Bersedekah Tapi Masih Punya Utang, Bolehkah?

Utang adalah tanggungan yang wajib dipenuhi. Kewajibannya bahkan mengikat sampai mati. Ketika seseorang punya tanggungan utang, maka hanya ada dua kemungkinan yang bisa menggugurkan tanggungan tersebut: 1) hutangnya sudah terlunasi, atau 2) dibebaskan/direlakan oleh orang yang punya hak (ibrā`)

Bagi banyak orang, memiliki tanggungan utang adalah hal biasa, karena orang tidak selalu memiliki apa yang dia butuhkan. Dalam keadaan yang sama, kadang ia ingin berbagi dan bersedekah kepada sesama, padahal ia punya tanggungan utang yang harus dibayarkan pada orang lain.

Bagaimanakah hukum bersedekah bagi orang yang punya utang, mengingat status hukum membayar utang adalah wajib sedang bersedekah hanyalah sunah? Syaikh Bafadhal al-Hadhrami dalam kitab al-Muqaddimah al-Hadhramiyah mengatakan,

ولا يحل التصدق بما يحتاج إليه لنفقته أو نفقة من عليه نفقته في يومه وليلته أو لدين لا يرجو له وفاء

“Tidak halal bersedekah menggunakan harta yang dibutuhkan, untuk sehari semalam, guna menafkahi dirinya dan orang-orang yang wajib dinafkahinya. Atau, dibutuhkan guna membayar utang yang tidak ada harapan bisa dilunasi lain waktu.”

Artinya, bersedekah memang sunah namun jika kita dalam kondisi masih membutuhkan harta tersebut sebagai bagian dari kebutuhan pokok (misal membayar utang), maka bersedekah yang sunah tadi hukumnya menjadi haram. Ibn Hajar al-Haitami dalam al-Minhaj al-Qawim menambahkan soal haramnya menunda membayar utang,

لأن أداءه واجب لحق الآدمي فلا يجوز تفويته أو تأخيره بسبب التطوع بالصدقة، ومحله إن لم يغلب على ظنه وفاؤه من جهة أخرى ظاهرة

“Karena, membayar hutang adalah wajib, sehingga tidak boleh digagalkan atau ditunda karena berbuat sunah dengan bersedekah. Hukumnya demikian ini apabila ia tidak memiliki dugaan kuat dapat membayar hutangnya dari harta lain.”

Dan dalam Tuhfatu al-Muhtaj, al-Haitami berkata,

إن وجب أداؤه فورا لطلب صاحبه له، أو لعصيانه بسببه مع عدم علم رضا صاحبه بالتأخير حرمت الصدقة قبل وفائه مطلقا.

“Apabila hutangnya wajib segera dibayarkan—karena pemilik hak sudah menagih atau karena tanggungan hutangnya disebabkan maksiat (karena gasab, dsb)—serta tidak diketahui apakah pemilik hak rela akan penundaan tersebut, maka secara mutlak haram bersedekah sebelum melunasi hutangnya.”

Dari tiga referensi di atas ada beberapa poin yang dapat kita simpulkan:

  1. Tidak boleh bersedekah menggunakan harta yang diperlukan untuk kebutuhan sendiri dan keluarga di hari tersebut.
  2. Tidak boleh bersedekah menggunakan harta yang diperlukan untuk melunasi tanggungan hutang, kecuali ada dugaan kuat bisa melunasinya dengan harta lain.
  3. Hutang yang wajib segera dilunasi (karena jatuh tempo dan sudah ditagih atau karena tanggungan hutangnya disebabkan maksiat [karena gasab, dsb.]) tidak boleh ditunda (dengan cara apapun, termasuk bersedekah), kecuali jika diketahui bahwa pemilik hak akan merelakan penundaan tersebut. Wallahu A’lam. 

BINCANG SYARIAH

5 Bahaya Bermudah-Mudahan Dalam Berhutang

Perkara hutang piutang bukanlah perkara ringan, namun, sayangnya belakangan ini banyak dari kita sangat bermudah-mudahan dalam berhutang hanya untuk memenuhi gaya hidup, beli mobil mewah, rumah megah semuanya dibeli dengan cara menyicil. Maka, pada kesempatan kali ini kami ingin menjelaskan betapa bahayanya perkara hutang dalam kehidupan kita di dunia maupun di akhirat.

1. Ruh Seorang Mukmin Terkatung-Katung Disebabkan Hutang.

Dalam sebuah hadits rasulullah ﷺ bersabda:

نفس المؤمن معلقة بدينه حتى يقضى عنه

“Ruh seorang mukmin tergantung (terkatung-katung) disebabkan hutangnya sampai dilunasi”.
(HR. Tirmidzi : 1078, dan Ibnu Majah : 2413).

Imam Suyuthi berkata menjelaskan makna jiwa seorang mukmin tergantung: “tertahan dari tempat kemuliaan yang disiapkan untuknya”, dan Imam Iraqy berkata: “Urusannya terhenti, tidak dikatakan selamat dan tidak juga dikatakan celaka sampai dilihat terlebih dahulu apakah hutangnya sudah lunas atau belum.”
(Tuhfatul Ahwadzy).

2. Keutamaan Mati Syahid Tidak Bisa Menggugurkan Dosa Disebabkan Hutang.

Kita tahu betapa besar keutamaan dan balasan yang Allah siapkan untuk orang-orang yang siap terbunuh dalam memperjuangkan agama Allah ﷻ. Kendati demikian, keutamaan yang banyak tersebut tidak bisa menggugurkan dosa kezhaliman yang disebabkan penundaan membayar hutang.

Salah seorang sahabat pernah bertanya kepada rasulullah ﷺ:

يَا رَسُولَ اللهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فِي سَبِيلِ اللهِ، يُكَفِّرُ عَنِّي خَطَايَايَ؟

“Duhai rasulullah ﷺ, bagaimana menurutmu apabila aku terbunuh di jalan Allah ﷻ, apakah dosa–dosaku dihapuskan?

Rasulullah ﷺ pun bersabda:

نَعَمْ، إِنْ قُتِلْتَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ

“iya, jika dirimu terbunuh di jalan Allah dalam keadaan sabar mengharapkan pahala dan tidak kabur dari peperangan”

Lalu, rasulullah ﷺ meminta sahabat tadi mengulang pertanyaannya, dan beliau ﷺ pun kembali bersabda:

نَعَمْ، وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ، إِلاَّ الدَّيْنَ، فَإِنَّ جِبْرِيلَ قَالَ لِي ذَلِكَ

“Ya (mati syahid bisa menggugurkan dosa-dosa) jika kamu dalam keadaan bersabar, mengharapkan pahala dan tidak kabur dari peperangan, kecuali hutang, dan Jibril lah yang mengatkan hal tersebut kepadaku.”
(HR. Tirmidzi : 1712).

Dalam hadits yang lain rasulullah ﷺ bersabda:

يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ

“Diampuni semua dosa orang yang mati syahid kecuali hutang”.
(HR. Muslim : 1886).

3. Jatuh Dalam Kezhaliman.

Orang yang bermudah-mudahan dalam berhutang akan berat baginya untuk membayar hutang tersebut, apalagi jika hutangnya menumpuk. Sampai-sampai kita melihat orang yang berhutang lebih galak daripada orang yang menghutangi, ketika ditagih malah marah kepada orang yang menghutangi. Ini jelas kezhaliman yang nyata, dan rasulullah ﷺ bersabda:

“Penundaan membayar hutang bagi orang yang mampu membayar adalah kezhaliman”.
(HR. Muslim : 1564).

Hendaknya orang yang berhutang takut kepada Allah ﷻ, dan mengingat bahwasanya kelak dirinya akan berdiri dihadapan Allah ﷻ, rasulullah ﷺ bersabda:

اتَّقُوا الظُّلْمَ. فَإِنّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“berhati-hatilah terhadap kezhaliman, sebab kezhaliman adalah kegelapan di hari Kiamat.”
(HR. Muslim).

4. Allah Mencapnya Sebagai Pencuri.

Orang-orang yang bermudah-mudahan dalam berhutang, kemudian tidak berusaha untuk membayar hutang tersebut, maka dia akan mengahdap Allah ﷻ dengan status pencuri.

Rasulullah ﷺ bersabda:

أَيُّمَا رَجُلٍ تَدَيَّنَ دَيْنًا، وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لَا يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ، لَقِيَ اللَّهَ سَارِقًا

“Siapapun yang berhutang dan berniat tidak akan membayar hutang tersebut, maka dia akan bertemu Allah ﷻ dengan status sebagai seorang pencuri.”
(HR. Ibnu Majah: 2410).

5. Banyak Hutang Bisa Membuat Seseorang Memiliki Sifat Kemunafikan.

Ketika seseorang bermudahan dalam berhutang, bisa saja dia akan sering mengumbar janji palsu, berbohong, dan mengkhianati amanah yang diberikan, dan ini banyak terjadi ditengah-tengah masyarakat. Ketika ditagih, dia berbohong tidak punya uang, padahal dia sanggup untuk membayar. Dan jelas ini adalah sifat-sifat orang munafik. Rasulullah ﷺ bersabda:

آية المنافق ثلاث إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف وإذا اؤتمن خان

“Tanda-tanda orang munafik ada 3, jika berbicara ia berdusta, bila berjanji ia tidak menepati janjinya, dan apabila diberi amanah ia mengkhianatinya”
(HR. Al-Bukhari no. 33 dan Muslim no. 59).

Itulah diantara bahaya hutang dalam kehidupan seorang muslim, yang seharusnya membuat kita lebih berhati-hati dan berpikir terlebih dahulu sebelum berhutang. Berhutanglah jika memang harus dan untuk kebutuhan mendesak.

اللهم اكفنا بحلالك عن حرامك وأغننا بفضلك عمن سواك

“Ya Allah, cukupkanlah kami dengan rezeki yang halal, sehingga kami tidak memerlukan yang haram, dan berilah kami kekayaan dengan karuniamu, sehingga kami tidak memerlukan bantuan orang lain, selain diri-Mu”.

Ditulis oleh:
Ustadz Muhammad Ihsan حفظه الله
(Kontributor bimbinganislam.com)

BIMBINGAN ISLAM