Agar Bahagia dan Tak Buang-Buang Waktu

Kebahagiaan dengan mudah kita peroleh, baik dunia maupun akhirat, jika kita dapat mengelola waktu dengan baik. Waktu dan umur harus diperhatikan jika ingin menjalani hidup yang bahagia.

Manusia tak bahagia jika waktu dibuang-buang begitu saja. Menunggu-nunggu saja hingga sampai pula kepada hari berikutnya. Bertahun-tahun begitu-begitu terus, tak ada perkembangan. Dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Abdullah bin Ummar RA, Rasulullah SAW pernah memegang pundak Abdullah bin Ummar RA.

Kemudian beliau bersabda, “Jalani hidup di dunia seakan-akan kamu orang asing atau orang yang sedang dalam perjalanan. Apabila kamu berada pada waktu sore, janganlah kamu menunggu-nunggu waktu pagi, dan apabila kamu berada pada waktu pagi, janganlah kamu menunggu-nunggu waktu sore. Manfaatkanlah hidupmu di dunia untuk hidupmu sesuadah mati.” (HR Imam Al-Bukhary).

Beberapa hal yang harus kita perhatikan berkaitan dengan hadis di atas. Waktu harus dimanfaatkan dengan baik oleh manusia karena umur tak mungkin dapat dikembalikan lagi. Sama dengan waktu, kita bertemu waktu yang sama, tetapi bukan waktu yang kemarin lagi.

Untuk mencapai hal itu ada beberapa yang harus dilakukan. Pertama, berbuat sedikit, tapi berkelanjutan. Daripada berbuat hari ini, tapi besoknya tak lagi berbuat kebaikan. Akhirnya, apa yang ia lakukan berhenti di tempat.

Untuk memulainya kembali butuh energi yang cukup karena ia telah menghabiskan waktu dan tenaganya untuk melakukan hal yang pertama. Konsisten dan berkelanjutan itu harus kita berlakukan pada saat menangkap rezeki dari Allah SWT dan berdoa kepada-Nya.

Sedikit demi sedikit terus kita usahakan pekerjaan kita sampai selesai. Berdoa kepada Allah SWT juga seperti itu, jangan terus beribadah di masjid, berzikir, tapi lupa pada dinamika hidup yang harus diselesaikan. Rezeki di dunia harus kita tangkap. Pergi berjalan sebanyak-banyaknya dan mengarungi seluk beluk bumi Tuhan.

Kedua, harus ada target. Setiap hari harus ada pencapain meski sedikit. Pencapaian ini yang kadang tidak terprogram sehingga kerap kali kita tidak sukses karena tidak membuat target dalam hidup.

Ketiga, bekerja keras dan rajin berdoa. Kita tidak bisa hanya bekerja tanpa berdoa. Keempat, perbanyak mencoba. Mencoba adalah hal yang harus dilakukan. Manusia yang tak mau mencoba dalam memanfaatkan waktu dan hidupnya maka sampai kapan pun ia tak akan pernah merasakan kebahagiaan. Mencoba itu termasuk guru terbaik.

Kita dapat belajar dari pengalaman yang kita coba. Itu guru yang sangat baik. Jika tak pernah mulai dan mencoba maka sampai kapan pun waktu itu akan terbuang begitu saja.

Kelima, jangan banyak mengenang kesalahan masa lalu. Jadikan pelajaran dan teruslah melihat ke depan. Sambil memperbaiki apa yang tidak sukses tadi. Keenam, jangan terlalu buang waktu untuk hal yang tidak penting sebab hanya menghabiskan waktu dan lupa dengan target yang harus dicapai.

Ketujuh, untuk memperkuat semua itu, berdoa dan bangun malam harus dilakukan. Hal ini untuk memperkuat keyakinan akan target dan usaha yang telah dilakukan. Seseorang yang sering bangun malam kemudian shalat dan berdoa maka secara langsung ia telah melampaui orang-orang yang tidur.

Orang yang rajin shalat malam akan dapat petunjuk yang lebih dibandingkan dengan yang tidur. Artinya, ia telah diberikan jalan yang tanpa hambatan oleh Allah SWT karena waktu ia meminta, sedikit orang yang bangun. Akhirnya, apa pun permintaannya akan dikabulkan oleh Allah SWT. 

IHRAM

Celaka atau Bahagia?

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

“Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya (yang berbuat dosa), maka Allah akan bukakan baginya sebuah pintu di antara pintu-pintu taubat, penyesalan, perasaan tidak berdaya, rendah, butuh, memohon keselamatan kepada-Nya, benar-benar memulangkan urusan kepada-Nya, terus-menerus merendah, berdoa, mendekatkan diri kepada-Nya sebisa mungkin dengan berbagai bentuk amal kebaikan. Di mana itu semua pada akhirnya akan bisa mengubah dosa yang telah dia perbuat menjadi sebab datangnya rahmat baginya. Sampai-sampai si musuh Allah (yaitu setan) berkata, ‘Aduhai, andaikata aku biarkan dia (tidak menggodanya) dan tidak menjerumuskannya.’”

Inilah makna dari ucapan sebagian salaf, “Sesungguhnya seorang hamba melakukan suatu dosa, kemudian pada akhirnya justru membuatnya masuk ke dalam surga. Dan bisa jadi dia melakukan suatu kebaikan, pada akhirnya justru membuatnya masuk ke dalam neraka.”

Mereka (teman-temannya) bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”

Salaf itu pun menjawab,

“Orang itu berbuat dosa lalu dosa itu senantiasa terpampang di hadapan kedua matanya. Sehingga dia terus-menerus merasa takut akan akibatnya, khawatir karenanya, penuh kegelisahan, menangisi dosanya, dan menyesalinya. Dia merasa malu kepada Rabbnya Ta’ala. Kepalanya tertunduk malu di hadapan-Nya. Hatinya pun remuk dan mengiba kepada-Nya.

Dengan demikian, dosa yang telah dilakukannya justru menjadi perantara untuk menggapai kebahagiaan dan keberuntungan hamba tersebut. Sampai-sampai dosa yang telah dia lakukan itu, jauh lebih bermanfaat baginya, daripada sekian banyak amal ketaatan. Dikarenakan hal-hal positif yang muncul karenanya. Di mana dengan itu semua, seorang hamba bisa meraih kebahagiaan dan keberuntungan dirinya. Pada akhirnya dosanya itu justru mengantarkan dirinya masuk ke dalam surga.

Dan bisa jadi seorang hamba melakukan suatu amal kebaikan. Hal itu membuatnya terus merasa berjasa kepada Rabbnya. Dia merasa sombong dengan amalannya itu. Dia melihat keunggulan pada dirinya dan merasa ujub olehnya. Dia pun meremehkan orang dengan sebab prestasinya.

Dia pun berkata, ‘Aku sudah berhasil melakukan ini dan itu.’ Akhirnya, amal kebaikannya itu justru menumbuhkan perasaan ujub dan sombong, berbangga-bangga dan meremehkan orang lain. Pada akhirnya, itu menjadi sebab kebinasaan dirinya.”

Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi orang yang malang ini, Allah akan mengujinya dengan sesuatu yang akan mematahkan keangkuhan dirinya dan menundukkan lehernya. Allah akan membuat dirinya merasa kecil/tidak berarti dalam pandangannya sendiri.

Namun, apabila Allah memiliki kehendak lain kepada orang itu, Allah akan biarkan dirinya bersama dengan buaian perasaan ujub dan sombong yang meliputinya. Inilah justru yang dinamakan dengan khudzlan/keadaan terlantar yang menjadi sebab kehancuran dirinya. Karena sesungguhnya segenap orang yang mengerti telah sepakat bahwa hakikat taufik (dari Allah) itu adalah tatkala Allah tidak menyandarkan urusanmu kepada dirimu sendiri. Adapun khudzlan (keadaan terlantar) itu adalah ketika Allah Ta’ala membiarkan kamu bersandar kepada kemampuan dirimu sendiri.

Dua Sayap Menuju Allah

Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya, maka Allah akan bukakan untuknya pintu perendahan diri dan perasaan tidak berdaya. Sehingga dia selalu memulangkan masalah kepada Allah Ta’ala dan terus merasa butuh kepada-Nya. Ia senantiasa melihat akan aib-aib dirinya, kebodohan yang ada padanya, kezaliman-kezalimannya, dan mengingat tindakan pelanggaran dan permusuhan yang telah diperbuat olehnya.

Di samping itu, ia selalu menyaksikan dan menyadari betapa luas curahan karunia dari Rabbnya, ihsan, rahmat, kedermawanan, kebaikan, kekayaan, dan keterpujian diri-Nya.

Oleh sebab itu, orang yang benar-benar mengenal (Allah), meniti jalannya menuju Allah di antara kedua sayap ini. Dia tidak mungkin berjalan (dengan baik) kecuali dengan keduanya. Kapan saja salah satu di antara kedua belah sayap itu hilang, maka dia bagaikan seekor burung yang kehilangan salah satu sayapnya.

Syaikhul Islam (Abu Isma’il Al-Harawi) mengatakan, “Orang yang ‘arif/mengenal Allah, berjalan menuju Allah di antara musyahadatul minnah/menyaksikan curahan nikmat (yang Allah berikan kepadanya) dan (keadaan) selalu menelaah aib diri dan amalan.”

(lihat Al-Wabil Ash-Shayyib tahqiq Abdurrahman bin Hasan bin Qa’id, hal. 9-11)

Nasihat dan Hikmah Ulama

Masruq rahimahullah berkata,

“Cukuplah menjadi tanda keilmuan seorang tatkala dia merasa takut kepada Allah. Dan cukuplah menjadi tanda kebodohan seorang apabila dia merasa ujub dengan amalnya.”

(lihat Min A’lam As-Salaf [1/23])

Qabishah bin Qais Al-Anbari berkata,

“Adh-Dhahhak bin Muzahim apabila menemui waktu sore, ia menangis. Maka ditanyakan kepadanya, ‘Apa yang membuatmu menangis?’ Beliau menjawab, ‘Aku tidak tahu, apakah ada di antara amalku hari ini yang terangkat naik/diterima Allah.’”

(lihat Aina Nahnu min Akhlaq As-Salaf, hal. 18)

Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata,

“Seorang mukmin memadukan antara berbuat ihsan/kebaikan dan perasaan takut. Adapun orang kafir memadukan antara berbuat jelek/dosa dan merasa aman.”

(lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim [5/350] cet. Maktabah At-Taufiqiyah)

Antara Ilmu dan Amalan

Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang membuahkan amalan. Kalau seorang hamba memiliki ilmu, namun tidak mengamalkannya maka dia telah mengikuti jalannya orang yang dimurkai (al-maghdhubi ‘alaihim). Adapun apabila dia beramal, namun tanpa landasan ilmu maka dia telah mengikuti jalannya orang yang sesat (adh-dhaallin). Apabila ilmu dan amal itu berjalan beriringan pada diri seorang hamba maka dia telah berjalan di atas jalannya orang-orang yang diberi karunia oleh Allah. Yaitu jalannya para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang saleh. (Thariq Al-Wushul ila Idhah Ats-Tsalatsah Al-Ushul, hal. 21)

Syekh Abdurrazzaq Al-Badr menceritakan, “Suatu saat aku mengunjungi salah seorang bapak tua yang rajin beribadah di suatu masjid tempat dia biasa mengerjakan salat. Beliau adalah orang yang sangat rajin beribadah. Ketika itu dia sedang duduk di masjid menunggu tibanya waktu salat setelah salat sebelumnya. Maka akupun mengucapkan salam kepadanya dan berbincang-bincang dengannya. Aku  berkata, ‘Masya Allah, di daerah kalian ini banyak terdapat para penuntut ilmu.’ Dia berkata, ‘Daerah kami ini?!’. Kukatakan, ‘Iya benar, di daerah kalian ini masya Allah banyak penuntut ilmu.’ Dia berkata, ‘Daerah kami ini?!’ Dia mengulangi perkataannya kepadaku dengan nada mengingkari. ‘Daerah kami ini?!’ Kukatakan, ‘Iya, benar.’ Dia berkata, ‘Wahai puteraku! Orang yang tidak menjaga salat berjamaah tidak layak disebut penuntut ilmu.’” (Tsamrat Al-‘Ilmi Al-‘Amal, hal. 36-37)

Imam Ibnul Qayyim rahimahulllah berkata, “… Seandainya ilmu bisa bermanfaat tanpa amalan, niscaya Allah Yang Maha Suci tidak akan mencela para pendeta Ahli Kitab. Dan jika seandainya amalan bisa bermanfaat tanpa adanya keikhlasan, niscaya Allah juga tidak akan mencela orang-orang munafik.” (Al-Fawa’id, hal. 34)

Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa yang rusak/menyimpang di antara ahli ibadah kita, maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan orang Nasrani. Barangsiapa yang rusak di antara ahli ilmu kita, maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan orang Yahudi.”

Ibnul Qayyim mengatakan, “Hal itu dikarenakan orang Nasrani beribadah tanpa ilmu. Sedangkan orang Yahudi mengetahui kebenaran, akan tetapi mereka justru berpaling darinya.” (Ighatsat Al-Lahfan, hal. 36)

Penulis: Ari Wahyudi

Sumber: https://muslim.or.id/69419-celaka-atau-bahagia.html

Harga Mencari Bahagia Itu Mahal?

Sebagaimana umumnya hotel, pasti  memiliki pondasi bangunan yang mewah, terdiri dari beberapa lantai, dan berada di tengah kota.

Namun, Peru Sacred Valley, sebuah lembah di Andes Peru, yang letaknya dekat dengan ibukota Inca Cusco dan kota kuno Machu Picchu menawarkan hal yang tidak biasa bagi para wisatawan. Namanya Hotel Skylodge.

Hotel Skylodge ada sebuah hotel mirip kapsul, yang dinilai hotel paling mengerikan di dunia.

Maklum, hotel ini  ini memiliki kamar yang letaknya berada di dinding tebing dengan ketinggian 400 kaki (sekitar 121 meter dari atas tanah).

Untuk mencapai hotel tersebut harus membutuhkan perjuangan. Harus memanjat tebing dengan melewati beberapa pos dan tali

Sebagaimana dikutip dailymail.co.uk, untuk mencapai hotel tersebut harus membutuhkan perjuangan. Setidaknya, harus  memanjat tebing dengan melewati beberapa pos dan tali.

Hotel Skylodge dikonstruksi menggunakan aerospace aluminium dan polikarbonat yang tahan cuaca.

Bangunan ini memiliki enam jendela dan empat saluran ventilasi yang menjamin suasana yang nyaman. Ditambah empat tempat tidur, ruang makan, dan kamar mandi pribadi.

Untuk menginap di sana, setidaknya Anda akan harus seorang petualang sejati dan punya uang tebal. Sebab, sekali menginap, kabarnya harganya sekitar 3000 USD (atau sekitar Rp. 3 juta) semalam.  Rupanya, untuk mencari bahagia, orang Barat harus mengeluarkan biaya tak sedikit, bahkan harus beresiko nyawa.*

HIDAYATULLAH

Jalan Terdekat Menuju Bahagia

MARI kita renungkan kalimat bijak sastrawan terkenal Syekh Ali Thanthawi. Beliau banyak menulis buku yang berkaitan dengan sejarah, kisah, pelajaran hidup dan nasehat-nasehat. Beberapa buku beliau saya beli di TimurTengah, saya baca dan sering juga saya kutip dalam tulisan dan ceramah saya.

Kali ini saya kutipkan dawuh yang berkaitan dengan bahagia. Beliau berkata: “Kebahagiaan itu bukanlah karena harta dan bukan pula karena rumah bak istana. Bahagia itu adalah karena kebahagiaan hati. Jalan paling dekat menuju bahagianya hati adalah dengan memasukkan rasa bahagia ke dalam hati orang lain. Kenikmatan paling dahsyat adalah kenikmatan karena telah mempersembahkan kebaikan.”

Bacalah lagi kalimat di atas dan renungkan kedalaman maknanya. Ternyata bahagia sejati itu sangat berkaitan dengan manfaat atau makna tau guna yang bisa kita persembahkan kepada orang lain sehingga orang lain itu merasa bahagia. Karena itulah maka menolong atau membantu orang lain bernilai mulia dalam pandangan agama, sementara merongrong bahagia orang lain, menipu dan membuat mereka menderita adalah sangat tercela.

Ada kalimat lain yang semakna dengan kalimat bernas di atas, yaitu: “Anda akan melihat keindahan hidup dan menikmati kebahagiaan hidup saat Anda mampu “menanam” keindahan dan kebahagiaan di jalan hidup orang lain.”

Ingin bahagia? Bahagiakan orang lain. Semakin lama membuat orang lain menderita, semakin mendalam penderitan sang pelaku. Mintalah maaf jika telah bersalah dan membuat orang lain menderita. Semoga hal itu bisa membuatnya sedikit lega bahagia, pada gilirannya akan menjadikan sang peminta maaf juga sedikit lega dan bahagia. Diamnya orang yang disakiti, ditipu dan dipecundangi tidak selalu berarti dia lupa dan tak lagi mempertanyakan. Takutnya, diamnya adalah laporan dan tuntutan kepada Allah atas ketaknyamanan yang dialaminya. Bahagiakan orang lain. Salam, AIM.[*]

Oleh KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK


Membuat Orang Lain Bahagia

Coba bayangkan jika kita bisa

mengangkat kesulitan orang yang kesusahan …

mengenyangkan yang lapar …

melepaskan orang yang terlilit utang …

membuat orang lain bahagia,

keutamaannya, itu lebih baik dari melakukan ibadah i’tikaf di Masjid Nabawi sebulan penuh.

Sungguh ini adalah amalan yang mulia.

Keutamaan orang yang beri kebahagiaan pada orang lain dan mengangkat kesulitan dari orang lain disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ

Allah senantiasa menolong hamba selama ia menolong saudaranya.” (HR. Muslim no. 2699).

Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِى حَاجَتِهِ

Siapa yang biasa membantu hajat saudaranya, maka Allah akan senantiasa menolongnya dalam hajatnya.” (HR. Bukhari no. 6951 dan Muslim no. 2580).

Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ , وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ , أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً , أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا , أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا , وَلأَنْ أَمْشِيَ مَعَ أَخِ فِي حَاجَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَعْنِي مَسْجِدَ الْمَدِينَةِ شَهْرًا

Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling memberikan manfaat bagi manusia. Adapun amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan dari orang lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri’tikaf di masjid ini -masjid Nabawi- selama sebulan penuh.” (HR. Thabrani di dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 13280, 12: 453. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana disebutkan dalam Shahih Al Jaami’ no. 176).

Lihatlah saudaraku, bagaimana sampai membahagiakan orang lain dan melepaskan kesulitan mereka lebih baik dari i’tikaf di Masjid Nabawi sebulan lamanya.

Al Hasan Al Bashri pernah mengutus sebagian muridnya untuk membantu orang lain yang sedang dalam kesulitan. Beliau mengatakan pada murid-muridnya tersebut, “Hampirilah Tsabit Al Banani, bawa dia bersama kalian.” Ketika Tsabit didatangi, ia berkata, “Maaf, aku sedang i’tikaf.” Murid-muridnya lantas kembali mendatangi Al Hasan Al Bashri, lantas mereka mengabarinya. Kemudian Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Wahai A’masy, tahukah engkau bahwa bila engkau berjalan menolong saudaramu yang butuh pertolongan itu lebih baik daripada haji setelah haji?”

Lalu mereka pun kembali pada Tsabit dan berkata seperti itu. Tsabit pun meninggalkan i’tikaf dan mengikuti murid-murid Al Hasan Al Bashri untuk memberikan pertolongan pada orang lain.[1]

Rajinlah membuat orang lain bahagia dan bantulah kesusahan mereka. Hanya Allah yang memberi taufik.


Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

11 Manusia yang Tidak Ada Rasa Takut dan Sedih Dalam Hatinya

Al-Qur’an sering menyebutkan bahwa ada manusia-manusia yang tidak ada ketakutan dan kesedihan dalam hatinya.

Mungkin kita penasaran, siapakah mereka? Apakah kita termasuk dalam golongan mereka?

Ada sebelas tipe manusia yang tidak ada rasa takut ataupun kegelisahan dalan hatinya. Mari kita simak ayat-ayat berikut ini :

(1). Orang yang mengikuti petunjuk dari Allah swt.

فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS.Al-Baqarah:38)

(2). Orang yang beriman kepada Allah, kepada Hari Akhir dan beramal sholeh.

مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا فَلَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dan melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.” Al-Baqarah, Ayat 62

(3). Orang yang pasrah sepenuhnya kepada Allah dan terus berbuat kebaikan.

مَنۡ أَسۡلَمَ وَجۡهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحۡسِنٞ فَلَهُۥٓ أَجۡرُهُۥ عِندَ رَبِّهِۦ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Barangsiapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (Al-Baqarah:112)

(4). Orang yang berinfaq dan tidak mengungkit serta menyakiti si penerima.

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ ثُمَّ لَا يُتۡبِعُونَ مَآ أَنفَقُواْ مَنّٗا وَلَآ أَذٗى لَّهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah, kemudian tidak mengiringi apa yang dia infakkan itu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS.Al-Baqarah:262)

(5). Orang yang berinfaq dengan sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُم بِٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ سِرّٗا وَعَلَانِيَةٗ فَلَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS.Al-Baqarah:274)

(6). Orang yang beriman, beramal sholeh, mendirikan solat dan mengeluarkan zakat.

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ لَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Sungguh, orang-orang yang beriman, mengerjakan kebajikan, melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS.Al-Baqarah:277)

(7). Orang yang syahid di jalan Allah.

وَلَا تَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمۡوَٰتَۢاۚ بَلۡ أَحۡيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمۡ يُرۡزَقُونَ – فَرِحِينَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦ وَيَسۡتَبۡشِرُونَ بِٱلَّذِينَ لَمۡ يَلۡحَقُواْ بِهِم مِّنۡ خَلۡفِهِمۡ أَلَّا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; sebenarnya mereka itu hidup di sisi Tuhannya mendapat rezeki,Mereka bergembira dengan karunia yang diberikan Allah kepadanya, dan bergirang hati terhadap orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS.Ali ‘Imran:169-170)

(8). Siapa yang beriman dan melakukan perbaikan (bisa juga dalam arti mengupayakan perdamaian).

فَمَنۡ ءَامَنَ وَأَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Barangsiapa beriman dan mengadakan perbaikan, maka tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS.Al-An’am:48)

(9). Orang yang bertakwa dan melakukan perbaikan.

فَمَنِ ٱتَّقَىٰ وَأَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Maka barangsiapa bertakwa dan mengadakan perbaikan, maka tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.” (QS.Al-A’raf:35)

(10). Auliya’ Allah.

أَلَآ إِنَّ أَوۡلِيَآءَ ٱللَّهِ لَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS.Yunus:62)

(11). Orang yang beristiqomah.

إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian mereka tetap istiqomah tidak ada rasa khawatir pada mereka, dan mereka tidak (pula) bersedih hati. (QS.Al-Ahqaf:13)

Itulah sebelas tipe manusia yang tidak memiliki rasa takut dan kesedihan dalam hatinya. Ketakutan dan kegelisahan biasanya muncul ketika ada kesalahan, keraguan ataupun kurangnya keyakinan. Selama seorang mau mengikuti petunjuk Allah, pasrah dengan semua ketentuannya, selalu berbagi kebaikan dan beristiqomah maka tidak akan ada rasa takut atau sedih dalam hatinya.

Semoga Allah menggabungkan kita dalam golongan orang-orang yang tidak ada rasa takut ataupun kesedihan dalam dirinya.

KHAZANAH ALQURAN

8 Cara Sederhana untuk Membahagiakan Sesama Menurut Islam

Islam memberikan sejumlah tuntunan agar orang bahagia.

Menghibur orang yang sedang dilanda kesedihan menjadi keharusan bagi orang yang ada di sekitarnya. Meghibur ternyata bukan  sekadar mengajaknya bicara, tetapi ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk menghibur hati yang sedih menurut Islam.  

Syekh Muhammad Sholeh al-Munajid dalam buku “Menghibur Hati yang Gundah” menjelaskan sarana apa saja yang bisa menghibur seseorang yang hatinya sedang gundah. Berikut penjelasannya.:  

1. Membantu orang yang ditinggal orang yang disayangi 

Apabila ada seseorang yang sedang bersedih karena ditinggal orang yang disayanginya, alangkah lebih baiknya seorang Muslim mengucapkan belasungkawa. Karena, kalimat yang lembut bagi orang yang tertimpa musibah akan meneguhkan dirinya atas seizin Allah SAW dan menebalkan rasa sabarnya.  

2. Memberi dan menerima maaf 

Belajarlah untuk mudah menerima udzur atas kesalahan orang lain, karena hal tersebut bisa sebagai sarana untuk menghibur hati. Seorang manusia pasti memiliki kesempatan untuk berbuat salah manakala berinteraksi bersama orang lain dan kafarahnya atas perbuatan tersebut ialah meminta maaf dan saling memaafkan.

3. Saling bertukar dan memberi hadiah 

“Dari Anas RA, bahwasannya dia pernah memberi wejangan pada anak-anaknya: ‘Duhai anakku, saling memberilah di antara kalian, sesungguhnya hal tersebut bisa menumbuhkan rasa sayang di antara kalian’.” (HR Muslim)

4. Senyuman

Rasulullah SAW pernah bersabda: “Senyumanmu kepada saudaramu itu bernilai sedekah”. HR at-Tirmidzi no: 1956. Dinyatakan shahih  al-Albani.  

Maksud hadits ini, bahwa menunjukan wajah yang ceria dihadapan saudaramu apabila bertemu dengannya, itu akan diberi pahala sebagaimana halnya pahala ketika engkau bersedekah. Terlebih, buah lain yang bisa dipetik dari senyuman, yaitu bisa menghibur hati dan menambah rasa cinta kepadanya.

5. Memenuhi kebutuhan orang lain 

Hakim bin Hazam mengatakan: ‘Sekiranya pada pagi hari tidak aku jumpai didepan pintu rumahku orang yang membutuhkan bantuan, melainkan pasti aku mengetahui bahwa itu merupakan musibah yang dengannya aku memohon kepada Allah agar diberi ganjaran atasnya’. (Siyar a’lam an-Nubala 3/51) 

6. Saling berkunjung 

Seperti mengunjungi orang yang sedang sakit, berkunjung antarsaudara satu sama lain atau kepada orang lain akan berdampak luar biasa. Saling mengunjungi dapat menghibur hati yang sedang gundah dan dapat menumbuhkan persaudaran dan kasih sayang.  

7. Memahami orang lain 

Semoga Allah SWT merahmati Syabib bin Syaibah tatkala mengatakan: ‘Janganlah seseorang duduk pada jalan yang bukan jalannya, maka jika engkau ingin bertemu orang jahil dengan ilmu, orang yang main-main dengan fikih, orang pandir dengan penjelasan, maka hal tersebut bisa menganggu teman dudukmu’. (Adab al-Asrah hal: 47) 

8. Merahasiakan kebaikan dan jasanya tatkala menghibur hati yang gundah 

Adalah Qa’qa’a bin Syaur apabila ada seseorang yang mencarinya, beliau duduk menemaninya. Lalu beliau memberi bagian dari hartanya, dan membantu urusannya, serta memberi syafa’at atas keperluannya. Kemudian orang tersebut pamitan sambil mengucapkan banyak terima kasih kepadanya. (Al-Kamil karya al-Mubarad 1/143.).  Dari sekian banyak sarana menghibur hati, manakah yang selama ini telah kita lakukan untuk menghibur seseorang dari kesedihannya?

KHAZANAH REPUBLIKA

Sukses dan Bahagia? Ini kata Khatib Masjid Nabawi

KHUTBAH Jum’at di masjid Nabawi kemarin membahas potongan hadits yang menurut khatib dinyatakan sebagai kunci untuk menggapai sukses bahagia.

Potongan hadits yang saya maksud adalah sabda Rasulullah: Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah.

Tiga hal ini menjadi penting untuk kita perhatikan. Pertama adalah anjuran untuk bersungguh-sungguh berupaya melakukan segala yang bermanfaat. Kerjakan sesuatu yang bermanfaat, ucapkan sesuatu yang bermanfaat dan bersahabatlah dengan orang yang bisa menimbulkan manfaat. Pertimbangkanlah kemanfaatan sebelum memilih dan melakukan sesuatu.

Kedua adalah perintah untuk senantiasa meminta tolong kepada Allah. Tampakkan kelemahan kita di hadapan Allah. Tawadlulah dan jangan takabbur. Ada banyak hal yang terjadi dalam hidup kita yang di luar kontrol kita. Ini bermakna bahwa secanggih apapun kontrol kita akan sesuatu bisa jadi tidak berjalan sesuai dengan rencana. Teruslah memohon pertolongan kepadaNya maka pertolonganNya pasti datang.

Yang ketiga adalah jangan bermalas-malasan dan merasa loyo terus. Berbuatlah dalam hidup. Pintu dibukakan kepada mereka yang mengetuk, hadiah diberikan kepada yang berprestasi dan pujian dipersembahkan pada yang berbuat terpuji.

Syarah akan hadits tersebut sangatlah panjang. Namun saya cukupkan sekian dulu. Ada hal yang manfaat lainnya yang saya harus lakukan.

INILAH MOZAIK

Tak Kemaruk Maka Bahagia

SAAT saya tinggal di rumah salah satu tokoh muslim Auckland New Zealand. Kemarin dhuhur saya dijemput di bandara dan langsung dibawa ke rumah ini untuk kemudian menjalankan “tugas dinas harian.”

Kesan pertama akan kota bisnis ini adalah damai dan asri. Tatanan rumah tak ada yang tinggi, setiap rumah dipenuhi rumput dan tanaman. Cuaca sejuk mendukung, jalanan bersih tanpa sampah, pohon-pohon rapi berdiri sepanjang jalan.

Pak Hanhan yang menjemput saya, yang sudah puluhan tahun tinggal di sini, bercerita bahwa masyarakat asli Auckland ini adalah sederhana. Bahasa ringannya adalah “yang penting hidup, yang penting sehat.” Rumahnya rata-rata sama tak bermodel gaya rumah orang kaya Indonesia. Kalau ada rumah besar mewah, bisa dipastikan itu milik pendatang atau imigran. Inilah jenis tamu yang menyaingi tuan rumah. Karena kesederhanaan inilah maka kedamaian dan kebahagiaan hidup menjadi terasa.

Namun bagi sebagian orang, kesederhanaan hidup secukupnya dan apa adanya seperti ini dianggap kurang menantang, kurang kompetitif, dan kurang dinamis. Lalu muncullah persaingan, lahirlah kompetisi yang tak begitu sehat. Dengan tanpa sadar, kerakusan, ketamakan atau sikap kemaruk mulai tumbuh. Lahirlah premanisme dengan berbagai bentuknya. Ini mulai ada di Auckland bagian selatan.

Kaidah sederhana itu mendamaikan sungguh menemukan bukti di daerah ini. Tadi malam saat saya ceramah di sebuah gedung pemerintah, Mt Eden Memorial Hall, terlihat sekali wajah damai itu, wajah tanpa ketergesa-gesaan, wajah tanpa kerutan kening, wajah yang selalu berhiaskan senyuman dan sapaan. Ingin damai bahagia? Jangan tamak, jangan kemaruk. Syukuri apa yang ada. Salam, AIM. [*]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2384702/tak-kemaruk-maka-bahagia#sthash.DjYUfhsk.dpuf

Sederhanakah Jalan Bahagia?

Memilih produk untuk digunakan adalah salah satu hal yang harus diperhatikan. Terlebih, apa yang dipakai di dalam tubuh maupun di luar tubuh dan harus dipastikan bahwa produk yang dikenakan halal.

Menurut Ir. Osmena Gunawan, Wakil Direktur LPPOM MUI, menjelaskan bahwa setiap orang butuh mengkonsumsi barang halal. Terlebih segala macam produk yang melekat di tubuh sangat berpengaruh kepada nilai ibadah yang dilakukan. Karena, pada dasarnya ketika seseorang beribadah apa yang digunakan di tubuh harus memiliki sesuatu yang halal.

“Karena itu, menggunakan produk halal sangat penting. Hal ini sangat baik untuk semua orang,” kata Ir. Osmena Gunawan, Wakil Direktur LPPOM MUI saat ditemui di acara Hansaplast menerima sertifikasi Halal MUI, Jakarta, Senin (12/06/2017).

Sebagai plester nomor satu di Indonesia, Hasaplast memperhatikan hal tersebut. Dengan melewati berbagai proses, akhirnya Hansaplast menerima sertifikasi hala dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat – Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Sertifikasi ini berlaku untuk 20 varian Hansaplast yang diproduksi di Indonesia, Malang, Jawa Timur.

“Kami memahami kebutuhan konsumen di Indonesia yang menginginkan produk yang aman digunakan. Karena itu, kami sangat bangga dapat menerima sertifikasi Halal ini yang merupakan wujud dari komitmen hansaplast dalam menyediakan produk dengan standar kualitas tinggi dan memenuhi persyaratan halal,” tambahnya. (tka)

 

– See more at: http://gayahidup.inilah.com/read/detail/2384814/penting-menggunakan-produk-halal#sthash.niKrnBsR.dpuf