Mengapa Terjadi Kesalahpahaman?

SEGALA puji hanya bagi Allah Subhanahu Wata’ala, shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah, keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang setia.

Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang hak kecuali Allah yang Maha Esa tiada sekutu bagiNya dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan RasulNya –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam. Amma ba’du;

Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam telah memberitahukan kepada kita bahwa sepeninggal Beliau akan terjadi perbedaan dan bahkan perpecahan yang sangat banyak.

Apalagi zaman sekarang, lebih banyak lagi fitnah yang timbul, bahkan sesama teman, sesama sahabat, sesama penuntut ilmu syar’i, sesama da’i, sesama ulama bahkan sesama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.

Latar belakang perbedaan dan perpecahan serta fitnah itu macam-macam. Bisa jadi karena pemahaman tentang Islam yang sepotong-sepotong dan tidak seutuhnya. Karena kejahilan, karena kurang ilmu, karena hawa nafsu, karena faktor duniawi, karena beda pendapatan (beda pendapatan, lain dengan beda pendapat), karena hasad, iri dan dengki, karena niat jelek, karena hati telah rusak, karena fanatik kepada seseorang, karena merasa benar sendiri, karena dada yang sempit,karena jiwa yang kerdil, karena faktor kejiwaan, karena pengalaman masa lalu, karena masa kecil kurang bahagia,karena rumah tangga tidak harmonis,  karena pengaruh lingkungan, karena pengaruh literatur yang dibaca, karena kekanak-kanakan dan tidak dewasa, karena emosional,karena kurang komunikasi, karena enggan berdiskusi, karena akhlak dan moral yang buruk, karena beda daya paham,karena tekanan, karena faktor politis, karena kepentingan, karena kurang pergaulan, karena kurang pengalaman, karena kurang informasi, karena telat mikir,karena pandangan pendek, karena tidak tahu dan tidak mau tahu realita, karena saingan, karena tidak mengenal Allah Subhanahu Wata’ala dengan sebenarnya, karena tidak tahu sejarah, karena untuk menutupi kekurangan diri sendiri, karena lupa kejelekan diri sendiri sehingga sibuk dengan orang lain, karena kurang kerjaan, karena kesulitan hidup, karena hidup dari konflik dan tidak bisa hidup tanpa ada konflik, karena diuntungkan oleh konflik, karena bisnis konflik, karena pesanan, karena pengaruh kekuasaan dan penguasa, karena pengaruh ulama suu’ (ulama jahat), karena merasa memiliki kunci surga, karena…karena…karena….dan lain-lain.

Masih banyak faktor-faktor lainnya. Intinya, orang yang suka perpecahan dan memecah-belah adalah orang yang sakit jiwa, hati dan pikirannya.

Hendaklah kita berhati-hati dengan kata-kata yang haq tapi bertujuan batil dan tidak mempermainkan agama serta wahyu Allah. Mari kita kenali Allah Subhanahu Wata’ala dengan sebenarnya dan Islam dengan seutuhnya serta Nabi MUHAMMAD –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam dengan sempurna.

Berapa banyak orang yang selalu membawa-bawa Al-Qur’an dan As-Sunnah, selalu berlabel agama akan tetapi kehidupan mereka, akhlak mereka dan muamalah mereka jauh dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, jauh dari ajaran agama itu sendiri.

Imam Malik –Rahimahullah mengatakan: “Semua manusia bisa diambil pendapatnya dan bisa pula ditolak kecuali Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam”.

Nasehat Ibnul Jauzi rahimahullah dalam kitabnya “Shaidul Khathir”: “Aku perhatikan saling hasad (iri dengki) di kalangan ulama, maka aku lihat sumbernya adalah karena cinta dunia. Sesungguhnya ulama akhirat itu saling mencintai dan tidak saling hasad (iri dengki).”

Saudara-saudaraku yang saya cintai karena Allah, mari kita sibukkan diri kita dengan hal-hal yang bermanfaat, membaca Al-Qur’an, Al-Hadits, mempelajari, menghafalkan dan mengamalkan. Kita tiru kehidupan beragama para Sahabat Nabi –Radhiallahu ‘Anhum. Bangun pada malam hari, shalat, berdoa dan bermunajat kepadaNya. Memohon petunjukNya. Menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang lain. Jangan kita sibukkan diri kita dengan hal-hal yang tidak bermanfaat yang akan menjadikan penyesalan kita dalam kehidupan dunia dan akhirat. Semoga Allah jadikan kita semua sebagai ulama akhirat, aamiin..!

Semoga bermanfaat dan mencerahkan.*

@AbdullahHadrami

HIDAYATULLAH

Etika Berbeda Pendapat yang Banyak Dilalaikan

KALAU semua orang yang berbeda pendapat dengan Anda kemudian Anda menganggap mereka sesat, begitu banyaknya orang yang Anda putuskan dan tetapkan untuk masuk neraka. Pertanyaannya adalah “Anda itu siapa kok berani-berani menempati posisi Allah sebagai penentu dan pemutus akhir setiap perilaku makhluknya?”

Kalau semua orang yang tidak satu paham dengan Anda kemudian Anda menganggap mereka sebagai musuh, betapa banyak musuh Anda di dunia ini karena jumlah yang berbeda dengan Anda jauh lebih banyak ketimbang jumlah Anda. Bukalah mata dan telinga untuk melihat dan mendengar berita dunia, Anda akan tahu bahwa banyak sekali orang yang bukan saja tidak sepaham dengan Anda tapi juga tidak paham tentang paham Anda.

Kalau semua orang yang tidak sejalan dengan Anda kemudian Anda nyatakan sebagai orang yang suka mengada-ada, betapa banyaknya orang yang Anda lecehkan kemuliaan dan harga dirinya. Di antara mereka yang tidak sejalan dengan Anda sangatlah banyak yang belajar agama jauh lebih lama dan lebih detail ketimbang Anda, yang melayani masyarakat jauh lebih tulus dan sayang ketimbang Anda, yang menghabiskan setiap detiknya beribadah lebih ketimbang Anda.

Rendah hatilah, sopan santunlah, hilangkan egoisme dan kebencian. Yang paling berbahaya dalam pola hubungan keberagamaan adalah kebodohan yang berselingkuh dengan emosi temperamental karena perselingkuhan ini akan melahirkan keangkuhan yang merusak. Jalan menuju surga adalah jalan cinta bukan jalan kebencian, jalan kejujuran bukan kebohongan, jalan keikhlasan bukan jalan pamer diri. Salam, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

INILAH MOZAIK

 

 

Adab Berbeda Pendapat

Perbedaan pendapat adalah sebuah keniscayaan karena manusia dianugerahi akal pikiran oleh Allah SWT. Alkisah, Rasulullah SAW menyuruh dua sahabat untuk pergi ke perkampungan bani Quraizhah. Nabi memerintahkan keduanya untuk tidak shalat Ashar kecuali telah sampai di tempat tujuan. Dalam perjalanan, waktu Ashar hampir habis, tetapi tempat tujuan masih jauh.

Keduanya lalu berbeda pendapat. Salah seorang di antara mereka me lakukan shalat Ashar sebelum habis waktunya walaupun menyalahi perin tah Rasulullah SAW yang menyuruh shalat Ashar di perkampungan bani Quraizhah. Sahabat satunya lagi melakukan shalat Ashar di tempat bani Quraizhah sesuai dengan instruksi Rasulullah SAW walaupun tidak pada waktu Ashar.

Setelah kembali dari misinya, dua orang sahabat tersebut menemui Rasulullah SAW dan menceritakan perbedaan pendapat yang mereka alami. Rasulullah SAW diam pertanda membenarkan keduanya. Beliau tahu bahwa kedua sahabat ini walaupun punya perbedaan pandangan tetapi niatnya adalah ingin mengikuti perintahnya. Hal itu dibenarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Jika pada masa Nabi masih hidup saja terjadi perbedaan pendapat, maka terlebih sepeninggal Nabi Muhammad SAW. Terbukti dengan kemunculan banyak firqah dan mazhab dalam khazanah pemikiran Islam. Alquran dan hadis mengajarkan kita tentang adab-adab dalam berbeda pendapat.

Dalam surah an-Nahl ayat 125, Allah SWT berfirman, “Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, nasihat yang baik, dan berdialoglah dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui orang-orang yang tersesat, dan Dia lebih mengetahui siapa yang mendapatkan petunjuk.”

Pada prinsipnya, Alquran membolehkan dialog, tetapi harus dengan cara yang baik dan beradab. Sebuah dialog tidak jarang melahirkan perbe da an pendapat. Perdebatan yang dilakukan dengan cara-cara tidak beradab akan mela hir kan debat kusir.

Hal ini diingatkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadis, “Saya memberikan jaminan rumah di pinggiran surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan walaupun dia orang yang benar. Saya memberi kan jaminan rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan kedustaan walaupun dia bercanda. Saya memberikan jaminan rumah di surga yang tinggi bagi orang yang membaguskan akhlaknya.” (HR Abu Dawud, no 4.800; disahihkan an-Nawawi dalam Riyadhus Shalihin, no 630).

Hadis di atas berlaku bagi orang-orang yang melakukan debat kusir tan pa ilmu dan buang-buang waktu. Sayangnya, sering kita temukan fe no mena ini dalam media sosial. Terakhir, adab berbeda pendapat adalah kita mesti punya pendirian atau keyakinan, tetapi tidak boleh memutlakkan keyakinan kita.

Kita harus tetap mendengarkan pendapat yang berbeda, mengambil sisi baiknya, dan membuang yang buruk. Seperti ungkapan, “Pendapatku benar tetapi bisa jadi mengandung kesalahan, pendapatmu salah tetapi boleh jadi mengandung kebenaran.”

 

Oleh: Robby Karman

REPUBLIKA

Adab Jika Beda Pendapat dalam Perkara Fikih

SAAT ini kita hidup pada zaman penuh fitnah, di antaranya fitnah iftiraqul ummah (perpecahan umat). Di antara banyak penyebab perpecahan itu adalah perselisihan mereka dalam hal pemahahaman keagamaan.

Hanya yang mendapat rahmat dari Allah Taala semata, yang tidak menjadikan khilafiyah furuiyah (perbedaan cabang) sebagai ajang perpecahan di antara mereka. Namun, yang seperti itu tidak banyak. Kebanyakan umat ini, termasuk didukung oleh sebagian ahli ilmu yang tergelincir dalam bersikap, mereka larut dalam keributan perselisihan fiqih yang berkepanjangan.

Mereka tanpa sadar dipermainkan oleh emosi dan hawa nafsu. Untuk itulah materi ini kami susun. Mudah-mudahan kita bisa meneladani para Imam kaum muslimin, mengetahui kedewasaan mereka, dan sikap bijak dan arif mereka dalam menyikapi perselisihan di antara mereka.

Perlu ditegaskan, yang dimaksud khilafiyah di sini adalah perselisihan fiqih yang termasuk kategori ikhtilaf tanawwu (perbedaan variatif), bukan perselisihan akidah yang termasuk ikhtilaf tadhadh (perselisihan kontradiktif).

Untuk perkara aqidah, hanya satu yang kita yakini sebagai ahlul haq dan firqah annajiyah (kelompok yang selamat) yakni Ahlus Sunnah wal Jemaah. Tidak yang lainnya. Ada beberapa adab dalam menyikapi khilafiyah:

1. Kita meski ikhlas dalam mengutarakan pendapat. Yang kita cari adalah rida Allah Subhanahu Wa Ta’ala semata. Sehingga tidak merasa kecil hati jika ada perbedaan.

2. Memahami bahwa perbedaan itu suatu keniscayaan. Allah menciptakan manusia berbeda-beda. Perbedaan sudah terjadi sejak zaman nabi terdahulu, zaman nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan zaman sahabat.

3. Ridanya manusia adalah suatu hal yang mustahil untuk dicapai.

4. Husnuzhon terhadap sesama muslim.

5. Jangan keluar bahasa kasar, mencela saudara muslim kita.

6. Jangan fanatik berlebihan terhadap pendapat kita.

7. Membangun kesadaran bahwa musuh kita bukan muslim yang berbeda pendapat dalam fikih.

Bagi kita orang awam, boleh mengikuti fatwa ulama yang paling kita yakini kebenarannya. Namun, jika para ulama saja saling menghornati perbedaan pendapat di antara mereka, maka sangat tidak pantas jika sesama orang awam saling mencaci saudara muslim kita yang lain. Wallahu A’lam.

 

[Ustaz Farid Numan Hasan]

INILAH MOZAIK