Jangan Biasakan Berbohong dari Hal Kecil

Salah satu sikap yang tidak terpuji yang menjadi penyebab kerusakan adalah berbohong. Berbohong merupakan pangkal dari segalanya. Kebohongan merusak hubungan dari yang paling kecil di dalam keluarga, pertemanan, hingga di tengah masyarakat dan negara.

Kebohongan pun menjadi sumber pelaku kejahatan dari yang kecil hingga besar menggunakan metode kebohongan. Karena itulah, Islam menekankan pentingnya sikap jujur dan larangan keras berbohong.

Ketika Nabi ditanya oleh salah seorang sahabat apa yang mudah sekaligus yang berat dalam Islam. Nabi menjawab syahadat adalah hal paling mudah dengan mengucapkan persaksian. Sementara yang paling berat adalah : hidup jujur. Sesungguhnya, tidak ada agama bagi orang yang tidak jujur. Bahkan, tidak ada shalat dan tidak ada zakat bagi mereka yang tidak jujur”(HR Ahmad Bazzar).

Sikap jujur sebagai lawan kata berbohong adalah bagian penting dalam Islam. Ibadah tidak bernilai karena kebohongan. Al-Quran menempatkan kebohongan sebagai salah satu aspek keimanan : Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah pembohong (An-Nahl : 105).

Karena kaitannya dengan keimanan, Rasulullah meletakkan sikap sering berbohong sebagai salah satu ciri-ciri munafik. Tanda orang munafik ada tiga: berkata bohong, ingkar janji, mengkhianati amanah (HR Bukhari & Muslim).

Sebaliknya sikap jujur adalah sumber segala kebaikan. Ketika seorang pemuda ingin masuk Islam tetapi dia merasa masih banyak melakukan keburukan, Nabi hanya menyuruhnya untuk bersikap jujur dan tidak berbohong. Pada akhirnya, pemuda itu menjadi malu dan bertaubat karena kejujuran akan menjadi bukti konsistensi keimanannya.

Mulailah tidak selalu berbohong pada diri sendiri dan lingkungan sekitarmu. Kebohongan sekali lagi akan merusak hubungan sekalipun dari hal paling kecil sekalipun. Sekali berbohong akan sulit bagimu untuk mendapatkan kepercayaan dari orang lain.

ISLAM KAFFAH

Tips Mengatasi Anak Kita yang Suka Berbohong

Hal yang harus kita perhatikan sungguh-sungguh adalah kebohongan yang dilakukan anak-anak. Dan ini akan memakan waktu sangat lama sebelum kita bisa mengatasi kebohongan itu. Anak-anak suka berbohong dan mereka mengelak dengan mengatakan bahwa mereka tidak bohong. Mereka berkata “Aku tidak mengatakannya! Aku bersumpah!” Anda berkata “Tapi mama ada disana mendengarmu mengatakannya.” Dia mengelak, “Tidak.” Anda berkata “Aku merekamnya. Ini videonya.” Dia tetap mengelak “Aku tidak mengatakannya. Sumpah tidak.” Mereka menonton videonya dan tetap tidak mau mengaku.

Anda tahu kenapa itu terjadi? Itu terjadi karena ketika pertama kali mereka berbohong, dan saat itu mereka mengakui kebohongannya, namun anda langsung membentak mereka. Jadi ketika pertama kalinya anda meminta mereka berkata jujur dan anak anda mengakuinya, anda pun langsung memarahinya. Akhirnya mereka berpikir bahwa ketika mereka ketahuan berbohong, mereka akan dimarahi. Itulah mengapa mereka tidak mau mengakui kesalahan mereka lagi.

Jadi yang pertama anda harus menghentikan itu. Anda tidak boleh memberi hukuman tambahan atas sesuatu yang telah terjadi, yang telah membuat anda marah. Jadi sang ibu marah karena anaknya berbohong, atau karena anaknya melakukan sesuatu yang buruk. Kemudian dia marah karena anaknya berbohong tentang hal itu. Kemudian ibunya marah karena ketika dia berkata “Katakan sejujurnya, aku memberimu satu kesempatan lagi padamu, apakah kau melakukannya?” Anaknya menjawab “Tidak.”

“Oke, aku akan bertanya sekali lagi sebelum aku memberitahu ayahmu. Sekali lagi.”

“Aku tidak melakukannya, tidak melakukannya, tidak melakukannya.” Kemudian anaknya masuk kamar dan menangis.

“Aku tidak melakukannya, tidak melakukannya.” Dia terus berkata begitu. Dan anda pun bertanya-tanya: “Bagaimana caranya mengatasi ini?” Dan anda berkata “Aku tahu kau melakukannya. Kau bahkan membuatku lebih marah lagi.” Dan ketika anda menjadi lebih marah, anak anda menjadi lebih defensif tidak mau mengaku. Pada akhirnya anda pun menjambak-jambak rambut anda. Ketika suami anda pulang, anda berkeluh-kesah “Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan dengan anak ini. Dia berbohong tapi tidak mau mengaku.” Dan suami anda bertanya “Apakah kamu berbohong pada ibu?” Si anak menjawab “Tidak.” Dia tetap tidak mau mengaku.

Bagaimana kita mengatasi hal ini? Yang pertama harus dilakukan adalah anda harus mempercayai anak anda, meskipun anda tahu dia berbohong. Katakanlah “Aku percaya padamu. Dan kamu tidak akan berbohong padaku. Kamu berjanji kemarin bahwa kamu tidak akan berbohong.” Dan teman-temannya yang lain langsung “Tapi dia bohong tante?!” Katakan pada mereka “Aku mempercayainya. Tidak apa-apa, dan kalian juga tidak berada dalam masalah…”

Dan biarkan anak anda berbohong seperti itu 3 atau 4 kali. Tebak apa yang akan terjadi. Anak-anak secara alami tidak jahat. Kebaikan adalah sifat alami mereka. Jadi ketika mereka melakukan suatu hal yang buruk, dan anda tidak menghukumnya, maka mereka punya kesempatan untuk bertanya pada hati nurani mereka.

Jika anda menghukum mereka karenanya, maka mereka tidak menanyakan hati nurani karena mereka telah mendapatkan hukuman atas hal itu. Ketika mereka mendapat hukuman, mereka tidak menyesal, karena mereka melakukan suatu keburukan dan mereka telah membayar harganya. Pilih-pilihlah, anda tidak perlu menghukum mereka setiap kali berbuat salah. Katakanlah “Aku percaya padamu. Kamu tidak melakukannya. Aku tahu temanmu pasti salah paham. Jadi tidak apa-apa, kamu tidak dalam masalah.”

Anda tahu apa yang akan terjadi seiring berjalannya waktu? Pada akhirnya anak anda akan menghampiri anda dan berkata “Mama, aku ingin memberitahumu sesuatu. Aku sebenarnya yang melakukannya.” Ketika anak anda sudah mengakuinya, maka tenangkanlah dan nasihati dirinya. Katakan padanya “Tak apa-apa kok… Aku masih mempercayaimu.”

Dan apa yang anda lakukan ini akan menjauhkan sifat defensif seorang anak. Tapi butuh waktu lama untuk berhasil melakukan ini. Anda tidak akan berhasil melakukan ini pertama kalinya. Memang kadang terasa sulit untuk memaafkan kebohongan anak-anak kita ya? Terlebih lagi jika mereka menyakiti anak orang lain. Dan anda harus memanggil anak yang disakiti anak anda, dan bicaralah padanya “Aku juga mempercayaimu. Aku tidak marah padamu. Dan aku tahu dia melakukan sesuatu yang salah, tapi kau tidak boleh merasa senang jika dia mendapat hukuman.”

Itu juga harus diperhatikan. Ada anak yang senang melihat anak lainnya kena hukuman. Dan mereka menjadi terbiasa dengan itu. Pada suatu hari, keluarga saya baru saja kembali dari Skotlandia. Dan anak saya yang paling kecil menghampiri saya dan berkata “Kau tahu ayah, temanku menarik telingaku waktu itu.” Saya berkata “Kapan?” Dia berkata “Tidak tahu, pokoknya pernah.” Saya bertanya “Kamu mau aku melakukan apa?” “Hukum dia”, katanya. Saya tanyakan, “Apakah itu membuatmu senang.” “Iya”, jawabnya.

Terkadang anak-anak melakukan itu, mereka senang melihat anak lainnya dihukum. Dan anda juga tidak mau hal itu terjadi. Namun dengan balita, dengan anak umur 2-3 tahun tidak mengapa, karena anda ingin membuat mereka tertawa. Misalnya anda memanggil anak yang lebih tua dan berpura-pura menamparnya beberapa kali, dan anda memintanya untuk berkata “Aw!” Jadi dia berakta “Aw! Aw! Sakit.” Lalu anda dengan bercanda bertanya pada anak anda yang balita, “Apakah sekarang kau senang?” “Ya, aku senang, hehehe!” Itu tidak mengapa. Tapi dengan anak-anak yang lebih tua, jika mereka senang ketika anak lain dihukum, maka itu adalah masalah. Itu adalah kelakuan yang patut dihukum.

Tanyakan padanya “Kenapa kau senang? Apa untungnya bagimu?” Jadi kebohongan adalah proses jangka panjang untuk menyembuhkannya. Anda tidak bisa menghapuskan kebohongan dari diri seorang anak dengan cepat. Terlebih lagi karena mereka tidak lagi menganggapnya sebagai kebohongan. Mereka hanya melihatnya sebagai cara menyelamatkan diri. Dan ketika anak-anak sering berbohong, anda tahu apa yang terjadi? Mereka lama-lama bisa mempercayai kebohongan itu sendiri. Mereka menjadi seorang pemain sandiwara yang suka berbohong.

Mudah-mudahan tips di atas bermanfaat bagi para pembaca.

Oleh: Ustad Nouman Ali Khan

LAMPU ISLAM

Hoax, Berdusta karena Kebodohan

ALLAH Ta’ala berfirman: “Hendaklah kita menjauhi perkataan-perkataan dusta.” (QS Al-Hajj: 30)

Dalam peribahasa mengatakan, “Karana lidah (mulut) badan binasa” ini mengingatkan kita untuk hidup dalam suasana yang tenteram, aman dan damai, hendaklah diawasi lidah kerana melalui tutur kata akan menjadi lebih benar, beradab dan bahasanya lebih santun.

Suka berbohong bukan saja menimbulkan kemarahan orang yang mendengarnya, malah menimbulkan implikasi buruk kepada si pembohong itu sendiri. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu katanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak beriman seseorang dengan sempurna sehingga ditinggalkan pembohongan walaupun senda gurau, bersengketa atau perbalahan.”

Tabiat suka berbohong termasuk dalam kategori dosa besar setelah syirik (menyekutukan Allah) dan durhaka terhadap kedua orangtua. Ini ditegaskan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Maukah aku tunjukkan perihal dosa-dosa besar? Kami menjawab: Ya, tentu mau wahai Rasulullah. Rasulullah menjelaskan: Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orangtua. Oh ya, (ada lagi) yaitu perkataan dusta.” (Riwayat Muttafaq Alaih)

Berkata Imam Nawawi di kitabnya Al-Adzkar (halaman 326): “Ketahuilah! Sesungguhnya menurut mazhab Ahlus Sunnah bahwa dusta itu ialah: Mengabarkan tentang sesuatu yang berlainan (berbeda/menyalahi) keadaannya. Baik dilakukan dengan sengaja atau karena kebodohan (tidak sengaja), akan tetapi tidak berdosa kalau karena kebodohan (tidak sengaja) dan berdosa kalau dilakukan dengan sengaja”.

INILAH MOZAIK

Bohong yang Dibolehkan

Pertanyaan:

Bolehkah berbohong dalam Islam?

Dari: Axan38

Jawaban:
Dusta atau bohong adalah perbuatan haram. Tidak ada keringanan untuk berdusta dalam Islam, kecuali karena darurat atau kebutuhan yang mendesak. Itu pun dengan batas yang sangat sempit. Seperti tidak dijumpai lagi cara yang lain untuk mewujudkan tujuan yang baik itu, selain harus bohong.

Ada satu cara yang mirip dengan dusta tapi bukan dusta. Dalam kondisi ‘kepepet’, seseorang bisa menggunakan cara ini untuk mewujudkan keinginannya tanpa harus terjerumus ke jurang kedustaan. Cara itu, bernama  ma’aridh atau tauriyah. Bentuknya, seseorang menggunakan kata yang ambigu, dengan harapan agar dipahami lain oleh lawan bicara.

Sebagai contoh, disebutkan dalam hadis riwayat Bukhari, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:

Suatu ketika Nabi Ibrahim pernah bersama istrinya Sarah. Mereka berdua melewati daerah yang dipimpin oleh penguasa yang zhalim. Ketika rakyatnya melihat istri Ibrahim, mereka lapor kepada raja, di sana ada lelaki bersama seorang wanita yang sangat cantik –sementara penguasa ini punya kebiasaan, merampas istri orang dan membunuh suaminya– Penguasa itu mengutus orang untuk menanyakannya. “Siapa wanita ini?” tanya prajurit. “Dia saudariku.” Jawab Ibrahim. Setelah menjawab ini, Ibrahim mendatangi istrinya dan mengatakan,

يا سارة ليس على وجه الأرض مؤمن غيري وغيرك، وإن هذا سألني فأخبرته أنك أختي فلا تكذبيني

“Wahai Sarah, tidak ada di muka bumi ini orang yang beriman selain aku dan dirimu. Orang tadi bertanya kepadaku, aku sampaikan bahwa kamu adalah saudariku. Karena itu, jangan engkau anggap aku berbohong… dst.”

Nabi Ibrahim ‘alahis salam dalam hal ini menggunakan kalimat ambigu. Kata “saudara” bisa bermakna saudara seagama atau saudara kandung. Yang diiginkan Ibrahim adalah saudara seiman/seagama, sementara perkataan beliau ini dipahami oleh prajurit, saudara kandung.

Inilah bohong yang dibolehkan, yakni bohong untuk mewujudkan kemaslahatan atau menghindari bahaya yang lebih besar. Diriwayatkan dari Ummu Kultsum binti Uqbah, beliau mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ليس الكذاب الذي يصلح بين الناس فينمي خيرا أو يقول خيرا

Bukan seorang pendusta, orang yang berbohong untuk mendamaikan antar-sesama manusia. Dia menunbuhkan kebaikan atau mengatakan kebaikan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Yang dimaksud menumbuhkan kebaikan:
Ketika ada dua kubu, A dan B yang berseteru, datang C. Dia sampaikan bahwa kepada A tentang B, yang membuat A ridha dan mau memaafkan kesalahan B, dan sebaliknya. Meskipun bisa jadi, C tidak pernah mendengarnya. Semua itu dalam rangka perdamaian. Demikian keterangan di Syarh Sunnah Al-Baghawi.

Dalam riwayat yang lain:

ولم أسمعه يرخص في شيء مما يقول الناس إلا في ثلاث: تعني الحرب، والإصلاح بين الناس، وحديث الرجل امرأته، وحديث المرأة زوجها.

Belum pernah aku dengar, kalimat (bohong) yang diberi keringanan untuk diucapkan manusia selain dalam 3 hal: Ketika perang, dalam rangka mendamaikan antar-sesama, dan suami berbohong kepada istrinya atau istri berbohong pada suaminya (jika untuk kebaikan).” (HR. Muslim)

Yang dimaksud berbohong antar-suami istri adalah berbohong dalam rangka menampakkan rasa cinta, menggombal, dengan tujuan untuk melestarikan kasih sayang dan ketenangan keluarga. Seperti memuji istrinya hingga tersanjung, atau menampakkan kesenangan bersamanya sampai pasangannya tersipu malu, dst.

Satu yang perlu diberi garis tebal, bukan termasuk bohong yang dibolehkan dalam hadis ini, berbohong untuk mengambil hak pasangannya atau lari dari tanggung jawab. Demikian keterangan An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim.

Al-Hafidz ibnu hajar mengatakan,

وَاتَّفَقُوا عَلَى أَنَّ الْمُرَاد بِالْكَذِبِ فِي حَقّ الْمَرْأَة وَالرَّجُل إِنَّمَا هُوَ فِيمَا لَا يُسْقِط حَقًّا عَلَيْهِ أَوْ عَلَيْهَا أَوْ أَخْذ مَا لَيْسَ لَهُ أَوْ لَهَا

Ulama sepakat bahwa yang dimaksud bohong antar-suami istri adalah bohong yang tidak menggugurkan kewajiban atau mengambil sesuatu yang bukan haknya.” (Fathul Bari, 5:300)

Sementara bohong ketika perang bentuknya dengan pura-pura menampakkan kekuatan atau menipu musuh dengan strategi perang dst. Dan tidak termasuk bagian ini adalah mengkhianati perjanjian.

Disadur dari:
http://www.Islamweb.net/fatwa no 63123
http://Islamqa.info/ar/ref/136367

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

Read more https://konsultasisyariah.com/11060-bohong-yang-dibolehkan.html

Ayo Tinggalkan! Dusta Mengantarkan Pada Kejahatan

AKHI Ukhti semoga selalu dalam lindungan Allah Ta’ala.

“Tinggalkanlah dusta, karena dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan kepada neraka”.

Kiranya seperti itulah makna salah satu pesan Nabi shallallahu alaihi wasallam, namun ternyata ada dusta yang boleh, bahkan itu adalah bumbu penyedap untuk kehidupan suami istri.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

“Tidak dibenarkan berdusta kecuali dalam tiga hal:”Seorang laki-laki yang berbicara kepada istrinya demi menyenangkan hatinya, dusta dalam peperangan dan dusta untuk memperbaiki hubungan manusia (yang sedang berseteru).”(HR. Tirmidzi no. 1939, dan dihasankan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami no. 2834)

Tapi perlu digaris bawahi, bahwa kebolehan ini bukan secara mutlak, yang diperbolehkan adalah dusta yang tujuannya memperbaiki hubungan dan menyenangkan hati, seperti seorang suami yang mengatakan kepada istrinya:

“Kau adalah perempuan terindah untukku
Rona wajahmu selalu membayangi jalan-jalanku
Aku tak kuasa bila tak melihat wajahmu
Aku akan selalu ada untukmu, sayang
Masakanmu tiada yang menandinginya”

Begitu pula sang istri kepada suaminya.

Inilah dusta yang seharusnya dipelajari oleh para pasutri, karena di dalamnya mengandung banyak hikmah, dan inilah gombal yang kadang kala sebagian suami sulit untuk mengungkapkannya, oleh karena itu harus ada latihan. [Ust. Dr. Syafiq Riza Basalamah]

INILAH MOZAIK

Walau Demi Gengsi Jangan Bohong Tak Baik Akibatnya

SEMALAM kami ditraktir sahabatnya Mat Kelor makan di DEHAPPY SEA FOOD HALAL AND PORK FREE di Penang Malaysia. Di sinilah saya pertama kali merasakan sirip ikan hiu. Status ini tentu bukan tentang menu makanan itu, melainkan tentang obrolan penuh hikmah di meja makan itu. Ada juga sih hubungannya dengan makanan. Kisah ini perawinya adalah sahabat Mat Kelor itu, Pak Haji Adri.

Saat makan malam di suatu restoran, satu keluarga sedikit agak dibuat malu oleh salah seorang ibu, anggota keluarga, yang meminta pramusaji untuk membungkus sisa makanan. Memang ada dilema, tak dibungkus ya eman karena mahal dan enak, dibungkus ya agak malu karena menurunkan gengsi. Pro kontra terjadi di meja makan itu. Hmmm, bukan hanya di kantor dan di panggung politik, di manapun ada pro kontra.

Di meja sebelah juga terjadi pro dan kontra. Namun rupanya pertimbangan gengsi menjadi pertimbangan utama di samping pertimbangan eman juga akan sisa makanan yang mahal itu. Seorang pria berkulit hitam di meja itu berkata pada staff restoran: “Eee, tolong ini dibungkus sisa makanan ini. Akan saya kasihkan pada anjing saya di rumah.” Pria itu merasa gengsinya terjaga karena sisa makanan itu dinyatakan untuk anjingnya, padahal aslinya untuk dirinya.

Kedua keluarga itu pulang dari restoran dengan tetap membahas pro kontra. Sesampainya di rumah, makanan sisa yang dibawa ibu itu tak langsung dimakan karena masih merasa malu walau akhirnyapun dimakan. Sementara sisa makanan yang dibawa pria meja kedua tadi juga tak jadi dimakan karena kaget. Kaget kenapa? Rupanya karena sisa makanan itu bercampur dengan banyak tulang ikan dan tulang sapi dan kambing. Pria itu marah, menelpon restoran bertanya mengapa bercampur dengan banyak tulang. Dijawabnya: “Lho katanya untuk anjing?” Pria itu terdiam.

Jangan berbohong hanya karena jaga gengsi. Kemuliaan diri dan harga diri itu ada bedanya juga. Kejujuran adalah kemuliaan. Salam, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi

Hoaks Jangan Dianggap Remeh

DALAM sebuah hadis Rasulullah SAW menerangkan bahwa salat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Tetapi, ada orang yang salat dia masih melakukan perbuatan keji dan munkar seperti berbohong (hoaks).

Bagaimana hukuman bagi orang yang salat tetapi suka berbohong? Islam mengajarkan agar seorang Muslim selalu dan mampu menjaga lisannya atau perkataannya. Sebab, berbohong adalah termasuk dalam kategori dosa-dosa besar. Namun, yang terjadi sekarang banyak sekali orang bahkan kita sendiri yang suka bermain-main dengan kebohongan.

Tak sedikit yang menganggap bohong merupakan sesuatu yang sepele. Padahal kita tahu sekecil apapun kebohongan tetap saja dianggap sebagai dosa besar.

Allah SWT berfirman di dalam surat An-Naml:

“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.” [QS. An-Nahl ayat 105]

Bohong atau dusta adalah sifat buruk yang sangat dibenci, dan Allah sendiri mengutuknya. Kebohongan merupakan induk dari berbagai macam perkara buruk yang tidak hanya merugikan diri sendiri tapi juga orang lain.

Berbohong adalah pangkal dari berbagai kejahatan, dan salah satu ciri golongan orang munafik adalah mereka yang suka berkata dusta.

Dari Ibnu Masud bahwa Rasulullah bersabda,

“Berkata benar jadikanlah kebiasaan bagimu, karena benar menurut kebaikan dan mengantarkan ke surga. Seseorang selalu berkata benar (pasti) ditentukan siddiq di sisi Allah. Dan berhati-hatilah kamu pendusta, karena dusta menimbulkan kekejian (kejahatan) dan akibatnya akan menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka. Seseorang berdusta akhirnya ditentukan pendusta di sisi Allah”.

Kejujuran merupakan landasan iman bagi seorang Muslim. Bentuk kejujuran itu dapat dibuktikan melalui ucapan maupun perilaku sehari-hari.

Pada saat hari kebangkitan dan hari pembalasan kelak, seorang pendusta akan datang bersama kelompoknya (pendusta) dan datang kepada Allah dengan keadaan yang mengerikan. Sebagaimana firman Allah SWT:

“Dan pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, mukanya menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri?” [QS. Az-Zumar ayat 60]

Allah juga berfirman:

“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” [QS. Az-Zumar ayat 3]

Seperti yang Allah sudah firmankan dalam ayat di atas, orang yang berbohong pasti akan mendapatkan ancaman siksa neraka. Dan mereka memiliki ciri yaitu dengan muka yang sangat hitam legam.

Perbuatan dusta adalah salah satu perbuatan yang dapat merusak dan melenyapkan amal ibadah. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda,

“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga walaupun ia salat, puasa, walaupun ia mengira bahwa ia menjadi seorang Muslim, yaitu berdusta saat berbicara, jika berjanji dia ingkar, dan berhianat apabila diberi amanat (kepercayaan)”.

Bahkan, lebih parah lagi Allah tidak akan mau melihat dan mensucikan mereka yang berbohong dan Allah akan menyiksa mereka dengan siksa yang pedih.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW;

“Ada tiga golongan di hari kiamat nanti Allah tidak akan melihat dan mensucikan mereka bahkan akan ditimpakan siksaan yang pedih yaitu, orangtua yang berzina, raja yang berdusta, dan fakir yang sombong.” [HR. Muslim]

Dusta adalah perbuatan yang dilarang Islam, dan Allah akan mencatat dosa sekecil apapun dan akan tetap membalasnya. []

 

 

Virus Kebohongan

IMAM Al-Ghazali dalam kitab “Ihyā’ Ulūm al-Dīn” (III/133) mencatat beberapa penyakit atau virus yang berbahaya bagi lisan. Di antara yang beliau sebut –virus keempat belas–  adalah kebohongan dalam ucapan dan sumpah.

Kebohongan, kata beliau, merupakan bagian dari dosa-dosa yang sangat buruk dan aib yang keji. Isma’il bin Wasith pernah mendengar Abu Bakar berkhutbah pasca meninggalnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Aku pernah dinasihati Rasulullah di tempat ini: ‘Jauhilah olehmu kebohongan karena kebohongan membawa pada keburukan, dan keduanya di dalam Neraka.” (HR. Ibnu Majah)

Orang yang terbiasa berbohong, maka akan dicatat sebagai tukang bohong. Sabda Nabi, “Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk selalu berdusta sehingga ia ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR. Muslim)

Bayangkan! Dicap sebagai pembohong oleh menusia saja begitu menyesakkan, apalagi yang mengecapnya adalah Allah Subhanahu wata’ala. Hadits ini menunjukkan dengan sangat tegas bahaya kebohongan.

Selain itu, bahaya kebohongan yang lain adalah membuat orang masuk dalam kategori munafik. Sabda Nabi, ada tiga ciri orang munafik: jika berjanji ia menyalahinya, jika diberi amanah, ia berkhianat dan jika berkata, dia berbohong. Hadits ini bisa dilihat dalam Shahih Bukhari dan Muslim.

Dalam sejarah, bisa dibaca, musuh terbesar dari kalangan umat Islam adalah orang-orang munafik. Mereka sudah terbiasa menyembunyikan apa yang ada dibenak mereka. Secara lahiriah seolah membela Islam, namun kenyataannya, mereka amat membenci Islam. Kebohongan dalam berinteraksi social, adalah ciri khas mereka. Maka tak berlebihan jika kelak, neraka yang ditempati mereka –sebagaimana surah An-Nisa ayat 145—adalah yang paling bawah.

Tak hanya itu, kebohongan juga menyulut murka Allah. Orang yang memiliki perangai seperti ini, kelak di akhirat tidak akan diajak berbicara dengan Allah Subhanhahu wata’ala. Dalam hadits riwayat Muslim disebutkan bahwa ada tiga  orang yang tak akan diajak berbicara oleh Allah, salah satunya adalah yang bersumpah dengan kebohongan.

Menurut riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi kebohongan itu terlarang, walau hanya sekadar untuk membuat orang lain tertawa. Nabi sendiri juga pernah bercanda dan membuat sahabatnya tertawa, tapi beliau menjauhi dagelan dusta yang dimaksudkan untuk membuat orang lain tertawa.

Menukil riwayat Tirmidzi, Imam Ghazali juga mengemukakan sabda nabi bahwa orang yang bohong yang bohong sejatinya berbau busuk. Begitu busuknya sehingga, malaikat pun menjauhinya dalam jarak satu mil.

Meski pada dasarnya hukum berbohong itu haram, namun ada tiga kondisi yang menjadi pengecualian. Imam Tirmidzi Rahimahullah dalam Sunan-nya, meriwayatkan sabda nabi, “Tidak boleh berdusta (berbohong), kecuali dalam tiga hal: seorang suami yang berbicara terhadap isterinya agar ia rida padanya; kedustaan pada peperangan; dan kedustaan yang dilakukan dalam rangka untuk mendamaikan (sesama) manusia.”

Pada kasus yang lagi viral terkait tokoh yang berinisial RS, ketiga kebohongan itu sama sekali tidak tercermin. Bahkan, dirinya sendiri dengan blak-blakan melalui siaran pers mengakui kebohongannya. Sebuah tindakan yang bukan saja merugikan diri sendiri tapi juga orang lain yang di sekitarnya.

Kebohongan sejak masa lalu memang senantiasa ada. Namun, jika kebohongan sudah dilakukan oleh publik figur atau tokoh politik, maka akan berdampak buruk bagi kehidupan sosial. Akibat yang paling nyata adalah krisis kepercayaan di ranah sosial.

Kita jadi merindukan politisi-politisi yang jujur dan tak suka berbohong sebagaimana politisi-politisi di masa lalu. Sebut saja misalnya, Mohammad Natsir. Di samping kesantunan, kesederhanaan dan karakter luhur lainnya, beliau dikenal sebagai orang yang jujur baik dalam perkataan maupun perbuatan.

Jakoeb Oetama, dalam buku “100 tahun Mohammad Natsir: Berdamai dengan Sejarah” (2008: 40) mengakui kejujuran beliau, “Mohammad Natsir juga memiliki kualifikasi lain yang mengesankan. la sebagai politikus dan pemimpin partai, ia jujur. Dan masa itu, kejujuran termasuk tidak menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang merupakan ciri yang menonjol.”

Bahkan kejujuran itu sudah mejadi karakter luhurnya sejak kecil. Kata Hamdi, yang mendapat cerita dari Siti Zahara (neneknya), “Semasa kanak-kanak Natsir orangnya lugu, jujur, dan sudah kelihatan akan jadi pemimpin,” (Tempo, Natsir Politik Santun di Antara dua Rezim, 10).

Kita berharap, ke depan kejujuran yang menjadi punggawa bagi perpolitikan dan interaksi kita sebagai bangsa; bukan kebohongan. Sekelumit cerita dari Natsir paling tidak memberi inspirasi, bahwa menjadi politisi sukses tak harus diraih dengan kebohongan.

Sabda Nabi ﷺ mengenai hal ini senantiasa relevan untuk direnungi:

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلىَ البِرِّ وَإِنَّ البرَّ يَهْدِيْ إِلىَ الجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتىَّ يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِيْقاً, وَإِيَّاكُمْ وَالكَذِبَ فَإِنَّ الكَذِبَ يَهِدِى إِلىَ الفُجُوْرِ وَإِنَّ الفُجُوْرَ يَهْدِي إِلىَ النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيتَحَرَّى الكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كذاباً

Kalian wajib berlaku jujut, karena sesungguhnya jujur itu menunjukkan (pelakunya) kepada kebaikan, dan kebaikan itu menunjukkan kepada Surga. Seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang sangat jujur. Dan jauhilah oleh kalian sifat bohong, karena sesungguhnya bohong itu menunjukkan pelakunya kepada keburukan, dan keburukan itu menunjukkan kepada api Neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk selalu berdusta sehingga ia ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR. Muslim).*/Mahmud Budi Setiawan

HIDAYATULLAH

Dosa Lisan: Berdusta dan Mengelabui Orang

DARI Bahz bin Hakim, ia berkata bahwa ayahnya, Hakim telah menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Celakalah bagi yang berbicara lantas berdusta hanya karena ingin membuat suatu kaum tertawa. Celakalah dia, celakalah dia.” (HR. Abu Daud, no. 4990 dan Tirmidzi, no. 3315. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata,

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan beliau menyentuh sesuatu yang basah, maka pun beliau bertanya, “Apa ini wahai pemilik makanan?” Sang pemiliknya menjawab, “Makanan tersebut terkena air hujan wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian makanan agar manusia dapat melihatnya? Ketahuilah, barangsiapa menipu maka dia bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim no. 102)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Di antara tanda munafik ada tiga: jika berbicara, dusta; jika berjanji, tidak menepati; jika diberi amanat, ia khianat.” (HR. Muslim, no. 59)

Moga Allah memberikan kita kemudahan untuk selalu menjaga lisan kita. [Muhammad Abduh Tuasikal]

 

INILAH MOZAIK