Darurat Ekologis; Islam Melarang Merusak Lingkungan

Empat pekan sudah lamanya, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat terendam banjir.  sudah empat pekan lamanya. Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana, tinggi air masih sekitar 100-300 cm. Banjir  ini melanda, setelah hujan ekstrem mengguyur Sintang, mengakibatkan debit air Sungai Kapuas dan Melawi meluap.
Pada tahun 2021 juga, tepatnya sejak 9 Januari 2021, banjir besar sempat melanda Kalimantan Selatan. Banjir besar ini, telah melumpuhkan aktivitas 10 kabupaten kota. Banjir ini juga telah merenggut 15 korban jiwa. Pun, ratusan ribu orang terkena dampak, terpaksa mengungsi ke tempat yang ama.

Pada sisi lain, pada tahun 2019 lalu, BNPB telah mengeluarkan data  sebagaimana dikutip dari Walhi.or.id, yang menyebutkan bahwa selama kurun waktu 20 tahun terakhir, 98 persen kejadian bencana di Indonesia adalah bencana hidrometeorologis.

Pelbagai bencana alam, seperti banjir, longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan dan lahan bergantian mengikuti cuaca ekstrem yang terjadi. BNPB juga menyebutkan bahwa Indonesia berada dalam situasi darurat ekologis. Bencana alam ini terjadi, akibat dipicu kerusakan lingkungan hidup yang semakin masif.

Merujuk data riset yang dilakukan Walhi,  pada 2007 lalu misalnya memperkirakan potensi bencana ekologis di Indonesia sebesar 83%. Namun, angak statistik tersebut terus naik drastis. Pada 2012 lalu menyebutkan bahwa angka potensi bencana ekologis di Indonesia meningkat menjadi 90%.

Angka yang terbilang fantastis. Pasalnya, kondisi ini ditopang oleh cara pandang  terhadap alam. Tak rahasia lagi, alam hanya dipandang sebagai aset kafital  bisni semata, sehingga bisa menguntungkan. Hal ini berimbas pada bencana yang marak terjadi.

Pun sepak terjang manusia adalah aktor utama di balik terjadi krisis ekologi ini. Kerusakan alam, pemanasan global, dan pelbagai hal lainnya, tak bisa dilepaskan dari mahluk bernama manusia. Ini terbilang ironis, bagaimana tidak? Manusia, oleh Tuhan sendiri justru diplot sebagi khalifah (wakil) di muka bumi ini.

Islam Menyuruh Melestarikan Alam

Islam adalah agama yang bersifat universal. Agama yang di bawa Nabi Muhammad ini mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk etika dan norma terhadap ingkungan hidup. Pasalnya, alam merupakan bagian tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.

Lebih lanjut, Islam berpesan melalui Al-Qur’an, seyogianya manusia melestarikan alam semesta dan lingkungan hidupnya. Hal ini bertujuan untuk keberlangsungan kehidupan manusia. Allah berfirman;

وَلَا تُفۡسِدُواْ فِى ٱلۡأَرۡضِ بَعۡدَ إِصۡلَٰحِهَا وَٱدۡعُوهُ خَوۡفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحۡمَتَ ٱللَّهِ قَرِيبٌ مِّنَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ

Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.

Imam al Qurthubi dalam Tafsir Al Qurthubi menjelaskan bahwa ayat ini menjadi dasar atas larangan melakukan tindakan yang merusak alam dan lingkungan.   Baik melakukan perusakan sedikit ataupun banyak. Imam Qurthubi berkata;

 فِيهِ مَسْأَلَةٌ وَاحِدَةٌ وَهُوَ أَنَّهُ سُبْحَانَهُ نَهَى عَنْ كُلِّ فَسَادٍ قَلَّ أَوْ كَثُرَ بَعْدَ صَلَاحٍ قَلَّ أَوْ كَثُرَ. فَهُوَ عَلَى الْعُمُومِ عَلَى الصَّحِيحِ من الأقوال. وقال الضحاك: معناه لا تعوروا «4» الْمَاءَ الْمَعِينَ، وَلَا تَقْطَعُوا الشَّجَرَ الْمُثْمِرَ ضِرَارًا.

Ini birisi satu masalah, dan itu adalah bahwa Allah melarang memperbuat kerusakan baik yang kecil atau pun besar. Dan berkata Dhahak;  Maha Suci-Nya, melarang setiap kerusakan, apakah itu lebih besar atau lebih kecil, setelah kebenaran, katakan sedikit atau lebih. Hal ini umumnya benar dalam ucapan. Dan berkata Dhahhak; maknanya adalah jangan mengotori sumber mata air, jangan memotong pohon buah yang tengah berbuah yang bisa menimbulkan kerusakan.

Pada sisi lain, Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya mengatakan, Allah melarang perbuatan yang menimbulkan kerusakan di muka bumi dan hal-hal yang membahayakan kelestariannya sesudah diperbaiki. Pasalnya, sesungguhnya apabila segala sesuatunya berjalan sesuai dengan kelestariannya, kemudian terjadilah pengrusakan padanya, hal tersebut akan membahayakan semua hamba Allah.

Untuk itu, larangan Allah untuk melakukan kerusakan, pada hakikatnya demi keberlangsungan kehidupan di muka bumi. Jika alam tak stabil, maka akan terjadi bencana ekologi yang sangat berbahay. Yang bisa mengakibatkan kepunuhan umat manusia.

Dengan demikian, ajaran Islam yang universal mengajak manusia untuk melestarikan lingkungan. Sekaligus melarang dengan tegas, untuk memperbuat kerusakan dalam lingkungan dan alam. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Doa Saat Banjir Melanda dan Hujan Tak Kunjung Reda

Banjir dapat terjadi karena hujan yang terus menerus turun atau karena adanya hujan deras, bisa juga karena banjir kiriman. Jika yang terjadi adalah hujan yang begitu deras di tempat kita atau hujan yang tidak kunjung berhenti, maka kita bisa meminta pada Allah untuk memalingkan hujan tersebut pada tempat yang lebih manfaat dengan mengamalkan do’a yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Do’a yang dimaksud adalah sebagai berikut:

اَللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا، اَللَّهُمَّ عَلَى اْلآكَامِ وَالظِّرَابِ، وَبُطُوْنِ اْلأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

(Allahumma hawaalainaa wa laa ‘alainaa. Allahumma ‘alal aakaami wadz dzirabi wa buthuunil awdiyati wa manabitis syajari)

“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, jangan yang merusak kami. Ya, Allah! turunkanlah hujan di dataran tinggi, di bukit-bukit, di perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan.” 1

Do’a di atas disebutkan dalam hadits Anas bin Malik, ketika hujan tak kunjung berhenti (dalam sepekan), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas memohon pada Allah agar cuaca kembali cerah. Lalu beliau membaca do’a di atas. (HR. Bukhari no. 1014 dan Muslim no. 897).

Do’a tersebut berisi permintaan agar cuaca yang jelek beralih cerah dan hujan yang ada berpindah pada tempat yang lebih membutuhkan air. [ed]

Atau untuk ringkasnya membaca:

اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا، وَلاَ عَلَيْنَا

“Allahumma hawaalainaa wa laa ‘alainaa” [Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, jangan yang merusak kami]

Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata menjelaskan hadits, “Maksud hadits ini adalah memalingkan hujan dari pusat kehidupan, al-aakaam adalah jamak dari akmah dengan memfathahkan hamzah, yaitu gunung kecil atau apa yang tinggi di bumi (dataran tinggi). Adz dziraf maknanya adalah bukit yang kecil. Adapun penyebutan lembah karena di situlah tempat berkumpulnya air dalam waktu yang lama sehingga bisa dimanfaatkan oleh manusia dan binatang ternak.”2

Ibnu Daqiq Al-‘Ied rahimahullah berkata, “Hadits ini merupakan dalil doa memohon dihentikan dampak buruk hujan, sebagaimana dianjurkan untuk berdoa agar turun hujan, ketika lama tidak turun. Karena semuanya membahayakan (baik lama tidak hujan atau hujan yang sangat lama, pent).”3

Syaikh Abdul Aziz bin Biz rahimahullah berkata,  “Selama hujan tidak membawa bahaya maka –alhamdulillah– ucapkan doa:

اللهم صيّباً نافعاً، مطرنا بفضل الله ورحمته

Allahumma shayyiban nafi’a, muthirna bifadhlillahi wa rahmatihi, Allahummaj’alhu mubarakan

Jika hujan ini memberatkan, maka berdoalah:

اللهم حوالينا ولا علينا

Allahumma hawalaina wa laa ‘alaina”4

Jadi, bagi saudara-saudara kami yang merasakan hujan yang begitu deras, amalkanlah do’a di atas. Moga hujan tersebut turun tidak membawa musibah banjir. Moga dengan diberikannya ujian, kita sadar untuk bertaubat pada Allah. Moga kita pun terus diberi kesabaran. [ed]

@Laboratorium Klinik RSUP DR. Sardjito, Yogyakarta tercinta

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Editor: M. Abduh Tuasikal

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/19836-doa-saat-banjir-melanda-dan-hujan-tak-kunjung-reda.html

Musibah Banjir

Musibah  banjir yang melanda  seluruh wilayah Kota Jakarta dan Tangerang membuat panik semua warga.  Sepertinya musibah banjirdi negeri ini selama kurun waktu lima tahunan, adalah  musibah yang teramat parah.

Kondisi ini pada dasarnya tidak luput dari prilaku manusia. Jika kita mau  membuka kembali Alquran, tampak jelas bahwa bencana alam dan krisis lingkungan akibat dari ulah merusak sebagian dari umat manusia.

Dalam sebuah ayat Allah berfirman, ”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar” (QS Ar-Rum[30]:41).

Ayat ini secara eksplisit menegaskan bahwa kerusakan di muka bumi disebabkan ulah tangan manusia. Bencana yang datang silih berganti bukan fenomena alam. Akan tetapi karena prilaku merusak manusia sendiri yang telah merusak alam ciptaan Allah.

Para pemikir Timur dan Barat kontemporer memandang masalah utama kerusakan parah Bumi akibat terjadinya pemisahan serius antara sains dan dari spiritualitas dan nilai-nilai moral. Para pemikir menilai krisis lingkungan yang terjadi dewasa ini menunjukkan bahwa sebagian besar negara-negara dunia dilanda problem nilai dan spiritualitas.

Fritjof Capra memandang krisis lingkungan bermuara pada kesalahan cara pandang manusia modern terhadap alam semesta. Manusia modern pada umumnya masih menganut paradigma mekanistis dan reduksionistis terhadap alam semesta.

Implikasinya, alam sebagai objek yang selalu diekspolitasi secara berlebih. Oleh karena itu, pandangan manusia harus diubah menuju paradigma yang holistik dan ekologis.

Bahwa merusak alam dan lingkungan merupakan perbuatan dosa dan pelanggaran karena mengakibatkan gangguan keseimbangan di bumi.

Ketiadaan keseimbangan itu, mengakibatkan siksaan kepada manusia. Semakin banyak perusakan terhadap lingkungan, semakin besar pula dampak buruknya terhadap manusia, termasuk akan berdampak kepada manusia yang tidak berdosa disekitarnya.

Dalam Islam sudah sangat terang, bumi, alam, lingkungan diciptakan Allah swt bukan tanpa arti. Penciptaan alam, lingkungan, bumi merupakan tanda keberadaan Allah, Tuhan Yang Maha Pencipta. Sebagaimana firman Allah swt dalam Alquran bahwa terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya di bumi ini.

“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin,”(QS Adz-Dzariyat [51]:20).

Dalam Al-Quran, Allah menyatakan bahwa alam diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Allah berfirman,”Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.

Sesungguhnya pada demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir,”(QS Al-Jatsiyah [45}:13). Ayat inilah yang menjadi landasan teologis pembenaran Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia. Islam tidak melarang memanfaatkan alam, namun ada aturan mainnya. Manfaatkan alam dengan cara yang baik (bijak) dan manusia bertanggungjawab dalam melindungi alam dan lingkungannya serta larangan merusaknya.

Manusia sebagai khalifah (wakil atau pengganti) Allah, salah satu kewajiban atau tugasnya adalah membuat bumi makmur. Ini menunjukkan bahwa kelestarian dan kerusakan alam berada di tangan manusia.

Kini manusia harus lebih ramah terhadap alam semesta melebihi sebelumnya. Untuk mewujudkan kedamaian dan keseimbangan dengan lingkungan, manusia harus memiliki ikatan yang kokoh dengan pencipta alam semesta.

Orang yang mematuhi aturan Ilahi, maka ia juga memiliki hubungan yang baik dengan sesama manusia dan alam semesta.

Merusak dan mencemari lingkungan menyebabkan terjadinya berbagai bencana seperti banjir  saat ini. Untuk itu, Islam mengharamkan setiap tindakan yang merusak alam. Dalam Islam, kerusakan lingkungan juga mengakibatkan kerusakan sosial yang menyebabkan terjadinya perampasan terhadap hak jutaan orang. Saatnya menjaga kelestarian lingkungan.

 

Oleh: Dr HM Harry Mulya Zein

 

sumber: Republika Online

Saat Banjir Melanda, Amalkan Do’a Ketika Terjadi Hujan Deras

Banjir dapat terjadi karena hujan yang terus menerus turun atau karena adanya hujan deras, bisa juga karena banjir kiriman. Jika yang terjadi adalah hujan yang begitu deras di tempat kita atau hujan yang tidak kunjung berhenti, maka kita bisa meminta pada Allah untuk memalingkan hujan tersebut pada tempat yang lebih manfaat dengan mengamalkan do’a yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Do’a yang dimaksud adalah sebagai berikut:

اَللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا، اَللَّهُمَّ عَلَى اْلآكَامِ وَالظِّرَابِ، وَبُطُوْنِ اْلأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

(Allahumma hawaalainaa wa laa ‘alainaa. Allahumma ‘alal aakaami wadz dzirabi wa buthuunil awdiyati wa manabitis syajari)

“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, jangan yang merusak kami. Ya, Allah! turunkanlah hujan di dataran tinggi, di bukit-bukit, di perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan.” 1

Do’a di atas disebutkan dalam hadits Anas bin Malik, ketika hujan tak kunjung berhenti (dalam sepekan), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas memohon pada Allah agar cuaca kembali cerah. Lalu beliau membaca do’a di atas. (HR. Bukhari no. 1014 dan Muslim no. 897).

Do’a tersebut berisi permintaan agar cuaca yang jelek beralih cerah dan hujan yang ada berpindah pada tempat yang lebih membutuhkan air. [ed]

Atau untuk ringkasnya membaca:

اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا، وَلاَ عَلَيْنَا

“Allahumma hawaalainaa wa laa ‘alainaa” [Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, jangan yang merusak kami]

Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata menjelaskan hadits, “Maksud hadits ini adalah memalingkan hujan dari pusat kehidupan, al-aakaam adalah jamak dari akmah dengan memfathahkan hamzah, yaitu gunung kecil atau apa yang tinggi di bumi (dataran tinggi). Adz dziraf maknanya adalah bukit yang kecil. Adapun penyebutan lembah karena di situlah tempat berkumpulnya air dalam waktu yang lama sehingga bisa dimanfaatkan oleh manusia dan binatang ternak.”2

Ibnu Daqiq Al-‘Ied rahimahullah berkata, “Hadits ini merupakan dalil doa memohon dihentikan dampak buruk hujan, sebagaimana dianjurkan untuk berdoa agar turun hujan, ketika lama tidak turun. Karena semuanya membahayakan (baik lama tidak hujan atau hujan yang sangat lama, pent).”3

Syaikh Abdul Aziz bin Biz rahimahullah berkata,  “Selama hujan tidak membawa bahaya maka –alhamdulillah– ucapkan doa:

اللهم صيّباً نافعاً، مطرنا بفضل الله ورحمته

Allahumma shayyiban nafi’a, muthirna bifadhlillahi wa rahmatihi, Allahummaj’alhu mubarakan

Jika hujan ini memberatkan, maka berdoalah:

اللهم حوالينا ولا علينا

Allahumma hawalaina wa laa ‘alaina”4

Jadi, bagi saudara-saudara kami yang merasakan hujan yang begitu deras, amalkanlah do’a di atas. Moga hujan tersebut turun tidak membawa musibah banjir. Moga dengan diberikannya ujian, kita sadar untuk bertaubat pada Allah. Moga kita pun terus diberi kesabaran. [ed]

 

@Laboratorium Klinik RSUP DR. Sardjito, Yogyakarta tercinta

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Editor: M. Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

 

1 HR. Al-Bukhari 1/224 dan Muslim 2/614

2 Fathul Baari 2/505, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379 H, syamilah

3 Ihkam Al-Ahkam, 1/358. Mathba’ah As-Sunnah Muhammadiyyah, syamilah

//