Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Hujurat Ayat 11: Larangan dan Bahaya Perbuatan Body Shaming

Dewasa ini fenomena body shaming cukup marak terjadi. Pelaku body shaming bisa saja berasal dari kalangan orang terdekat atau orang yang tidak dikenal sama sekali. Sering kali terdengar kalimat candaan yang mengarah ke body shaming. Tidak sedikit juga yang dengan sengaja melontarkan kalimat-kalimat ejekan kepada orang yang memiliki penampilan fisik, yang menurutnya belum termasuk standar kriteria.

Misalnya, orang yang bertubuh gemuk dicerminkan dengan hewan yang berukuran besar, seperti sapi, kudanil, kingkong atau hewan besar lainnya. Tidak hanya orang bertubuh gemuk saja, orang yang bertubuh kurus, berkulit hitam, ataupun pendek, seringkali terdengar ejekan semacam itu tanpa memikirkan perasaannya. Dampak body shaming bagi korban antara lain, yaitu dapat menyebabkan gangguan makan, seperti bulimia nervosa, anorexia nervosa, dan binge.

Dalam sejarah umat Islam, body shaming pernah terjadi kepada istri Nabi Muhammad yaitu Ummu Salamah, yang diejek oleh istri-istri Nabi yang lain dengan mengatakan Ummu Salamah pendek. Al-Qur’an dan hadis dengan tegas telah menjelaskan beberapa kasus terebut walaupun tidak menyebutnya secara spesifik. Quraish Shihab dalam tafsirnya melarang tindakan body shaming baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, dan pelaku akan mendapat ganjaran berupa siksa dari Allah.

Dalam artikel ini penulis ingin memaparkan lebih jauh mengenai dampak, bahaya, dan larangan perbuatan body shaming ini, serta menjelaskan pandangan al-Qur’an mengenai body shaming.

Body Shaming Dalam Tinjauan Umum Dan Islam

Body shaming merupakan gabungan dari dua kata yaitu body (badan) dan shaming (mempermalukan). Body Shaming merupakan perilaku mengolok-olok fisik orang lain dengan mengomentari ukuran badan atau bentuk badan yang dianggap belum ideal.

Tindakan bullying terbagi menjadi dua yaitu bullying secara fisik dan bullying secara verbal. Bullying secara fisik meliputi mendesak, menampar, dan perbuatan yang menjurus kepada kekerasan fisik. Sedangkan body shaming termasuk ke dalam bullying bentuk verbal, yaitu dapat berbentuk mencela, mencaci, memaki, menertawakan, mengomentari, merendahkan, dan memanggil nama dengan sebutan yang buruk.

Jika dilihat dari sejarahnya, perilaku body shaming sebenarnya sudah terjadi sejak zaman Nabi. Namun, beberapa pakar mengemukakan bahwa istilah body shaming muncul di Amerika Serikat pada tahun 1900-an. Saat itu, di Amerika Serikat banyak yang tertarik membeli kartu pos bergambar wanita dengan postur tubuh gemuk hanya untuk dijadikan sebagai bahan ejekan semata. Pada era 2000-an, istilah body shaming kembali ramai diperbincangkan, khususnya melalui media sosial. Tidak sedikit pengguna media sosial menjadi korban dari perilaku body shaming.

Jika dilihat dari perkembangannya, perempuan cenderung lebih beresiko menjadi korban body shaming dibandingkan laki-laki. Perilaku body shaming sulit untuk dihindari, hal tersebut disebabkan adanya konstruk pemikiran masyarakat yang memiliki standar kesempurnaan cukup tinggi. Devie Rahmawati, selaku pengamat sosial, mengemukakan bahwa perilaku body shaming disebabkan oleh hal-hal diantaranya, yaitu, pertama, budaya patron klien, yaitu budaya di mana orang yang mempunyai kekuasaan atau kekayaan berlebih, dan dikenal bisa melakukan apapun. Kedua, budaya patriarki, yaitu ketika perempuan dijadikan sebagai objek. Misalnya, perempuan cenderung menjadi bahan ejekan terkait tubuh. Dan ketiga, minimnya pengetahuan bahwa body shaming merupakan perilaku yang buruk.

Tafsir Q.S. al-Hujurat ayat 11 Mengenai Body Shaming

Adapun ayat utama yang menjadi objek body shaming adalah: Q.S. al-Hujurat [49]: 11

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa sahabat Ṣābit bin Qais yang selalu hadir pada majelis Rasulullah dan duduk di dekat Rasulullah agar mendengar kajian rasulullah dengan jelas. Hal tersebut dikarenakan pendengarannya terganggu. Suatu hari ia terlambat datang pada majelis tersebut dan ia berjalan dengan melangkahi punggung sahabat.

Wahidi dan dari Ibnu Abbas meriwayatkan tentang asbāb al-nuzūl ayat ini sesungguhnya ditetapkan pada Ṣābit bin Qais bin Samas, saat itu ia mendengarkan dan menghormati majelis Nabi Muhammad saw dan dalam majelis ini sahabat berkata: “Meluaslah pada majelis ini supaya beliau bisa duduk di dekat Nabi dan mendengarkan kajian pada mejelis ini.” Kemudian seorang laki-laki berkata: “Anda sudah membuatkerusuhan pada majelis ini, maka duduklah”. Kemudian Sabit berkata “siapa ini?”. Kemudian, laki-laki itu menjawab: “Saya Fulan”. Kemudian Sabit berkata: “anaknya Fulanah lalu disebutkanlah nama ibunya yang pada masa Jahiliyah menjadi bahan hinaan”. Kemudian seorang laki-laki itu merasa malu, sehingga dari kejadian itulah ayat tersebut turun.

Terdapat riwayat lain yang menyatakan bahwa ayat ini diturunkan berkaitan dengan kecemburuan sebagian istri Nabi dengan Ummu Salamah. Kemudian, mereka menghina dengan mengatakan Ummu Salamah pendek, hal ini termasuk ejekan. Dalam riwayat lain dikatakan bahwa istri Nabi, Aisyah pernah merasa cemburu dengan Shafiyah. Aisyah kemudian menghina Shafiyah karena memiliki tubuh yang pendek dengan isyarat.

Selain itu, Allah melarang perbuatan mencela orang lain, baik berupa al-Hamz (perbuatan) atau al-Lamz (ucapan). Selain itu ditegaskan bahwa larangan ini tidak hanya berlaku bagi laki-laki tetapi juga perempuan. Seorang wanita yang mencela wanita lain atau laki-laki yang mencela laki-laki lain sejatinya sedang merendahkan dirinya sendiri.

Dalam Q.S. al-Hujurat [49]: 11 kata body shaming memang tidak disebutkan secara spesifik dalam ayat ini. Namun, jika dilihat dari konteks pemaknaan, menghina dan mengolok-olok termasuk ke dalam perilaku body shaming. Adapun tindakan body shaming sendiri tidak hanya berupa perkataan saja, tetapi menggunakan isyarat juga termasuk tindakan body shaming. Perilaku body shaming merupakan perilaku tercela meskipun dilakukan dengan niat main-main. Hal tersebut disebabkan dapat berpotensi melukai perasaan korban body shaming.

Penghinaan Terhadap Tuhan Dan Utusan-Nya

Penghinaan terhadap Tuhan dan utusan-Nya telah terjadi sejak nabi-nabi terdahulu. Penghinaan yang terdapat di sub kelompok ini memiliki ruang lingkup yang lebih luas, sebab penghinaannya meliputi terhadap entitas Tuhan, risalah Tuhan, dan utusan Tuhan. Ayat yang menjelaskan tentang penghinaan terhadap Tuhan dan utusanNya adalah Q.S. al-An’am: 10, Q.S. al-Anbiya’: 41, Q.S. as-Saffat: 12 & 14, Q.S. ar-Rum: 10, Q.S. Yasin: 30, dan Q.S. az-Zukhruf: 7. Ayat-ayat tersebut menjelaskan terkait pengolok-olokan Nabi terdahulu dan ancaman yang disampaikan oleh Allah berupa azab.

Q.S. al-An’am: 10 dan Q.S. al-Anbiya’: 41 turun ketika Allah swt menghibur hati Rasul-Nya yang tersakiti oleh gangguan yang dilakukan oleh kaum kafir. Dalamdiskursus ayat tersebut mengisahkan tentang penghinaan yang dilakukan oleh kaum kafir kepada Nabi sehingga hal tersebut menimbulkan sebuah intervensi dari Tuhan. Dengan demikian, hal ini dapat ditarik sebuah nilai insāniyyah, sosok Nabi sebagai manusia memiliki perasaan yang sama dengan manusia lain ketika dihina. Hal ini juga menjadi legitimasi bahwa penghinaan tidak hanya dapat menyakiti hati Rasul, namun juga dapat menyakiti hati manusia lainnya.

Secara tidak langsung, selain ayat tersebut menjelaskan terjadinya penghinaan pada masa lalu, namun ayat tersebut juga memiliki nilai keadilan. Sebab, orang yang menghina tentu akan mendapatkan balasan, baik itu di dunia atau di hari akhir. Adapun balasan bagi penghina di dunia saat ini adalah berupa pengucilan atau hukuman sosial.

Bentuk penghinaan lainnya juga disebutkan dalam Q.S. Hud: 38, ayat tersebut menjelaskan tentang Nabi Nuh yang dicemooh oleh kaumnya sebab intruksinya tentang akan datang banjir yang besar, ayat tersebut turun ketika kaum Nabi Nuh melewati dan melihat nabi Nuh sedang membuat kapal. Mereka melontarkan bermacam-macam pertanyaan dengan nada mengejek. Ejekan tersebut muncul karena mereka belum mengenal kapal dan bagaimana cara memakainya, termasuk Nabi Nuh. Dalam hal ini bentuk penghinaan difokuskan kepada dakwah yang disampaikan Nabi Nuh.

Dalam Q.S at-Taubah: 58 juga terdapat penghinaan, ayat ini turun saat Rasulullah saw membagikan sedekah, ayat tersebut menjelaskan tentang adanya celaan yang dilakukan orang munafik kepada Nabi Muhammad karena kebijaksanaan beliau membagikan zakat kepada orang yang kurang mampu. Mereka berusaha menghalangi perkembangan Islam dengan melontarkan tuduhan palsu terhadap Nabi Muhammad agar orang yang imannya masih lemah terpengaruh. Mereka menuduh Nabi Muhammad tidak bisa berlaku adil dalam pembagian zakat tersebut.

Larangan Body Shaming

Larangan mengenai perilaku body shaming secara tekstual dijelaskan dalam Q.S. al-Hujurat: 11. Dalam ayat tersebut Allah melarang kaum mukmin mengolok, mencela, dan memanggil dengan panggilan yang tidak baik terhadap kaum lain. Perilaku tersebut bertentangan dengan konsep fundamental Al-Qur’an yang menganjurkan untuk saling menjaga persatuan dengan cara menjaga perasaan orang lain. Selain itu, perbuatan body shaming juga dapat mengakibatkan renggangnya hubungan satu sama lain.

Kemudian, dalam Q.S. al-Hujurat: 12 dan Q.S al-Humazah: 1, menyebutkan larangan mengumpat, mencari kesalahan, dan menampakkan keburukan orang lain. Larangan tersebut selaras dengan perilaku body shaming yang tidak bisa dianggap remeh dampaknya, karena dapat mempengaruhi keadaan psikologis korban.

Ketiga ayat tersebut dengan keras melarang body shaming, meski tidak spesifik menyebutkan body shaming. Semakin jelas, dalam pelarangan ini menghadirkan haramnya perilaku body shaming. Dapat ditarik juga maksud dari pelarangan ini adalah agar manusia dihindarkan dari perilaku menghina, mencemooh, mengolok, dan mencela orang lain. Selain tidak membawa manfaat, perilaku body shaming dapat membuat keadaan masyarakat tidak kondusif. Suasana kondusifitas di masyarakat perlu untuk dikembangkan, sebab kondisi yang baik akan memberikan aura positif dalam perkembangan dan pertumbuhan masyarakat. Maka ayat di atas cukup menonjolkan dalam mengembangkan spirit nilai kemanusiaan.

ISLAMKAFFAH

Anak Muda Ini Sering Dianggap Kristen dan “China”, Ini Pengalamannya

Orang bermata sipit di negeri ini kerap dipanggil dengan panggilan “China” atau jika dalam makian dengan kalimat “Dasar China!”. Merujuk kepada sebuah negara di kawasan Asia Timur di mana penduduknya mayoritas bermata sipit atau ras tionghoa. Meski sesungguhnya pemilik mata dan kulit khas ini tak hanya China, melainkan ada Jepang, Korea, Taiwan, Hongkong dan lainnya.

Padahal Allah tak melihat fisik kita, melainkan ketakwaan kita. Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ”Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian, juga tidak kepada harta kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian”.

Menghina secara fisik atau body shaming pernah dialami oleh seorang sahabat Abdullah bin Mas’ud adalah sahabat yang memiliki betis yang kecil. Suatu kali ia mengambil ranting untuk dijadikan siwak, angin berembus dan menyingkap betisnya yang kecil, lalu para sahabat tertawa karena melihat betis Ibnu Mas’ud yang kecil.

Rasulullah SAW pun menegur para sahabat dan berkata, “Apa yang membuat kalian tertawa?”

Mereka berkata, “Wahai Nabi Allah, karena kedua betisnya yang kurus.”

Maka Rasulullah SAW bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya sungguh kedua betis itu lebih berat di timbangan daripada gunung Uhud.”.

Cerita body shaming pernah dialami Evan Permana. Mahasiswa ilmu politik Universitas Indonesia itu memiliki ras tionghoa dan tentu saja bernama sipit. Karena bermata sipit itu ia kerap di-body shaming-i sebagai “China” atau “Sipit”.

Di luar itu, ia memiliki pengalaman yang tak biasa. Ia dianggap beragama Kristen, padahal Islam sejak lahir. Pengalamannya ia reka ulang dalam tayangan youtube

BERSAMADAKWAH

Larangan Mengolok-olok Fisik Orang Lain (Body Shaming)

Salah satu sisi negatif dari Internet dan sosial media adalah memudahkan seseorang untuk mengolok-olok, menghina dan mencaci orang lain. Belum tentu dia berani melakukannya di dunia nyata, karena di dunia maya dia bisa bersembunyi. Salah satu yang jenis olokan yang dilakukan adalah mengolok fisik, kekurangan fisik atau cacat tubuh seseorang yang disebut dengan “body shaming”.

Perlu dicatat, melakukan “body shaming” terkadang dilakukan dengan TANPA SADAR, bisa jadi karena basa-basi untuk mencairkan suasana, bercanda yang kelewatan batas atau memang tujuannya untuk mencela dan menghina. beberapa orang melakukan body shaming tanpa sadar karena memang merupakan kebiasaan buruk mereka. Tentunya orang yang menjadi objek “body shaming” tidak merasa nyaman, karena sebenarnya “body shaming” adalah mem-bully tapi berkedok bercanda atau basa-basi.

Contoh “body shaming”:

“Pipi kok di pinggang, Cubby banget”

“Itu pipi apa bakso ya? Bulet banget

“loe kurus banget, kayak pentol korek lagi jalan”

 

Haram hukumnya melakukan “body shaming”

Semua ciptaan Allah itu ada hikmahnya, tidak layak untuk dicela dan dihina. Perhatikan kisah berikut, Sahabat Abdullah bin Mas’ud adalah sahabat yang memiliki betis yang kecil. Ketika beliau mengambil ranting untuk dijadikan siwak, angin berhembus dan menyingkap betisnya yang kecil, lalu para sahabat tertawa karena melihat betis Ibnu Mas’ud yang kecil.

Nabi shallallahu alaihi wasallam menegur para sahabat dan berkata,

مم تضحكون؟

“Apa yang membuat kalian tertawa?”

Mereka berkata“Wahai Nabi Allah, karena kedua betisnya yang kurus

Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,

والذي نفسي بيده لهما أثقل في الميزان من أحد

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya sungguh kedua betis itu lebih berat di timbangan daripada gunung Uhud.”[1]

Hadits ini menunjukkan bahwa mengolok dan menghina fisik adalah haram. Jika kita perhatikan, para sahabat tidak mengeluarkan kata-kata hinaan hanya tertawa saja, inipun hukumnya haram.

 

Menghina fisik atau cacat tubuh dengan isyarat juga diharamkan

‘Aisyah pernah merasa sangat cemburu terhadap istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lainnya yaitu Shafiyah. Shafiyah ini bertubuh pendek, ‘Aisyah lalu menghina dengan isyarat, maka hinaan dengan isyarat ini dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Perhatikan hadits berikut,

ﻋَﻦْ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﻗَﺎﻟَﺖْ : ﻗُﻠْﺖُ ﻟِﻠﻨَّﺒِﻲِّ ﺣَﺴْﺒُﻚَ ﻣِﻦْ ﺻَﻔِﻴَّﺔ ﻛَﺬَﺍ ﻭَ ﻛَﺬَﺍ ﻭَ ﻗَﺎﻝَ ﺑَﻌْﺾُ ﺍﻟﺮُّﻭَﺍﺓُ : ﺗَﻌْﻨِﻲْ ﻗَﺼِﻴْﺮَﺓٌ , ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﻟَﻘَﺪْ ﻗُﻠْﺖِ ﻛَﻠِﻤَﺔً ﻟَﻮْ ﻣُﺰِﺟَﺖْ ﺑِﻤَﺎﺀِ ﺍﻟْﺒَﺤْﺮِ ﻟَﻤَﺰَﺟَﺘْﻪُ

“Dari ‘Aisyah beliau berkata: Aku pernah berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Cukup bagimu dari Shafiyah “INI DAN ITU”. Sebagian rawi berkata :”’Aisyah mengatakan Shafiyah pendek”. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: ”Sungguh engkau telah mengucapkan suatu kalimat, yang seandainya kalimat tersebut dicampur dengan air laut niscaya akan merubahnya (karena sangat kotor dan bau sehingga bisa merubah air laut).” [2].

Bahkan walaupun kita tidak menyebut namanya, tapi orang lain tahu siapa yang kita maksud. Syaikh Al-‘Utsaimin menjelaskan,

ﺑﺸﺮﻁ ﺃﻻ ﻳﻔﻬﻢ ﺍﻟﺴﺎﻣﻊ ﺑﺄﻧﻪ ﻓﻼﻥ، ﻓﺈﻥ ﻓﻬﻢ ﺍﻟﺴﺎﻣﻊ ﺑﺄﻧﻪ ﻓﻼﻥ ﻓﻼ ﻓﺎﺋﺪﺓ ﻣﻦ ﺍﻹﺗﻴﺎﻥ ﺑﺼﻔﺔ ﻋﺎﻣﺔ

“Syarat (menasehati secara umum) adalah para pendengar tidak mengetahui bahwa yang dimaksud adalah fulan (orang tertentu). Jika pendengar paham bahwa orang itu adalah Fulan maka tidak ada faedahnya kita menasehati secara umum.”[3]

Demikian juga mengolok dengan isyarat dan meniru-nirukan dengan maksud merendahkan. Misalnya menirukan gaya ngomong orang yang gagap atau cadel.

‘Aisyah pernah berkata:

ﻗَﺎﻟَﺖْ : ﻭَﺣَﻜَﻴْﺖُ ﻟَﻪُ ﺇِﻧْﺴَﺎﻧًﺎ ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﻣَﺎ ﺃُﺣِﺐُّ ﺃَﻧِّﻲْ ﺣَﻜَﻴْﺖُ ﺇِﻧْﺴَﺎﻧًﺎ ﻭَ ﺇِﻥَّ ﻟِﻲْ ﻛَﺬَﺍ

“Aku meniru-niru (kekurangan/cacat) seseorang seseorang pada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata :”Saya tidak suka meniru-niru (kekurangan/cacat) seseorang (walaupun) saya mendapatkan sekian dan sekian”. [4]

Allah melarang kita mengolok-olok dan menghina orang lain. Allah berfirman,

ﻳَﺎﺃّﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟّﺬِﻳﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﻻَﻳَﺴْﺨَﺮْ ﻗَﻮْﻡُُ ﻣِّﻦ ﻗَﻮْﻡٍ ﻋَﺴَﻰ ﺃَﻥ ﻳَﻜُﻮﻧُﻮﺍ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻣِّﻨْﻬُﻢْ ﻭَﻻَﻧِﺴَﺂﺀُُ ﻣِّﻦ ﻧِّﺴَﺂﺀٍ ﻋَﺴَﻰ ﺃَﻥ ﻳَﻜُﻦَّ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻣِّﻨْﻬُﻦَّ ﻭَﻻَﺗَﻠْﻤِﺰُﻭﺍ ﺃَﻧﻔُﺴَﻜُﻢْ ﻭَﻻَﺗَﻨَﺎﺑَﺰُﻭﺍ ﺑِﺎْﻷَﻟْﻘَﺎﺏِ ﺑِﺌْﺲَ ﺍْﻹِﺳْﻢُ ﺍﻟْﻔُﺴُﻮﻕُ ﺑَﻌْﺪَ ﺍْﻹِﻳﻤَﺎﻥِ ﻭَﻣَﻦ ﻟَّﻢْ ﻳَﺘُﺐْ ﻓَﺄُﻭْﻻَﺋِﻚَ ﻫُﻢُ ﺍﻟﻈَّﺎﻟِﻤُﻮﻥَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) LEBIH BAIK dari mereka (yang mengolok-olokkan), dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) LEBIH BAIK dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan GELAR-GELAR YANG BURUK. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim. [Al-Hujurat/49 : 11].

Walaupun kita maksudnya adalah bercanda, akan tetapi apabila membuat orang tersebut tidak nyaman atau bahkan merasa dihina, maka hal ini dilarang dalam agama.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَأْخُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لاَعِبًا وَلاَ جَادًّا

“Tidak boleh seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, baik bercanda maupun serius.” [5]

Catatan: “body shaming” dilarang oleh negara dan ada hukuman dan ancaman pidana:

“Body shaming dikategorikan menjadi dua tindakan. Tindakan yang seseorang mentransmisikan narasi berupa hinaan, ejekan terhadap bentuk, wajah, warna kulit, postur seseorang menggunakan media sosial. Itu bisa dikategorikan masuk UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik) Pasal 45 ayat 1 dan Pasal 27 ayat 3, dapat diancam hukuman pidana 6 tahun,” papar Dedi di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (28/11/2018).

“Kedua, apabila melakukan body shaming tersebut secara verbal, langsung ditujukan kepada seseorang, dikenakan Pasal 310 KUHP denagn ancaman hukumannya 9 bulan. Kemudian (body shaming yang langsung ditujukan kepada korban) dilakukan secara tertulis dalam bentuk narasi, melalui transmisi di media sosial, dikenakan Pasal 311 KUHP. Hukuman 4 tahun,”[6]

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/43997-body-shaming.html