Inilah Pentingnya Azan di Telinga Kanan Bayi yang Baru Lahir

Abu Rafi’ berkata, “Aku melihat Rasulullah mengumandangkan azan di telinga Al-Hasan bin Ali saat baru dilahirkan oleh Fathimah [HR. Abu Dawud, Kitabul Adab, 5105].

Ibnul Qayyim mengatakan bahwa hikmah azan dan iqamah di telinga bayi yang baru lahir adalah agar suara pertama yang didengar oleh sang bayi adalah seruan azan. Seruan yang mengandung makna keagungan dan kebesaran Allah serta syahadat yang menjadi syarat utama bagi seseorang yang baru masuk Islam. Jadi, tuntunan pengajaran ini menjadi perlambang Islam bagi seseorang saat dilahirkan ke dunia.

Kita tahu bahwa setan akan lari terbirit-birit manakala mendengar suara azan. Karena itu setan berupaya mengganggunya akan mendengar kalimat yang paling dibenci olehnya saat sang bayi memasuki permulaan kehidupannya di dunia.

Hal ini menjelaskan kepedulian Nabi Muhammad terhadap akidah tauhid yang harus ditanamkan sejak dini dalam jiwa sang anak dan sekaligus untuk mengusir setan yang selalu berupaya mengganggu bayi sejak kelahirannya dan memulai kehidupam barunya.

Setan juga selalu memukul bayi saat baru dilahirkan, sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Abu Hurairah.

Abu Hurairah berkata, “Saya mendengar Rasulullah bersabda: ‘Tiada seorang pun dari anak Adam yang baru dilahirkan kecuali setan menyentuhnya ketika ia dilahirkan, sehingga ia menangis karena sentuhan setan itu. Kecuali Maryam dan putranya’,” Kemudian Abu Hurairah berkata, “Jika kalian tidak keberatan, bacalah firman-Nya : ‘wa inni u idzu haa bika wadzurriyyatahaa minassyaithonirrajim (Ali Imran:36)’ [HR. Al Bukhari, Kitab Ahaditsul Anbiya, 3177].”

Ibnu Abbas berkata, “Setiap bayi yang baru dilahirkan pasti menangis, kecuali Isa putra Maryam. Bayi itu menangis karena perutnya diperas oleh setan, sehingga si bayi menjerit,” [HR. Ad-Darimi, no.2999].

Dengan demikian, azan yang diserukan di telinga sang bayi akan menjadi pukulan balasan terhadap setan yang selalu berupaya dengan sekuat tenaganya untuk merusak keturunan Adam dan menghancurkan generasinya. [sumber: Islamic parenting/aqwam]

 

 

sumber: Bumi Syam

Adab dan Pendidikan Agama, Kunci Sukses Masa Depan Anak

Kebaikan seseorang itu dimulai dari apa yang paling ditekankan orangtua kala anak-anaknya masih belia. Jika agama yang ditekankan, maka peluang anak sukses di masa depan sangatlah terbuka. Tetapi jika selain itu, mungkin akan kaya, tetapi belum tentu baik, apalagi kuat iman dan takwanya.

Belum lama ini penulis bertemu dengan seorang akademisi yang sering tampil sebagai nara sumber di media massa tentang kasus-kasus yang berhubungan dengan psikologi. Tentu orangtua dari sang akademisi sangat bahagia.

Alhamdulillah, tidak lama dari pertemuan pertama Allah menakdirkan penulis bertemu langsung dengan ayah sang akademisi. Dalam kesempatan itu penulis bertanya, “Apa yang bapak ajarkan kepada anak bapak, hingga hari ini menjadi orang yang bisa memberi manfaat bagi kehidupan?”

Sang bapak tersenyum, lalu menjawab, “Tidak ada yang saya lakukan dan saya tekankan terhadap anak saya sejak kecil kecuali pendidikan agama. Itu saja,” katanya sembari tersenyum.

Bapak itu melanjutkan, “Apalagi ia anak saya satu-satunya. Kata orang, anak semata wayang itu kalau tidak jadi iblis ya jadi malaikat. Alhamdulillah atas rahmat Allah anak saya menjadi anak yang berguna,” terangnya.

“Tetapi kalau saya pikir dan renungkan, sungguh saya tidak berperan apa-apa. Itu semua semata-mata rahmat Allah yang mungkin karena anak saya memang saya tempa untuk mengenal agamanya dengan baik dan mengamalkannya sejak kecil,” imbuhnya.

Jawaban yang boleh dikatakan singkat itu sungguh memberikan inspirasi penting bagi para orangtua tentang bagaimana mendidik anak. Karena yang sejatinya paling perlu dikhawatirkan orangtua terhadap masa depan anak sebenarnya bukan soal profesi dan pendapatan. Lebih dari itu adalah iman, ketakwaan dan kemanfaatan buah hati kita bagi kehidupan.

Pembentukan Adab

Ketika anak mendapat asupan gizi pendidikan agama dengan benar dan terus-menerus hal itu akan membuatnya memiliki adab dalam kehidupan, utamanya adab kepada Allah Ta’ala, Nabi dan yang tidak kalah pentingnya adalah adab terhadap orangtua.
Tidak ada satu pun materi pendidikan yang bisa melahirkan adab bagi seorang anak manusia, melainkan dengan pendidikan agama yang meliputi, aqidah, ibadah dan muamalah.

Mengapa banyak anak yang tidak hormat kepada orangtua meski otak mereka cerdas? Itu tidak lain karena mereka tidak mengenal apalagi memiliki adab. Termasuk mengapa banyak orang pintar dan berkedudukan tinggi yang berperilaku korup. Semua itu terjadi karena ketiadaan adab.

Dan ketiadaan adab itu bukan karena mereka kala anak-anak tidak sekolah tetapi karena kala anak-anak mereka tidak benar-benar mendapatkan pengasuhan orangtua yang menekankan betapa pentingnya pendidikan agama.

Dan, berbicara pendidikan agama di sini tidak mesti dipahami secara dikotomis, dimana pelajaran non agama diabaikan. Justru tetap ditingkatkan secara proporsional.

Dari sini tepatlah apa yang ditauladankan oleh Luqman Hakim dalam mendidik anaknya.

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman [31]: 13).

Manivestasi dari ayat tersebut tentu dengan membiasakan anak-anak kita disiplin dalam ibadah dan senantiasa diingatkan bahwa urusan ibadah adalah urusan paling utama dalam hidup ini. Agar ibadah anak bagus sedari kecil tentu anak perlu akrab dengan kitab suci Al-Qur’an, hadits-hadits Rasulullah, termasuk sejarah Nabi, sahabat dan para ulama.

Ketika ini berhasil dilakukan, insha Allah anak akan tumbuh menjadi pribadi yang kaya akan referensi kesholehan, ketakwaan dan kesungguhan yang penuh inspirasi dan mengagumkan hatinya. Nah, inilah yang nantinya secara perlahan namun pasti memudahkan tumbuhnya adab dalam diri anak.

Sebab, pendidikan agama (Islam) bukanlah pendidikan yang menekankan aspek kognitif semata tetapi juga pada implementasi dalam kehidupan sehari-hari. Dan, ketika itu dilakukan seorang anak sejak kecil dan berhasil dipelihara hingga dewasa, maka otomatis ia sudah membangun habit yang luar biasa.

Tauladan Orangtua

Akan tetapi, hari ini masih umum orang yang sedikit sangsi terhadap kedahsayatan pendidikan agama pada anak. Oleh karena itu banyak orangtua yang rela membayar mahal pendidikan anak yang boleh dikatakan pendidikan agamanya sebatas kognitif.
Sebenarnya, pendidikan agama ini tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada pihak lain, bahkan sekolah sekalipun. Pendidikan agama ini menjadi tanggung jawab utama setiap orangtua. Sebab, perilaku orangtua itulah yang paling berperan dominan dalam pemebentukan watak dan karakter anak.

Terkait hal ini Al-Qur’an memberikan gambaran gamblang betapa orangtua harus benar-benar memperhatikan kualitas pendidikan agama anak, utamanya ketauhidan. Hal ini bisa kita lihat di dalam Al-Qur’an:

“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 133).

Artinya, orangtua harus mengontrol betul kualitas pendidikan agama anak-anaknya, tidak saja kala mereka belia, tetapi sepanjang hayat, bahkan saat kita sebagai orangtua akan meninggal dunia. Pendidikan agama (ketauhidan) anak harus tetap dan utama yang diperhatikan.

Nah, dalam konteks ini, bagaimana mungkin orangtua akan mampu melakukan pekerjaan utama ini kalau orangtua sendiri sebagai pihak yang paling berharap anak-anaknya sukses di masa depan tidak benar-benar mau memberikan keteladanan. Tentu akan sangat sulit.

Dengan demikian, maka sudah seharusnya para orangtua mengubah mindsetnya yang selama ini dimiliki. Bahwa pendidikan agama itu adalah yang terpenting bagi masa depan anak. Bahkan, pendidikan agama itu adalah tanggung jawab sepanjang hayat para orangtua. Karena tidak akan baik seseorang melainkan ia memahami agamanya.

Jaminan Allah                                 

Rasulullah pernah bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkannya dalam urusan agama.” (HR. Bukhari Muslim).

Dan, apakah kita masih belum yakin bahwa orang yang akan diangkat derajatnya di sisi Allah adalah orang yang beriman (baik pendidikan dan pengamalan agamanya) dan berilmu (QS. 58: 11) ? Jadi, jangan ragu, masa depan anak-anak kita akan baik bahkan bermanfaat bagi kehidupan, jika sejak kecil kita biasakan mereka mengamalkan ajaran agama Islam ini dengan baik.

(fauziya/hidayatullah/muslimahzone.com)

Smartphone, Media Sosial dan Anak-anak Muslim

Di era digital saat ini, anak-anak tumbuh dengan obsesi yang kuat pada gadget teknologi modern. Mereka benar-benar ‘gila’ untuk menggunakan setiap jenis gadget yang tersedia seperti komputer, tablet, smartphone dan orang tua tampaknya telah kehilangan kontrol atas mereka. Di sisi lain, sebagian dari kita benar-benar mendorong anak-anak kita untuk menggunakan gadget ini. Orangtua memberikan perangkat ini untuk mereka sebagai hadiah ulang tahun atau sebagai bujukan agar mereka lulus ujian.

Kebutuhan untuk melindungi anak-anak kita dari penyalahgunaan gadget ini dan dari sudut gelap web memang tidak bisa terlalu ditekankan. Membiarkan mereka tanpa mengontrol aksesnya ke internet berarti memberi mereka undangan terbuka terhadap perbuatan keji dan tak tahu malu. Hal ini juga merupakan ancaman utama bagi keimanan mereka karena internet, selain memiliki beberapa informasi yang dapat diandalkan, juga mengandung sejumlah besar komponen yang melukiskan gambaran yang sangat negatif dari Islām dan syariah. Kita harus memahami bahwa anak-anak belum siap untuk membedakan antara Haqq (kebenaran) dan Bathil (kepalsuan).

Facebook, di samping situs sosial lainnya, adalah tempat yang menakutkan bagi anak-anak kita dan mereka tidak boleh diizinkan untuk mengunjunginya. Mereka dapat dengan mudah tertarik berinteraksi dengan lawan jenis, sebuah tindakan yang dilarang dalam Islam.

Bahkan orang Barat yang berpikiran liberal, kini mempertimbangkan tentang dampak perangkat ini jika dimiliki anak-anak. Berikut ringkasan dari salah satu penulis Barat yang berpikir tentang efek negatif perangkat ini bagi anak :

10 Alasan agar Anda tidak Memberikan Anak Anda Sebuah Smartphone

Teknologi telah banyak membuat hidup kita lebih mudah dan lebih efisien. Namun sebagai orang tua, Anda harusnya khawatir tentang dampak perangkat seperti smartphone yang anak Anda miliki. Ketika memiliki perangkat mobile sendiri bagi anak-anak dianggap sesuatu yang biasa, tidakkah seharusnya Anda khawatir tentang dampak negatif apa yang akan ditimbulkan smartphone pada pertumbuhan anak Anda?

  1. Mengubah hubungan antara orangtua dan
  2. Membatasi pikiran kreatif mereka.
  3. Menyebabkan mereka kurang tidur.
  4. Tidak memberikan waktu bagi anak-anak untuk merenung atau belajar tentang konsekuensi dari tindakan mereka.
  5. Menghambat kemampuan mereka untuk belajar.
  6. Menyebabkan kecanduan.
  7. Memiliki dampak negatif pada kesehatan mental anak Anda.
  8. Menyebabkan obesitas secara tidak langsung.
  9. Menyebabkan masalah perilaku.
  10. Menyebabkan sensitifitas anak untuk melakukan

Melalui smartphone, anak-anak terkena dampak kekerasan dalam game dan melaluicyberbullying di situs chat. Ini menyebabkan sensitifitas anak-anak dan mendorong mereka untuk menerima bahwa perilaku kekerasan hanyalah sebuah cara biasa untuk memecahkan masalah.

Bukankah kita umat Islam seharusnya lebih sensitif berkaitan dengan masalah ini?

Wallahu’alam.

(fauziya/muslimahzone.com)

Dari Masjid Kita Selamatkan Anak-anak Kita!

Tentu kita prihatin, hari ini banyak masjid yang kurang berfungsi, kecuali hanya untuk sholat semata. Padahal, masjid bisa menjadi tempat sosialisasi yang terbaik bagi anak-anak.

“ANAK-ANAK kaum Muslimin berada dalam bahaya,” ucap seorang ibu dalam sebuah perbincangan ringan usai acara talk show di Depok Jawa Barat.

Seorang ibu yang lainnya pun penasaran, “Bahaya gimana bu?” Ibu yang memulai pembicaraan itu pun menjawab, “Lihat saja anak sekarang, baca Qur’an kurang, sholat masih sulit ditegakkan, ke masjid apalagi. Akhirnya, habis maghrib anak-anak pada asyik nonton TV,” jelasnya dengan mimik serius.*

***

Kegelisahan ibu tadi memang layak kita renungkan. Terlebih jika melihat perkembangan zaman yang kian kurang kondusif bagi terpeliharanya iman pada anak-anak kita.

Selama ini, banyak ulasan tentang mendidik anak sebatas pada teori, metode dan tips bagaimana menjadikan pribadi anak sholeh. Belum ada yang mengurai bagaimana membangun lingkungan anak yang mengantarkan mereka menjadi sholeh dan sholehah.

Padahal, sekuat apa pun keluarga mendidik putra-putrinya dengan bekal iman yang mantap tetapi mereka tidak didukung dengan lingkungan yang positif, kemungkinan tergelincir juga tidak kecil. Hal ini bisa dilihat dari alumnus pondok pesantren yang kemudian hijrah ke kota. Sebagian ada yang telah meninggalkan tradisi penting yang bertahun-tahun dibangun selama di pesantren.

Akan tetapi, kita tidak perlu berdebat pada soal mana yang lebih menentukan, keluarga atau lingkungan. Karena secara fakta pendidkan keluarga yang baik akan semakin bagus jika didukung dengan lingkungan yang baik.

Untuk itu, perlu kiranya para orangtua saat ini untuk bersama-sama berpikir bagaimana membangun lingkungan yang kondusif bagi keimanan dan ketakwaan buah hati kita bersama.

Memakmurkan Masjid

Memakmurkan masjid adalah perkara penting. Mari perhatikan firman Allah ini;

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللّهِ مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللّهَ فَعَسَى أُوْلَـئِكَ أَن يَكُونُواْ مِنَ الْمُهْتَدِينَ

“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. 9: 18).

Jadi, tidak mengherankan, jika pertama kali bangunan yang didirikan Rasulullah adalah masjid. Dari masjid itulah segenap kegiatan keumatan dijalankan. Mulai dari pendidikan, sosial hingga militer. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga Muslim harus bahu membahu memakmurkan masjid.

Dalam konteks pendidikan anak, keluarga Muslim harus memiliki kepedulian dengan masjid sehingga masjid tidak saja menjadi tanggug jawab pengurus dalam hal pemakmurannya. Tetapi semua keluarga di sekitar masjid ikut andil memakmurkannya. Apalagi, secara lingkungan, semua orangtua butuh anak-anaknya cinta ibadah. Jika masjid tidak dimakmurkan, bagaimana hal itu bisa diwujudkan?

Program yang Menarik

Tentu kita prihatin, hari ini banyak masjid yang kurang berfungsi, kecuali hanya untuk sholat semata. Padahal, masjid bisa menjadi tempat sosialisasi yang terbaik bagi anak-anak, tempat pendidikan yang terbaik bagi mereka, bahkan tempat yang paling menyenangkan untuk buah hati kita semua.

Lantas bagaimana jika ternyata masjid tidak menarik bagi kebanyakan anak-anak Muslim di negeri ini? Di sinilah tugas orangtua. Harus ada komunikasi yang baik antar orangtua dan pengurus masjid untuk membuat anak-anak tertarik dengan masjid.

Misalnya dengan mengadakan program dengar kisah Nabi dan Rasul yang dipercayakan kepada orang yang memiliki kemampuan bercerita yang menarik. Atau belajar Al-Qur’an Hadits, Shirah dan semua pelajaran dan pengetahuan  sesuai dengan minat anak-anak masa kini.

Jadi, bukan saja anak-anak yang datang ke masjid, sekali waktu perlu ada acara pengajian keluarga dimana anak-anak juga ikut di dalamnya.

Program semacam ini sangat penting bagi keluarga Muslim Indonesia, utamanya untuk mencegah anak-anak salah pergaulan. Di samping juga aman dari berbagai gangguan program-program tidak mendidik dari televisi.

Sungguh keindahan luar biasa jika suatu kampung atau RT yang setiap maghrib sampai isya’ seluruh anak-anak dan orangtuanya asyik mengaji di masjid. Jika itu terjadi, maka secara otomatis anak-anak kita akan mencintai dan memakmurkan masjid. Jika demikian, maka insya Allah hidayah akan tertanam kuat di dalam hati mereka.

Sinergi dengan Sekolah  

Para orangtua juga harus melakukan komunikasi strategis dengan pihak sekolah. Di sekolah biasanya ada musholla atau masjid. Tetapi, sepertinya hal itu sebatas pajangan. Saatnyalah para orang mengusulkan kepada sekolah agar masjid bisa difungsikan. Utamanya untuk sholat berjama’ah, pelajaran agama atau pun dalam proses belajar mengajar itu sendiri.

Dengan demikian, insya Allah kenakalan remaja akan sedikit teredam dan lama kelamaan akan bisa diminimalisir bahkan dihilangkan. Sekolah harus membuat masjid dan lingkungan sekitarnya indah dan menarik serta representatif untuk kegiatan belajar mengajar bagi para siswa.

Jam pelajaran pun harus menghormati waktu sholat. Para orangtua harus usul kepada sekolah agar setiap kali adzan dikumandangkan, jam pelajaran bisa dihentikan sementara untuk bersegera sholat berjama’ah. Dengan demikian, religiusitas para siswa bisa tetap terpelihara.

Jadi, mari kta bangun perhatian dan kecintaan kita terhadap masjid. Memakmurkan masjid adalah tanggung jawab setiap Muslim secara ilahiyah. Tetapi itu adalah suatu kebutuhan bagi pendidikan generasi masa depan. Semakin makmur masjid, akan semakin banyak orang ke masjid. Dengan demikian maka secara lingkungan, anak-anak kita akan terjaga iman dan takwanya.

Jadi tunggu apalagi, demi masa depan bangsa dan negara, mari kita bangun lingkungan pendidikan iman dan takwa yang bagus dengan gerakan kembali ke masjid.

Seperti nasehat Sunan Kalijogo dalam satu syair populer yang pernah digubahnya, “Wong kang Sholeh Kumpulono” yang artinya, berkumpullah dengan orang-orang sholeh. Dimana lagi kalau bukan di masjid?*

(esqiel/hidayatullah/muslimahzone.com)

 

sumber: Muslimah Zone