Mengapa Masalah Perbudakan Masih Tetap Dibahas di Zaman Ini?

TANYA:

Mengapa di zaman yang sudah tidak ada perbudakan masih ada beberapa buku ulama kontemporer yang membahas hal ini?

Jawab:

Para ulama melakukan pembahasan tentang hukum seputar pembebasan budak atau interaksi dengan budak, baik di buku-buku fiqh maupun hadis.

Dr. Abdul Karim al-Khudhair menyebutkan bahwa ulama berbeda pendapat mengenai penempatan pembahasan mengenai aturan perbudakan dan pembebasan budak. Beliau mengatakan,

وأهل العلم يختلفون في وضع هذا الكتاب، فمنهم من يجعله في آخر باب من أبواب الكتب، سواء كانت من كتب الأحاديث، أو من كتب الفقه، تفاؤلاً بأن يعتق الله رقابهم من النار بعد أن فرغوا من هذا العمل الجليل، وبعد أن
أتموا مدتهم في هذه الحياة

Para ulama berbeda pendapat mengenai penempatan bab tentang perbudakan. Sebagian ulama menjadikannya di bab terakhir di kitabnya, baik dalam kitab hadis maupun kitab fiqh. Sebagai harapan agar Allah membebaskan dirinya dari neraka, setelah mereka menyelesaikan buku itu dan setelah mereka menghabiskan usia hidupnya.

Beliau melanjutkan,

وبعضهم يقدمه فيجعله في آخر المعاملات المالية، قبل كتاب النكاح؛ لأن فيه شوب مال، فالعبد الرقيق مال يباع ويشترى، فعتقه تفويت لهذا المال

Sebagian ulama ada yang meletakkan pembahasan tentang perbudakan di akhir bab muamalah maliyah, sebelum bab nikah. Karena budak itu ada unsur harta. Seorang budak adalah harta yang bisa diperjual belikan. Sehingga membebaskan budak berarti mengurangi sebagian hartanya.
[https://shkhudheir.com/scientific-lesson/935834532]

Lalu mengapa pembahasan soal perbudakan masih tetap disinggung, padahal saat ini di dunia sudah tidak ada perbudakan?

Ada beberapa alasan untuk menjawab ini:

1. Perbudakan tidak dihapuskan selamanya, hanya saja di zaman sekarang, masyarakat telah menghilangkannnya. Namun ini tidak berlaku selamanya, karena kelak di akhir zaman akan ada lagi perbudakan.

2. Hukum syariat tentang perbudakan selalu berlaku, meskipun kejadiannya tidak ada. Karena hukum tidak ditinggalkan, sekalipun penerapannya tidak ada.

3. Manusia dibolehkan mempelajari suatu hukum, meskipun dia belum mampu mempraktekkannya. Seperti orang yang miskin, dia boleh belajar fiqh zakat, sedekah atau haji, sekalipun dia sendiri belum bisa mengamalkannya.

Karena kebenaran harus selalu dijaga dan dirawat, sekalipun tidak ada orang yang mempraktekkannya. Bentuk merawat dan menjaga kebenaran adalah dengan menuliskannya atau membahasnya.

As-Suyuthi menukil dialog antara Al-Buwaiti dengan Imam as-Syafi’i. Al-Buwaiti – salah satu muridnya Imam as-Syafi’i – pernah bertanya kepada gurunya,

إنك تتعنّى في تأليف الكتب وتصنيفها. والناس لا يلتفتون إلى كتبك، ولا إلى تصنيفك

Mengapa anda sangat perhatian untuk menulis kitab-kitab dan makalah. Sementara masyarakat tidak ada yang mempedulikan kitabmua atau makalahmu?

Jawab Imam as-Syafi’i,

يا بني، إن هذا هو الحق، والحق لا يضيع.

Wahai muridku, sesungguhnya ilmu ini adalah kebenaran, dan kebenaran tidak boleh dibiarkan. (at-Ta’rif bi Adab at-Taklif, hlm. 72). Demikian, Allahu a’lam. []

SUMBER: KONSULTASI SYARIAH

ISLAMPOS

Cara Rasul Hilangkan Perbudakan: Melarang Riba

DI antara hikmah diharamkannya praktek riba di masa nabi adalah agar tidak ada orang yang terbelit rentenir lalu karena tidak bisa bayar, akhirnya dirinya atau anaknya dijadikan budak sebagai tebusan.

Praktek riba diharamkan, karena di masa itu riba adalah salah satu pintu masuk yang utama terjerumusnya manusia ke dalam perbudakan. Kalau diurutkan ke asal muasalnya, di Makkah terdapat begitu banyak budak yang dulunya orang merdeka. Namun karena sistem ekonomi yang ribawi, akhirnya begitu banyak orang jatuh ke dalam perbudakan. Datangnya Islam bukan semata untuk menghapuskan perbudakan, melainkan juga mencabut akar penyebab utamanya, yaitu riba.

Berikutnya, syariat Islam telah menetapkan bahwa bila seorang yang bukan budak menikah dengan budak, maka anak yang lahir dari pernikahan mereka berstatus orang merdeka. Bukan berstatus budak. Dengan demikian, maka secara sistematis setiap budak tidak akan melahirkan budak, melainkan akan melahirkan orang merdeka. Lalu seiring berjalannya waktu, maka populasi budak akan semakin menipis lalu ‘punah’ dengan sendirinya.

 

INILAH MOZAIK

Tebusan Memerdekakan Budak atas Suatu Kesalahan

ADA begitu banyak larangan dalam syariah Islam. Kalau larangan itu dilanggar, biasanya ditetapkan tebusannya (kaffarah). Yang paling sering di antara bentuk kaffarah atas suatu kesalahan atau dosa besar adalah dengan jalan membebaskan budak.

Misalnya pelanggaran atas dosa membunuh nyawa seorang muslim yang dilakukan secara salah (tidak sengaja), maka di antara pilihan kaffarahnya adalah membebaskan budak. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Dan tidak layak bagi seorang mu’min membunuh seorang mu’min, kecuali karena tersalah, dan barangsiapa membunuh seorang mu’min karena tersalah ia memerdekakan seorang budak yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya.” (QS. An-Nisa: 92)

Selain itu apabila ada orang melanggar sumpah yang pernah diikrarkannya, juga ada pilihan tebusan dengan cara memerdekakan budak. “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud, tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak.” (QS. Al-Maidah: 98)

Pilihan untuk membebaskan budak juga berlaku buat suami yang menzhihar istrinya, yaitu apabila dia ingin kembali kepada istrinya. Maka sebelum berjima’, wajiblah atasnya untuk memerdekakan budak. “Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu berjima’.” (QS. Al-Mujadilah: 3)

Pelanggaran atas kesucian bulan Ramadhan pun salah satu bentuk kaffarahnya dengan memerdekakan budak. Yaitu buat pasangan suami istri yang melakukan hubungan jima’ pada saat sedang berpuasa wajib Ramadhan. Dan masih banyak lagi sistem yang telah diterapkan langsung oleh beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga dunia Islam termasuk yang paling awal steril dari perbudakan. Lihat bagaimana bangsa Eropa, Eropa dan Autralia di abad 20 sekalipun masih mengenal perbudakan, bahkan masih menjalankannya. Wallahu a’lam bishshawab. [Ahmad Sarwat, Lc]

 

INILAH MOZAIK

Kenapa Masih Ada Perbudakan di Masa Rasulullah?

TIDAK benar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendiamkan perbudakan, juga tidak benar bahwa perbudakan itu dibolehkan oleh agama Islam. Akan tetapi duduk masalahnya perlu dijelaskan terlebih dahulu.

Pertama, perbudakan sudah ada jauh sebelum adanya agama Islam. Jauh sebelum nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dilahirkan di Makkah, manusia di berbagai penjuru peradabannya telah mengenal perbudakan manusia.

 

Kedua, perbudakan bukan sekedar masalah manusia menindas manusia, namun perbudakan adalah sebuah sistem hukum, sistem ekonomi dan juga sistem sosial yang berlaku. Kalau kami katakan ‘sistem’, berarti terkait dengan sebuah mata rantai dan keterkaitan dengan banyak hal.

Maka penyelesaian masalah budak itu bukan dengan teriak-teriak atau kampanye di sana-sini. Penyelesaian masalah perbudakan manusia itu harus dengan sistem juga. Karena itu Anda jarang-jarang menemukan kalimat dari beliau shallallahu ‘alaihi wasallam yang secara eksplisit menyebutkan keharusan untuk menghapuskan perbudakan. Walau pun bukan sama sekali tidak ada. Bukankah beliau bersabda: An-nasu sawasiyatun ka asnanil mushthi. Manusia itu sejajar seperti sejajarnya gigi pada sisir?

Bahkan Al-Quran secara tegas menyebutkan bahwa sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa. Yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lakukan bukan sekedar pernyataan atau kutukan, melainkan tindakan nyata. Tindakan ini bersifat sistematis untuk secara implemantatif mengakhiri perbudakan.

Ketiga, cara yang dilakukan itu adalah menutup semua pintu ke arah perbudakan. Kemudian membuka pintu selebar-lebarnya agar para budak bisa merdeka. Di antaranya dengan cara: Islam Melarang Riba; Islam Menghukum Mati Penyamun; Hukum Islam Menetapkan Bahwa Anak Budak Bukan Budak.

 

INILAH MOZAIK