَاسِط bermakna : Orang yang dzalim atau keji.

Allah Swt Berfirman :

وَأَمَّا ٱلۡقَٰسِطُونَ فَكَانُواْ لِجَهَنَّمَ حَطَبٗا

“Dan adapun yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi bahan bakar bagi neraka Jahanam.” (QS.Al-Jinn:15)

Sungguh indah pemilihan kata dalam Al-Qur’an !

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN

Antara Nikmat dan Perintah dalam Alquran

TUJUAN terpenting dari nikmat itu adalah mengajari manusia untuk memberi respon terbaik, sesuai jenis nikmat yang Allah sediakan. Berikut diantara kaitan nikmat dan perintah setelahnya,

[1] Setelah Allah menyebutkan nikmat gunung dan laut yang ditaklukkan, Allah mengatakan, “Agar kalian bersyukur.” (ayat 14)

[2] Setelah Allah menyebutkan nikmat pegunungan, sungai-sungai, jalanan darat, Allah menegaskan, “Agar kalian mendapatkan petunjuk.” (ayat 15)

[3] Setelah Allah menyebutkan nikmat maknawi terbesar yaitu diturunkannya al-Quran, Allah menyatakan, “Agar mereka berfikir.” (ayat 44).

[4] Seusai Allah menyebutkan nikmat panca indera (pendengaran, penglihatan, dan perasaan), Allah menyebutkan setelahnya, “Agar kalian bersyukur.” (ayat 78)

[5] Setelah Allah mengisyaratkan mengenai kesempurnaan nikmat ilahiyah, Allah menyatakan, “agar kamu berserah diri (kepada-Nya).” (ayat 81)

[6] Setelah Allah menyebutkan keadilan, kebaikan (ihsan), larangan dari perbuatan kekejian, kemungkaran dan kedzaliman, Allah menegaskan setelahnya, “Agar kalian mengambil peringatan.” (ayat 90)

Allahu akbar. Semoga kita bisa mengambil pelajaran darinya. Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

Sudahkah Mengerti Maknanya?

Sedari kecil ummat Islam umumnya diajari untuk membaca Qur’an oleh kedua orangtua mereka. Untuk keperluan ini berbagai metode belajar baca Qur’an tersedia, sebut saja seperti metode al-Baghdadi (klasikal), Iqro, Ummi, Kibar, Tilawati dan lain sebagainya. Ada banyak sekali metode pembelajaran baca Qur’an yang tersedia di masyarakat.

Semua hal tersebut memiliki satu fokus yang sama, yakni mengajari masyarakat untuk dapat membaca Qur’an dengan baik dan benar. Bukan tanpa alasan hal tersebut dilakukan, ini dikarenakan memang seorang muslim sangat perlu untuk bisa membaca Qur’an yang merupakan kitab suci mereka. Alhasil, dari kerja keras berbagai pihak tersebut Allah karuniakan masyarakat Indonesia kemampuan untuk dapat membaca Qur’an.

Yang jadi masalah, biasanya kita berhenti hanya sebatas dapat membaca Qur’an saja. Merasa puas dengan dapat membaca ayat-ayat Qur’an yang tersusun indah di dalam mushaf. Padahal, hendaknya kita tidak berhenti sampai di sana saja. Selain bisa membaca Qur’an alangkah baiknya jika kita pun berlanjut kepada level selanjutnya, yakni mempelajari tafsirnya dengan baik. Ini tidak lain dan tidak bukan agar pemahaman kita terhadap apa yang kita baca menjadi benar dan terarah.

Yang jadi masalah, umumnya kitab-kitab tafsir ditulis dalam bahasa Arab. Ini tentunya menjadi kendala bagi kita yang umumnya tidak bisa berbahasa Arab. Selain itu, umumnya kitab-kitab tafsir memiliki jumlah halaman yang banyak, sehingga menjadi tebal dan mahal harganya. Semua hal ini tentunya mempersulit akses kita untuk dapat belajar tafsir dengan komprehensif.

Untuk mengatasi masalah-masalah itulah situs TafsirWeb hadir. Pada situs TafsirWeb insyaaAllah berbagai masalah tersebut bisa diatasi, dengan menghadirkan koleksi tafsir ringkas yang gratis dan diakses kapanpun dan di manapun. Tentunya dalam bahasa Indonesia agar bisa membawa manfaat yang luas untuk ummat Islam pada umumnya.

Dengan visi menjadi pusat rujukan tafsir terpercaya, maka bukan sembarang tafsir yang disediakan di website ini. Akan tetapi tafsir-tafsir yang dikeluarkan oleh lembaga terpercaya seperti yang dikeluarkan Kementrian Agama RI, dari Kementrian Agama Saudi Arabia, Tafsir al-Mukhtashar yang disupervisi Dr. Shalih Humaid (Imam Masjidil Haram) dan lain sebagainya.

Yang Mana Yang Didahulukan Untuk Dibaca?

Membaca tafsir Qur’an ringkas di situs TafsirWeb insyaaAllah sangat mudah dan cepat. Selain itu juga gratis, sehingga tidak akan memakan biaya. Yang menjadi masalah berikutnya adalah, surat dan ayat apa saja yang sebaiknya lebih dahulu dibaca?

Menurut hemat kami, yang terbaik adalah membaca tafsir dari surat dan ayat yang sering dibaca/didengar terlebih dahulu. Agar saat kita kembali membaca/mendengarnya, kita langsung dapat memaknainya dengan baik dan benar. Dengan kriteria seperti itu, berikut surat-surat yang kami rekomendasikan untuk dipelajari terlebih dahulu sebelum berlanjut ke surat lainnya:

  1. Surat Al Fatihah. Tidak bisa tidak, ini adalah surat yang pertama-tama harus kita pahami tafsirnya. Sebagai surat yang kita baca minimal 17 kali dalam sehari, tentu sudah sepantasnya kita prioritaskan untuk mempelajari surat yang satu ini.
  2. Surat Al Baqoroh. Surat selanjutnya setelah al-Fatihah juga sebagai surat yang selanjutnya kami rekomendasikan untuk dipelajari tafsirnya. Temukan ratusan faidah dalam perkara aqidah, ibadah, syari’ah, hingga muamalah di dalam tafsir surat ini.
  3. Surat Yasin. Terlepas dari kontroversi fiqih dalam mengkhususkan membaca surat ini, sudah sepantasnya surat yang sering dibaca oleh masyarakat Indonesia ini dipahami dengan baik maknanya dan tafsirnya.
  4. Surat Al Kahfi. Sungguh kisah ashabul kahfi sangat sarat mutiara faidah yang tidak selalu bisa kita dapatkan dalam kisah-kisah lainnya, pelajari lebih detail tentang mereka pada tafsir surat ini. Cermati juga kisah perjalanan Nabi Musa dalam menuntut ilmu, masih dalam tafsir surat yang sama.
  5. Surat Al Waqiah. Jika telah datang al-Waqiah (hari kiamat), … begitulah tema besar dari surat yang satu ini. Sebuah surat yang menggetarkan hati orang-orang yang mau mengambil pelajaran.
  6. Surat Ar Rohman. Surah yang menjadi favorit banyak orang untuk dibaca dan didengarkan, dikarenakan indahnya susunan kalimat di dalamnya. Akan tetapi tidak sekedar indah susunan katanya, ternyata indah juga berbagai pelajaran yang terdapat di dalamnya.
  7. Surat Al Mulk. Surat singkat tiga puluh ayat ini perlu untuk dipahami maknanya dengan baik. Agar kita semakin mengenal tentang kekuasaan Allah, melalui tafsir dan tadabbur atas ayat-ayat Allah.
  8. Surat Ad Dhuha. Waktu yang sudah ribuan kali kita lalui dalam hidup yang singkat ini. Bukan sembarang waktu, karena ada banyak faidah dalam waktu tersebut. Apa saja? Silakan simak tafsirnya.
  9. Surat An Naba. Inilah surat yang berisikan gambaran beberapa kejadian di akhirat, surat yang berisikan berita besar yang dipersilisihkan kebenarannya oleh orang-orang yang tidak beriman. Simak dengan baik penjelasan tentangnya.
  10. Surat Yusuf. Bagaimana kisah kesabaran nabi Yusuf atas musibah dan ujian yang menimpanya? Bagaimana kesabaran nabi Ya’qub dalam menerima musibah yang menderanya? Apa saja hikmat yang terdapat dalam panjangnya kisah mereka? InsyaaAllah di sini ada jawabannya.

Demikian di antara surat-surat yang kami rekomendasikan untuk dibaca terlebih dahulu sebelum yang lainnya, berdasarkan popularitas surat-surat tersebut di tengah-tengah ummat Islam. InsyaaAllah bermanfaat untuk dipelajari terlebih dahulu sebelum berlanjut ke surat yang lainnya.

Moga bisa menjadi langkah awal untuk membantu kita tertarik untuk membaca tafsir Qur’an, lalu berlanjut membaca tafsir surat lainnya hingga tamat seluruh surat dalam al-Qur’an. Wallahu waliyyut taufiiq.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/55101-sudahkah-mengerti-maknanya.html