Potret Kejahatan Syi’ah dalam Sejarah

Berangkat dari akidah yang rusak dan absurd, sekte Syi’ah kerap menebar kekejian dan kebiadaban kepada kaum muslimin. Sejarah mencatat lembaran demi lembaran kelam kejahatan mereka dan tidak ada seorang pun yang dapat mengingkarinya. Berikut adalah diantara sebagian ‘kecil’ catatan sejarah kejahatan mereka yang digoreskan oleh para ahli sejarah Islam. Mudah-mudahan kita dapat mengambil pelajaran dan berhati-hati, karena sejarah seringkali terulang.

Jatuhnya Kota Bagdad

Pada tahun 656 H, Hulagu Khan, Raja Tatar berhasil menguasai kota Baghdad yang saat itu menjadi pusat peradaban Islam di bawah kekuasaan Bani Abbasiyyah. Keberhasilan invansi Tatar ini tidak lepas dari peran dua orang Syi’ah. Yang pertama adalah seorang menteri pengkhianat khalifah Muktashim yang bernama Mu`yyiduddin Muhammad Ibnul Alqamy. Dan yang kedua adalah seorang ahli nujum Nashirudin Ath Thusi penasehat Hulagu.

Pada akhir kepemimpinan khalifah Mustanshir, jumlah pasukan Bani Abbasiyyah mencapai seratus ribu pasukan. Sepeninggal Mustanshir dan tampuk kepemimpinan dipegang oleh Muktashim, Ibnul Alqamy membuat usulan-usulan kepada khalifah untuk mengurangi jumlah pasukan dengan alasan untuk menghemat biaya. Hal itu pun diikuti oleh khalifah. Padahal itu merupakan taktik untuk melemahkan kekuatan pasukan. Hingga akhirnya jumlah pasukan hanya sepuluh ribu saja.

Pada saat yang sama, Ibnul Alqami menjalin hubungan gelap dengan Hulagu. Ia sering menulis surat kepada Hulagu dan memberinya motivasi untuk mengusai Baghdad serta berjanji akan membantunya sambil menggambarkan kondisi pertahanan Bagdad ketika itu yang semakin melemah. Itu semua ia lakukan demi memberantas sunnah, menampakkan bid’ah rafidhah dan mengganti kekuasaan dari Bani Abbasiyyah kepada Alawiyyah.

Pasukan Hulagu pun kemudian bergerak menuju Bagdad. Pasukan Khalifah baru menyadari bahwa Tatar telah bergerak masuk. Upaya penghadangan Tatar yang dilakukan oleh khalifah gagal hingga akhirnya Tatar berhasil menguasai sebagian wilayah Bagdad. Dalam kondisi itu, Ibnul Alqami mendatangi Hulagu dan membuat perencanaan dengannya kemudian kembali kepada khalifah Muktashim dan mengusulkan kepadanya untuk melakukan perdamaian seraya berkata bahwa Hulagu akan tetap memberinya kekuasaan sebagaimana yang Hulagu lakukan terhadap penguasa Romawi. Ia pun berkeinginan menikahkan putrinya dengan anak laki-laki kahlifah yang bernama Abu Bakar. Ia terus mengusulkan agar penawaran itu disetujui oleh khalifah. Maka khalifah pun berangkat dengan membawa para pembesar pemerintahannya dalam jumlah yang sangat banyak (dikatakan sekitar 1200 orang)

Khalifah menempatkan rombongannya di sebuah tenda. Lalu menteri Ibnul Alqami mengundang para ahli fikih dan tokoh untuk menyaksiakan akad pernikahan. Maka berkumpulah para tokoh dan guru Bagdad yang diantaranya adalah Muhyiddin Ibnul Jauzi beserta anak-anaknya untuk mendatangi Hulagu. Sesampainya di tempat Tatar, pasukan Tatar malah membunuhi mereka semua. Begitulah setiap kelompok dari rombongan khalifah datang dan dibantai habis semuanya. Tidak cukup sampai disitu, pembantaian berlanjut kepada seluruh penduduk Bagdad. Tidak ada yang tersisa dari penduduk kota Bagdad kecuali yang bersembunyi. Hulagu juga membunuh khalifah dengan cara mencekiknya atas nasehat Ibnul Alqami.

Pembantaian Tatar terhadap penduduk Bagdad berlangsung selama empat puluh hari. Satu juta korban lebih tewas dalam pambantaian ini. Kota Bagdad hancur berdarah-darah, rumah-rumah porak-poranda, buku-buku peninggalan para ulama dibakar habis dan Bagdad pun jatuh kepada penguasa kafir Hulagu Khan.

Selain peran Ibnul Alqami, peristiwa ini juga tidak lepas dari peran seorang Syi’ah lainnya bernama Nashirudin At Thushi, penasehat Hulagu yang dari jauh-jauh hari telah mempengaruhi Hulagu untuk menguasai kota Bagdad. [Lihat Al Bidayah wa Al Nihayah, vol. 13, hal. 192, 234 – 237, Al-Nujuum Al Zaahirah fii Muluuk Mishr wa Al Qahirah, vol. 2, hal. 259 – 260]

Konspirasi Syi’ah Ubaidiyyah dan Pasukan Salib

Ketika kerajaan Islam Saljuqi sedang dalam pengintaian pasukan salib, orang-orang Syi’ah Ubaidiyyah yang menamakan diri mereka sebagai Fathimiyyah memanfaatkan keadaan. Ketika pasukan salib sedang mengepung Antakia, mereka mengirim utusan kepada pasukan salib untuk melakukan kerjasama dalam memerangi kerajaan Islam Saljuqi serta membuat perjanjian untuk membagi wilayah selatan (syiria) untuk pasukan salib dan wilayah utara (palestina) untuk mereka. Pasukan salib pun menyambut tawaran itu.

Maka, terjadilah pertempuran antara pasukan salib dan pasukan Saljuqi. Saat terjadi peperangan antara pasukan Saljuqi dengan pasukan salib, orang-orang Syi’ah Ubaidiyyah sibuk untuk memperluas kekuasaan mereka di Pelestina yang saat itu berada di bawah kekuasaan Saljuqi.

Akan tetapi kemudian pasukan salib mengkhianati perjanjian mereka dan merangsek masuk ke wilayah Palestina pada musim semi tahun 492 H dengan kekuatan seribu pasukan berkuda dan lima ribu invanteri saja. Pasukan Ubaidiyyah melawan mereka namun demi tanah dan diri mereka saja, bukan untuk jihad. Hingga satu per satu dari daerah Palestina jatuh ke tangan pasukan salib dan mereka pun membantai kaum muslimin. Mereka membunuhnya di depanMasjid Al Aqsha. Lebih dari tujuh puluh ribu orang tewas dalam peristiwa berdarah itu, termasuk para ulama. [Lihat Tarikh Islam, Mahmud Syakir, vol. 6, hal. 256-257, Tarikh Al Fathimiyyin, hal. 437]

Syi’ah Qaramithah

Al Hafidz Ibnu Katsir dalam (Al Bidayah wa Al Nihayah, vol. 11, hal. 149) menceritakan, di antara peristiwa pada tahun 312 H bulan Muharram, Abu Thahir Al Husain bin Abu Sa’id Al Janabi –semoga Allah melaknatnya- menyerang para jemaah haji yang tengah dalam perjalanan pulang dari baitullah dan telah menunaikan kewajiban haji. Mereka merampok dan membunuh mereka. Korban pun berjatuhan dengan jumlah yang sangat banyak –hanya Allah yang mengetahuinya. Mereka juga menawan para wanita dan anak-anak mereka sekehendaknya dan merampas harta mereka yang mereka inginkan.

Ibnu Katsir juga menceritakan pada tahun 317 H, orang-orang Syi’ah Qaramithah telah mencuri hajar aswad dari baitullah. Dalam tahun itu, rombongan dari Iraq yang dipimpin orang Manshur Ad Daimamy datang ke Makkah dengan damai. Kemudian pada hari tarwiyah, orang-orang Qaramithah menyerang mereka, merampas harta dan membantainya di masjidil haram, di depan Kabah. Para jemaah haji berhamburan. Diantara mereka ada yang berpegangan dengan kain penutup Kabah. Akan tetapi itu tidak bermanfaat bagi mereka. Orang-orang Qaramithah terus membunuhi orang-orang. Setelah selesai, orang-orang Qaramithah membuang para korban di sumur zamzam dan tempat-tempat di masjidil haram.

Qubbah zamzam dihancurkan, pintu kabah dicopot dan kiswahnya dilepaskan kemudian dirobek-robek. Mereka pun mengambil hajar aswad dan membawanya pergi ke negara mereka. Selama dua puluh dua tahun hajar aswad beserta mereka hingga akhirnya mereka kembalikan pada tahun 339 H.

Daulah Shafawiyyah (Cikal Bakal Syi’ah di Iran)

Dahulu, hampir sembilan pulun persen penduduk Iran menganut akidah ahli sunnah bermadzhab Syafi’i. Hingga pada abad ke sepuluh hijriyah tegaklah daulah Shafawiyyah dibawah kepamimpinan Isma’il Ash-Shafawi. Ia pun kemudian mengumumkan bahwa ideologi negera adalah Syi’ah Imamiyyah Itsna Asyriyyah, serta memaksa para warga untuk juga menganutnya.

Ia sangat terkenal sebagai pemimpin yang bengis dan kejam. Ia membunuh para ulama kaum muslimin beserta orang-orang awamnya. Sejarah mencatat, ia telah membunuh sekitar satu juta muslim sunni, merampas harta, menodai kehormatan, memperbudak wanita mereka dan memaksa para khatib ahli sunnah untuk mencela para khalifah rasyidin yang tiga (Abu Bakar, Umar dan Ustman –semoga Allah meridhai mereka) serta untuk mengkultuskan para imam dua belas.

Tidak hanya itu, ia juga memerintahkan untuk membongkar kuburan ulama kaum muslimin dari kalangan ahli sunnah dan membakar tulang belulangnya.

Daulah Shafawiyyah berhasil memperluas kekuasaannya hingga semua penjuru daerah Iran dan wilayah yang ada di dekatnya. Ismail Shafawi berhasil menaklukkan daulah Turkimaniyyah berakidah ahli sunnah di Iran, kemudian Faris, Kirman dan Arbastan serta yang lainnya. Dan setiap peristiwa penaklukan itu, ia membunuh puluhan ribu ahli sunnah. Hingga ia pun berhasil menyerang Bagdad dan menguasainya. Ia pun melakukan perbuatan kejinya kepada ahli sunnah disana. [dinukil dari Tuhfatul Azhar wa Zallaatu al Anhar, Ibnu Syaqdim As-Syi’i via al Masyru’ al Irani al Shafawi al Farisi, hal. 20 -21]

Wallahu ‘alam wa Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Penulis: Ustadz Abu Khalid Resa Gunarsa, Lc (Alumni Universitas Al Azhar Mesir, Da’i di Islamic Center Bathah Riyadh KSA)
Artikel Muslim.Or.Id

Perbedaan Sunni – Syiah Cukup Banyak, Sampai Tataran Konsep Syariah

Orang Sunni yang mengatakan Ahlus Sunnah sama dengan Syiah seharusnya melihat bagaimana Syiah itu menilai tentang Ahlus Sunnah. Kenyataannya, mereka membenci Ahlus Sunnah.

Demikian salah satu pernyataan  KH. Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi pada acara bedah buku “Teologi dan Ajaran Syiah Menurut Referensi Induknya”, Jum’at kemarin (30/01/2015) di Hotel Elmi Surabaya.

“Dalam buku ini kita beberkan Syiah secara ilmiah apa adanya dari syari’ah sampai akidah,” tegas putra pendiri Pesantren Gontor tersebut.

Hamid menilai perbedaan Ahlus Sunnah dengan Syiah cukup banyak. Tidak hanya akidah yang telah jelas itu, tetapi sampai pada tataran konsep-konsep syariahnya berbeda.

“Syiah itu berbeda  dari beberapa sisi. Seperti tentang isu tahrif al-Qur’an, Sahabat Nabi Shallallhu ‘Alaihi Wassalam dan syariat. Mereka misalnya, mengkafirkan semua Sahabat kecuali tiga”, tambahnya.

Dalam keterangannya, Hamid mempertanyakan kampanye Syiah yang mengajak bersatu dengan Ahlus Sunnah.

“Kenapa Syiah sekarang mau menyama-nyamakan dengan Ahlus Sunnah. Sementara di sana (Iran – pen)  mereka justru membeda-bedakan. Jumlah Sinagog Yahudi lebih banyak dengan jumlah masjid Sunni,” kata direktur INSISTS itu.

Bagi Hamid, buku-buku induk Syiah perlu diungkap.

Katanya, semakin banyak ajaran Syiah yang diungkap, masyarakat mulai memahami bahwa teologi Syiah menyimpan kebencian terhadap pengikut Nabi Shallallhu ‘Alaihi Wassalam, yaitu Ahlus Sunnah.

Pernyataan Hamid itu ditegaskan oleh Idrus Ramli dari Aswaja Center PWNU Jawa Timur itu.

“Kita menyampaikan apa adanya tentang Syiah. Bahwa Syiah mengandung bid’ah. Dalam bid’ah Syiah itu ada yang dhalal (sesat) dan ada yang sampai pada kekufuran,” ujar pakarnya.

“Jika kita baca kitab-kitab Syiah, akan ditemukan mengaku sendiri bahwa Tuhan Syiah tidak sama dengan Tuhan yang disembah orang Sunni. Itu seperti dikatakan sendiri oleh Ni’matullah al-Jazairi,” ujar kiai alumni pesantren Sidogiri Pasuruan ini.

Idrus Ramli dalam kesempatan ini banyak menerangkan tentang Ahlul Bait yang sering dijadikan Syiah sarana kampanye.

“Yang membela dan mencintai Ahlul Bait adalah Ahlus Sunnah bukan Syiah. Ahlus Sunnah memasukkan istri nabi sebagai Ahlul Bait, sedangkan Syiah meyakini istri nabi bukan Ahlul Bait. Syiah ini merusak Ahlul Bait,” tambahnya.

Idrus menilai Syiah tidak layak mengaku pengikut Ahlul Bait apalagi pecintanya. Sebab, Syiah sebenarnya tidak punya sanad ke Ahlul Bait.

“Justru sebaliknya, semua imam madzhab dalam Ahlus Sunnah pernah berguru kepada Ahlul Bait. Seperti imam Hanafi, Maliki, Syafi’i belajar ke ulama dari Ahlul Bait Sunni” tegas kiai asal Jember.

Sementara pemateri ketiga disampaikan oleh Henri Shalahuddin, MA. Henri yang juga editor bukut tersebut berpendapat bahwa ajaran Syiah itu banyak yang aneh-aneh dan tidak rasional.

“Memang, kalau baca fatwa-fatwa dan kitab mereka, banyak sekali yang aneh”, ujarnya.

Dalam keterangannya ia menampilkan gambar-gambar dan scan kitab dalam slide yang atraktif.

Dalam bedah buku ini juga dihadiri oleh Dr. Adian Husaini dan Herry Mohammad, redaktur senior Majalah Gatra.

Menanggapi keterangan Henry, menurut Adian, meski banyak ajaran yang aneh tapi yang lebih aneh di Indonesia banyak yang suka keanehan.

Logika mereka juga terlalu rendah untuk didebat.

“Jangan terlalu melayani mereka. Kita perlu bentengi Sunni”, tegas Adian

Karena itu saran Adian, kita tidak hanya sampai membeberkan keanehan-keanehan itu saja namun sudah saatnya harus menyadarkan Syiah.

“Sekarang kita perlu bentuk dai-dai muda yang bisa menyadarkan Syiah. Kita ajari mahasiswa misalnya untuk bisa mensunnikan kembali Syiah,” ujarnya.

Herry Mohammad dalam kesempatan ini mengapresiasi buku yang diterbitkan (Institute for Study of Islamic Thought and Civilization) INSISTS itu.

“Ini satu-satunya buku di Indonesia tentang Syiah yang disajikan secara ensiklopedis dengan bahasa ilmiah,” kata wartawan senior ini.

Kata dia, kita mencari tema-tema pokok Syiah apa saja bisa didapatkan di buku ini.

Secara khusus, buku ini kata Herry diharapkan bisa menjadi rujukan utama memahami Syiah. Terutama untuk para insan media.

“Media-media mainstream tidak banyak yang mengerti Syiah. Kita baca jika ada berita konflik Sunni-Syiah, media mainstream tidak mencari sebab, tapi mereka manampilkan akibanya saja.”

Padahal, baginya, media harus tahu penyebab utama terjadinya gesekan Syiah tersebut.

Bedah buku ini diselenggarakan oleh Institut Pemikiran dan Peradaban Islam (InPAS) Surabaya bekerja sama dengan INSISTS dan MIUMI Jawa Timur.

Buku Teologi dan Ajaran Syiah Menurut Referensi Induknya merupakan kumpulan artikel ilmiah yang ditulis oleh delapan belas penulis. Mengupas seluk-beluk ajaran Syiah dengan merujuk kepada referensi induk mereka.

 

 

sumber: Hidayatullah