Lima Macam Ujian dan Bala’ Manusia

Bala’  atau ujian yang menimpa manusia bisa  berupa rasa takut dan lapar, kematian bahkan kekurangan buah-buahan

SIAPAPUN orang akan mengalami ujian dan bala’ selama hidup dunia. Hal ini sudah janji yang disampaikan Allah SWT untuk menguji kesungguhan keimanan.

Selama hidup di dunia, kaum Muslim akan banyak mengalami ujian sehingga diketahui siapa yang benar-benar beriman atau pura-pura beriman, siapa berbohong; siapa bersabar, siapa kufur, siapa munafik, dan siapa yang lemah iman.

أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتْرَكُوٓا۟ أَن يَقُولُوٓا۟ ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

وَلَقَدْ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُوا۟ وَلَيَعْلَمَنَّ ٱلْكَٰذِبِينَ

“Apakah manusia itu mengira, bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, sehingga Allah mengetahui orang-orang yang benar dan pendusta.” (QS: Al-Ankabut [29]: 2-3).

اَمۡ حَسِبۡتُمۡ اَنۡ تَدۡخُلُوا الۡجَـنَّةَ وَ لَمَّا يَاۡتِكُمۡ مَّثَلُ الَّذِيۡنَ خَلَوۡا مِنۡ قَبۡلِكُمۡؕ مَسَّتۡهُمُ الۡبَاۡسَآءُ وَالضَّرَّآءُ وَزُلۡزِلُوۡا حَتّٰى يَقُوۡلَ الرَّسُوۡلُ وَالَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَهٗ مَتٰى نَصۡرُ اللّٰهِؕ اَلَاۤ اِنَّ نَصۡرَ اللّٰهِ قَرِيۡبٌ

“Apakah kalian mengira akan (dapat) masuk surga sedang belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan serta digoncang (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS: Al-Baqarah [2]: 214).

Ada perbedaan antara ujian dan bala’. Bala’ adalah sesuatu yang menimpa manusia secara masal,  bisa berupa sesuatu yang baik dan bisa pula sesuatu yang buruk.

كُلُّ نَفۡسٖ ذَآئِقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ وَنَبۡلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلۡخَيۡرِ فِتۡنَةٗۖ وَإِلَيۡنَا تُرۡجَعُونَ

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.”  (QS; Al-Anbiya [21: 35).

Ayat di atas menunjukkan bahwa bala’ mencakupi sesuatu yang buruk dan yang baik. Adapun musibah adalah sesuatu yang menimpa manusia ataupun menimpa benda lain, bisa menimpa pribadi ataupun menimpa manusia secara massal.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

 مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِيٓ أَنفُسِكُمۡ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مِّن قَبۡلِ أَن نَّبۡرَأَهَآۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٞ

“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.”  (QS: Al-Hadid [57]:22).

Dalam ayat lain disebutkan;

وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَيۡءٖ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ `َنَقۡصٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS: Al-Baqarah [2]: 155).

Ayat di atas menunjukkan bahwa musibah mencakup musibah yang menimpa bumi (benda- benda) dan yang menimpa manusia . Dalam ayat ini Allah menyebutkan lima macam bala’ yang menimpa manusia secara massal, keterangannya adalah sebagai berikut;

Pertama, khauf (rasa takut)

Ini adalah bala’ dari sisi kejiwaannya dengan rasa takut, panik, trauma, tidak tenang, khawatir dan lainnya. Ujian kejiwaan ini sebenarnya kalau direnungkan jauh lebih berat dari musibah fisik, karena akan selalu mengganggu fikiran dan jiwanya.

Sehingga kita dapatkan sebagian orang menjadi stres bahkan gila karena tidak bisa mengendalikan fikiran dan jiwanya. Oleh karenanya Allah meletakkan bala’ / rasa takut ini pertama kali sebelum bentuk bentuk bala’ yang lain.

Sebagian ulama menafsirkan rasa takut pada ayat ini dengan rasa takut terhadap musuh, berkata Ibnu Abbas, “ maksud takut di sini adalah takut terhadap musuh dan panik di dalam peperangan.”

Kedua, rasa lapar

Rasa lapar atau kelaparan adalah bala’ dan ujian yang menimpa (fisik manusia) karena kelaparan dapat membuat tubuh manusia menjadi lemas dan tidak berdaya, bahkan tidak sedikit yang berakhir meninggal dunia.  Di daerah Afrika sering terjadi kelaparan secara massal, sehingga terlihat manusia di sana kurus-kurus, hanya kelihatan  tulang-tulangnya , tidak ada daging yang menutupi tubuh mereka.

Bahkan tidak sedikit dari mereka yang kemudian meninggal dunia karena tidak ada yang bisa dimakan. Krisis kelaparan benar-benar terjadi di dalam kehidupan manusia. Bala’  dan ujian berupa rasa takut dan lapar juga disampaikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya,

 فَأَذَٰقَهَا ٱللَّهُ لِبَاسَ ٱلۡجُوعِ وَٱلۡخَوۡفِ بِمَا كَانُواْ يَصۡنَعُونَ

“Karena itu Allah menimpakan kepada mereka bencana kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang mereka perbuat.” (QS: An-Nahl  [16]: 112).

Ayat di atas menyebutkan pakaian kelaparan dan ketakutan. Ini untuk menunjukkan bahwa kedua hal itu benar-benar meliputi mereka dan lekat dengan mereka sebagaimana pakaian yang meliputi badan seseorang.

Ibnu Katsir berkata, “Karena orang yang sedang dalam keadaan lapar dan takut, bala’ dan ujian pada keduanya akan sangat nampak terlihat jelas. Oleh kerenanya, Dia berfirman, “ pakaian kelaparan dan ketakutan.”

Ketiga, kekurangan harta

Setelah menyebutkan ujian yang menimpa jiwa dan badan, Allah kemudian menyebutkan bala’ (ujian) yang menimpa harta. Dengan firman-Nya; “Dan kekurangan harta.”

Artinya seseorang mesti punya harta , tetapi hartanya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya. Ini bisa disebabkan karena musibah yang menimpa hartanya, seperti dicuri, dirampok,  kebakaran, terkena gempa, ditipu orang dan musibah-musibah lainnya.

Sebagian orang kekurangan harta bukan karena tertimpa musibah. Sebagaimana di sebutkan di atas. Tetapi karena hidupnya memang kekurangan harta. Ini di bagi menjadi dua golongan :

  • Fakir, yaitu orang yang pendapatannya (hartanya) tidak mencukupi setengah dari kebutuhan hidupnya sehari-hari.
  • Miskin,  yaitu orang yang pendapatannya (hartanya) tidak mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya, tapi sudah mencukupi setengah dari kebutuhan hidupnya. Berkata Al-Qurthubi, “harta berkurang karena sibuk berperang di jalan  Allah.”

Empat,  berkurangnya jiwa

Maksud berkurangnya jiwa di sini adalah banyaknya kematian yang menimpa orang-orang di sekitarnya . Misalnya meninggalnya istri, anak, kerabat, sahabat, dan orang-orang yang dicintainya.

Berkata Ibnu Abbas, “terjadinya pembunuhan dan kematian di dalam jihad.”

Untuk saat ini yang paling terasa adalah ketika meninggal karena terkena wabah Covid-19.  Betapa banyak dari sahabat, teman, guru, murid, tetangga dan orang-orang yang dikenal begitu cepat meninggal dunia dan dalam waktu berdekatan. Berkata Asy-Syabi’I, “berkurangnya jiwa karena tertimpa penyakit .”

Lima, kekurangan buah-buahan

Dalam Al-Quran  sering disebutkan buah-buahan untuk mewakili makanan-makanan lain. Hal itu karena buah-buahan sebagai makanan terbaik, karena kandungan gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia. Selain itu, buah-buahan pengelolaan dan pertumbuhannya langsung dari Allah , tanpa campur tangan manusia seperti halnya makanan-makanan lain , kecuali dalam beberapa hal saja.

Di antara ayat-ayat yang menyebutkan buah-buahan sebagai rezeki dan makanan pokok manusia adalah sebagai berikut;

-Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ اَخَذْنَآ اٰلَ فِرْعَوْنَ بِالسِّنِيْنَ وَنَقْصٍ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُوْنَ

“Dan sungguh, Kami telah menghukum Fir‘aun dan kaumnya dengan (mendatangkan musim kemarau) bertahun-tahun dan kekurangan buah-buahan, agar mereka mengambil pelajaran.”  (QS: Al-A’raf [7]: 130).

Ayat di atas menunjukkan musibah yang menimpa keluarga Fir’aun berupa musim paceklik dan kekurangan buah-buahan.

-Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَٰهِـۧمُ رَبِّ ٱجۡعَلۡ هَٰذَا بَلَدًا ءَامِنٗا وَٱرۡزُقۡ أَهۡلَهُۥ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ مَنۡ ءَامَنَ مِنۡهُم بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُۥ قَلِيلٗا ثُمَّ أَضۡطَرُّهُۥٓ إِلَىٰ عَذَابِ ٱلنَّارِۖ وَبِئۡسَ ٱلۡمَصِيرُ

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah (Negeri Mekkah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya, yaitu di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian,” Dia (Allah) berfirman, “Dan kepada orang yang kafir akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku paksa dia ke dalam azab neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.”  (QS: Al-Baqarah [2]: 126).

Ayat di atas menyebutkan doa Nabi Ibrahim agar penduduk Makkah diberikan rizki berupa buah-buahan.

Berita gembira untuk yang bersabar saat ditimba musibah dan bala’

Setelah menjelaskmenimpap-macam ujian yang menimpap manusia secara massal, Allah memberikan berita gembira kepada yang sabar dalam menghadapi berbagai ujian yang disebut di atas. Kemudian menjelaskan kriteria orang yang sabar pada ayat berikut ini;

ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ

“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).” (QS: Al-Baqarah [2]: 156).

Para ulama menjelaskan bahwa sabar yang mendapatkan pahala besar adalah sabar ketika musibah baru saja menimpa. Ini sesuai dengan hadist,

إنما الصبر عند الصدمة الاولي

“Kesabaran (yang mendapatkan pahala besar) adalah ketika musibah baru saja menimpa.”  (HR: Al-Bukhari).

Hal itu, orang yang sabar pada saat musibah baru saja terjadi membuktikan kekuatan hati, dan keteguhan jiwanya. Berbeda ketika musibah sudah berlalu lama, maka setiap orang dapat bersabar.

Musibah terbagi menjadi dua yaitu, musibah dunia dan musibah agama, adapun musibah dunia, semua orang akan menjalaninya. Sedangkan musibah agama, kita diperintahkan untuk berlindung darinya.

Dalam sebuah doa disebutkan,

وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا

“Ya Allah janganlah engkau jadikan musibah atas agama kami.”

Adapun  terhadap musibah dunia , kita diperintahkan untuk meminta keyakinan agar ringan di dalam menghadapi musibah dunia tersebut, di dalam doa lain disebutkan,

وَمِنَ اليَقِينِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ الدُّنْيَا

“Dan (berikanlah kami) keyakinan yang meringankan kami di dalam  menghadapi musibah dunia.”

Di antara hadist yang menunjukkan keutamaan orang yang membaca “Innalillahi wa inna ilaihi roji’un” adalah hadist Ummu Salamah Radhiyallahu Anha, bahwasannya Rasulullah ﷺ bersabda,

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَت: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ (إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ) اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا إِلَّا أَجَرَهُ اللَّهُ فِي مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا، قَالَتْ: فَلَمَّا تُوُفِّيَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ كَمَا أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِي خَيْرًا مِنْهُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم

Diriwayatkan dari Ummu Salamah Radhiyallahu Anha –istri Nabi ﷺ berkata, “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Tidak ada seorang hamba pun yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan “INNAA LILLAHI WA INNAA ILAIHI RAaJI’UN. ALLAHUMMA’JURNII FII MUSHIBATII WA AKHLIF LII KHAIRAN MINHAA” (Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah yang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik) melainkan Allah akan memberinya pahala dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.’” Ummu Salamah kembali berkata: “Ketika Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun mengucapkan doa sebagaimana yang Rasulullah ﷺ ajarkankan padaku. Maka Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu yaitu Rasulullah ﷺ.” (HR: Muslim, no. 1526).

Orang yang bersabar ketika terkena musibah dan mengucapkan “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un” akan mendapatkan shalawat dari Tuhan mereka serta  rahmat-Nya dan merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

اُولِٰٕۤكَ عَلَيْهِمْ صَلَوٰتٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۗوَاُولِٰٕۤكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ

“Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS: Al-Baqarah [2]: 157)

Dikatakan bahwa maksud “Rahmat” pada ayat di atas adalah,

كشف كربة وقضا ء الحاجة

“Terangkatnya musibah dan terpenuhinya hajat (kebutuhan).“

Berkata Umar bin Al-Khattab Radhiyallahu Anhu,  “dalam setiap musibah yang aku alami pasti aku mendapatkan tiga nikmat”

  • -Musibah itu tidak menyangkut agamaku,
  • -Musibah itu tidak lebih besar,
  • -Allah memberikan balasan atasnya.

Kemudian beliau membaca firman Allah (QS: Al-Baqarah [2]: 157) di atas. Wallahu A’lam.*/Dr Ahmad Zain an-Najah

HIDAYATULLAH

Alquran Sebut Syukur dan Bala’ 75 Kali, Apa Hikmahnya?

Alquran menyebut kata “syukur” sebanyak 75 kali. Alquran pun menyebut kata “bala’” (ujian atau cobaan) 75 kali. Tentunya ini bukan hal kebetulan.

“Alquran menyebut kata ‘syukur’ dan ‘bala’’ masing-masing 75 kali. Tentunya ini ada hikmahnya. Hikmahnya adalah manusia yang pandai bersyukur kepada Allah, hidupnya tercegah dar segala malam bala’ atau musibah dan ujian,” kata Habib Abdurrahman Al-Habsy saat mengisi pengajian guru Sekolah Bosowa Bina Insani di Masjid Al-Ikhlas Bosowa Bina Insani, Bogor, Jawa Barat, Jumat (20/10) pagi.

Sebaliknya, Abdurrahman menambahkan, orang yang hidupnya kurang bersyukur dan pandai mengeluh, maka hidupnya tidak akan bahagia. “Manusia yang tidak pandai bersyukur , hidupnya akan akrab dengan musibah dan bencana,” ujarnya.

Syukur, kata Abdurrahman, merupakan maqam (kedudukan) yang tinggi di sisi Allah. Syukur merupakan tanda pengabdian seorang hamba kepada Allah. Syukur adalah tanda penghubung seorang hamba kepada Tuhannya.

Hal itu dikemukakan dalam salah satu ayat Alquran yang artinya, “Dan bersyukurlah kepada Allah, jika hanya kepada Allah kamu menyembah.” (QS Al-Baqarah: 72)

Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah SAW menegaskan, “Manfaatkanlah yang lima sebelum datang lima perkara yang lain: mudamu sebelum tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu senggangmu sebelum kesibukanmu, dan hidupmu sebelum matimu.” (HR Baihaki).

“Kalau kita cermati, hadits Rasulullah SAW mengajari kita untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin. Pemanfaatan waktu dengan sebaik mungkin itu merupakan maifestasi dari rasa syukur kepada Allah,” kata Abdurrahman.

Ia juga mengutip Surat Ibrahim ayat 7 yang artinya, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”

“Redaksi ayat ini bersifat umum dan berlaku bagi siapa saja. Intinya adalah siapa pun yang pandai bersyukur kepada Tuhan, apa pun latar belakang agama dan kepercayaannya, Allah tambahkan nikmatnya di dunia,” tuturnya.

Karena itu, kata Habiburrahman, setiap Muslim harus selalu memelihara energi syukur dalam hidupnya. “Hendaklah sebagai Muslim kita selalu bersyukur ‘ala kulli hal (dalam setiap keadaan). Energi syukur perlu terus kita jaga, bahkan tingkatkan. Itulah jalan hidup bahagia di dunia maupun akhirat,” papar Habib Abdurrahman Al-Habsy.

 

REPUBLIKA

 

—————————————————————-
Artikel keislaman di atas bisa Anda nikmati setiap hari melalui smartphone Android Anda. Download aplikasinya, di sini!