Mengapa Kita Berpaling dari Sunah Rasul?

MELIHAT fenomena saat ini ketika banyak orang-orang yang memiliki pemikiran sekuler dan liberal maka banyak pula saat ini sunah yang menjadi fitnah.

Tidak hanya fitnah teroris saja, namun banyak contohnya orang yang tidak meyakini sunah atau adab Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallaam itu membawa manfaat baik bagi diri kita sendiri dan orang lain.

Seperti di saat makan, selain dengan makan tidak berlebihan itu bisa menjaga ‘iffah (kesucian/kehormatan) kita, hal ini pun bermanfaat bagi kesehatan kita. Rasulullah bersabda:

“Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihinya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernapas.”

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan, “Karena kekenyangan membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras, menghilangkan kecerdasan, membuat sering tidur dan lemah untuk beribadah.”

Bahkan kekenyangan hukumnya bisa haram, Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan:

“Larangan kekenyangan dimaksudkan pada kekenyangan yang membuat penuh perut dan membuat orangnya berat untuk melaksanakan ibadah dan membuat angkuh, bernafsu, banyak tidur dan malas. Bisa jadi hukumnya berubah dari makruh menjadi haram sesuai dengan dampak buruk yang ditimbulkan (misalnya membahayakan kesehatan, pent)”

Tetapi semua ini ditanggapi orang banyak sangat lemah, dan tidak terlalu mempedulikannya, bahkan banyak yang tidak mengetahuinya, namun ketika penelitian yang berbicara di era modern ini, seperti:

Sebuah studi yang dilakukan Mount Sinai School of Medicine menemukan penjelasan tentang alasan makan berlebih bisa menyebabkan diabetes dan obesitas. Orang yang makan tanpa mengontrol jumlah yang dikonsumsinya, dapat mengalami gangguan fungsi pada sinyal insulin. Akibat dari gangguan ini, insulin tidak mampu melakukan pemecahan lemak dalam jaringan adiposa.

Barulah semua orang percaya dan menjaga komsumsi makanannya, contoh lain seperti kita makan atau minum dilarang sambil berdiri karena Rasulullah menganjurkan makan atau minum sambil duduk, tidak ada yang percaya, namun ketika penelitian berbicara bahwa ketika kita berdiri, ada selaput di dalam perut akan terbuka dan ketika duduk selaput akan tertutup baru kita memercayainya.

Ataupun seperti salat qiyamul lail yang dilaksanakan pada sepertiga malam, yang Rasulullah anjurkan, dan ketika ada penelitian bahwa di malam hari sistem kerja otak dan semua sistem aliran darah bekerja untuk memulihkan atau membuang toksin dalam tubuh baru kita percaya dan orang melakukan meditasi atau yoga di sepertiga malam.

Padahal jauh sebelum penelitian itu muncul kita sudah bisa mendapatkan manfaatnya dari semua itu. Mengapa kita harus menunggu penelitian, mengapa kita harus percaya bukti konkret. Terlalu lama. Dimana kiranya iman kita? Mengapa kita berpaling dari sunah Rasul bahkan malah dijadikan bahan olok-olokan, tidakkah kita berpikir bahwa umat muslim diwajibkan berpuasa satu bulan penuh? Bukankah kita kini mengetahui manfaat dari berpuasa itu sendiri?

Seperti kasus lainnya, Rasulullah dan sahabat melarang riba dan wajib menggunakan sistem perekonomian syariah, agar sistem ekonomi berjalan dinamis dan saling menguntungkan tanpa ada pihak yang dirugikan. Buktinya saat ini banyak negara-negara maju yang menggunakan sistem perekonomian umum yang pada akhirnya bangkrut, seperti di negara-negara Eropa sana, bisa kita teliti info lebih lanjut negara mana saja yang perekonomiannya limbung, bahkan Romawi menyarankan agar menteri perekonomiannya memelajari sistem ekonomi syariah.

Contoh lain dimana sunah Rasulullah shalallaah ‘alaihi wasallam ketika sunah malam jumat dijadikan olok-olokan dan bahan perbuatan yang tidak sepantasnya apalagi oleh para pasangan yang belum halal, naudzubillah himindzalik, apalagi jaman sekarang orang berpacaran agar alih-alih menjadi pasangan yang barokah, maka mereka shalat berjamaah pun berdua dengan yang bukan mahramnya.

“Sungguh tidaklah seorang laki-laki bersepi-sepi (berduaan) dengan seorang wanita, kecuali yang ketiga dari keduanya adalah syaitan” (HR. At-Tirmidzi)

Contoh lain lagi ketika di dunia pendidikan, bahwasanya siswa dan siswi (remaja yang sudah baligh) itu tidak diperbolehkan berada di dalam satu kelas secara bersamaan, karena disamping bukan mahram, dari segi pemikiran, sifat dan perbuatan pun jauh berbeda, namun hal ini lagi-lagi tidak ditanggapi oleh pihak-pihak yang merendahkan sunnah Rasulullah.

Buktinya kini di negara paman sam menurut penelitian yang mereka dapatkan pada akhirnya mereka menyadari bahwa siswa dan siswi (remaja) harus dipisahkan tidak dalam satu kelas. Karena banyak pertimbangan yang buruk dan ketidak efektifan dalam belajar jika siswa dan siswi dipersatukan dalam satu kelas kembali. Bukti penelitiannya tersebut dapat dilihat disini. [Kutipan Ust.Budi Ashari,Lc]

 

INILAH MOZAIK