Berdoa, Cara Muslim Menyikapi Konflik Palestina-Israel

Pada tanggal 7 oktober 2023 lalu, konflik antara Palestina dan Israel yang sudah terjadi selama beberapa dekade kembali pecah. Konflik ini tentu mengorbankan banyak nyawa yang tidak bersalah terutama dari kalangan perempuan dan anak-anak. Indonesia yang memiliki visi untuk menghapus segala bentuk penjajahan di dunia dan turut andil dalam perdamaian dunia sebagaimana yang tercantum di dalam pembukaan UUD 1945 tetap setia berada di garda terdepan untuk membela Palestina.

Dalam hal ini, Indonesia merealisasikan kepeduliannya dengan mengirimkan bala tentara Indonesia untuk membantu Palestina, membangunkan sekolah dan rumah sakit untuk masyarakat Palestina khususnya di jalur Gaza. Selain itu banyak pula para relawan yang mengirimkan bantuan secara finansial untuk masyarakat Palestina meskipun jumlah bantuan yang dikirimkan tidak bisa mencukupi kebutuhan para korban.

Lantas bagaimana seharusnya sikap kita sebagai seorang muslim dalam menyikapi konflik Palestina-Israel?

Pada dasarnya berjihad atau berperang di jalan Allah adalah salah satu fardhu kifayah (kewajiban yang jika dikerjakan oleh sebagian orang maka kewajiban hal tersebut kepada yang lainnya akan gugur). Sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Fathu al-Mu’in bi Syarh Qurrah al-‘Ain bi Muhimmat al-Din halaman 593:

‌‌باب الجهاد وهو فرض كفاية كل عام كقيام بحجج دينية وعلوم شرعية

Artinya: “Bab tentang jihad. Jihad adalah fardhu kifayah pada setiap tahun seperti menegakkan hujjah-hujjah agama dan ilmu-ilmu syar’iyyah”

Namun, jihad langsung ke Palestina dengan konflik yang masih sangat panas bukanlah merupakan alternatif terbaik untuk kebanyakan orang, terlebih semua jalur menuju Palestina khususnya jalur Gaza dibuka terbatas bahkan sering kali ditutup. Kendati demikian, sebagai seorang manusia terlebih seorang muslim semestinya membantu semampunya.

Persaudaraan yang dijalin antara masyarakat Indonesia tidak sebatas bersaudara sebagai sesama manusia saja, akan tetapi juga bersaudara sebagai sesama muslim yang sudah seharusnya saling membantu dan menguatkan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. berikut: 

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ‌الْمُؤْمِنُ ‌لِلْمُؤْمِنِ ‌كَالْبُنْيَانِ يَقَوِّي بَعْضُهُ بَعْضًا

Artinya: Rasulullah saw bersabda: “Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya bagaikan sebuah bangunan yang sebagiannya menguatkan kepada sebagian yang lain.” (H.R. Abu Dawud)

Secara umum, hadis ini memerintahkan kita untuk menguatkan saudara kita yang lain, termasuk saudara kita di Palestina. Saling menguatkan di sini tidak terbatas dengan berperang bersama di tanah air mereka. Islam memberikan opsi lain cara menolong penduduk Palestina dan mencegah kemungkaran yang berkecamuk semampu yang kita bisa. Sebagaimana sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:

مَنْ رَأَى مُنْكَرًا ‌فَلْيُغَيِّرْهُ ‌بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَان

Artinya: “Barang siapa yang melihat kemungkaran maka hendaklah ia mengubah kemungkaran tersebut dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka menggunakan lisannya, jika ia tidak mampu maka menggunakan hatinya. Dan yang demikian itu adalah paling rendahnya iman.”

Dengan demikian, ketika kita tidak memiliki kemampuan apapun untuk mencegah kemungkaran yang sedang diderita oleh saudara-saudara kita di Palestina, kita masih punya cara dengan mencegahnya melalui lisan kita. Salah satunya dengan mendoakan mereka agar segera dibebaskan dari penjajah Zionis yang semakin brutal menghabisi masyarakat Palestina. Untuk saat ini, berdoa adalah hal yang bisa dilakukan muslim dalam menyikapi konflik Palestina-Israel. 

Kita harus yakin bahwa Allah yang Maha Penguasa pasti akan mengabulkan doa-doa hambanya yang sudah lama terzalimi. Allah yang Maha Segala akan membantu orang-orang yang selalu mengabdikan diri kepada-Nya.

BINCANG MUSLIMAH

Berdoalah, Karena Allah Itu Dekat!

Allah swt mencintai hambanya yang berdoa kepada-Nya. “Mintalah petunjuk kepadaKu niscaya Aku beri petunjuk kepada kalian,” demikian janji-Nya

SESUNGGUHNYA Allah mencintai hambanya yang berdoa kepada-Nya. Allah Swt memberi ‘hadiah’ ampunan kepada hamba-Nya yang selalu berdoa.

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” (QS: al-Baqarah: 186).

Dari Abu Dzar Al-Ghifari Radhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi Muhammad ﷺ, dalam hadits yang diriwayatkan dari Allah ‘Azza wa Jalla, bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلاَّ مَنْ هَدَيْتُهُ فَاسْتَهْدُونِى أَهْدِكُمْ يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُونِى أُطْعِمْكُمْ يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ عَارٍ إِلاَّ مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُونِى أَكْسُكُمْ

“Wahai hamba-hambaKu, sungguh Aku telah haramkan kedzaliman atas diriKu dan Aku jadikan kedzaliman itu haram atas kalian. Maka janganlah kalian saling mendzalimi.

Wahai hamba-hambaKu, setiap orang dari kalian sesat kecuali yang Aku berikan petunjuk. Maka mintalah petunjuk kepadaKu niscaya Aku beri petunjuk kepada kalian.

Wahai hamba-hambaKu, setiap orang dari kalian lapar kecuali yang Aku beri makan. Maka mintalah makan kepadaKu dan Aku akan berikan makan kepada kalian.

Wahai hamba-hambaKu, setiap orang dari kalian telanjang, kecuali yang Aku berikan pakaian. Maka mintalah pakaian kepadaKu, niscaya Aku akan memberikannya.”

يَا عِبَادِى إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا فَاسْتَغْفِرُونِى أَغْفِرْ لَكُمْ

Wahai hamba-hambaKu, sungguh setiap orang dari kalian salah di malam dan siang, dan Aku mengampuni dosa semuanya. Maka beristighfarlah kepadaKu, niscaya Aku akan mengampuni kalian.”

يَا عِبَادِى إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضَرِّى فَتَضُرُّونِى وَلَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِى فَتَنْفَعُونِى

Wahai hamba-hambaKu, sungguh kalian tidak bisa mendatangkan bahaya untukKu dan kalian juga tidak bisa mendatangkan manfaat untukKu.”

يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِى مُلْكِى شَيْئًا يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِى شَيْئًا يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِى صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُونِى فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِى إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ

“Wahai hamba-hambaKu, kalau orang yang pertama dari kalian dan orang yang terakhir, jin dan manusia semuanya memiliki hati yang paling bertakwa, maka itu tidak akan menambah kekuasaanKu sedikitpun.

Wahai hamba-hambaKu, kalau seandainya orang yang pertama dari kalian dan orang yang terakhir, manusia dan jin, semuanya memiliki hati yang pliang durhaka, maka itu juga tidak akan mengurangi kekuasaanKu sama sekali.

Wahai hamba-hambaKu, kalau senadainya orang yang pertama dari kalian sampai yang terakhir, bangsa jin dan manusia semuanya berdiri di sebuah tangan lapang, kemudian mereka semuanya meminta kepadaKu, dan Aku memberikan masing-masing orang apa yang dia minta, maka itu tidak akan mengurangi harta yang ada padaKu kecuali sebagaimana berkurangnya air laut saat dicelupkan jarum ke dalamnya.”

يَا عِبَادِى إِنَّمَا هِىَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللَّهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ يَلُومَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ

Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya ini adalah amalan kalian, Aku mencatatnya untuk kalian kemudian memberikan balasannya untuk kalian. Maka barangsiapa yang mendapatkan kebaikan hendaklah ia memuji Allah. Dan barangsiapa yang mendapatkan selain itu, maka hendaknya dia tidak mencela kecuali dirinya sendiri.” (HR: Muslim).

Allah Ta’ala berfirman dalam sebuah hadits qudsi:

يا ابن آدم إنك ما دعوتني ورجوتني غفرت لك على ما كان منك ولا أبالي

Wahai manusia, selagi engkau berdoa dan berharap kepada-Ku, aku mengampuni dosamu dan tidak aku pedulikan lagi dosamu.” (HR. At Tirmidzi).

Berapa kali kita lupa ketika kita mempunyai masalah, cepat sekali mengeluh kepada orang lain dan mengeluhkan nasib tanpa kita sadari bahwa ada yang mengawasi kita, ada yang akan menemani kita bahkan memberi kita kekuatan jika kita mengeluh dan memohon kepada-Nya.

Allah Swt berfirman dalam Al-Quran;

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا۟ لِى وَلْيُؤْمِنُوا۟ بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS: Al-Baqarah 186).

Maka marilah kita berdoa tanpa kenal lelah setiap saat dan waktu. Mari berdoa agar Allah Swt mengampuni dosa-dosa kita tahun ini dan tahun sebelumnya. Semoga segala amal kita di tahun ini diterima di sisi Allah. Amin.*

HIDAYATULLAH

Apakah Boleh Berdoa dengan Bahasa Sehari-Hari?

Sebagian Muslim mungkin pernah berdoa kepada Allah SWT dengan bahasa sehari-hari. Namun apakah ini dibenarkan dalam Islam?

Direktur Departemen Riset Syariah Darul Ifta Mesir, Syekh Ahmad Mamduh menjelaskan, berdoa kepada Allah SWT sebetulnya tidak perlu dengan bahasa tertentu atau dengan cara tertentu. Meski begitu, tetap penting mengedepankan kesantunan dan kesopanan saat berdoa.

“Hal terpenting dalam berdoa adalah doa itu tulus dari hati yang terdalam dan yakin doanya akan terkabul,” kata dia dilansir dari laman Elbalad, Jumat (24/12).

Syekh Mamduh juga menjelaskan, Allah SWT mendengar doa yang menggunakan bahasa selain bahasa Arab, sebagaimana Dia mendengar doa yang menggunakan bahasa Arab.

Syekh Mamduh menyampaikan, agar doa dikabulkan Allah SWT, maka sebaiknya doa tersebut disampaikan pada waktu tengah malam hingga waktu Subuh yang menjadi waktu terakhir sebelum terbit fajar. Waktu lainnya ialah pada hari Jumat setelah Ashar dan ketika berbuka puasa.

Semua waktu tersebut adalah waktu yang mustajab agar doa terkabul. “Dan siapa yang berdoa, maka Dia harus mengedepankan adab yang sopan santun. Allah SWT mengabulkan doa kita saat Dia inginkan, bukan saat kita mau,” katanya.

Lantas bagaimana jika seorang Muslim yang sudah berkali-kali berdoa tapi doanya belum juga terkabul. Mengenai faktor yang membuat doanya belum terkabul, Penasihat Mufti Mesir Syekh Dr Majdi Ashour mengatakan bahwa Allah SWT senang mendengar hamba-Nya yang berdoa.

“Tuhanmu selalu senang mendengar suaramu saat berdoa, lalu Dia (Allah SWT) menjawab suara kamu itu sayang dan berharga, dan Dia senang mendengarnya,” kata dia.

IHRAM

Apakah Lebih Utama Berdoa dengan Suara Keras atau Pelan?

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah

Soal :

Manakah yang lebih utama dalam berdoa? Dengan suara yang pelan (sirr) ataukah keras (jahr)? Dan apakah maksud dari firman Allah ta’ala:

{وَأَسِرُّوا قَوْلَكُمْ أَوِ اجْهَرُوا بِهِ} 

“Dan rahasiakanlah perkataanmu atau lahirkanlah” (QS. Al Mulk: 13).

Jawab :

Apabila seseorang berdoa untuk dirinya sendiri dan orang lain, maka doa tersebut dibaca jahr (keras). Seperti doa imam saat qunut dibaca dengan jahr karena doa tersebut untuk dirinya dan orang lain. Dan doa tersebut dibaca dengan bentuk jamak seperti “Ya Allah berilah kami petunjuk sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah kami keselamatan, sebagaimana orang yang telah Engkau beri keselamatan”. Tidak dibaca, “Ya Allah berilah saya petunjuk sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk”. Karena apabila doa tersebut dimaksudkan untuk dirinya sendiri sedangkan orang lain mendengar dan mengamininya maka hal itu termasuk khianat karena doa tersebut jika untuk dirinya dan orang lain maka doa tersebut bersifat kolektif sedangkan mengkhususkan dirinya sendiri merupakan bentuk sifat khianat.

Oleh karena itu kami katakan, jika doa tersebut bersifat kolektif untuk orang yang berdoa dan selainnya, maka dibaca jahr (keras). Namun doa yang bersifat kolektif untuk orang yang berdoa dan selainnya, ini hanya sebatas pada doa-doa disebutkan syari’at saja (untuk dikerjakan secara berjama’ah). Tidak boleh mengada-adakan doa-doa berjamaah yang tidak didasari oleh dalil syar’i. Karena mengada-adakan amalan semisal itu merupakan bid’ah yang terlarang.

Adapun apabila seseorang berdoa untuk dirinya sendiri maka ada beberapa perincian : 

Apabila doa tersebut di dalam shalat maka tidak boleh mengeraskan doa tersebut, walaupun dalam shalat jama’ah maka tetap tidak boleh mengeraskannya. Karena hal tersebut dapat mengacaukan orang-orang di sekitarnya. Oleh karena itu dijumpai sebagian makmum-makmum mengeraskan doanya kepada Allah ketika duduk diantara sujud, atau ketika sujud, atau ketika tasyahud. Hal ini tidak diperbolehkan sebagaimana telah datang penjelasan dari Nabi ﷺ kepada para sahabat. Pada suatu hari, mereka shalat dengan mengeraskan bacaan Al-Qur’an, maka Nabi ﷺ pun melarang mereka untuk mengeraskan bacaan antara satu sama lain.

Adapun jika seseorang berdoa untuk dirinya sendiri (di luar shalat) dan di sekitarnya tidak terdapat orang lain, dan dia bisa merasa lebih baik untuk hatinya, maka lebih utama dibaca dengan suara pelan. Sedangkan jika dia merasa lebih baik dibaca dengan suara keras maka dibaca dengan suara keras. Akan tetapi tidak diperbolehkan mengeraskan bacaan doa sampai menyulitkan dirinya sendiri. Karena Nabi ﷺ pernah mengingatkan kepada para sahabat yang mengeraskan suara mereka, 

أيها الناس، أربعوا على أنفسكم فإنكم لا تدعون أصم ولا غائباً، فإنكم تدعون سميعاً قريباً، وهو معكم، إن الذي تدعونه أقرب إلى أحدكم من عنق راحلته. والله سبحانه وتعالى قريب مجيب

“Wahai manusia, rendahkan diri kalian. Karena sesungguhnya kamu semua tidak berdoa kepada yang tuli dan tidak juga yang gaib. Akan tetapi anda berdoa kepada yang Maha Mendengar dan Maha Melihat. Dan Dia bersama kalian. Sesungguhya yang kamu semua berdoa itu lebih dekat dari salah satu diantara kamu dari punuk kendaraannya. Maha suci Allah dan Maha Tinggi, dekat dan mengabulkan doa” (HR. Bukhari no.6384, Muslim no.2704).

Sumber: http://iswy.co/e29ron 

Penerjemah: Rafif Zulfarihsan

Artikel: Muslim.or.id

Umar bin Khattab Ungkap Doa Datangkan Pertolongan Allah SWT

Umar bin Khattab menekankan manfaat doa yang bisa mendatangkan pertolongan.

Kekuatan doa begitu dahsyat. Doa dalam islam bahkan disebut sebagai inti atau otak dari ibadah itu sendiri. 

Pemahaman tentang keutamaan doa itu juga dipahami dengan baik oleh para generasi salaf, tak terkecuali generasi sahabat. 

Dahulu Umar bin Khattab RA memohon pertolongan atas musuhnya dengan doa. Bahkan dia menganggap doa sebagai tentara yang terhebat.

Dikutip dari buku Ad-Daa wad Dawaa karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Beliau berkata kepada para sahabatnya: 

“Kalian tidak mendapatkan pertolongan dengan jumlah kalian yang banyak, tetapi kalian mendapatkan pertolongan dari langit.”

Umar juga berkata, “Sesungguhnya yang aku pentingkan bukan pengabulan, tetapi doa atau permohonan itu sendiri. Apabila kalian berdoa, maka pengabulan akan ada bersamanya”.

Barang siapa yang diberi ilham untuk berdoa maka sesungguhnya Allah SWT hendak mengabulkan permohonannya.

Allah SWT berfirman: ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ  “…Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu…” (QS Al Mu’minun ayat 60).

Dalam Sunan Ibnu Majah, dari Abu Hurairah, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang tidak meminta kepada Allah niscaya Dia akan murka kepadanya”.

Hal ini menunjukkan bahwa ridha-Nya terletak pada permohonan dan ketaatan kepada-Nya. Jika Allah ridha, maka seluruh kebaikan akan berada dalam ridha-Nya, sebagaimana setiap bencana dan musibah itu terjadi karena kemaksiatan kepada Allah dan murka-Nya.

KHAZANAH REPUBLIKA

Jangan Lupa Mendoakan Kaum Mukminin dan Mukminat

Mendoakan kaum mukminin dan mukminat adalah salah satu kebiasaan yang di lakukan oleh para Nabi. Bila kita tengok pada ayat-ayat Al-Qur’an, akan kita temukan berbagai ayat yang menceritakan hal ini

Seperti Nabi Nuh as dalam doanya :

رَّبِّ ٱغۡفِرۡ لِي وَلِوَٰلِدَيَّ وَلِمَن دَخَلَ بَيۡتِيَ مُؤۡمِنٗا وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِۖ

“Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu bapakku, dan siapa pun yang memasuki rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan.” (QS.Nuh:28)

Begitu juga Nabi Ibrahim as dalam doanya :

رَبَّنَا ٱغۡفِرۡ لِي وَلِوَٰلِدَيَّ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ يَوۡمَ يَقُومُ ٱلۡحِسَابُ

“Ya Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan semua orang yang beriman pada hari diadakan perhitungan (hari Kiamat).” (QS.Ibrahim:41)

Bahkan ada sebuah ayat yang berbentuk perintah kepada Baginda Nabi saw untuk mendoakan kaum mukminin, seperti dalam Firman-Nya :

فٱعۡلَمۡ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لِذَنۢبِكَ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِۗ

“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang patut disembah) selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.” (QS.Muhammad:19)

Selain itu Al-Qur’an juga menceritakan bagaimana orang-orang mukmin yang sejati tidak melupakan saudara mereka dalam doa-doa yang mereka panjatkan. Seperti dikutip dalam Firman-Nya :

وَٱلَّذِينَ جَآءُو مِنۢ بَعۡدِهِمۡ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱغۡفِرۡ لَنَا وَلِإِخۡوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلۡإِيمَٰنِ وَلَا تَجۡعَلۡ فِي قُلُوبِنَا غِلّٗا لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٞ رَّحِيمٌ

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan An¡ar), mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, Sungguh, Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang.” (QS.Al-Hasyr:10)

Karena itu mendoakan saudara mukmin sangat sangat dianjurkan dalam agama ini. Baik mendoakan mereka yang masih hidup maupun yang telah tiada. Bahkan Rasulullah saw pernah bersabda :

إِذَا دَعَا أَحَدُكُم فَاليَعُمُّ فَإِنَّهُ أَوجَبُ لِلدُّعَاءِ

“Jika salah seorang dari kalian berdoa maka berdoa lah untuk semua, karena hal itu akan lebih menjadikan doa itu terkabul.”

Dalam berbagai riwayat juga banyak disebutkan bagaimana Rasulullah saw menyebutkan bermacam pahala yang akan didapatkan oleh seorang yang senang mendoakan kaum mukminin dan mukminin. Rasulullah saw pernah bersabda,

“Tiada seorang hamba yang mendoakan kaum mukminin dan mukminat kecuali Allah swt akan mengembalikan doa itu kepada yang mendoakan seperti yang didoakan oleh semua orang mukmin dan mukminat hingga hari kiamat. Dan apabila orang ini harus di seret ke api neraka, maka orang-orang mukmin dan mukminat akan berdoa kepada Allah (Duhai Tuhan kami, dia adalah orang yang mendoakan kami, maka selamatkanlah dia) Maka orang itu diselamatkan oleh Allah swt.”

Maka jangan pernah lupa mendoakan kaum mukminin dan mukminat. Bukankah para Malaikat dengan segala kesibukannya masih selalu menyempatkan untuk mendoakan kaum mukminin?

ٱلَّذِينَ يَحۡمِلُونَ ٱلۡعَرۡشَ وَمَنۡ حَوۡلَهُۥ يُسَبِّحُونَ بِحَمۡدِ رَبِّهِمۡ وَيُؤۡمِنُونَ بِهِۦ وَيَسۡتَغۡفِرُونَ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْۖ رَبَّنَا وَسِعۡتَ كُلَّ شَيۡءٖ رَّحۡمَةٗ وَعِلۡمٗا فَٱغۡفِرۡ لِلَّذِينَ تَابُواْ وَٱتَّبَعُواْ سَبِيلَكَ وَقِهِمۡ عَذَابَ ٱلۡجَحِيمِ

(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan (malaikat) yang berada di sekelilingnya bertasbih dengan memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memohonkan ampunan untuk orang-orang yang beriman (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu yang ada pada-Mu meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan (agama)-Mu dan peliharalah mereka dari azab neraka yang menyala-nyala. (QS.Ghafir:7)

Karenanya, sesibuk apapun urusan kita jangan pernah lupa untuk mendoakan kaum mukmin karena doa kita untuk mereka pasti di amini oleh para Malaikat. Dan Malaikat selalu berkata kepada Allah swt, “Ya Allah, berikanlah orang yang berdoa ini seperti yang ia mohonkan kepada orang lain.”

Semoga bermanfaat….

KHAZANAH ALQURAN

Ikhlas Doakan Sesama

SAUDARAKU, dalam bergaul sehari-hari mungkin kita pernah diminta oleh saudara, tetangga, teman maupun kenalan lainnya, untuk mendoakannya. “Tolong doakan, ya!” atau “Mohon doanya!” Entah saat itu dia sedang menghadapi ujian di sekolah, hendak mencari kerja, memulai sebuah usaha, atau pun bersyukur atas kelahiran anaknya.

Sebetulnya, tanpa diminta pun kita sudah semestinya melakukan. Misalkan ketika ada seseorang yang selalu berbuat baik kepada kita, maka doakanlah dia. Atau, dalam sebuah urusan kita terpaksa meminta bantuan seseorang, dan saat itu kita tidak mampu membalasnya. Maka, selain mengucap terima kasih, benar-benar doakanlah dia dengan ikhlas.

Terhadap orang yang baik atau rajin menolong, bahkan sering terbebani oleh kita, kalau bisa kita balas dengan yang lebih baik. Kalau tidak bisa, ucapkanlah terima kasih dengan tulus, serta serius dan ikhlas mendoakannya. Supaya kemuliaan (izzah) kita tetap terjaga, tidak lantas turun dengan menjadi beban bagi orang lain.

Misalkan setelah tahajud, doakanlah sebanyak-banyaknya bagi orang yang sudah membantu kita. Mohonkan kepada Allah SWT, kebaikan demi kebaikan maupun apa yang kira-kira sedang diperlukannya. Jadi tidak perlu di-sms. (KH Abdullah Gumnastiar)

Seperti mungkin kita pernah menerima sms pukul setengah tiga pagi, “Ya Allah, di saat yang mustajab, hamba mendoakan sahabatku ini. Balaslah semua kebaikannya. Engkaulah Yang Mahamendengar dan Mahamelihat. Kabulkanlah, ya Tuhanku Yang Mahapemurah.” Tapi mungkin kita tidak pernah mendapat sms begitu, karena kitalah yang biasa mengirimnya.

Saudaraku. Benarkah yang seperti itu kita sedang mendoakan? Atau, sebenarnya kita hanya memberi informasi, bahwa kita sedang tahajud dan kita teringat kepadanya. Lalu merasa kalau sering sms akan diartikan saleh, karena misalkan berharap dia mau menikah dengan kita. Bagaimana kalau sambil mengantuk ternyata salah kirim? Sudah berdoanya kepada sesama makhluk, dan yang dikirimi pun sama-sama lelaki misalnya.

Sekalipun seseorang meminta kita mendoakannya, maka doakan saja. Yang penting bukanlah dia tahu kalau kita sudah mendoakannya, tapi yang penting adalah diijabah.

“Apabila salah seorang mendoakan saudaranya sesama muslim tanpa diketahui oleh yang didoakan, maka para malaikat berkata: Amin dan semoga engkau memperoleh pula seperti apa yang engkau doakan itu.” (HR. Imam Muslim dan Abu Daud).

Jadi, tidak perlu diberi tahu. Baik lewat sms atau pun lainnya. Misalkan saat bertemu kita berkata, “Kang, semalam akang sudah saya doakan.” Mungkin si akang jadi senang, “Terima kasih, tapi doa apa?” “Doa lunas utang.” “Enak saja! Saya kan tidak punya utang.” Akhirnya malah jadi tersinggung.

Begitu kalau misalnya dia benar-benar sedang terlilit utang. Maka saat nanti utangnya sudah lunas dan usahanya terus maju, kita juga tidak perlu merasa berjasa. Walaupun doa kita memang kuat. Nanti jadi ujub.

Misalkan ada teman sedang mengikuti tes masuk kerja. Kita doakan karena dia sering menolong kita. Meski kita sering mendoakannya hingga berderai air mata, tapi saat dia diterima, kita tidak usah jadi ikut-ikutan keren. Karena merasa doa kita yang diijabah. Seperti mendadak berlagak tawadhu sambil menepuk-nepuk pundaknya, “Alhamdulillah, diterima kan?” Teman kita jadi bingung, “Kamu kenapa? Lagi sakit, ya?”

Jadi, saudaraku. Balaslah kebaikan orang dengan ikhlas. Walaupun yang bisa kita perbuat hanya mengucap terima kasih dan berdoa. Sesudah itu diam, dan terserah Allah saja. [*]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

INILAH MOZAIK

Syarhus Sunnah: Allah Dekat pada Kita yang Berdoa

Allah itu begitu dekat (qoriib) pada hamba yang berdoa. Allah juga memiliki keperkasaan. Itulah yang akan dibahas dalam bahasan Imam Al-Muzani rahimahullah dalam Syarhus Sunnah berikut ini.

Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,

قَرِيْبٌ بِالإِجَابَةِ عِنْدَ السُّؤَالِ بَعِيْدٌ بِالتَّعَزُّزِ لاَ يُنَالُ

“Allah itu dekat ketika ada yang berdoa. Allah itu jauh keperkasaan-Nya dari makhluk, tidak mungkin dikalahkan oleh makhluk.”

Allah dekat pada orang yang berdoa

Allah itu mengabulkan doa orang yang meminta ketika ada yang meminta kepada-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah: 186)

Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – ، فَكُنَّا إِذَا أَشْرَفْنَا عَلَى وَادٍ هَلَّلْنَا وَكَبَّرْنَا ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُنَا ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ ، فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا ، إِنَّهُ مَعَكُمْ ، إِنَّهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ ، تَبَارَكَ اسْمُهُ وَتَعَالَى جَدُّهُ»

“Kami pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika sampai ke suatu lembah, kami bertahlil dan bertakbir dengan mengeraskan suara kami. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Wahai sekalian manusia. Lirihkanlah suara kalian. Kalian tidaklah menyeru sesuatu yang tuli dan ghaib. Sesungguhnya Allah bersama kalian. Allah Maha Mendengar dan Maha Dekat. Maha berkah nama dan Maha Tinggi kemuliaan-Nya.” (HR. Bukhari, no. 2992 dan Muslim, no. 2704).

Sebagian sahabat radhiyallahu ‘anhum berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ رَبُّنَا قَرِيبٌ فَنُنَاجِيهِ ؟ أَوْ بَعِيدٌ فَنُنَادِيهِ ؟ فَأَنْزَلَ اللَّهُ هَذِهِ الْآيَةَ

“Wahai Rasulullah, apakah Rabb kami itu dekat sehingga kami cukup bersuara lirih ketika berdoa ataukah Rabb kami itu jauh sehingga kami menyerunya dengan suara keras?” Lantas Allah Ta’ala menurunkan ayat di atas (surah Al-Baqarah ayat 186). (Majmu’ah Al-Fatawa, 35:370)

Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Kedekatan yang dimaksud dalam ayat ini adalah kedekatan Allah pada orang yang berdoa (kedekatan yang sifatnya khusus).” (Majmu’ah Al-Fatawa, 5:247)

Perlu diketahui bahwa kedekatan Allah itu ada dua macam:

  1. Kedekatan Allah yang umum dengan ilmu-Nya, ini berlaku pada setiap makhluk.
  2. Kedekatan Allah yang khusus pada hamba-Nya dan seorang muslim yang berdoa pada-Nya, yaitu Allah akan mengijabahi (mengabulkan) doanya, menolongnya dan memberi taufik padanya. (Tafsir As-Sa’di, hlm. 77)

Kedekatan Allah pada orang yang berdoa adalah kedekatan yang khusus –pada macam yang kedua- (bukan kedekatan yang sifatnya umum pada setiap orang). Allah begitu dekat pada orang yang berdoa dan yang beribadah pada-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits pula bahwa tempat yang paling dekat antara seorang hamba dengan Allah adalah ketika ia sujud. (Majmu’ah Al-Fatawa, 15:17)

Kedekatan Allah ketika sujud

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ العَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ ، فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

Keadaan seorang hamba paling dekat dengan Rabbnya adalah ketika ia sedang bersujud, maka perbanyaklah berdoa saat itu.” (HR. Muslim, no. 482)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَأمَّا الرُّكُوعُ فَعَظِّمُوا فِيهِ الرَّبَّ – عَزَّ وَجَلَّ – ، وَأمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ ، فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ

Adapun ketika rukuk, maka agungkanlah Allah. Sedangkan ketika sujud, maka bersungguh-sungguhlah dalam berdoa, maka doa tersebut pasti dikabulkan untuk kalian.” (HR. Muslim, no. 479)

Aturan berdoa ketika sujud:

(1) berdoa ketika sujud setelah membaca bacaan saat sujud seperti “SUBHAANA ROBBIYAL A’LAA”,

(2) berdoa ketika sujud tidak dikhususkan pada sujud yang terakhir,

(3) berdoa dengan bahasa Arab,

(4) boleh berdoa dengan doa yang berasal dari Al-Quran,

(5) tidak boleh telat dari imam ketika berdoa saat sujud.

Allah memiliki ‘izzah

Walaupun Allah dekat, Allah memiliki ‘izzah (keperkasaan). Allah memiliki ‘izzah: (1) ‘izzah al-quwwah (keperkasaan dalam kekuatan), (2) ‘izzah al-ghalabah (keperkasaan tidak ada yang dapat mengalahkan), (3) ‘izzah al-imtina’ (keperkasaan tidak ada yang dapat mencegah).

Dalil bahwa Allah memiliki sifat ‘izzah adalah firman Allah,

وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ

Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-An’am: 18)

إِنَّ رَبَّكَ هُوَ الْقَوِيُّ الْعَزِيزُ

Sesungguhnya Tuhanmu Dia-Lah yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Hud: 66)

الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ,لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثَّرَىٰ

(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ‘Arsy. Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.” (QS. Thaha: 5-6)

Semoga bermanfaat.

Referensi:

  1. Iidhah Syarh As-Sunnah li Al-Muzani.Cetakan Tahun 1439 H. Syaikh Dr. Muhammad bin ‘Umar Salim Bazmul. Penerbit Darul Mirats An-Nabawiy.
  2. Majmu’ah Al-Fatawa.Cetakan keempat, Tahun 1432 H. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Penerbit Darul Wafa’ dan Ibnu Hazm.
  3. Syarh As-Sunnah. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Imam Al-Muzani. Ta’liq: Dr. Jamal ‘Azzun. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.
  4. Tafsir As-Sa’di.Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
  5. Tamam AlMinnah ‘ala Syarh As-Sunnah li Al-Imam Al-Muzani.Khalid bin Mahmud bin ‘Abdul ‘Aziz Al-Juhani. alukah.net.

Disusun saat perjalanan Panggang – Jogja, 19 Dzulhijjah 1440 H (20 Agustus 2019)

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Ingin tahu selengkapnya. 
Yuk KLIK: https://rumaysho.com/21200-syarhus-sunnah-allah-dekat-pada-kita-yang-berdoa.html

Mengapa Kita Tak Boleh Malas Berdoa?

PERTAMA adalah karena Allah sendiri yang memerintahkan kita berdoa dan Allah sendiri yang berjanji akan mengabulkannya. Allah sangat senang kepada hambaNya yang senang berdoa karena berdoa bermakna ada sambungan antara hamba dengan Tuhannya.

Kedua adalah karena doa merupakan sebuah kekuatan akan harapan hidup yang lebih baik. Mereka yang tidak pernah berdoa akan mudah untuk pesimis dan, bahkan, tidak berdoa itu adalah potret kepesimisan, keputusasaan, di samping bisa juga sebagai potret kesombongan.

Ketiga adalah karena berdoa itu merupakan tanda percayanya kita kepada Allah; percaya bahwa Allah Tuhan kita, percaya bahwa Allah yang mengatur hidup kita, percaya bahwa Allah tahu persis keadaan dan masalah kita, serta karenanya maka kita percayakan urusan kita kepadaNya. Sungguh keimanan yang indah.

Ada tiga kemungkinan jawaban Allah akan doa yang kita panjatkan. Pertama, iya, Aku kabulkan segera atau sekarang. Kedua, iya, Aku kabulkan, tapi tidak sekarang. Ada waktu yang lebih indah dan lebih tepat untukmu. Ketiga, Aku memiliki rencana yang lebih indah untukmu. Jadi bukan yang engkau pinta yang Aku berikan, namun yang lebih baik dari yang engkau pinta.

Betapa Rahman Rahimnya Allah Tuhan kita, betapa baiknya Allah Tuhan kita. Namun, begitu terbatas pengetahuan kita. Teruslah berbaik sangka kepada Allah dan tetaplah berdoa serta memasrahkan diri kita kepada Allah. Salam, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi |

INILAH MOZAIK

Jumat Ini, Sudah Berdoa Belum?

Hari Jumat merupakan waktu mustajabnya doa. Yuk belajar dari Riyadhus Sholihin siang ini.

Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Al-Fadhail

  1. Bab Keutamaan Hari Jumat, Kewajiban Shalat Jumat, Mandi untuk Shalat Jumat, Mengenakan Wewangian, Datang Lebih Dulu untuk Shalat Jumat, Berdoa pada Hari Jumat, Shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Penjelasan tentang Waktu Dikabulkannya Doa (pada Hari Jumat), dan Sunnahnya Memperbanyak Dzikir kepada Allah Setelah Shalat Jumat

Hadits #1156

وَعَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ذَكَرَ يَوْمَ الجُمُعَةِ ، فَقَالَ : (( فِيهَا سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ ، وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْألُ اللهَ شَيْئاً ، إِلاَّ أعْطَاهُ إيّاهُ )) وَأشَارَ بيَدِهِ يُقَلِّلُهَا. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang hari Jumat. Beliau bersabda, “Di dalamnya terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba yang muslim tepat pada saat itu berdiri shalat meminta sesuatu kepada Allah, melainkan Allah pasti memberikan kepadanya.” Beliau pun mengisyaratkan dengan tangannya untuk menggambarkan sedikitnya (sebentarnya) waktu tersebut. (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 935 dan Muslim, no. 852]

Faedah Hadits

  1. Ada anjuran untuk menyesuaikan waktu pada hari Jumat ini untuk berdoa.
  2. Hari Jumat dikhususkan untuk waktu terkabulnya doa menunjukkan akan agungnya hari tersebut dibanding hari-hari lainnya dan haji Jumat adalah sayyidul ayyam, pemimpin hari-hari yang ada.
  3. Para ulama semangat menentukan waktu pada hari Jumat ini sehingga mereka berselisih dalam: (1) penentuan waktunya pada hari Jumat, (2) apakah pengabulan doa pada hari Jumat masih ada atau sudah diangkat, (3) apakah berpindah dalam beberapa waktu dalam sehari ataukah tidak.

Perselisihan hingga 40 pendapat

Ibnu Hajar rahimahullah sendiri menyebutkan ada 40 pendapat dalam masalah ini. Beliau rahimahullah mengatakan,

أَنَّ كُلّ رِوَايَة جَاءَ فِيهَا تَعْيِين وَقْت السَّاعَة الْمَذْكُورَة مَرْفُوعًا وَهْم ، وَاَللَّه أَعْلَم.

“Setiap riwayat yang menyebutkan penentuan waktu mustajab di hari Jum’at secara marfu’ (sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) memiliki wahm (kekeliruan). Wallahu a’lam.” (Fath Al-Bari, 11:199)

Syaikh Musthafa Al-‘Adawi hafizhahullah berkata, “Sudah sepantasnya seorang muslim berusaha untuk memperbanyak doa di hari Jum’at di waktu-waktu yang ada secara umum.”

Referensi:

  1. Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
  2. Fiqh Ad-Du’a’. Cetakan pertama, Tahun 1422 H. Syaikh Musthafa Al-‘Adawi. Penerbit Maktabah Makkah. Hlm. 46-48.

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Ingin tahu selengkapnya. 
Yuk KLIK: https://rumaysho.com/21009-jumat-ini-sudah-berdoa-belum.html