Anak yang Kurang Beruntung

Sehebat apa pun seorang ayah, ia tidak mampu menggantikan peran ibu dalam mengasuh anak. Begitu pun sebaliknya, seorang ibu tidak bisa menggantikan peran ayah mengisi relung lubuk hati anaknya. Keduanya mesti hadir bersamaan dalam peran yang berbeda untuk menanamkan akidah tauhid, syariat, dan adab yang baik (QS 31:12- 19). Tentu saja setiap orang tua ingin anaknya menjadi penyejuk hati dan pemimpin umat (QS 25:74).

Anak yang kurang beruntung itu karena mengalami salah satu dari empat kejadian, yaitu: Pertama, anak yang ditinggal mati orang tuanya. Sebagian anak tak sempat bertemu orang tuanya kecuali selembar foto yang tersisa. Anak yang ditinggal ibu saat melahirkan atau ayah sewaktu masih dalam kandungan dan terlahir sebagai anak yatim atau piatu (QS.4:6). Ada pula anak yang tak tahu rupa dan gaya ayah ibunya, kecuali dari cerita kaum kerabat yang mengasuhnya. Namun, ia selalu mendoakan mereka dan tegar menjalani hidup dan menjadi orang yang berjaya.

Kedua, anak yang ditinggal lama orang tuanya. Kesulitan hidup sering kali menjadi alasan untuk bekerja ke negeri orang. Keinginan mengubah nasib itu membuat seorang ayah atau ibu rela berpisah dan meninggalkan anaknya. Jika ayah yang pergi, ibu mengasuh anak dalam kesendirian. Jika ibu yang pergi, ayah berubah menjadi ibu rumah tangga dan menanggung kesepian tanpa belaian istri. Anak pun tumbuh dalam ketimpangan kasih sayang orang tua seperti digambarkan dalam sinetron “DuniaTerbalik.”

Ketiga, anak yang ditinggal pergi orang tuanya. Malang nian nasib anak semacam ini, karena orang tua yang melahirkan tak tahu rimbanya. Sungguh sedih anak ditinggal mati atau lama, tapi lebih sedih anak yang ditinggal pergi orang tua. Walau hidup dalam penantian, ia selalu berdoa agar suatu saat nanti ayah atau ibunya kembali. Mereka pergi karena perceraian atau lari dari tanggung jawab dan anaknya pun tumbuh dalam kegalauan dan ketidakpastian.

Keempat, anak yang ditinggal zamannya. Orang tuanya masih hidup, tapi mereka dibalut kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Tinggal jauh di pedesaan yang tidak terjangkau akses pendidikan dan kesehatan. Tertinggal oleh kemajuan zaman sebab ketidakadilan dalam pemerataan pembangunan. Begitu pula nasib anak-anak di negeri konflik seperti Myanmar yang menderita di pengungsian, mati kelaparan, atau tenggelam di lautan. Mereka lari dari kebiadaban penguasa zalim dan orang tuanya tak berdaya menyelamatkan.

Orang tua wajib menjaga anak-anaknya dari segala macam sengsara (QS.66:6). Jika orang tua tidak mampu mengendalikan keadaan, tentulah apa yang terjadi atas izin Allah SWT, dan semua kembali kepada-Nya (QS.64:11,2:156). Namun, jika orang tua abai, tentu akan ada balasannya. Segeralah mohon ampun, sebab setiap kejahatan akan kembali kepada pelakunya. (HR Tirmidzi). Allahu a’lam bishawab.

 

 

Oleh: Hasan Basri Tanjung

REPUBLIKA