Kebodohan Kita terhadap Bahaya Syirik (Bag. 2)

Syirik Merupakan Kezaliman yang Paling Zalim

Ahli tauhid yang meng-esa-kan Allah dan membersihkan diri dari kesyirikan baik dalam perkataan, perbuatan, maupun keyakinan, maka dia akan mendapatkan keamanan dan petunjuk di dunia dan di akhirat. Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan keimanan mereka dengan kezaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’am [6]: 82)

Ketika ayat ini turun, para sahabat mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka radhiyallahu ‘anhum berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّنَا لاَ يَظْلِمُ نَفْسَهُ

”Wahai Rasulullah, siapakah yang tidak menzalimi dirinya sendiri?” 

Setiap orang pasti menzalimi dirinya sendiri dengan apa saja, baik dengan meremehkan kewajiban atau terjatuh ke dalam perbuatan dosa. Jika dia ingat atau diingatkan, maka dia akan bertaubat dari perbuatannya itu. Lalu siapakah yang tidak menzalimi dirinya sendiri? 

Tiga Jenis Kezaliman

Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ كَمَا تَقُولُونَ ( لَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ ) بِشِرْكٍ ، أَوَلَمْ تَسْمَعُوا إِلَى قَوْلِ لُقْمَانَ لاِبْنِهِ ( يَا بُنَىَّ لاَ تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ )

“Bukan itu yang dimaksud. (Yang dimaksud dengan) “tidak mencampur-adukkan keimanan mereka dengan kezaliman” adalah dengan kesyirikan. Tidakkah kalian mendengar perkataan Luqman kepada anaknya (yang artinya), “Wahai anakku! Janganlah kamu menyekutukan Allah. Sesungguhnya kesyirikan itu merupakan kezaliman yang besar.’” (HR. Bukhari no. 3360 dan Muslim no. 342. Lafadz hadits tersebut adalah lafadz hadits Bukhari)

Dalam hadits tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa kezaliman yang dimaksud dalam ayat ini adalah kesyirikan. Karena sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama, terdapat tiga jenis kezaliman:

1. Kezaliman Syirik Kepada Allah 

Yang merupakan jenis kezaliman yang paling zalim, yaitu kezaliman syirik. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman [31]: 13)

Mengapa syirik disebut dengan zalim? Karena makna asal dari zalim adalah,”Meletakkan sesuatu selain pada tempatnya”. Sedangkan makna dari syirik adalah,”Meletakkan ibadah selain pada tempatnya”. 

Sehingga syirik inilah kezaliman yang paling zalim. Karena ketika manusia meletakkan (menujukan) ibadah tersebut selain pada tempatnya yang benar, mereka memberikan ibadah tersebut kepada makhluk yang tidak berhak menerimanya. Artinya, mereka menyamakan antara makhluk dan Khalik (Pencipta), yang berarti menyamakan antara sesuatu yang lemah dengan Dzat Yang Maha perkasa. Oleh karena itu, kezaliman apakah yang lebih besar dari itu?

2. Kezaliman Seorang Hamba Atas Dirinya Sendiri

Ke dua, kezaliman seorang hamba atas dirinya sendiri dengan berbuat maksiat. Pelaku maksiat sebenarnya hanyalah menzalimi diri mereka sendiri. Hal ini karena pelakunya menjerumuskan dirinya sendiri ke dalam hukuman. Padahal kewajibannya adalah menundukkan jiwanya, dan meletakkannya sesuai dengan tempat yang sesuai denganya, yaitu di atas ketaatan. Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ إِنَّ الْخَاسِرِينَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَلَا ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ

“Katakanlah, “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat.” (QS. Az-Zumar [39]: 15) 

3. Kezaliman Hamba Kepada Manusia Lainnya

Ke tiga, kezaliman seorang hamba kepada manusia lainnya, baik dengan mengambil hartanya, menggunjingnya, membunuh jiwa mereka tanpa alasan yang dapat dibenarkan, memukul, melukai, atau merendahkan mereka. 

Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan kepada para sahabat bahwa keumuman (yaitu kezaliman) dalam QS. Al-An’am [6] ayat 82 tersebut dimaksudkan untuk zalim dalam bentuk tertentu. Maksudnya adalah salah satu dari tiga jenis kezaliman, yaitu kezaliman seorang hamba terhadap hak Rabb-nya dengan berbuat kesyirikan terhadap Allah Ta’alaKezaliman tersebut merupakan jenis kezaliman yang terbesarInilah makna melaksanakan tauhid dan berlepas diri serta membersihkan diri dari kesyirikan. Dengannya seorang hamba dapat meraih keamanan dan petunjuk. [1]

[Bersambung]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/52242-kebodohan-kita-terhadap-bahaya-syirik-bag-2.html

Kebodohan Kita terhadap Bahaya Syirik (Bag. 1)

Untuk mendorong kita agar lebih serius dalam mempelajari kesyirikan dan tidak memandangnya dengan pandangan yang remeh, maka dalam kesempatan ini penulis akan menjelaskan sedikit tentang bahaya syirik. Semoga dengan pembahasan ini dapat mengubah pandangan kita selama ini tentang bahaya kesyirikan yang mungkin belum kita ketahui.

Syirik Merupakan Salah Satu Pembatal Islam

Mengetahui macam-macam pembatal Islam sangat penting bagi kehidupan seorang muslim agar dapat menjauhkan diri dan menghindarinya. Seorang muslim yang tidak mengetahui pembatal-pembatal Islam, dikhawatirkan akan terjerumus di dalamnya. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 217)

Pengertian Murtad dalam Islam

Orang murtad adalah orang yang kafir setelah masuk Islam, baik karena keyakinan dari dalam hatinya, atau karena muncul keragu-raguan dalam hatinya, atau karena perbuatan tertentu seperti bersujud atau bernadzar kepada selain Allah Ta’ala. Bisa juga karena perkataan dengan mengolok-olok Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ ؛ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ

“Katakanlah, “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu meminta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.” (QS. At-Taubah [9]: 65-66) 

Demikianlah, riddah (keluar dari agama Islam) dapat disebabkan karena perkataan, perbuatan, dan keyakinan.

Saat Muncul Wacana Pelarangan Pengkafiran 

Namun sayangnya, ketika kebodohan terhadap ajaran Islam semakin tersebar dan ketika ajaran Islam semakin terasing, maka muncullah orang-orang dengan label “ilmuwan muslim” atau “cendekiawan muslim” yang mengatakan,

”Janganlah mengkafirkan kaum muslimin. Cukuplah bagi mereka nama (label) Islam, cukuplah bagi mereka dengan hanya mengatakan, “Saya seorang muslim.” Meskipun dia melakukan perbuatan semau mereka, misalnya menyembelih hewan untuk selain Allah atau mencela Allah dan Rasul-Nya. Selama mereka mengatakan,”Saya seorang muslim”, maka jangan kafirkan mereka.” 

Mereka Lebih Berbahaya daripada Orang Kafir

Konsekuensi dari perkataan mereka itu, maka masuklah ke dalam Islam orang-orang pemuja kubur (quburiyyun), orang-orang Syi’ah, orang-orang Ahmadiyyah, dan setiap orang yang mengaku sebagai orang muslim. Mereka mengatakan,”Janganlah mengkafirkan kaum muslimin, meskipun mereka melakukan berbagai amal semau mereka, atau meskipun mereka memiliki aqidah sendiri-sendiri. Janganlah memecah belah barisan kaum muslimin!”  

Maka kita katakan kepada mereka,”Maha Suci Allah! Kami tidak memecah belah barisan kaum muslimin, akan tetapi mereka itu bukan muslim? Karena ketika mereka terjerumus ke dalam pembatal Islam, mereka itu bukan muslim lagi.” 

Bahkan mereka itu lebih berbahaya daripada orang kafir asli, karena orang kafir asli tidak pernah mengaku sebagai seorang muslim. Adapun orang muslim yang telah murtad dari agamanya, mereka menipu masyarakat dan mengklaim bahwa kekafiran mereka itu termasuk bagian dari Islam. Oleh karena itu kita katakan,”Kami mengkafirkan orang yang keluar dari agama Islam. Adapun seorang muslim, maka tidak boleh kita kafirkan.” 

Penyebab Kemurtadan yang Paling Berbahaya

Di antara sebab riddah yang paling besar adalah berbuat syirik kepada Allah Ta’alaYaitu dengan beribadah kepada selain Allah Ta’ala, di samping juga beribadah kepada Allah, seperti bernadzar kepada selain Allah, bersujud kepada selain Allah, atau meminta pertolongan kepada selain Allah dalam hal-hal yang tidak ada yang bisa memenuhinya kecuali Allah Ta’ala saja. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka. Tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (QS. Al-Maidah [5]: 72)

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang tingkatannya di bawah (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa’ [4]: 48)

Oleh karena itu, kesyirikan adalah jenis riddah (kemurtadan) yang paling berbahaya. Yaitu beribadah kepada selain Allah Ta’ala dengan berbagai jenis ibadah, dengan berdoa, bernadzar, ber-istighotsah kepada penghuni kuburatau meminta bantuan kepada orang mati. Ini adalah jenis riddah yang paling besar dan paling berbahaya, namun banyak dilakukan oleh orang-orang yang mengaku sebagai muslim dan mengucapkan “laa ilaaha illallah”. Mereka memang melaksanakan shalat dan puasa, akan tetapi mereka mencampur amal ibadah mereka dengan syirik akbar. Sehingga mereka pun keluar dari Islam, meskipun melaksanakan shalat dan puasa.

Penjelasan ini sekaligus menjadi bantahan atas anggapan sebagian kaum muslimin yang menganggap bahwa seseorang baru disebut murtad atau keluar dari agama Islam apabila dia berpindah agama menjadi seorang Nasrani, Hindu, atau Budha. Kita katakan, meskipun KTP mereka tetap Islam, apabila mereka melakukan pembatal Islam, mereka bukan muslim lagi. Hal ini tentunya dengan terpenuhinya syarat-syarat pengkafiran, dan tidak ada penghalang seperti belum sampai dakwah kepadanya atau karena ada syubhat (kerancuan) dalam pemahamannya. Hal ini karena perkara takfir (pengkafiran) adalah perkara yang besar dan berbahaya, dan tidak boleh seseorang tergesa-gesa di dalamnya tanpa dilandasi ilmu dan tanpa mengikuti petunjuk atau nasihat para ulama.

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/52231-kebodohan-kita-terhadap-bahaya-syirik-bag-1.html

Masuk Surga dan Neraka karena Seekor Lalat

DI sebagian kalangan di negeri kita masih saja melestarikan budaya sesajian. Pada waktu tertentu, ada yang menaruh sesaji berupa kepala kerbau. Ada pula yang dengan tumbal yang dilarung di laut atau telaga. Semua ini masih terus lestari. Padahal kalau ditinjau ritual sesaji ini adalah ritual syirik. Kita dapat mengambil pelajaran dari kisah berikut ini. Hanya karena sesajinya berupa seekor lalat, membuat ia masuk neraka. Sebaliknya ada yang enggan untuk sesaji sampai ia dipenggal lehernya, malah membuatnya masuk surga. Berikut kisah dua orang orang yang masuk neraka karena lalat dan masuk surga juga karena lalat,

Dari Thariq bin Syihab, (beliau menceritakan) bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda, “Ada seorang lelaki yang masuk surga gara-gara seekor lalat dan ada pula lelaki lain yang masuk neraka gara-gara lalat.” Mereka (para sahabat) bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ada dua orang lelaki yang melewati suatu kaum yang memiliki berhala. Tidak ada seorangpun yang diperbolehkan melewati daerah itu melainkan dia harus berkorban (memberikan sesaji) sesuatu untuk berhala tersebut. Mereka pun mengatakan kepada salah satu di antara dua lelaki itu, “Berkorbanlah.” Ia pun menjawab, “Aku tidak punya apa-apa untuk dikorbankan.” Mereka mengatakan, “Berkorbanlah, walaupun hanya dengan seekor lalat.” Ia pun berkorban dengan seekor lalat, sehingga mereka pun memperbolehkan dia untuk lewat dan meneruskan perjalanan. Karena sebab itulah, ia masuk neraka. Mereka juga memerintahkan kepada orang yang satunya, “Berkorbanlah.” Ia menjawab, “Tidak pantas bagiku berkorban untuk sesuatu selain Allah azza wa jalla.” Akhirnya, mereka pun memenggal lehernya. Karena itulah, ia masuk surga.”

Status hadits: Dikeluarkan oleh Ahmad dalam Az Zuhud hal. 15, dari Thoriq bin Syihab dari Salman Al Farisi radhiyallahu anhu. Hadits tersebut dikeluarkan pula oleh Abu Nuaim dalam Al Hilyah 1: 203, Ibnu Abi Syaibah dalam mushonnafnya 6: 477, 33028. Hadits ini mauquf shahih, hanya sampai sahabat. Lihat tahqiq Syaikh Abdul Qodir Al Arnauth terhadap Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab hal. 49, terbitan Darus Salam. Al Hafizh mengatakan bahwa jika Thoriq bertemu Nabi -shallallahu alaihi wa sallam-, maka ia adalah sahabat. Kalau tidak terbukti ia mendengar dari Nabi, maka riwayatnya adalah mursal shohabiy dan seperti itu maqbul atau diterima menurut pendapat yang rojih (terkuat). Ibnu Hibban menegaskan bahwa Thoriq wafat tahun 38 H. Lihat Fathul Majid, hal. 161, terbitan Darul Ifta.

Beberapa faedah dari hadits di atas:

  1. Hadits di atas menunjukkan bahaya syirik walau pada sesuatu yang dinilai kecil atau remeh.
  2. Jika sesaji dengan lalat saja bisa menyebabkan masuk neraka, bagaimana lagi dengan unta, atau berqurban berkorban untuk mayit atau selain itu?
  3. Hadits tersebut menjadi pelajaran bahwa sesaji yang biasa dilakukan oleh sebagian orang awam di negeri kita adalah suatu kesyirikan.
  4. Syirik menyebabkan pelakunya masuk neraka sedangkan tauhid mengantarkan pada surga.
  5. Seseorang bisa saja terjerumus dalam kesyirikan sedangkan ia tidak mengetahui bahwa perbuatan tersebut syirik yang menyebabkan dia terjerumus dalam neraka nantinya.
  6. Hadits tersebut juga menunjukkan bahayanya dosa walau dianggap sesuatu yang kecil. Anas radhiyallahu anhu mengatakan, “Kalian mengamalkan suatu amalan yang disangka ringan, namun kami yang hidup di masa Nabi shallallahu alaihi wa sallam menganggapnya sebagai suatu petaka yang amat besar.”
  7. Orang tersebut masuk neraka karena amalan yang awalnya tidak ia maksudkan, ia hanya ingin lepas dari kejahatan kaum yang memiliki berhala tersebut.
  8. Seorang muslim yang melakukan kesyirikan, batallah islamnya dan menyebabkan ia masuk neraka karena laki-laki yang diceritakan dalam hadits di atas adalah muslim. Makanya di dalam hadits disebutkan, “Seseorang masuk neraka karena lalat”. Ini berarti sebelumnya dia adalah muslim.
  9. Yang jadi patokan adalah amalan hati, walau secara lahiriyah amalan yang dilakukan terlihat ringan atau sepele.
  10. Hadits ini menunjukkan bahwa sembelihan, penyajian tumbal, sesaji adalah ibadah. Jika ada yang memalingkan ibadah tersebut pada selain Allah, maka ia terjerumus dalam syirik akbar yang mengeluarkan dari Islam.
  11. Hadits di atas menunjukkan keutamaan, keagungan dan besarnya balasan tauhid.
  12. Hadits tersebut juga menunjukkan keutamaan sabar di atas kebenaran dan ketauhidan.

Semoga kisah di atas membuat kita semakin paham akan bahaya syirik dan pentingnya mengesakan Allah dalam ibadah. Tradisi yang bertentangan dengan ajaran Islam, tentu harus ditinggalkan apalagi jika sampai membuat Allah murka dan membuat kita terjerumus dalam neraka. No way to SYIRIK! Wallahul muwaffiq. [rumaysho]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2372528/masuk-surga-dan-neraka-karena-seekor-lalat#sthash.dF3LUNtF.dpuf