TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid: Ulama Pendiri Nahdlatul Wathan dan Pejuang Kemerdekaan dari Nusa Tenggara Barat

Maulana Syekh Tuan Guru Kiai Haji (T.G.K.H.) Muhammad Zainuddin bin Abdul Madjid lahir di desa Pancor pada tahun 1908. Dan merupakan anak bungsu dari enam bersaudara. Pada saat kecil beliau memliki nama Muhammad Saggaf, namun pada usia sembilan tahun diubah menjadi Muhammad Zainuddin, ini karena ayah beliau T.G.H. Abdul Madjid mencari keberkahan dari ulama’ besar dari daerah Serawak yaitu Syekh Muhammad Zainuddin.

Semenjak kecil beliau sudah menjadi papadu (anak kebanggaan) dari ayahnya. Beliau sejak kecilnya sudah di gembleng untuk memahami beragam disiplin ilmu ilmu kegamaannya guna meningkatkan kapasitas agar lebih tajam dan komprehensif. Disamping mengikuti sekolah formal di Volkscholen yang dibangun pemerintah hinida Belanda, ia juga belajar dengan beberapa Tuan Guru yang ada di desa Pancor diantaranya TGH. Syarafuddin, TGH. Abdullah bin Amaq Dulaji,  TGH. Muhammad Said dan lainnya.

Pada tahun 1923, Maulana Syekh bersama saudara adiknya Muhammad Faisal diantar orangtuanya belajar ke Tanah suci Mekkah, tepatnya  di Madrasah ash-Shaulatiyah, madrasah yang sama dimana Kiai Haji Hasyim Asy’ari dan Kiai Hai Ahmad Dahlan belajar.  Madrasah yang didirikan pada 1219 H. oleh seorang ulama besar imigran India Syekh Rahmatullah Ibn Khalil al Hindi al Dahlawi. Tercatat sebagai madrasah pertama dalam dunia pendidikan di Arab Saudi.

Maulana Syekh masuk Madrasah Shaulatiyah pada 1345 atau 1927 M. saat itu mudir atau direkturnya adalan Syekh Salim Rahmatullah. Ia merupakan cucu pendiri Madarash Shaulatiyah. Pada saat belajar di Shaulatiyah, para guru beliau menilai Maulana Syekh memiliki ketekunan tinggi dalam belajar. Beberapa guru  mengakuinya sebagai murid yang tergolong cerdas. Syekh Salim Rahmatullah selalu mempercayakan kepadanya untuk menghadapi penilik madrasah Pemerintah Arab Saudi yang seringkali datang ke madrasah. Penilik adalah penganut Wahabi.

“Dan Zainuddin adalah satu satunya murid Madrasah ash-Shaulatiyah yang dianggap menguasai paham Wahabi dan ia selalu berhasil menjawab pertanyaan penilik itu dengan memuaskan” kata aeorang teman sekelasnya, Syekh Zakariya Abdullah Bila, ulama besar di Tanah Suci Makkah.

Setelah menyelesaikan studinya pada tahun 1933 M., Maulana Syekh kembali ke kampung halamannya. Melihat keadaan masyarakat Nusa Tenggara Barat yang saat itu masih jauh dari akses pendidikan yang layak beliau merasa tertantang untuk membenahi masyarakatnya yang masih dalam jajahan koloni Belanda melalui pendidikan. Pada tahun 1934 beliau mendirikan Pesantren Al Mujahidin.

Berselang tiga tahun, pada tanggal 22 agustus 1934 M beliau mendirikan madrasah khusus laki-laki yang dinamainya Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah atau disingkat NWDI, setelah madrasah NWDI meluluskan angkatan pertama tahun 1941 H. Untuk memperluas kader-kader pendidikan Maulana Syekh mendirikan Madrasah khusus kaum perempuan yang bernama Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah pada tahun 1941 H yang biasa di singkat NBDI. Kedua Madarasah ini merupakan madrasah pertama yang berdiri di Pulau Lombok, dan merupakan cikal bakal berdirinya semua madrasah yang bernaung dibawah organisasi Nahdlatul Wathan.

Melihat perkembangan Madrasah cabang dari NWDI dan NBDI yang cukup pesat, untuk lebih memudahkan dalam koordinasi, pembinaan, dan pengembangan madrasah-madarasah cabang tersebut, pada tanggal 1 Maret 1953 Maulana Syekh mendirikan organisasi Nahdlatul Wathan (NW) yang bergerak di bidang pendidikan, sosial dan dakwah.

Menjadi Tokoh Pejuang Kemeredekaan dari Nusa Tenggara Barat

Selain dikenal sebagai kiai kharismatik yang mencurahkan pemikiran dan pengetahuannya untuk pendidikan umat, TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga dikenal sebagai tokoh perjuang kemerdekaan di Nusa Tenggara Barat. Penggunaan nama pesantren yang dibuat oleh beliau mensyiarkan semangat yang kuat untuk memajukan umat Islam dan membangkitkan negeri, dan tanah air. Ini tercermin dari arti kata Nahdlatul Wathan yang berarti kebangkitan Tanah Air.

Pada zaman penjajahan madrasah disamping sebagai tempat untuk belajar agama juga dijadikan oleh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sebagai pusat pergerakan kemerdekaan, tempat menggembleng patriot patriot bangsa yang siap bertempur melawan penjajah.

Pada tahun 1947, dipimpin oleh adik kandungnya beliau bersama santri santrinya menyerang markas NICA. Penyerangan ini menewaskan para santri, guru madarsah serta adiknya sendiri. Setelah itu beliau dengan Saleh Sungkar membentuk wadah politik untuk perjuangan dan memajukan rakyak bernama Persatuan Umat Islam Lombok (PUIL). Selain itu, beliau juga aktif sebagai anggota konstituante, Masyumi, Permus dan Golkar.

Atas jasa jasanya terhadap bangsa Indonesia, pada tahun 2017 beliau kemudian dianugrahkan gelar pahlawan oleh presiden Jokowi bersamaan dengan 4 tokoh dari daerah lainnya. TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dikenal sebagai seorang ulama pejuang kemerdakaan, guru sufi dan ulama’ yang nasionalis.. Beliau wafat di Lombok pada 21 Oktober 1997. Lahu al Fatihah

BINCANG SYARIAH