Ini konsep Jaminan Sosial dalam Islam seperti contoh Rasulullah

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai produk haram. Keputusan itu ditetapkan dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa yang digelar di Ponpes at-Tauhidiyah, Cikura, Tegal pada 7-10 Juni 2015 lalu.

Jauh sebelum MUI mengharamkan seluruh produk BPJS Kesehatan, ormas Islam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) telah lebih dulu melakukan kajian. Menurut mereka, konsep ini tak cocok bagi kaum Muslim Indonesia karena dianggap meniru kebijakan penjajah, dan bukan berasal dari hukum Islam.

Menurut HTI, konsep jaminan sosial atau BPJS di zaman Rasulullah berbeda dengan yang digunakan pemerintah saat ini. Saat itu, Rasul memberikan layanan kesehatan bagi sahabat-sahabatnya yang tak lain merupakan warga yang dipimpinnya tanpa memungut biaya sepeserpun.

“Dalam pandangan hukum Islam, haram hukumnya pemerintah menyelenggarakan jaminan kesehatan nasional berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS,” demikian dikutip dari situs resmi HTI, Kamis (30/7).

HTI menjelaskan, dua aturan perundang-undangan yang dibuat pemerintah bukan berdasarkan syariah Islam. “Padahal hukum Islam itulah hukum yang terbaik, bukan hukum buatan manusia.”

Menurut mereka, konsep jaminan BPJS tersebut dapat menimbulkan mudarat karena menambah beban hidup masyarakat. Hal itu terjadi karena adanya pemaksaan bagi peserta untuk membayar iuran bulanan sebelum mendapatkan hak mereka.

Dengan begitu, konsep tersebut sangat bertentangan dengan Islam di mana minimnya peran negara dalam mengurus rakyatnya sendiri, termasuk jaminan kesehatan. Bagi HTI, negara seharusnya memiliki peran sentral dalam mengurus segala urusan rakyat.

“Sementara dalam ajaran Islam, negara mempunyai peran sentral dan sekaligus bertanggung jawab penuh dalam segala urusan rakyatnya, termasuk urusan kesehatan.”

Dalam dalilnya, HTI mengungkapkan Rasulullah SAW tak pernah memungut biaya bagi umatnya untuk memperoleh jaminan kesehatan. Hal itu tercantum dalam hadis HR Muslim 2207 saat salah seorang sahabat sedang sakit, dan dokter memotong urat dan mengobatinya.

“Dalam hadits tersebut, Rasulullah SAW sebagai kepala negara Islam telah menjamin kesehatan rakyatnya secara cuma-cuma, dengan cara mengirimkan dokter kepada rakyatnya yang sakit tanpa memungut biaya dari rakyatnya itu.”

Namun, pengharaman terhadap BPJS tak berarti menggunakan jasa dokter swasta atau membeli obat dari apotek ikut haram. Sebab, yang seharusnya didapatkan rakyat secara gratis adalah layanan kesehatan yang diberikan negara.

“Adapun jika layanan kesehatan itu dari swasta, misalnya dari dokter praktik swasta atau membeli obat dari apotek umum, maka hukumnya tetap boleh membayar jasa dokter atau membeli obat dari apotek swasta tersebut.”

 

sumber: Merdeka.com

Politikus PKS desak pemerintah tanggapi usul MUI soal BPJS Syariah

Anggota Komisi VIII DPR, Abdul Hakim mendukung usul Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang ingin BPJS diterapkan dengan sistem syariah. Oleh sebab itu, dia mendorong pemerintah menanggapi secara serius gagasan MUI tersebut.

“Pemerintah perlu secara serius tindaklanjuti mengenai BPJS syariah,” kata Abdul Hakim saat dihubungi merdeka.com, Kamis (30/7).

Politikus PKS ini beralasan MUI merupakan lembaga yang sangat kompeten dengan memberikan fatwa persoalan keagamaan dan keumatan. Oleh sebab itu, niatan MUI tersebut patut untuk diperhatikan.

“MUI memberikan fatwa persoalan keagamaan dan kebangsaan dan keumatan,” katanya.

Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak sesuai syariah Islam atau haram. Khususnya sistem denda 2 persen bagi peserta yang telat bayar iuran bulanan.

Selain itu MUI menilai, dari perspektif ekonomi Islam dan fiqh mu’amalah, BPJS juga tidak memenuhi syariat Islam.

Dari hasil pengkajian tersebut, MUI menilai penyelenggaraan BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad antar para pihak, tidak sesuai dengan prinsip syariah. Sebab, pelaksanaannya mengandung unsur gharar, maisir dan riba.

 

sumber: Merdeka.com

Ini solusi MUI bagi warga yang sudah pegang kartu BPJS

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan haram. Pengharaman ini dilakukan karena lembaga asuransi milik pemerintah tersebut tidak sesuai dengan syariah dalam Islam.

Keputusan itu ditetapkan usai digelarnya Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia V yang diselenggarakan di Pondok Pesantren at-Tauhidiyah, Cikura, Tegal, Jawa Tengah pada tanggal 7-10 Juni 2015 lalu. BPJS merupakan salah satu bagian yang dibahas di dalamnya.

Dalam, beberapa penilaian, BPJS Kesehatan mengandung unsur gharar, maisir dan riba. Tak hanya itu, denda administrasi yang dibebankan bagi peserta yang menunggak juga termasuk dalam riba.

Berikut wawancara merdeka.com dengan Ketua Komisi Fatwa MUI, Ma’ruf Amin, Rabu (29/7):

Mengapa MUI mengharamkan BPJS Kesehatan?

Itu kan berdasarkan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia. Ada beberapa agenda yang dibahas oleh ulama seluruh Indonesia saat bertemu di Tegal.

Masalah yang utama adalah perundang-undangan, itu salah satunya BPJS. BPJS yang ada itu tidak sesuai syariah karena belum ada BPJS Syariah. Karena itu kita meminta supaya ada BPJS syariah.

Apa alasan yang menjadikan para ulama lantas setuju BPJS Kesehatan itu haram?

Karena akadnya tidak sesuai syariah, tidak menggunakan cara syariah, dan syariah itu kan ada polisnya. Sifatnya itu ada dana yang kita sebut tabarru’, kemudian digunakan untuk menjamin mereka yang memiliki polis itu. Itu semua sesuai dengan fatwa.

Selain itu, MUI juga mengharamkan denda administrasi sebesar 2 persen bagi peserta yang terlambat membayar, mengapa?

Ya tidak sesuai, karena memang kalau di dalam sistem syariah dana yang dipakai, dana yang digunakan adalah dana yang disepakati atau yang dikumpulkan para pemegang polis. Itu kan asuransi.

Jadi syariah wajib didirikan? Lalu bagaimana dengan BPJS yang konvensional?

Ya, BPJS Syariah wajib dibentuk sehingga ada tidak mengganti yang konvensional. Segera adakan, tapi ada juga syariah. Ada dua yang beroperasi.

Lalu, bagaimana dengan umat Islam yang sudah terlanjur mendaftar? Apakah harus segera keluar dari BPJS konvensional?

Sekarang ini terpaksa karena itu kewajiban, dan itu dianggap sebagai darurat. Ini merupakan masalah, tapi tidak bisa diteruskan, harus dihentikan segera mungkin.

Jadi apakah boleh tetap menjadi anggota atau wajib keluar?

Ya nantinya kan dia pindah ke syariah. Sementara di tempat sama dulu.

 

sumber: Merdeka.com

Ini penjelasan MUI soal BPJS Kesehatan haram

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan haram. Tak hanya itu, lembaga ini juga meminta pemerintah untuk membentuk BPJS yang sesuai dengan hukum syariah.

Dari dokumen yang diterima merdeka.com, Rabu (29/7), hasil ijtimak para ulama, MUI telah melakukan kajian mendasar mengenai BPJS Kesehatan tersebut, terutama dari perspektif ekonomi Islam dan fiqh mu’amalah. Dalam penelitian itu, MUI menilai BPJS Kesehatan belum mencerminkan jaminan sosial dalam Islam.

“Secara umum program BPJS Kesehatan belum mencerminkan konsep ideal jaminan sosial dalam Islam, terlebih lagi jika dilihat dari hubungan hukum atau akad antar para pihak,” tulis MUI dalam rekomendasi hasil ijtimak.

Tak hanya itu, MUI juga menyorot denda administrasi sebesar 2 persen per bulan dari jumlah iuran tertunggak baik bagi penerima upah maupun bukan. Denda ini dibayarkan secara bersamaan.

Dari hasil pengkajian tersebut, MUI menilai penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad antar para pihak, tidak sesuai dengan prinsip syari’ah. Sebab, pelaksanaannya mengandung unsur gharar, maisir dan riba.

“MUI mendorong pemerintah untuk membentuk, menyelenggarakan, dan melakukan pelayanan jaminan sosial berdasarkan prinsip syari’ah dan melakukan pelayanan prima.”

 

sumber: Merdeka.com