Pasca Armina, Jemaah di Minta Lebih Peduli dengan Kesehatannya

Makkah (PHU)—Pasca prosesi Arafah-Muzdalifah-Mina (Armina) yang menguras energi. Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) meminta kepada jemaah haji untuk lebih peduli dengan kesehatannya, karena merasa sudah menunaikan rukun dan wajib hajinya, jemaah terkadang lupa dengan kesehatannya yang membuat jemaah kelelahan karena terlalu bersenang-senang membeli oleh-oleh.

“Pasca Armina jemaah haji kita euforia karena merasa sudah Haji sehingga tidak peduli lagi dengan kesehatannya, mereka bersenang-senang beli oleh-oleh umroh itu membuat para jemaah kelelahan,” kata Kepala KKHI Makkah Nirwan Satria di Makkah. Senin (27/08).

Nirwan mengakui, pasca Armina banyak jemaah yang dirawat karena kelelahan, mereka terbawa suasana ingin membelikan oleh-oleh untuk keluarga di Tanah Air, sehingga lupa akan kesehatannya.

Pihaknya sudah berpesan kepada petugas kloter agar jemaah dapat menjaga kesehatannya untuk persiapan kepulangan ke Tanah Air.

“Kita pesankan kepada teman-teman kita di kloter baik itu ketua kloter mau ketua rombongan bahwa sudahlah setelah kita Haji kita pikirkan pulang ke tanah air,” ujar Nirwan

Menurut Nirwan, sebagian penyebab yang dirawat di sini adalah kebanyakan penyakit paru, gula darah tidak terkontrol, kelainan jantung, yangkesemuanya tercetus awalnya oleh persoalan fisik dan juga suhu yang ekstrem di tanah suci, namun pemicu dasarnya yang utama adalah kelelahan.(mch/ha)

KEMENAG RI

Kenali Titik Krusial Arafah, Muzdalifah, dan Mina

Jamaah calon haji diminta agar mengenali Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna) sebagai titik krusial dalam ibadah haji. Pada fase tersebut segala kemampuan fisik dan mental bisa terkuras.

“Para jamaah harus mengetahui rentetan itu semua sehingga mereka bisa mengukur diri,” kata Jaetul di Makkah, Rabu (15/8).

Dia mengatakan, JCH akan banyak berjalan kaki saat fase Armuzna berkilo-kilometer dengan tantangan cuaca panas dan paparan cahaya matahari. Maka mereka bisa sangat keletihan jika tidak dilakukan perencanaan aktivitas secara terpadu.

Saat fase Mina, dia mencontohkan jamaah setidaknya harus berjalan kaki menempuh jarak 2,5 kilometer bahkan lebih tergantung tempat tinggalnya untuk melakukan amalan melempar batu atau jumrah.

Sebelum itu, kata dia, jamaah harus mulai melakukan perjalanan pada 8 Dzulhijah atau Minggu (19/8), untuk rukun haji wukuf di Arafah. Wukuf berlangsung sehari kemudian hingga sore hari. Meski menggunakan bus tetapi akan ada proses panjang perjalanan yang melelahkan, terutama bagi calhaj yang berusia lanjut dan mereka yang mengalami gangguan kesehatan.

Selama di Arafah, kata dia, jamaah akan tinggal untuk menjalani prosesi wukuf mulai terbitnya matahari pada 9 Dzulhijah (Senin, 20/8) hingga sang surya tenggelam. Kemudian jamaah akan mulai bergerak menuju Muzdalifah untuk mabit hingga pukul 01.00 WAS di hari berikutnya.

Dari Muzdalifah, lanjut dia, JCH akan bergerak menuju tenda di Mina untuk tinggal sementara. Selanjutnya, mereka akan keluar tenda berjalan kaki menuju area jamarat untuk melakukan wajib haji jumrah aqabah kemudian kembali lagi ke tenda Mina.

Menilik tahapan yang panjang dan tergolong melelahkan untuk fase Armuzna di atas, maka tidak mengherankan jika banyak JCH terkendala kebugaran saat tahapan tersebut.

Kepala Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah, Nirwan Satria selalu mengingatkan jamaah untuk tidak terforsir dalam kegiatan yang sifatnya tidak prioritas karena fase Armuzna sangat menguras energi.

“Haji itu wukuf, sebaiknya fokus untuk memulihkan kebugaran dalam fase Armuzna,” katanya.

REPUBLIKA

1.470 Bus Disiapkan untuk Layanan Saat Prosesi Armina

Sebanyak 1.470 bus disiapkan untukn melayani jamaah Indonesia pada saat proses puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina). Seluruh bus ini dikelola di 70 maktab yang masing-masing mengerahkan 21 bus.

Satu bus mengangkut 144 penumpang. Bus berangkat membawa penumpang ke Arafah dan kembali ke pemondokan untuk menjemput jamaah lainnya sebanyak tiga kali. “Pengangkutan jamaah bertahap,” ujar Kepala Bidang Transportasi PPIH Arab Saudi Subhan Cholid, Ahad (12/8).

Setelah wukuf, jamaah akan berangkat menuju Muzdalifah setelah matahari terbenam. Tepatnya pada 9 Dzulhijjah hingga tengah malam. Bus yang akan dialokasikan setiap maktab sebanyak tujuh unit untuk menghindari kemacetan. Jarak antara Arafah ke Muzdalifah hanya empat kilometer.

Dari Muzdalifah, jamaah kemudian dialihkan ke Mina. Angkutan ini dilaksanakan mulai dini hari, pada 10 Dzulhijjah hingga pukul 07.00 pagi. Bus yang dialokasikan sebanyak lima unit per maktab. “Hal ini dilakukan sebagaimana pada rute Arafah ke Muzdalifah. Jarak Muzdalifah ke Mina sekitar dua kilometer,” ujar Subhan.

Selanjutnya adalah pengangkutan jamaah dari Mina ke Makkah dalam dua tahap. Bus ini pertama diperuntukkan bagi jamaah yang mengambil nafar awal pada 12 Dzulhijjah mulai pukul 07.00 sampai dengan 16.00. Bus yang dialokasikan sebanyak 21 unit per maktab sebagaimana rute Makkah-Arafah.

Bagi jamaah yang mengambil nafar kedua, bus akan siap melayani pengangkutan pada 13 Dzulhijjah mulai pukul 07.00 hingga selesai. “Bus yang dialokasikan sebanyak 21 unit per maktab,” ujar Subhan. Dia menambahkan, pihaknya memastikan bus yang mengangkut jamaah Indonesia dalam kondisi layak.

 

REPUBLIKA

Armina Jadi Titik Kritis

MAKKAH — Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi mulai memfokuskan perhatiannya kepada puncak haji yang diperkirakan jatuh pada pekan depan. Pada saat itu seluruh jamaah haji dimobilisasi ke Arafah untuk malaksanakan wukuf.

“Puncak haji adalah Arafah. Setelah itu Muzdalifah, dan Mina. Itulah titik kritis kita,” kata Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifudin di Masjid al-Haram setelah melaksanakan umrah wajib pada Ahad (12/8).

Seluruh perhatian dan tenaga jamaah beserta PPIH akan terkonsentrasi di sana. Pada 8 Dzulhijjah, jamaah digerakkan ke Arafah secara terus-menerus. Mereka menginap di area pertemuan Adam dan Hawa itu setelah terpisah ratusan tahun.

Di sana jamaah berzikir, beribadah, menjaga perilaku dan tutur kata. Hal sama juga mereka lakukan ketika mabit di Muzdalifah pada tanggal itu setelah mentari terbenam. Di sana mereka menetap hingga hari berganti. Pada pukul 01.00 dini hari tanggal 10 Dzulhijjah jamaah digerakkan ke Mina untuk melempar jumrah aqabah.

Di sini jamaah harus berjalan jauh untuk sampai ke area jamarat. Dari tenda ke jamarat mereka harus berjalan minimal dua kilometer. Kemudian kembali lagi ke tenda melalui jalan yang lebih jauh sekitar tiga kilometer. Setelah itu mereka masih diarahkan untuk tawaf ifadah di al-Haram. Praktis mereka akan sangat kelelahan di sini. “Sebagian besar stamina jamaah tersita di sana, konsentrasi seluruh jamaah harus dipusatkan di Arafah dan Mina,” kata Lukman.

Kepala Satuan Operasi Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina) Jaetul Muchlis mengatakan, tenda di masing-masing titik tadi terbatas. Namun, Muassasah dan Maktab mengupayakan untuk mengurangi tenda petugas. Fasilitas yang ada akan diprioritaskan untuk jamaah.

Fasilitas tenda di Arafah sudah permanen. Di sana lokasi tenda jamaah sudah dibagi per maktab sesuai arahan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi. Namun, pihaknya menekankan, tenda Indonesia harus dikhususkan untuk jamaah kuota. Sedangkan tenda jamaah non-kuota atau furoda harus disendirikan. “Jadi ini harus sesuai kontrak. Jangan sampai ada jamaah furoda masuk ke penginapan kita. Itu kita minta betul ke muassasah. Karena tempatnya terbatas,” katanya.

Sedangkan di Mina, tenda yang ada akan dimaksimalkan untuk kenyamanan jamaah. “Kita buat home base di tenda-tenda Mina terutama yang ditinggalkan jamaah yang kembali ke hotel. Kita optimalkan tempat itu buat pergerakan petugas,” kata Jaetul.

Pihaknya mengimbau petugas haji untuk sigap dalam bergerak pada saat Armina. Pada tanggal 7 Dzulhijjah pukul 19.00 waktu setempat, tim Armina sudah meluncur. Mereka mengecek kesiapan akhir akomodasi di Arafah.

Tim Daerah Kerja (Daker) Bandara yang biasa mobile akan lebih dulu tiba di Arafah. Sebagian petugas Daker Makkah juga dilibatkan di sana. Mereka akan menjemput jamaah.

Tim Katering juga sudah mulai berpindah ke sana menyiapkan dapur semipermanen dan produksi makanan untuk jamaah. Produksi makanan akan disesuaikan dengan waktu kedatangan jamaah yang mulai tiba di Arafah pada tanggal 8 Dzulhijjah pagi.

Jaetul menekankan pergerakan petugas yang harus cepat, sehingga pelayanan jamaah tidak terganggu. “Jangan sampai ada yang lamban apalagi berhenti. Prinsipnya mereka harus tiba lebih dulu dari jamaah,” ujarnya.

REPUBLIKA

Ini 3 Potensi Kerawanan Selama Puncak Haji di Armina

Tim kesehatan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi mengidentifikasi tiga potensi kerawanan di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armina) seusai melakukan survei lokasi.

“Kami mengunjungi Armina untuk melakukan survei dan melihat beberapa hal yang perlu dikonfirmasi dengan pemerintah Arab Saudi,” ungkap Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Mekkah, Selasa.

Ketiga potensi kerawanan tersebut adalah pertama nyamuk yang banyak terdapat di Padang Arafah. “Kami sudah sampaikan dan pemerintah Arab Saudi berjanji akan melakukan fogging (pengasapan)” katanya.

Mengingat penyebaran virus zika maka tim kesehatan juga mewaspadai penyebaran virus tersebut mengingat prosesi haji melibatkan jamaah dari seluruh dunia.

Kedua adalah posisi toilet di Mina yang terletak lebih tinggi dari tenda jamaah sehingga akan menyulitkan jamaah Indonesia yang sebagian besar berusia lanjut.

Ketiga, kata dia, adalah penggunaan escalator atau tangga berjalan di Terowongan Muaishim yang menuju Jamarat atau lokasi melontar jumrah. “Itu perlu diwaspadai karena ada jamaah kita yang kemarin patah tulang gara-gara escalator,” katanya.

Sementara itu Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan Muchtaruddin Mansyur menjelaskan tim kesehatan siap untuk memberikan layanan optimal di Armina dengan menurunkan tim promosi dan prevensi serta tim gerak cepat selain petugas kesehatan yang berada di pos kesehatan.

Masing-masing tim beranggotakan 40 tenaga kesehatan dan enam tenaga pendukung. “Kita tidak hanya memberikan layanan kesehatan tapi juga penyuluhan agar jamaah memahami tahapan-tahapan ibadah dan segala faktor resikonya,” katanya.

Menurut dia, tim promosi dan prevensi telah melakukan tugasnya jauh sebelum puncak ibadah haji di Armina. Tim ini bertanggung jawab menyampaikan potensi kerawanan baik suhu, lingkungan maupun kesehatan.

 

 

sumber: Republika Online

Bersiaplah untuk Armina

Makkah (Pinmas) —- Jamaah haji asal Indonesia yang sudah berada di Makkah, Arab Saudi, harus mulai bersiap untuk rangkaian ibadah haji d Arafah, Mudzalifah, dan Mina (Armina) dua pekan mendatang. Jamaah diimbau menjaga kesehatan dengan tidak memaksakan diri ke Masjidil Haram atau melakukan umrah berkali-kali.

Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan dr Fidiansjah mengingatkan jamaah untuk menjaga kesehatan dengan memilih ibadah-ibadah yang termasuk rukun dan wajib haji. “Jangan terforsir dengan ibadah-ibadah sunnah yang akan meletihkan jamaah itu sendiri,” katanya, di Pemondokan Nomor 201, Sektor 2, Mahbas Jin, Makkah, Selasa (08/09).

Rukun haji adalah perbuatan-perbuatan yang wajib dilakukan dalam berhaji. Rukun haji tersebut, yaitu, ihram, wukuf di Arafah, tawaf ifadah, sa’i, mencukur rambut, dan tertib. Rukun haji harus dilakukan secara berurutan dan menyeluruh. Jika salah satu ditinggalkan maka hajinya tidak sah.

Sedangkan wajib haji, yaitu memulai ihram dari miqat, yaitu batas waktu dan tempat yang ditentukan untuk melakukan ibadah haji dan umrah. Lalu, melontar jumrah, mabit atau menginap di Mudzdalifah, dan mabit di Mina, dan tawaf wada’ atau tawaf perpisahan. Jika salah satu dari wajib haji ini ditinggalkan maka hajinya tetap sah, namun harus membayar dam (denda).

Kepala Seksi Bimbingan Ibadah dan Pengawasan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Tawwabuddin mengatakan, jamaah dapat mempersiapkan diri menjelang Arafah dengan berbagai cara. Pertama, jamaah jangan memaksakan diri melakukan umrah berkali-kali karena dapat membuat tubuh letih. Kedua, jamaah dapat melaksanakan shalat di mushala yang ada di hotel. “Karena fisik kita harus dipersiapkan untuk Arafah,” ujar dia.

Pelaksana Bimbingan Ibadah Daker Makkah Profesor Aswadi mengatakan, jamaah perlu mengingat bahwa mereka berada di Makkah yang merupakan tanah haram. Selama di tanah suci, menunaikan shalat di mushala hotel tidak mengurangi kemuliaan atau fadilah beribadah. “Walaupun di tempat masjid dan hotel dan sebagainya ini masih bersinergi dengan masjidil haram. Karena, ini di tanah haram,” ujar dia.

Tanah Suci memang memberikan kesempatan bagi jamaah untuk memaksimalkan perilaku dan nilai ibadah. Namun, Aswadi mengatakan, upaya mengoptimalkan ibadah harus dibarengi dengan usaha menjaga kesehatan. Dia pun mengingatkan jamaah memiliki kewajiban memelihara jiwa sekaligus menyehatkan akal dan fisik sehingga ruh ibadah bisa tercapai.

Dia juga mengajak jamaah untuk memanfaatkan waktu di tanah suci untuk membesarkan kuasa Allah Swt lewat dzikir, tasbih, dan takbir. “Di mana pun, kapan pun, kita hanya melihat kebesaran dan keagungan Allah Swt,” ujar Guru Besar Ilmu Quran dan Tafsir UIN Sunan Ampel, Surabaya, ini. (ratna/mch/mkd)

 

sumber: Portal Kemenag