Asmaul Husna

Al-asmaa-al-husna atau asmaul husna adalah nama-nama Allah yang baik,  para ulama menetapkan jumlah-nya 99 buah

ASMAUL HUSNA adalahnama-nama yang dikenakan kepada Allah ﷻ secara langsung atau tidak langsung dalam Al-Quran dan Al-Hadits.

Asmaul Husnaa artinya nama-nama terbaik atau terindah. الأسماء/ Asmaa– artinya nama/ penyebutan. Dan الحسنى/ Al-Husnaa artinya baik atau indah. Jadi asmaul husna adalah nama, gelar, pujian, pemuliaan atribut kesempurnaan dan keagungan Allah.

Penyebutan atau penulisan yang lebih tepat adalah الأسماء الحسنى/ Al-asmaa- al-husnaa atau أسماء الله الحسنى/ Asmaa Allah al-Husnaa. Syeikh Wahbah Az-Zuhayli dalam Tafsir Al-Munir menjelaskan, Al-Asmaa merupakan bentuk jamak dari ism (اسم), yaitu sesuatu yang menunjukkan pada sebuah dzat.

Atau setiap lafal yang dibentuk untuk menunjukkan sebuah makna jika ia tidak bersifat musytaq (pecahan dari kalimat lain). Kalau bersifat musytaq, ia adalah sifat.

Al-Husna merupakan bentuk muannats dari al-ahsan (الأحسن). Artinya, yang terbaik. Dengan demikian, al asmaa- al-husna adalah nama-nama Allah yang baik.

Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia (terbitan IAIN Syarif Hidayatullah) disebutkan bahwa para ulama menetapkan jumlah Al Asmaa- Al-Husna ada 99 buah. Penetapan itu mereka dasarkan pada sebuah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.

Sebagian besar dari 99 nama itu adalah nama-nama yang dikenakan kepada Allah secara langsung dalam Al-Quran dan Al-Hadits. Sebagian lagi dirumuskan dari ‘perbuatan’ Allah yang diuraikan dalam Al-Quran. Jadi al asmaa- al-husna memberikan gambaran tentang banyak aspek kesempurnaan hakikat sifat dan perbuatan Allah.

Dalam Tafsir Al-Azhar, Buya Hamka menjelaskan, “Nama adalah perkataan yang menunjukkan sesuatu dzat atau menunjukkan dzat dan sifat. Allah mempunyai nama-nama dan semua nama itu adalah nama yang baik. Serulah Dia dengan nama-namaNya yang semuanya baik itu.”

Ibnu Katsir menjelaskan, Al Asmaaul Husnaa tidak hanya terbatas 99 nama. Dari Abdullah Ibnu Mas’ud ra, dari Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Tidak sekali-kali seseorang tertimpa kesusahan, tidak pula kese­dihan, lalu ia mengucapkan doa berikut”:

“مَا أَصَابَ أَحَدًا قَطُّ هَمٌّ وَلَا حُزْنٌ فَقَالَ: اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ، ابْنُ عَبْدِكِ، ابْنُ أَمَتِكِ، نَاصِيَتِي بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَعْلَمْتَهُ أَحَدًا مَنْ خَلْقِكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي، وَنُورَ صَدْرِي، وَجِلَاءَ حُزْنِي، وَذَهَابَ هَمِّي، إِلَّا أَذْهَبَ اللَّهُ هَمَّهُ وَحُزْنَهُ وَأَبْدَلَهُ مَكَانَهُ فَرَحًا”. فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَلَا نَتَعَلَّمُهَا؟ فَقَالَ: “بَلَى، يَنْبَغِي لِكُلٍّ مِنْ سَمِعَهَا أَنْ يَتَعَلَّمَهَا”.

Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hambamu, anak hamba, dan amat (hamba perempuan)-Mu, ubun-ubun (roh)ku berada di dalam genggaman kekuasaan-Mu, aku berada di dalam keputusan-Mu, keadilan belakalah yang Engkau tetapkan atas diriku. Aku memohonkan kepada Engkau dengan menyebut semua nama yang menjadi milik-Mu, yang Engkau namakan dengannya diri-Mu, atau yang Engkau turunkan di dalam kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu, atau Engkau menyimpannya di dalam ilmu gaib di sisi-Mu, jadikanlah Al-Qur’an yang agung sebagai penghibur kalbuku,-cahaya dadaku, pelenyap dukaku, dan penghapus kesusahanku,” melainkan Allah menghapuskan darinya kesedihan dan kesusahannya, dan menggantikannya dengan kegembiraan. Ketika ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami boleh mempelajarinya?” Rasulullah ﷺ menjawab: Benar, dianjurkan bagi setiap orang yang mendengarnya (asmaul husna) mempelajarinya.”

Nama Allah

Allah ﷻ sendiri yang menamakan diri-Nya dan itu termaktub dalam kitab-kitab-Nya atau melalui lisan RosulNya.  Allah ﷻ memuji diriNya sendiri dalam القرآن yang Mulia.

ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ لَهُ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ

“Dialah Allah, tidak ada ilaah (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ/ Al Asmaa Al-Husna (nama-nama yang baik).” (QS:Thoha: 8)

Dalam القرآن/ Al-Quran istilah Asmaul Husnaa disebut empat kali. Yaitu dalam

وَلِلَّهِ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ فَٱدْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا۟ ٱلَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِىٓ أَسْمَٰٓئِهِۦ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

“Hanya milik Allah  ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ/ Al Asmaa Al Husnaa, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaa Al-Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS: Al-A’raf : 180)

قُلِ ٱدْعُوا۟ ٱللَّهَ أَوِ ٱدْعُوا۟ ٱلرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَّا تَدْعُوا۟ فَلَهُ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَٱبْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا

“Katakanlah: ‘Serulah Allah atau serulah ٱلرَّحْمَٰنَ/ Ar-Rohmaan.” (QS: Al-Isra’:110)

Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al Asmaa Al Husnaa. Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam sholatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu’.

هُوَ ٱللَّهُ ٱلْخَٰلِقُ ٱلْبَارِئُ ٱلْمُصَوِّرُ ۖ لَهُ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ يُسَبِّحُ لَهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ

“Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Al Asmaa Al Husnaa. Bertasbih kepada-Nya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS: Al-Hasyr : 24)

اَللّٰهُ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ‌ؕ لَـهُ الۡاَسۡمَآءُ الۡحُسۡنٰى

“(Dialah) Allah, tidak ada tuhan selain Dia, yang mempunyai nama-nama yang terbaik.” (QS: Thoha: 8).

Asmaul Husna dalam hadits

إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا ، مِائَةً إِلا وَاحِدَةً ، مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Sesunguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu, siapa yang menjaganya maka dia masuk surga.” (HR. Bukhorii, no.2736, Muslim, no.2677 dan Ahmad, no.7493).

Keterangan Syekh Abdul Aziz bin Baz mengenai makna hadits:

Makna dari ‘menjaga’ adalah dengan menghafalnya, merenungkan maknanya, dan mengamalkan kandungan maknanya… mengingat adanya kebaikan yang banyak dan ilmu yang bermanfaat dalam mengamalkan kandungan makna asmaul husna tersebut. Karena mengamalkannya merupakan sebab kebaikan bagi hati, kesempurnaan takut kepada Allah ﷻ dan menunaikan hak-Nya.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «لِلَّهِ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ اسْمًا، مَنْ حَفِظَهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَإِنَّ اللهَ وِتْرٌ، يُحِبُّ الْوِتْرَ»

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda: “Allah memiliki 99 nama, siapa yang menjaganya akan masuk surga. Allah itu ganjil (esa), dan menyukai bilangan yang ganjil.” (HR: Al-Bukhari dan Muslim)

Rasulullah ﷺ bersabda yang artinya, “Allah ﷻ memiliki sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Dan dia yang menghafal semuanya dengan iman akan masuk surga.” Menghitung sesuatu berarti mengetahuinya dengan keimanan penuh.

Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Mas’ud, beberapa nama Allah ﷻ disembunyikan dari manusia.  Ibnul Qoyim mengatakan dalam Syifa-ul Alil Hal. 472, Sabda Nabi ﷺ:

“Sesunguhnya Allah memiliki 99 nama” tidaklah meniadakan bahwa Allah memiliki nama-nama yang lain. Sebagaimana ada orang mengatakan, “Fulan memiliki 100 budak untuk dijual dan 100 budak untuk pasukan perang.” Pendapat ini adalah pendapat mayoritas ulama. Tidak sebagaimana pendapat Ibnu Hazm, yang beranggapan bahwa nama-nama Allah hanya terbatas 99 saja. (Al-Qowaydul Mutsla, Hal. 13 – 14).

Lebih dari 1.000 nama Allah tercantum dalam doa جَوْشَنُ ٱلْكَبِير/ Jawsyan Al Kabiir. Dalam tasawuf dikenal istilah yang menyatakan bahwa 99 nama Allah menunjuk ke الاسْمُ لْأَعْظَم/ Al Ismu Al ‘Azhom – Nama Yang Maha Agung dan Tertinggi.

Nama Allah tidak terbatas dengan bilangan tertentu

Berdasarkan sabda Nabi ﷺ:

أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ

“Aku meminta kepada-Mu dengan perantara semua nama-Mu, yang Engkau gunakan untuk menamakan diri-Mu, atau yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang diantara makhluk-Mu, atau yang Engkau simpan dalam sebagai rahasia di sisi-Mu.” (HR. Ahmad, Ibn Hibban, dan dishohihkan Syua’aib Al-Arnauth).

Ibn ‘Arobi (26 Juli 1165 – 16 November 1240) tidak menafsirkan nama-nama Allah sebagai sebutan belaka. Tetapi sebagai atribut aktual yang memisahkan alam semesta, baik dalam bentuk yang diciptakan maupun yang mungkin.

Dengan nama nama ini, sifat-sifat ilahi diungkapkan agar manusia, yang potensi ilahinya tersembunyi, dapat belajar menjadi cerminan dari nama-nama tersebut. Namun, refleksi seperti itu terbatas; atribut ilahi tidak sama dengan esensi ilahi dari nama-nama.

Nama Allah yang digunakan manusia

Orang Arab sejak dulu terbiasa menggunakan nama Allah sebagai nama mereka. Tetapi nama Allah ditambahkan di depannya dengan (kata) عَبْدُ/ ‘Abdul.

Biasanya nama ini untuk laki-laki. Pencantuman kata ‘Abdul ini untuk menghormati kesucian nama-nama Allah. Sedangkan manusia adalah makhluk yang terbatas dan hina.

Dua bagian nama yang diawali dengan ‘Abdul dapat ditulis secara terpisah (seperti pada contoh sebelumnya) atau digabungkan menjadi satu dalam bentuk transliterasi. Dalam kasus seperti itu, vokal yang ditranskripsikan setelah ‘Abdu sering ditulis sebagai u ketika dua kata ditranskripsi menjadi satu: misalnya, عَبْدُ لْرَّحْمَان/ ‘Abdur Rohmaan, ‘Abdul Aziz, Abdul ‘Jabbar atau bahkan ‘Abdullah (عَبْدُ ٱللّٰه: ‘Hamba Allah’).

Quran ayat 3:26 dikutip sebagai bukti terhadap keabsahan penggunaan nama-nama Ilahi untuk orang, dengan contoh Mālik ul-Mulk (مَـٰلِكُ لْمُلْكُ: ‘Penguasa’ atau ‘Pemilik semua Kedaulatan’):

قُلِ ٱللَّهُمَّ مَٰلِكَ ٱلْمُلْكِ تُؤْتِى ٱلْمُلْكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُ ٱلْمُلْكَ مِمَّن تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَآءُ ۖ بِيَدِكَ ٱلْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

“Katakanlah: “Wahai Allah Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS: Ali Imran: 26)

Keutamaan Asmaul Husnaa

Secara umum, Asmaul Husnaa memiliki banyak keutamaan yang luar biasa. Mulai dari terkabulnya doa yang menggunakan Asmaul Husnaa hingga pahala surga bagi yang mengamalkannya.

1. Terkabulnya doa

Syeikh Wahbah Az Zuhayli dalam kitab Fiqih Islam wa Adillatuhu menjelaskan seorang hamba mesti berdoa kepada Allah dengan nama-nama-Nya dan tidak boleh menyeru Allah kecuali dengan nama-nama-Nya yang baik.  Berdoa dengan menyebut Asmaul Husnaa baik secara keseluruhan atau sesuai dengan konteks doanya, Allah akan mengabulkan doa tersebut.

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا

“Hanya milik Allah Asmaul Husnaa, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husnaa itu…” (QS: Al-A’raf: 180)

2. Sunnah mempelajarinya

Dalam Tafsir Al-Qur-anil Azhim, Ibnu Katsir mengetengahkan hadits tentang doa dengan Asmaul Husnaa. Lalu seorang sahabat bertanya: “Wahai Rosulullah, apakah kami boleh mempelajarinya?”

Rosulullah ﷺ lantas bersabda:

بَلَى يَنْبَغِى لِمَنْ سَمِعَهَا أَنْ يَتَعَلَّمَهَا

Benar, dianjurkan bagi setiap orang yang mendengarnya (asmaul husna) mempelajarinya. (HR. Ahmad)

3. Masuk surga

Siapa yang menghafal dan merenungi 99 Asmaul Husnaa, ia akan masuk surga.

Sebagaimana sabda Rosulullah ﷺ:

إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمَا مِائَةً إِلاَّ وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu. Siapa yang menghafalnya ia akan masuk surga.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Syaikh Wahbah Az Zuhaili kemudian menjelaskan, pengertian ah-shoohaa (أحصاها) adalah menghitung, menghafal dan merenungi maknanya.*/ Haryono dari berbagai sumber

HIDAYATULLAH

Menghafal 99 Nama Allah Akan Masuk Surga

ADA hadis sahih yang berbunyi, “Sesungguhnya Allah itu memiliki 99 nama, barangsiapa yang menghafal nama-nama tersebut maka dia akan masuk surga.”

Kata para ulama yang dituntut dari kita itu (satu) menghafal, tapi ini tidak cukup sebenarnya kata para ulama. Ada kata-kata ahshoha di situ, barang siapa yang ahsho sebagian ulama seperti Imam Bukhori beliau di sini mengatakan ahsho maksudnya adalah menghafal.

Ulama yang lain mengatakan tidak cukup hanya menghafal tapi dia perlu menghafal kemudian juga berusaha untuk mengamalkannya. Contohnya dengan bertawassul. Sambil ditambah dengan memahami, memahami isi dari Asmaul Husna tersebut.

Ditambah lagi yang lebih sempurna adalah mengaplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana Asmaul Husna diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari? Maksudnya adalah ketika kita mengetahui bahwasanya Allah Ta’ala itu memiliki nama Assami (Maha Mendengar).

Kalau kita mengetahui, memahami bahwasanya Allah Maha Mendengar aplikasinya adalah apa? Jika berbicara, berbicaralah yang baik-baik walaupun berbicaranya jeleknya itu lirih tapi jangan berbicara jelek karena walaupun lirih Allah Maha Mendengar.

Contoh:

Yang lain Allah memiliki nama Al-Bashir (yang Maha Melihat), kalau Allah Maha Melihat di mana pun kita berada maka jangan berbuat maksiat walaupun di dalam kamar mandi.

Pernah ada seorang ustaz, ada seorang preman yang dia tobat dari kepremanannya tapi dia belum bisa meninggalkan satu penyakit yang satu yaitu merokok, akhirnya suatu saat karena saking kebeletnya merokok dia minta izin sama ustaznya.

Ustaz saya minta izin merokok, kata ustaznya boleh-boleh ndak papa tapi ngerokoknya di tempat yang nggak di lihat sama Allah yah? Akhirnya dia cari di mana? Di kamar mandi, dia pikir kalau di kamar mandi tidak di lihat oleh Allah, padahal Allah punya nama Al-Bashir (yang Maha Melihat).

Jadi apakah hanya dengan membaca Asmaul Husna bisa masuk surga? Kalau hanya membaca saja tidak, tapi perlu apa? Perlu menghafal, kemudian dipahami, yang lebih tinggi yang lebih sulit yaitu adalah mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. [Ustaz Abdullah Zaen, M.A.]

INILAH MOZAIK

Mengenal Nama Allah “Al-Awwal”, “Al-Akhir”, “Azh-Zhahir” dan “Al-Bathin”

Allah Ta’ala berfirman mengenalkan diri-Nya dalam Al-Qur’an,

هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Dialah Al-Awwal dan Al-Akhir, Azh-Zhahir dan Al-Bathin. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Hadid [57]: 3)

Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala menyebutkan empat nama, yaitu Al-Awwal, Al-Akhir, Azh-Zhahir, dan Al-Bathin. Semua nama ini mengandung makna (sifat) yang berdekatan, yaitu tentang ilmu Allah Ta’ala yang berkaitan dengan waktu (zaman) dan tempat. Ilmu Allah Ta’ala meliputi segala sesuatu, baik yang terdahulu maupun di masa yang akan datang. Begitu pula, ilmu Allah Ta’ala meliputi seluruh tempat. 

Ayat di atas telah ditafsirkan secara langsung oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,

اللهُمَّ أَنْتَ الْأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُونَكَ شَيْءٌ

“Ya Allah, Engkaulah Al-Awwal, tidak ada sesuatu pun yang mendahului-Mu. Ya Allah, Engkaulah Al-Akhir, tidak ada sesuatu setelah-Mu. Ya Allah, Engkaulah Azh-Zhahir, tidak ada satu pun yang di atas-Mu. Ya Allah, Engkaulah Al-Bathin, tidak ada yang samar (tersembunyi) dari-Mu.” (HR. Muslim no. 2713)

Nama Allah “Al-Awwal”

Nama Allah “Al-Awwal” ditafsirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan “Tidak ada sesuatu pun yang mendahului-Mu”. Hal ini menunjukkan bahwa Allah Ta’ala adalah Dzat yang paling awal (pertama) secara mutlak, tidak ada satu pun yang lebih dulu ada daripada Allah Ta’ala. Bukan Dzat yang awal namun relatif, maksudnya adalah Dzat yang awal dilihat dari sesuatu yang datang setelahnya, tapi ada sesuatu yang mendahului sebelumnya. Ini adalah “awal” yang sifatnya relatif. Akan tetapi, Allah adalah Dzat yang awal secara mutlak, tidak ada sesuatu pun yang mendahului Allah Ta’ala.

Nama Allah “Al-Akhir”

Nama Allah “Al-Akhir” ditafsirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan “Tidak ada sesuatu setelah-Mu”. Hal ini tidaklah menunjukkan bahwa Allah Ta’ala akan memiliki titik akhir. Karena Allah Ta’ala adalah Dzat yang kekal (abadi). Memang terdapat sebagian makhluk yang juga bersifat kekal (abadi), seperti surga dan neraka. Akan tetapi, kekekalan makhluk tersebut adalah karena dikehendaki oleh Allah Ta’ala, bukan berdiri sendiri. 

Nama Allah “Azh-Zhahir”

Nama Allah “Azh-Zhahir” berasal dari kata “azh-zhuhuur” yang juga bermakna “al-‘uluww” (tinggi di atas). Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkannya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.” (QS. At-Taubah [9]: 33)

Maksud “dimenangkan” dalam ayat tersebut adalah ditinggikan dari seluruh agama yang lain.

Nama Allah “Azh-Zhahir” ditafsirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan “tidak ada sesuatu pun yang di atas-Mu”, karena Allah Maha tinggi atas segala sesuatu. 

Nama Allah “Al-Baathin”

Adapun nama Allah “Al-Baathin” ditafsirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan “tidak ada sesuatu pun yang samar (tersembunyi) dari-Mu”. Ini adalah ungkapan bahwa ilmu Allah meliputi segala sesuatu, tidak ada satu pun yang tersembunyi dari Allah Ta’ala. Meskipun Dzat Allah Ta’ala itu tinggi di atas, namun Allah dekat dengan para hamba-Nya dengan ilmu-Nya.

Ayat dalam surat Al-Hadid di atas menunjukkan empat nama Allah Ta’ala, yaitu Al-Awwal, Al-Akhir, Azh-Zhahir, dan Al-Baathin. Keseluruhan sifat tersebut menunjukkan bahwa ilmu Allah Ta’ala meliputi segala sesuatu, baik dari sisi zaman (waktu) dan tempat. 

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

“Empat nama Allah Ta’ala ini memiliki sifat yang berdekatan. Dua nama menunjukkan bahwa Allah Ta’ala adalah Dzat yang azali (dahulu tanpa awal) dan abadi (kekal). Dan dua nama yang lain menunjukkan bahwa Allah Ta’ala adalah Dzat yang Maha tinggi, namun dekat dengan makhluk-Nya. Permulaan Allah Ta’ala mendahului permulaan segala sesuatu. Keabadian Allah Ta’ala akan terus ada setelah segala sesuatu selain Allah itu berakhir (hancur). Maka permulaan Allah Ta’ala itu mendahului segala sesuatu, dan keabadian Allah Ta’ala itu akan terus ada setelah segala sesuatu. 

Adapun yang dimaksud dengan zhaahir adalah tinggi di atas segala sesuatu. Karena makna zhuhuur menunjukkan al-‘uluww (tinggi di atas). Sebagaimana ungkapan bahasa Arab,

ظاهر الشيء

maknanya adalah bagian yang paling atas dari sesuatu.

Sedangkan al-baathin mengandung makna ilmu Allah yang mencakup segala sesuatu. Artinya, ilmu Allah itu sangat dekat dengan makhluk dibandingkan dengan diri makhluk itu sendiri. Maka ini adalah kedekatan dari sisi ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu.” (Ash-Shawaaiq Al-Mursalah, hal. 412) [1] [2]

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/57187-mengenal-nama-allah-al-awwal-al-akhir-azh-zhahir-dan-al-bathin.html

Adakah Khasiat Khusus Mengamalkan Asmaul Husna?

TANYA: Saya ingin bertanya perihal status seseorang dalam media sosial facebook-nya yang menjelaskan bahwa membaca As Salaam (Yang memberi keselamatan) sebanyak 136 kali, maka insyaAllah penyakit yang ada dalam tubuhnya akan sembuh. Begitu juga dengan bacaan asmaul husna lainnya.

Lantas apakah betul ada dalilnya untuk mengamalkan amalan tersebut? Bolehkah saya mengutip penjelasan ustadz di facebook saya itu untuk menyampaikanya ke teman saya?

JAWAB:

Seorang muslim tidak boleh menetapkan sesuatu amalan dan fadhilah (keutamaan) kecuali dengan dalil yang shahih dan pemahaman yang benar.

Dan pendapat yang mengatakan bahwa setiap nama dari Asmaul Husna memiliki keutamaan khusus adalah pendapat yang tidak ada dalilnya dan termasuk mengada-ada di dalam agama. Demikian pula mengulang-ulang sebuah nama diantara Asmaul Husna juga tidak ada dalilnya.

Syeikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafidzahullahu berkata ketika menyebutkan beberapa kesalahan yang terjadi dalam pengamalan asmaul husna:

“Diantara (kesalahan-kesalahan tersebut) selebaran yang dibagikan akhir-akhir ini diantara orang awam dan orang-orang yang tidak tahu, penulisnya menyangka bahwa setiap nama diantara nama-nama Allah yang husna keutamaan penyembuhan untuk penyakit tertentu, ada nama khusus untuk penyakit-penyakit mata, ada nama khusus untuk penyakit-penyakit telinga, ada nama khusus untuk penyakit-penyakit tulang, ada nama khusus untuk penyakit-penyakit kepala, dan seterusnya, dengan menentukan untuk setiap penyakit beberapa nama-nama Allah.”

“Ini semua adalah kebathilan yang Allah tidak menurunkan dalil tentangnya, tidak berdasarkan hujjah dan keterangan yang jelas, bahkan yang ada di dalam dzikir-dzikir yang disyariatkan dan ruqyah-ruqyah yang ada dalilnya adalah kalimat yang sempurna, dan tidak ada mengulang-ulang nama, sebagaimana dalam selebaran tersebut.”

Penulis status tersebut dengan amalan ini telah melanggar 2 perkara:

Pertama: Memasukkan manusia di dalam amalan baru yang tidak disyariatkan ini

Kedua: Memalingkan manusia dari dzikir-dzikir dan ruqyah-ruqyah yang disyari’atkan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. (Fiqh Al-Asmaul Husna hal: 66-67).

Cara yang benar adalah berdoa kepada Allah dengan Asmaul Husna dan berdoa dengan nama Allah yang sesuai dengan keadaannya. Allah ta’ala berfirman:

“Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. 7:180)

Misalnya:

Ya Syafi, isyfini (Wahai Yang Maha Penyembuh, sembuhkanlah aku)

Ya Rahman, irhamni (Wahai Yang Maha Penyayang, sayangilah aku)

Ya Razzaq, urzuqni (Wahai Yang Maha Pemberi rezeki, berilah aku rezeki)

Kemudian hendaknya mengambil sebab untuk mewujudkan apa yang dia minta seperti bekerja, berobat dll, dan menyerahkan hasilnya kepada Allah semata.

Wallahu a’lam. []

Sumber: konsultasisyariah.com

ISLAMPOS





Mengenal Nama Allah “As-Samii’”

Dalil-dalil yang menunjukkan nama Allah As-Samii’

Allah Ta’ala berfirman,

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah As-Samii’ (Dzat yang Maha mendengar) dan Al-Bashiir (Dzat yang Maha melihat).” (QS. Asy-Syura [42]: 11)

Demikian pula Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan dasar-dasar baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami). Sesungguhnya Engkaulah As-Samii’ (Dzat yang Maha mendengar) dan Al-‘Aliim (Dzat yang Maha Mengetahui).” (QS. Al-Baqarah [2]: 127)

Juga firman Allah Ta’ala,

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia adalah As-Samii’ (Dzat yang Maha mendengar) dan Al-’Aliim (Dzat yang Maha mengetahui).” (QS. Fushilat [41]: 36) 

Dan ayat-ayat Al-Qur’an lainnya yang sangat banyak sebagai dalil ditetapkannya nama Allah As-Samii’.

Kita pun mendapati dalil dari As-Sunnah, misalnya salah satu doa ta’awudz yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 

أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ، وَنَفْخِهِ، وَنَفْثِهِ

“Aku berlindung kepada Allah, As-Samii’ (Dzat yang Maha mendengar), dan Al-‘Aliim (Dzat yang Maha mengetahui) dari setan yang terkutuk, dari gangguannya, dari tiupannya dan dari semburannya.” (HR. Abu Dawud no. 775, At-Tirmidzi no. 242, dan Ahmad 18: 51, shahih)

Makna As-Samii’

Nama Allah Ta’ala As-Samii’ memiliki dua makna,

Pertama, mendengar dalam arti merespon (mengabulkan) permohonan hamba-hamba-Nya yang berdoa kepada-Nya. 

Makna ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاءِ

“Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua-(ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha mendengar (mengabulkan) doa.” (QS. Ibrahim [14]: 39)

Ke dua, mendengar dalam arti menangkap suara. Makna ke dua ini memiliki beberapa makna turunan. Turunan pertama adalah menunjukkan bahwa tidak ada satu suara pun kecuali pasti didengar oleh Allah Ta’ala. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,

قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ

“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (QS. Al-Mujadilah [58]: 1) 

Ayat ini menunjukkan kesempurnaan sifat mendengar Allah Ta’ala. Oleh karena itu, ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَسِعَ سَمْعُهُ الْأَصْوَاتَ

“Segala puji bagi Allah yang pendengarannya meliputi semua suara.” (HR. Ahmad 40: 228)

Turunan ke dua adalah mendengar dalam arti memberikan pertolongan, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى

“Allah berfirman, “Janganlah kamu berdua khawatir. Sesungguhnya Aku beserta kamu berdua. Aku mendengar dan melihat.” (QS. Thaaha [20]: 46)

Turunan ke tiga adalah mendengar dalam arti memberikan ancaman dan peringatan, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

أَمْ يَحْسَبُونَ أَنَّا لَا نَسْمَعُ سِرَّهُمْ وَنَجْوَاهُمْ بَلَى وَرُسُلُنَا لَدَيْهِمْ يَكْتُبُونَ

“Apakah mereka mengira, bahwa kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) kami selalu mencatat di sisi mereka.” (QS. Az-Zukhruf [43]: 80)

Demikianlah pembahasan ini, semoga bermanfaat agar kita semakin mengenal Allah Ta’ala. Juga agar kita semakin takut kepada Allah Ta’ala karena Dia mendengar semua perkataan yang kita ucapkan.

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Syarh Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, hal. 134-135 (cetakan ke empat tahun 1427, penerbit Daar Ibnul Jauzi KSA).

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/55004-mengenal-nama-allah-as-samii.html

Al-Aziz, Allah yang Mahaperkasa

“DIA-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Mahasejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Mahasuci, Allah dari apa yang mereka persekutukan” (QS. al-Hasyr [59]: 23)

Saudaraku, kekuasaan itu ada tiga. Pertama, keperkasaan yang menyangkut kekuatan. Jadi, Allah SWT itu Mahakuat dan kekuatannya tidak disandarkan pada kekuatan apa pun, siapa pun. Jadi, Allah Mahaperkasa tanpa dissandarkan kepada kekuatan yang lain. Kedua, Allah Mahakuasa dengan arti, Allah Maha perkasa. Allah tidak memerlukan bantuan yang lain. Jadi, Allah tidak memerlukan bantuan apa pun dan siapa pun. Allah-lah penguasa langit dan bumi.

Kekuasaan Allah mutlak. Semua makhluk tidak bisa menjadi ancaman sehalus apa pun bagi Allah SWT. Mau bergabung seluruh jin dan manusia, seisi langit dan bumi mengancam Allah yang mahasempurna, tidak ada apa-apanya, tidak ada yang hebat, tidak ada yang perkasa, kecuali Allah saja.

Manusia paling perkasa sekali pun ciptaan Allah. Dihidupkan Allah, diurus sekujur tubuhnya oleh Allah. Diberi ngantuk saja, hilang keperkasaannnya. Tidak ngantuk, dikasih mencret, juga hilang kehebatannnya.

Ketiga, makna kekuasaan yang berarti kemenangan atas segala makhluknya.

(26) “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.

(27) “Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).” (QS. Ali Imran [3]: 26-27)

Jadi, segala kejadian hanya bisa terjadi biidznillah (dengan ijin Allah). Bergabung jin dan manusia akan memberikan sebutir saja beras, ketika Allah tidak ijinkan, maka tidak terjadi. Bergabung jin dan manusia akan mencelakakan, ketika Allah tidak mengijinkan, maka tidak terjadi.

Tidak jatuh sehelai rambut kita kecuali seijin Allah. Makanya, orang yang yakin kepada kekuasaan Allah sepenuhnya, dan yakin semua makhluk Allah itu laa haulaa wa laa Quwwata illa billah, tidak ada daya menolak musibah, tiada kekuatan mendatangkan manfaat keculai dengan ijin Allah. Cirinya adalah dia tidak a berharap dari makhluk dan juga takut.

Semakin kuat harap kita dari makhluk, semakin besar rasa takut kita kepada makhluk, itu mencerminkan tingkat keimanan seseorang. Kalau orang sudah yakin sekali seperti di kantor-kantor yang musim mutasi, kalau yakin dengan ayat yang tadi, jelas bahwa kedudukan, kekuasaan itu adalah Allah yang membagi lewat siapa saja yang Allah kehendaki.

Tinggal istikharah, kalau baik bagi diriku, bagi agama, baik bagi dunia-akhirat, takdirkan dan mudahkan serta berkahi di dalamnya. Kalau buruk bagi diriku, buruk bagi agamaku, buruk bagi dunia-akhiratku, dan segala akibatnya, jauhkan aku darinya, dan takdirkan untukku apa yang baik, yang engkau ridai.

Jadi tidak usah ngotot, tenang saja, karena yang menentukan itu adalah Allah SWT. Jadi apa tugas kita? Pertama, meluruskan niat. Kedua, sempurnakan ikhtiar di jalan Allah. Tidak usah neko-neko, tidak usah licik, karena Allah yang menentukan. Ketiga, tawakal. Pasrahkan total kepada Allah karena tawakal itulah yang lebih mendatangkan jaminan.

Kesempurnaan ikhtiar, diberikan Allah kepada yang memiliki kesempurnaan tawakal. Cirinya adalah benar niat, benar ikhtiar, benar tawakal. Tenang! karena setiap kebenaran akan mendatangkan ketenangan. Cirinya niat salah, ikhtiar salah, tawakal salah, adalah galau! Karena Allah-lah yang menghujamkan kegelisahan di hati kita.

Jadi harus bagaimana? Yakin saja! Segala-galanya milik Allah, segala-galanya dalam genggaman Allah, segala-galanya hanya bisa terjadi seijin Allah. Dan segala-galanya yang terbaik adalah pilihan Allah.

Kalau orang sudah yakin kita ini ciptaan Allah, diciptakan dengan rezekinya, tidak akan cemas dengan rezeki. Yang dicemaskan, jujur atau tidak dalam menjemput rezeki, syukur atau tidak kalau sudah diberi rezeki, sabar atau tidak kalau ditahan rezeki, rida atau tidak kalau diambil titipannya. Itu yang jadi fokus kita, bukan ada atau tiadanya rejeki.

Kalau kita yakin sekali bahwa Allah maha menyaksikan segala perbuatan kita, mau apa kita mencari muka orang? Seluruh dunia memuji kita, tidak ada apa-apanya sama sekali kalau Allah tidak rida. Bagi orang yang cukup Allah jadi saksi, tidak penting pujian-pujian. Ada orang atau tidak ada orang, tetap berbuat baik. Orang tau, orang tidak tau, tetap berbuat yang terbaik. Orang lihat atau tidak lihat, tetap berbuat yang terbaik karena yakin Allah maha melihat, mahadekat, orang maha membalas.

Orang berterima kasih atau tidak, tidak ada masalah. Tetap lakukan yang terbaik. Dipuji, dicaci, dihina sekalipun, yang penting Allah rida. [*]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar 

INILAH MOZAIK

Syarhus Sunnah: Allah itu Al-‘Alim, Al-Khabiir (Yang Maha Mengetahui)

Seorang muslim mesti juga mengimani Allah itu Maha Mengetahui segala sesuatu, Al-‘Aliim, Al-Khabiir.

 

Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,

الوَاحِدُ الصَّمَدُلَيْسَ لَهُ صَاحِبَةٌ وَلاَ وَلَدٌ جَلَّ عَنِ المَثِيْلِ فَلاَ شَبِيْهَ لَهُ وَلاَ عَدِيْلَ السَّمِيْعُ البَصِيْرُ العَلِيْمُ الخَبِيْرُ المَنِيْعُ الرَّفِيْعُ

  1. Allah itu Maha Esa, Allah itu Ash-Shamad (yang bergantung setiap makhluk kepada-Nya), yang tidak memiliki pasangan, yang tidak memiliki keturunan, yang Mahamulia dan tidak semisal dengan makhluk-Nya, tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada yang setara dengan Allah. Allah itu Maha Mendengar, Maha Melihat. Allah itu Maha Mengilmui dan Mengetahui. Allah itu yang mencegah dan Mahatinggi.

 

Allah itu Al-‘Aliim

 

Ada di 175 tempat penyebutan nama Allah Al-‘Alim (Yang Maha Mengetahui) dalam Al-Qur’an seperti pada firman Allah,

قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖإِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

Mereka menjawab: ‘Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana’.” (QS. Al-Baqarah: 32)

وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ

Allah Maha Mengetahui isi hati.” (QS. Ali Imran: 154)

قَالَ رَبِّي يَعْلَمُ الْقَوْلَ فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ۖوَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Berkatalah Muhammad (kepada mereka): ‘Rabbku mengetahui semua perkataan di langit dan di bumi dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui’.” (QS. Al-Anbiya’: 4)

 

Allah itu Al-Khabiir

 

Al-Khabiir punya makna bahwa Allah mengetahui berbagai rahasia yang tersembunyi, apa yang ada dalam batin secara detail diketahui oleh Allah, dan segala sesuatu secara rinci diketahui oleh Rabb kita.

Imam Ibnu Jarir menyebutkan bahwa Al-Khabiir maksudnya adalah Allah Maha Mengetahui segala rahasia hamba, Maha Mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati, dan segala sesuatu tidak samar bagi Allah. Lihat Jami’ Al-Bayan, 28:103, dinukil dari AnNahju Al-Asma’ fi Syarh Asma’ Allah Al-Husna, hlm. 187.

Penyebutan nama Allah Al-Khabiir ada di 45 tempat dalam Al-Qur’an seperti dalam ayat,

قَالَ نَبَّأَنِيَ الْعَلِيمُ الْخَبِيرُ

Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(QS. At-Tahrim: 3)

إِنَّ رَبَّهُمْ بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَخَبِيرٌ

Sesungguhnya Rabb mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka.” (QS. Al-‘Adiyat: 11)

 

Perenungan Beriman kepada Nama Allah Al-‘Aliim

 

Pertama: Penetapan bahwa Allah memiliki ilmu yang sempurna dan meliputi segala sesuatu, dan itu hanya dimiliki oleh Allah, tidak ada satu makhluk pun yang mengetahui sesempurna ilmu Allah. Hal ini seperti disebutkan dalam ayat tentang perkara ghaib,

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ ۚوَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۚوَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” (QS. Al-An’am: 59)

Kedua: Allah Yang Maha Mengetahui berarti tahu segala sesuatu yang telah terjadi, yang akan terjadi, dan tidak terjadi seandainya itu terjadi. Sebagaimana disebutkan dalam ayat,

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ۗإِنَّ ذَٰلِكَ فِي كِتَابٍ ۚإِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hajj: 70)

Ketiga: Makhluk tidak mengetahui tentang Sang Khaliq kecuali yang Dia kabarkan saja. Secara umum pula kita tidak tahu apa pun kecuali yang Allah ajarkan pada kita. Sebagaimana disebutkan dalam ayat,

يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا

Allah mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya.” (QS. Thaha: 110)

Sebagaimana Nabi Adam diajarkan ilmu,

وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَٰؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

Dan Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!” (QS. Al-Baqarah: 31)

Keempat: Ilmu manusia dibanding dengan ilmu Allah sangatlah jauh berbeda. Allah Ta’ala berfirman,

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ ۖقُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: ‘Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit’.” (QS. Al-Isra’: 85)

Kelima: Hanya Allah yang mengetahui perkara ghaib seperti disebutkan dalam ayat lainnya selain ayat yang disebutkan di atas,

إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ ۖوَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖوَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚإِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Luqman: 34)

 

Perenungan Beriman kepada Nama Allah Al-Khabiir

 

Pertama: Penetapan bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu secara detail dan sampai mengetahui yang tersembunyi.

Kedua: Allah mengetahui amalan hamba baik berupa perkataan maupun perbuatan, termasuk yang ada dalam batin berupa kebaikan dan kejelekan. Sebagaimana disebutkan dalam ayat,

أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (QS. Al-Mulk: 14)

 

Moga semakin manfaat dengan terus merenungkan nama dan sifat Allah.

 

Referensi:

  1. AnNahju Al-Asma’ fi Syarh Asma’ Allah Al-Husna. Cetakan keenam, Tahun 1436 H. Dr. Muhammad Al-Hamud An-Najdi. Penerbit Maktabah Al-Imam Adz-Dzahabi. hlm. 158-164-167.
  2. Fiqh Al-Asma’ Al-Husna. Cetakan pertama, Tahun 1436 H. Syaikh ‘Abdurrazaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr. Penerbit Ad-Duror Al-‘Almiyyah. hlm. 152-156.
  3. Syarh As-Sunnah. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Imam Al-Muzani. Ta’liq: Dr. Jamal ‘Azzun. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.

Baca Selengkapnya : https://rumaysho.com/18861-syarhus-sunnah-allah-itu-al-alim-al-khabiir-yang-maha-mengetahui.html

Syarhus Sunnah: Allah itu Al-Bashiir, Maha Melihat

Allah itu Maha Melihat atau Al-Bashiir. Hal ini bisa kita pelajari dari Syarhus Sunnah karya Imam Al-Muzani, dibantu dengan penjelasan ulama lainnya.

 

Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,

الوَاحِدُ الصَّمَدُلَيْسَ لَهُ صَاحِبَةٌ وَلاَ وَلَدٌ جَلَّ عَنِ المَثِيْلِ فَلاَ شَبِيْهَ لَهُ وَلاَ عَدِيْلَ السَّمِيْعُ البَصِيْرُ العَلِيْمُ الخَبِيْرُ المَنِيْعُ الرَّفِيْعُ

  1. Allah itu Maha Esa, Allah itu Ash-Shamad (yang bergantung setiap makhluk kepada-Nya), yang tidak memiliki pasangan, yang tidak memiliki keturunan, yang Mahamulia dan tidak semisal dengan makhluk-Nya, tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada yang setara dengan Allah. Allah itu Maha Mendengar, Maha Melihat. Allah itu Maha Mengilmui dan Mengetahui. Allah itu yang mencegah dan Mahatinggi.

 

Allah itu Al-Bashiir

 

Nama Al-Bashiir dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 42 kali. Di antaranya dalam firman Allah Ta’ala,

وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 233)

وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ

Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.”(QS. Ali Imran: 15, 20)

وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ ۚوَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hadid: 4)

مَا يُمْسِكُهُنَّ إِلَّا الرَّحْمَٰنُ ۚإِنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ بَصِيرٌ

Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu.” (QS. Al-Mulk: 19)

Nama Allah Al-Bashiir tersusun dari kata mubalaghahyang bermakna Maha.

 

Maksud Allah itu Maha Melihat

 

Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah ketika menerangkan ayat,

وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ

Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 96); ia menerangkan bahwa Allah itu melihat apa yang manusia kerjakan, tidak ada yang samar dalam ilmu Allah. Allah mengetahui semuanya dari segala sisi. Allah yang menjaga dan mengingat amalan mereka, sampai nantinya akan memberikan hukuman. Bashiir berasal dari mubshir yaitu yang melihat, lalu diubah mengikuti wazan fa’iil. Sebagaimana musmi’ (yang mendengar) menjadi samii’, siksa yang pedih (mu’lim) menjadi aliim (sangat pedih), mubdi’ as-samaawaat (pencipta langit) menjadi badii’, dan semisal itu. (Sya’nu Ad-Du’aa’, hlm. 60-61. Lihat AnNahju Al-Asma’ fi Syarh Asma’ Allah Al-Husna, hlm. 164)

Al-Khatthabi rahimahullah menyatakan bahwa Al-Bashiir berarti yang Maha melihat, dan disebut Al-Bashiir karena mengetahui segala perkara yang samar.

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menyatakan dalam pembahasan tambahannya dalam Taisir Al-Karim Ar-Rahman, Al-Bashiir maksudnya bahwa Allah melihat segala sesuatu, walaupun itu kecil. Allah itu melihat jejak langkah semut hitam dalam kegelapan malam di tanah yang hitam. Allah juga melihat segala yang berada di bawah lapis bumi yang tujuh dan segala yang ada di langit yang ketujuh.

Samii’ dan Bashiir juga punya makna bahwa Allah itu Maha Mendengar dan Maha Melihat mereka yang berhak mendapatkan hukuman sesuai dengan hikmah dari Allah. Makna terakhir ini merujuk pada hikmah.

 

Melihat itu Ada Dua Macam

 

  1. Allah memiliki penglihatan
  2. Allah itu memiliki bashirah, mengetahui segala sesuatu secara detail.

 

Perenungan Beriman kepada Nama Allah Al-Bashiir

 

Pertama: Penetapan sifat melihat bagi Allah karena Allah sendiri yang menetapkan untuk dirinya, dan Allah lebih tahu diri-Nya sendiri.

Kedua: Penetapan sifat melihat bagi Allah berarti menetapkan sifat sempurna karena yang buta dan melihat tentu berbeda. Coba renungkan ayat,

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَىٰ وَالْبَصِيرُ ۚأَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ

Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?” Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” (QS. Al-An’am: 50)

Tidak melihat itu sifat kurang sehingga tidak pantas dijadikan sesembahan. Sehingga Nabi Ibrahim ‘alaihis salam mengingkari bapaknya yang menyembah berhala seperti disebutkan dalam ayat,

إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا

Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?” (QS. Maryam: 42)

Begitu juga Allah mengingkari sesembahan orang musyrik dalam ayat,

أَلَهُمْ أَرْجُلٌ يَمْشُونَ بِهَا ۖأَمْ لَهُمْ أَيْدٍ يَبْطِشُونَ بِهَا ۖأَمْ لَهُمْ أَعْيُنٌ يُبْصِرُونَ بِهَا ۖأَمْ لَهُمْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۗقُلِ ادْعُوا شُرَكَاءَكُمْ ثُمَّ كِيدُونِ فَلَا تُنْظِرُونِ

Apakah berhala-berhala mempunyai kaki yang dengan itu ia dapat berjalan, atau mempunyai tangan yang dengan itu ia dapat memegang dengan keras, atau mempunyai mata yang dengan itu ia dapat melihat, atau mempunyai telinga yang dengan itu ia dapat mendengar? Katakanlah: ‘Panggillah berhala-berhalamu yang kamu jadikan sekutu Allah, kemudian lakukanlah tipu daya (untuk mencelakakan)-ku. tanpa memberi tangguh (kepada-ku)’.” (QS. Al-A’raf: 195). Bagaimana mungkin manusia yang menyembah lebih sempurna dari berhala yang disembah?!

Ketiga: Allah itu Al-Bashiir berarti Maha Melihat segala aktivitas hamba. Allah itu tahu mana yang pantas mendapatkan hidayah dan mana yang tidak pantas, begitu pula tahu mana yang pantas mendapatkan kekayaan dan yang tidak.

Dalam ayat disebutkan,

وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَٰكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ ۚإِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ

Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syuura: 27)

Juga dalam ayat yang lain,

هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ فَمِنْكُمْ كَافِرٌ وَمِنْكُمْ مُؤْمِنٌ ۚوَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Dialah yang menciptakan kamu maka di antara kamu ada yang kafir dan di antaramu ada yang mukmin. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. At-Taghabun: 2)

Keempat: Allah itu Maha Melihat berarti Allah itu Maha Mengetahui segala yang kita perbuat dan Dia sangat malu ketika melihat hamba-Nya berbuat maksiat atau berbuat yang tidak disukai oleh-Nya.

Dalam hadits tentang masalah ihsan disebutkan,

أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ , فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu.” (HR. Muslim, no. 8)

 

Cukup Tahu Allah itu Maha Melihat

 

Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan bahwa ada seseorang melewati seorang wanita di suatu padang pasir pada malam hari. Ia katakan pada wanita tersebut, “Tidak ada yang menyaksikan kita saat ini selain bintang-bintang di langit.” Wanita itu menjawab, “Lantas siapa yang menciptakan langit tersebut, bukankah Dia melihat kita?”

Allah Ta’ala berfirman,

أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللَّهَ يَرَىٰ

Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?” (QS. Al-‘Alaq: 14). Lihat bahasan dalam Fiqh Al-Asma’ Al-Husna, hlm. 156.

 

Cukup dengan mengetahui Allah itu Al-Bashiir membuat kita semakin takut berbuat maksiat. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

 

Referensi:

  1. AnNahju Al-Asma’ fi Syarh Asma’ Allah Al-Husna. Cetakan keenam, Tahun 1436 H. Dr. Muhammad Al-Hamud An-Najdi. Penerbit Maktabah Al-Imam Adz-Dzahabi. hlm. 158-164-167.
  2. Fiqh Al-Asma’ Al-Husna. Cetakan pertama, Tahun 1436 H. Syaikh ‘Abdurrazaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr. Penerbit Ad-Duror Al-‘Almiyyah. hlm. 152-156.
  3. Syarh Asma’ Allah Al-Husna fi Dhaui Al-Kitab wa As-Sunnah. Cetakan ke-12, Tahun 1431 H. Syaikh Sa’id bin Wahf Al-Qahthani. Penerbit Maktabah Malik Fahd. hlm. 60.
  4. Syarh As-Sunnah. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Imam Al-Muzani. Ta’liq: Dr. Jamal ‘Azzun. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.

 

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

 

Dua Kalimat Pamungkas Agar Doa Lekas Diijabah

Sebagai seorang Muslim sudah seharusnya kita menyandarkan dan mengadukan setiap permasalah yang kita hadapi kepada Allah azza wa jalla. Bahkan dalam urusan sandal putus sekalipun Nabi Muhammad sahallallahu alaihi wa sallam mengajarkan kita untuk mengadukannya kepada Allah. Berdoa kepada Allah.

Lalu bagaimana jika kita ingin agar doa kita segera diijabah oleh Allah? Dalam kajian tadabbur bulanan yang rutin diadakan di masjid Baitul Ihsan, komplek Bank Indonesia setiap minggu ketiga pada Sabtu (15/03), ustadz Bachtiar Nasir memberikan dua kalimat pamungkas agar doa diijabah oleh Alloh.

“Wa Ilaahukum ilaahum Waahidum laa ilaaha illaa huwar rahmaanurrahiim,” kata ustadz yang akrab disapa UBN. “Dalam kalimat pamungkas pertama tersebut terdapat kata Arrahmaan yang bermakna maha pengasih dan Arrahim yang bermakna Maha Penyayang.”

UBN pun sempat meminta para jamaah untuk menghafal kalimat pertama tersebut dengan waktu lima menit, karena kalimat tersebut beliau nilai akan sangat membantu para jamaah menghadapi kesulitan hidup. Para jamaah yang hampir memenuhi masjid Baitul Ihsan pun tak sungkan mengikuti perintah UBN untuk menghafal kalimat pertama tersebut.

Setelah para jamaah sudah hafal dengan kalimat pertama tersebut, UBN pun melanjutkan dengan kalimat pamungkas terakhir sebagai pengawal doa.

“Alif laam miim, allaahu laa ilaaha illaa huwal hayyul qayyum,” ungkap ustadz yang juga menjabat sebagai ketua  Forum Indonesia Peduli Syam (FIPS) tersebut.

Dalam acara yang bertemakan ‘Merasakan Kasih Sayang Allah (Tadabbur Arrahman-Arrahim) dia menjelaskan kalimat kedua tersebut merupakan awalan Surat Ali Imran. Di akhir kajian, UBN meminta para jamaah untuk yakin atas pertolongan Allah dalam membaca dua kalimat pengawal doa tersebut.

“Karena intinya kita berdoa adalah yakin bahwa Allah itu mendengar dan akan mengabulkan doa kita. Sebelum kita berdoa kepada Allah, harus kita awali dengan dua kalimat tersebut,” tutupnya. (TOM/UL/bumisyam)

 

sumber: BumiSyam.com

Asmaul Husnah, Nama-Nama Terbaik yang Dimiliki Allah SWT

Asmaul Husna adalah berasal dari kata asma yang berarti nama dan kata husna yang artinya baik. Jadi, Arti Asmaul Husna adalah nama-nama yang terbaik. Dan nama-nama terbaik ini hanya dimiliki dan disandang oleh Allah SWT.
Arti Asmaul Husna secara harfiah adalah nama-nama, sebutan atau gelar Allah yang baik dan agung sesuai dengan sifat-sifat-Nya. Nama-nama Allah SWT yang agung dan mulia tersebut adalah suatu kesatuan yang menyatu dalam kebesaran dan kehebatan yang hanya milik Allah.

 

Sifat-sifat Allah SWT ini dijelaskan dengan istilah Asmaul Husna, dan ada 99 Asmaul Husna, yaitu :
  1. Ar Rahman الرحمن  artinya Yang Maha Pengasih
  2. Ar Rahiim الرحيم artinya  Yang Maha Penyayang
  3. Al Malik الملك  artinya Yang Maha Merajai/Memerintah
  4. Al Quddus القدوس  artinya Yang Maha Suci
  5. As Salaam السلام  artinya Yang Maha Memberi Kesejahteraan
  6. Al Mu`min المؤمن  artinya Yang Maha Memberi Keamanan
  7. Al Muhaimin المهيمن artinya  Yang Maha Pemelihara
  8. Al `Aziiz العزيز  artinya Yang Maha Perkasa
  9. Al Jabbar الجبار artinya  Yang Memiliki Mutlak Kegagahan
  10. Al Mutakabbir المتكبر  artinya Yang Maha Megah, Yang Memiliki Kebesaran
  11. Al Khaliq الخالق  artinya Yang Maha Pencipta
  12. Al Baari` البارئ  artinya Yang Maha Melepaskan (Membuat, Membentuk, Menyeimbangkan)
  13. Al Mushawwir المصور  artinya Yang Maha Membentuk Rupa (makhluknya)
  14. Al Ghaffaar الغفار  artinya Yang Maha Pengampun
  15. Al Qahhaar القهار  artinya Yang Maha Memaksa
  16. Al Wahhaab الوهاب  artinya Yang Maha Pemberi Karunia
  17. Ar Razzaaq الرزاق  artinya Yang Maha Pemberi Rezeki
  18. Al Fattaah الفتاح  artinya Yang Maha Pembuka Rahmat
  19. Al `Aliim العليم  artinya Yang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu)
  20. Al Qaabidh القابض  artinya Yang Maha Menyempitkan (makhluknya)
  21. Al Baasith الباسط  artinya Yang Maha Melapangkan (makhluknya)
  22. Al Khaafidh الخافض  artinya Yang Maha Merendahkan (makhluknya)
  23. Ar Raafi` الرافع  artinya Yang Maha Meninggikan (makhluknya)
  24. Al Mu`izz المعز  artinya Yang Maha Memuliakan (makhluknya)
  25. Al Mudzil المذل  artinya Yang Maha Menghinakan (makhluknya)
  26. Al Samii` السميع  artinya Yang Maha Mendengar
  27. Al Bashiir البصير  artinya Yang Maha Melihat
  28. Al Hakam الحكم  artinya Yang Maha Menetapkan
  29. Al `Adl العدل  artinya Yang Maha Adil
  30. Al Lathiif اللطيف  artinya Yang Maha Lembut
  31. Al Khabiir الخبير  artinya Yang Maha Mengenal
  32. Al Haliim الحليم  artinya Yang Maha Penyantun
  33. Al `Azhiim العظيم  artinya Yang Maha Agung
  34. Al Ghafuur الغفور  artinya Yang Maha Memberi Pengampunan
  35. As Syakuur الشكور  artinya Yang Maha Pembalas Budi (Menghargai)
  36. Al `Aliy العلى  artinya Yang Maha Tinggi
  37. Al Kabiir الكبير  artinya Yang Maha Besar
  38. Al Hafizh الحفيظ  artinya Yang Maha Memelihara
  39. Al Muqiit المقيت  artinya Yang Maha Pemberi Kecukupan
  40. Al Hasiib الحسيب  artinya Yang Maha Membuat Perhitungan
  41. Al Jaliil الجليل  artinya Yang Maha Luhur
  42. Al Kariim الكريم  artinya Yang Maha Pemurah
  43. Ar Raqiib الرقيب  artinya Yang Maha Mengawasi
  44. Al Mujiib المجيب  artinya Yang Maha Mengabulkan
  45. Al Waasi` الواسع  artinya Yang Maha Luas
  46. Al Hakiim الحكيم  artinya Yang Maha Maka Bijaksana
  47. Al Waduud الودود  artinya Yang Maha Mengasihi
  48. Al Majiid المجيد  artinya Yang Maha Mulia
  49. Al Baa`its الباعث  artinya Yang Maha Membangkitkan
  50. As Syahiid الشهيد  artinya Yang Maha Menyaksikan
  51. Al Haqq الحق  artinya Yang Maha Benar
  52. Al Wakiil الوكيل  artinya Yang Maha Memelihara
  53. Al Qawiyyu القوى  artinya Yang Maha Kuat
  54. Al Matiin المتين  artinya Yang Maha Kokoh
  55. Al Waliyy الولى  artinya Yang Maha Melindungi
  56. Al Hamiid الحميد  artinya Yang Maha Terpuji
  57. Al Muhshii المحصى  artinya Yang Maha Mengalkulasi (Menghitung Segala Sesuatu)
  58. Al Mubdi` المبدئ  artinya Yang Maha Memulai
  59. Al Mu`iid المعيد  artinya Yang Maha Mengembalikan Kehidupan
  60. Al Muhyii المحيى  artinya Yang Maha Menghidupkan
  61. Al Mumiitu المميت  artinya Yang Maha Mematikan
  62. Al Hayyu الحي  artinya Yang Maha Hidup
  63. Al Qayyuum القيوم  artinya Yang Maha Mandiri
  64. Al Waajid الواجد  artinya Yang Maha Penemu
  65. Al Maajid الماجد  artinya Yang Maha Mulia
  66. Al Wahid الواحد  artinya Yang Maha Tunggal
  67. Al Ahad الاحد  artinya Yang Maha Esa
  68. As Shamad الصمد  artinya Yang Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta
  69. Al Qaadir القادر  artinya Yang Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan
  70. Al Muqtadir المقتدر  artinya Yang Maha Berkuasa
  71. Al Muqaddim المقدم artinya  Yang Maha Mendahulukan
  72. Al Mu`akkhir المؤخر  artinya Yang Maha Mengakhirkan
  73. Al Awwal الأول  artinya Yang Maha Awal
  74. Al Aakhir الأخر  artinya Yang Maha Akhir
  75. Az Zhaahir الظاهر  artinya Yang Maha Nyata
  76. Al Baathin الباطن  artinya Yang Maha Ghaib
  77. Al Waali الوالي  artinya Yang Maha Memerintah
  78. Al Muta`aalii المتعالي  artinya Yang Maha Tinggi
  79. Al Barru البر  artinya Yang Maha Penderma (Maha Pemberi Kebajikan)
  80. At Tawwaab التواب  artinya Yang Maha Penerima Tobat
  81. Al Muntaqim المنتقم  artinya Yang Maha Pemberi Balasan
  82. Al Afuww العفو  artinya Yang Maha Pemaaf
  83. Ar Ra`uuf الرؤوف  artinya Yang Maha Pengasuh
  84. Malikul Mulk مالك الملك  artinya Yang Maha Penguasa Kerajaan (Semesta)
  85. Dzul Jalaali Wal Ikraam ذو الجلال و الإكرام  artinya Yang Maha Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan
  86. Al Muqsith المقسط  artinya Yang Maha Pemberi Keadilan
  87. Al Jamii` الجامع  artinya Yang Maha Mengumpulkan
  88. Al Ghaniyy الغنى  artinya Yang Maha Kaya
  89. Al Mughnii المغنى  artinya Yang Maha Pemberi Kekayaan
  90. Al Maani المانع  artinya Yang Maha Mencegah
  91. Ad Dhaar الضار  artinya Yang Maha Penimpa Kemudharatan
  92. An Nafii` النافع  artinya Yang Maha Memberi Manfaat
  93. An Nuur النور  artinya Yang Maha Bercahaya (Menerangi, Memberi Cahaya)
  94. Al Haadii الهادئ  artinya Yang Maha Pemberi Petunjuk
  95. Al Badii’ البديع  artinya Yang Maha Pencipta Yang Tiada Bandingannya
  96. Al Baaqii الباقي  artinya Yang Maha Kekal
  97. Al Waarits الوارث  artinya Yang Maha Pewaris
  98. Ar Rasyiid الرشيد  artinya Yang Maha Pandai
  99. As Shabuur الصبور  artinya Yang Maha Sabar

Itulah Arti Asmaul Husna atau 99 nama Allah SWT, semoga bermanfaat.