Dzulqa’dah, Bulan Haram yang Kita Lalaikan

Dalam ajaran agama kita ada beberapa bulan haram yang perlu kita ketahui. Maksud bulan haram yaitu bulan ini adalah bulan yang mulia, kita lebih ditekankan menjauhi hal yang haram dan lebih ditekankan melakukan amal kebaikan pada bulan haram.

Allah berfirman mengenai bulan haram,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah menganiaya diri dalam bulan yang empat itu.” [at Taubah/9:36]

Empat bulan tersebut adalah  Muharram, Dzulqa’dah, Dzulhijjah & Rajab, sebagaimana dalam hadits, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhar yang terletak antara Jumadal (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari & Muslim).

Demikian juga syaikh Abdurrahman As-Sa’diy menjelaskan,

وهي‏:‏ رجب الفرد، وذو القعدة، وذو الحجة، والمحرم، وسميت حرما لزيادة حرمتها، وتحريم القتال فيها‏

“Yaotu bulan Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah & Muharram. Dinamakan bulan Haram karena keharamannya bertambah, diharamkan membunuh pada bulan tersebut.” [Lihat Tafsir As-Sa’diy]

Beberapa ulama menjelaskan mengenai keutamaan bulan Haram. Ibnu Katsir menjlaskan,

ثم اختص من ذلك أربعة أشهر فجعلهن حراما ، وعظم حرماتهن ، وجعل الذنب فيهن أعظم ، والعمل الصالح والأجر أعظم

“Allah mengkhussukan empat bulan tersebut dan menjadikannya bulan haram. Allah jadikan melakukan perbuatan dosa pada saat itu lebih besar, sedangkan beramal shalih diberi pahala lebih besar juga.” [Lihat Tafsir Ibnu Katsir]

Musthafa bin Saad Al-Hambali juga menjleaskan bahwa pahal  dan dosa dilipatgandakan pada waktu mulai dan tempat yang mulia. Beliau berkata,

وتضاعف الحسنة والسيئة بمكان فاضل كمكة والمدينة وبيت المقدس وفي المساجد , وبزمان فاضل كيوم الجمعة , والأشهر الحرم ورمضان

“Kebaikan dan keburukan (dosa) dilipatgandakan pada tempat yang mulia seperti Mekkah, Madinah, Baitul Maqdis dan di masjid. Pada waktu yang mulia seperti hari Jumat, bulan-bulan haram dan Ramadhan.” [Mathalib Ulin Nuha 2/385]

Dzulqa’dah yang kita lalaikan

Keutamaan Dulqa’dah sebagai bulan haram jarang kita sebarkan dan bisa jadi sedikit kaum muslimin yang mengetahuinya. Mengapa demikian? Karena bisa jadi bulan haram lainnya ada beberapa dalil khusus terkait.

Bulan Muharram ada dalil khusus, sebagian berpendapat bulan Muharram adalah bulan terbaik setelah Ramadhan dan ninamakan Syahrullah (Bulan Allah)

Dari Abu Hurairah radhiallahu‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم

“Sebaik-baik puasa setelah Ramadlan adalah puasa di bulan Allah, bulan Muharram.” (HR. Muslim)

Hasan Al-Bashri mengatakan,

إن الله افتتح السنة بشهر حرام وختمها بشهر حرام، فليس شهر في السنة بعد شهر رمضان أعظم عند الله من المحرم، وكان يسمى شهر الله الأصم من شدة تحريمه،

“Allah membuka awal tahun dengan bulan haram (Muharram) dan menutup  akhir tahun dengan bulan haram (Dzulhijjah). Tidak ada bulan dalam setahun, setelah bulan Ramadhan, yang lebih mulia di sisi Allah dari pada bulan Muharram. Dulu bulan ini dinamakan Syahrullah Al-Asham (bulan Allah yang sunyi), karena sangat mulianya bulan ini. (Lathaiful Ma’arif, Hal. 34)

Demikian juga dalil khusus bulan Dzulhijjah karena di dalamnya ada ibadah haji yang agung, bahkan salah satu tafsir dari ayat berikut adalah bulan Dzulhijjah

Allah berfirman,

وَالْفَجْرِ. وَلَيَالٍ عَشْرٍ

“Demi fajar. Dan (demi) malam yang sepuluh.” [QS. Al-Fajr: 1-2]

Ibnu Katsir rahimahullah berkata,

والليالي العشر : المراد بها عشر ذي الحجة ، كما قاله ابن عباسٍ وابن الزبير ومُجاهد وغير واحدٍ من السلف والخلف

“Yang dimaksud dengan “malam yang sepuluh” adalah sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Ibnu az-Zubair, Mujahid, dan lainnya dari kalangan kaum Salaf dan Khalaf.[ Tafsir Ibni Katsir VIII/535]

Demikian juga bulan Rajab di mana banyak hadits-hadits tentang bulan Rajab di antaranya ada yang tidak shahih.

Imam Ibn Rajab mengatakan,

فأما الصلاة فلم يصح في شهر رجب صلاة مخصوصة تختص به, والأحاديث المروية في فضل صلاة الرغائب في أول ليلة جمعة من شهر رجب، كذب وباطل لا تصح, وهذه الصلاة بدعة عند جمهور العلماء.

“Tidak terdapat dalil yang shahih yang menyebutkan adanya anjuran shalat khusus di bulan Rajab. Adapun hadis-hadits mengenai keutamaan shalat raghaib di malam Jumat pertama bulan Rajab adalah hadis dusta, bathil, dan tidak shahih. Shalat Raghaib adalah bid’ah menurut mayoritas ulama.” (Lathaiful Ma’arif, Hal. 213)

Demikian semoga bermanfaat. Semoga kita bisa beramal shalih di bulan Dzulqa’dah. Aamiin.

@ Lombok, Pulau Seribu Masjid

Penyusun: Raehanul Bahraen

Sumber: https://muslim.or.id/67158-dzulqadah-bulan-haram-yang-kita-lalaikan.html

Serba-Serbi Bulan Haram (4)

Di antara keutamaan bulan haram ialah syariat berpuasa di bulan Allah, Muharam. Imam Muslim meriwayatkan hadis di dalam kitab Shahih dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ

Puasa yang paling afdhal setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah Muharam.” (HR. Muslim no. 1163),

Di samping itu, dianjurkan pula berpuasa Asyura yang mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan bahwa puasa tersebut akan menghapus dosa setahun yang lalu. (Shahih Muslim no. 1162). Itulah hari dimana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya.

Imam al-Qurthubi rahimahullah menyebutkan tafsiran mengenai firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Janganlah kalian menganiaya diri kalian di dalamnya”. Yakni dengan berbuat dosa. Sebab, apabila Allah Ta’ala mengagungkan sesuatu dari satu sisi, maka ia akan memiliki satu kehormatan.

Selanjutnya, jika Allah memuliakannya dari dua aspek atau lebih, maka ia akan mempunyai banyak keutamaan. Oleh karenanya, hukuman akan dilipatgandakan dengan sebab perbuatan buruk, sebagaimana pahala juga akan dilipatgandakan dengan sebab amal shalih.

1. Seseorang yang melakukan ketaatan kepada Allah pada bulan haram di tanah haram tidaklah sama pahalanya dengan orang yang berbuat kebajikan pada selain bulan haram di tanah haram.

2. Demikian pula, seseorang yang beramal shalih pada selain bulan haram di tanah haram tidaklah setara balasannya dengan orang yang mengerjakan kebaikan pada selain bulan haram di selain tanah haram.

Allah Ta’ala telah mengisyaratkan hal tersebut dengan firman-Nya,

يَانِسَاءَ النَّبِيِّ مَنْ يَأْتِ مِنْكُنَّ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ يُضَاعَفْ لَهَا الْعَذَابُ ضِعْفَيْنِ وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا
وَمَنْ يَقْنُتْ مِنْكُنَّ لِلَّهِ وَرَسُولِهِ وَتَعْمَلْ صَالِحًا نُؤْتِهَا أَجْرَهَا مَرَّتَيْنِ وَأَعْتَدْنَا لَهَا رِزْقًا كَرِيمًا

Wahai istri-istri Nabi, barangsiapa di antara kalian melakukan perbuatan keji yang terang-terangan, niscaya akan dilipatgandakan siksaannya 2 kali lipat. Yang demikian itu mudah bagi Allah. Barangsiapa di antara kalian taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta mengerjakan amal shalih, tentu Kami akan memberikan kepadanya pahala 2 kali lipat dan Kami sediakan baginya rezeki yang mulia.” (QS. Al-Ahzab : 30-31)

Segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam. Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, dan sahabatnya semuanya.
***
Penulis: Dr. Amin bin Abdillah Asy Syaqawi
Penerjemah: Ummu Fathimah
Diterjemahkan dari https://www.alukah.net/sharia/0/121267/

Artikel Muslimah.or.id

Serba-Serbi Bulan Haram (3)

Di antara keutamaan bulan haram ialah semua rangkaian ibadah haji dilaksanakan di bulan Dzulhijjah. Allah Ta’ala berfirman,

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ

Musim haji adalah beberapa bulan yang telah dikenal.” (QS. Al-Baqarah : 197)

Imam al-Bukhari mengatakan, “Ibnu ‘Umar menafsirkan ayat tersebut dengan bulan Syawal, Dzulqa’dah, dan 10 hari pertama Dzulhijjah.” (Shahih al-Bukhari)

Nabi pun dahulu melakukan umrah sebanyak 4 kali di bulan haram. Sebagaimana ucapan Ibnul Qayyim rahimahullah yang memberikan komentar mengenai hal tersebut, “Tidaklah Allah memilihkan untuk Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam umrahnya melainkan waktu yang paling utama dan mulia.” Beliau juga mengatakan, “Waktu terbaik untuk mengerjakan umrah adalah bulan-bulan haji dan pertengahan Dzulqa’dah. Inilah masa yang kita harapkan kebaikannya dari Allah. Barangsiapa memiliki kelebihan dalam ilmu, maka hendaknya ia berpedoman dengannya.” (Jami’ al-Fiqhi karya Ibnul Qayyim, dengan tahqiq dari Syaikh Yasri as-Sayyid Muhammad 3/467)

Demikian pula, di dalam bulan haram, terdapat 10 hari pertama Dzulhijjah yang mana Allah telah bersumpah dengannya di dalam kitab-Nya dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa 10 hari tersebut termasuk hari yang paling mulia. Bahkan, amal shalih yang dikerjakan di rentang waktu tersebut lebih agung pahalanya dibandingkan waktu selainnya.

Imam al-Bukhari dan Imam at-Tirmidzi meriwayatkan hadis dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ الْعَشْرِ

Tiada hari dimana amal shalih yang dikerjakan di dalamnya lebih dicintai oleh Allah daripada 10 hari ini.”
Kemudian para sabahat bertanya, “Wahai Rasulullah, walaupun jihad di jalan Allah?”
Nabi pun menjawab,

وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

Iya, meskipun jihad fi sabilillah. Kecuali seseorang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya, lantas ia tidak kembali pulang dengan membawa suatu apapun.” (HR. Al-Bukhari no. 969 dan Sunan at-Tirmidzi no. 757, dengan redaksi at-Tirmidzi)

Di bulan haram, juga terdapat hari ‘Arafah, hari Nahr (Idul Adha), dan hari Tasyriq yang semuanya termasuk hari yang paling utama di sisi Allah, sekaligus hari raya bagi umat Islam. Abu Dawud meriwayatkan hadis di dalam kitab Sunan dari ‘Abdullah bin Qurth bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَعْظَمَ الأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ تَعَالى يَوْمُ النَّحْرِ، ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ

Sesungguhnya hari paling mulia di sisi Allah Ta’ala adalah hari Nahr (10 Dzulhijjah), kemudian hari Qarr (11 Dzulhijjah).” (Sunan at-Tirmidzi no. 1765 dan dinilai shahih oleh al-Albani di dalam kitab Shahih Sunan Abu Dawud 1/331 no. 1552)
***

Penulis: Dr. Amin bin Abdillah asy-Syaqawi
Penerjemah: Ummu Fathimah
Diterjemahkan dari https://www.alukah.net/sharia/0/121267/

Artikel Muslimah.or.id

Serba-Serbi Bulan Haram (2)

Apa saja keistimewaan, keutamaan, serta hukum yang berkaitan dengan bulan haram?

Di antara ciri khasnya adalah dosa yang dilakukan di bulan haram lebih besar dibandingkan dosa yang dikerjakan di bulan selainnya.

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan firman Allah Ta’ala, “Janganlah kalian menganiaya diri kalian di dalamnya” yakni di dalam bulan haram. Sebab, kezaliman di bulan haram lebih berat dan gawat dosanya daripada kezaliman di bulan yang lain. Sebagaimana maksiat yang dilanggar di tanah haram akan dilipatgandakan balasannya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ

Dan barangsiapa bermaksud melakukan kejahatan secara zalim di dalamnya, niscaya Kami akan membuatnya merasakan sebagian siksa yang pedih.” (QS. Al-Hajj : 25)

Demikian pula dosa akan semakin parah jika diterjang di bulan haram.

Qatadah menjelaskan firman Allah “Janganlah kalian menganiaya diri kalian di dalamnya”, yaitu bahwa kriminalitas di bulan haram lebih fatal dosanya dibandingkan kriminalitas di bulan selainnya. Meskipun demikian, kezaliman tetaplah dosa besar di setiap kondisi. Akan tetapi, Allah memuliakan semua yang Dia kehendaki. Allah menetapkan manusia pilihan di antara makhluk-Nya, mengangkat utusan dari kalangan malaikat dan manusia, menentukan dzikir di antara kalam-Nya, memilih masjid daripada permukaan bumi selainnya, menunjuk Ramadhan dan bulan haram di antara bulan yang lain, mengutamakan hari Jum’at di atas hari selainnya, dan memuliakan lailatul qadar dibandingkan malam yang lain. Oleh karena itu, agungkanlah semua yang Allah agungkan. Namun, pengagungan ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang paham dan berakal. (Tafsir Ibnu Katsir 7/198 secara ringkas).

Imam al-Qurthubi rahimahullah menerangkan, “Allah Ta’ala menyebutkan 4 bulan haram secara spesifik dan melarang kejahatan di dalamnya karena kemuliaan bulan tersebut. Meskipun demikian, kezaliman tetaplah diharamkan di semua waktu. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ

Maka tidak boleh berkata keji, berbuat fasik, dan berdebat kusir ketika menunaikan haji.” (QS. Al-Baqarah : 197) (Tafsir al-Qurtubi 10/199-200)

Di antara keistimewaan bulan haram adalah larangan memulai perang di bulan tersebut, yakni melancarkan serangan kepada musuh, menurut pendapat yang lebih kuat. Hal ini berlandaskan pada firman Allah Ta’ala,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian melanggar syiar-syiar Allah dan jangan pula menodai kehormatan bulan haram.” (QS. Al-Maidah : 2)

Demikian juga firman Allah Ta’ala,

فَإِذَا انْسَلَخَ الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ

Apabila bulan-bulan haram telah berlalu, maka bunuhlah orang-orang musyrik itu.” (QS. At-Taubah : 5)

Sebagian ulama berpendapat bahwa larangan memulai pertempuran di bulan haram telah dihapus dengan ayat yang mengharamkan kezaliman di bulan haram sebagaimana di bulan yang lain.

Namun, pendapat yang lebih rajih (kuat) adalah memulai mengawali perang, kecuali jika orang kafir menyerang terlebih dahulu atau melanjutkan pertempuran sebelumnya. Jika demikian, hukumnya diperbolehkan. (Ahkam min Al-Qur’an al-Karim karya Syaikh Ibnu ‘Utsaimin 2/21)
***

Penulis: Dr. Amin bin Abdillah asy-Syaqawi
Penerjemah: Ummu Fathimah
Diterjemahkan dari https://www.alukah.net/sharia/0/121267/

Artikel Muslimah.or.id

MUSLIMAHorid

Bulan Dzulqadah Termasuk Bulan Haram

Bulan Dzulqadah saat ini termasuk bulan haram yakni bulan suci. Pada bulan suci semacam bulan ini dilarang keras melakukan tindak kejahatan dan maksiat.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)

Disebut dengan bulan haram karena pada bulan tersebut diharamkan maksiat dengan keras, begitu pula pembunuhan. Demikian kata Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di dalam kitab beliau Taisir Al Karimir Rahman.

Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah berkata, ”Dinamakan bulan haram karena dua makna:

1- Pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.

2- Pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan itu. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” (Lihat Zaadul Masiir, tafsir surat At Taubah ayat 36)

Mengenai empat bulan yang dimaksud disebutkan dalam hadits dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadal (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679).

Ibnu ’Abbas mengatakan, ”Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” (Latho-if Al Ma’arif, 207)

Dalam Tafsir Al Jalalain disebutkan, “Janganlah menzhalimi diri kalian sendiri”, yaitu janganlah berbuat maksiat pada bulan-bulan haram karena dosanya lebih besar.

Larangan di atas berarti berlaku juga dengan bulan Dzulqadah.

Mengenai pembunuhan yang disebutkan dalam ayat di atas, para ulama ada yang menyebutkan bahwa mengenai larangan tersebut pada bulan haram sudah mansukh (dihapus) dengan keumuman ayat,

وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً

“Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya” (QS. At Taubah: 36).

Semoga bermanfaat.

Sumber https://rumaysho.com/8621-bulan-dzulqadah-termasuk-bulan-haram.html

Keutamaan Bulan Rajab dan Amalan Para Ulama

Rajab berasal dari kata tarjib yang artinya menghormat, demikian penjelasan Ibnu Katsir rahimahullan dalam tafsirnya. Dari namanya saja dapat diketahui bahwa Rajab adalah bulan yang layak dihormati dan dimuliakan.

Mengapa Rajab menjadi bulan yang terhormat? Setidaknya ada tiga keutamaan bulan tersebut.

Rajab Bulan Haram

Rajab merupakan salah satu bulan dari empat bulan haram (arba’atun hurum). Oleh karena itu, Rajab menjadi salah satu bulan istimewa dibandingkan bulan-bulan lainnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman mengenai keutamaan bulan haram ini:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah itu ada 12 bulan. Seluruhnya dalam ketetapan Allah di hari Dia menciptakan langit dan bumi. Di antara (12 bulan) itu terdapat empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam bulan yang empat itu…” (QS. At Taubah : 36)

Ketika menjelaskan tafsir Surat At Taubah ayat 36 ini, Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan bahwa sanksi berbuat dosa di bulan-bulan haram jauh lebih berat dibandingkan bulan-bulan lainnya, selain bulan suci Ramadhan. Sebaliknya, amal shalih di bulan-bulan haram pahalanya lebih besar dibandingkan di bulan lainnya, kecuali Ramadhan.

“Sesungguhnya mengerjakan perbuatan zalim di bulan-bulan haram, maka dosa dan sanksinya jauh lebih besar dibandingkan melakukan perbuatan zalim di bulan-bulan lainnya,” kata Ibnu Abbas yang dikutip Ibnu Katsir dalam tafsirnya.

“Amal shalih di bulan haram pahalanya lebih besar, dan kezaliman di bulan ini dosanya juga lebih besar dibanding di bulan-bulan lainnya, kendati kezaliman di setiap keadaan tetap besar dosanya.”

Ketika menjelaskan ayat ini dalam Tafsir Al Azhar, Buya Hamka menegaskan bahwa bulan Rajab adalah bulan yang dihormati.

“Enam bulan selepas haji itu, yaitu pada bulan Rajab dijadikan lagi bulan yang dihormati, hentikan berperang, hilangkan dendam kesumat, supaya dapat pula mengerjakan umrah di bulan suci itu,” terang Buya Hamka. “Sampai ke zaman kita sekarang ini buat seluruh Tanah Arab, dipandang bahwa bulan Rajab adalah bulan ziarah besar, mengerjakan umrah, dan penduduk Makkah sendiri mengadakan ziarah besar ke makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Madinah.

Bulan yang Dekat dengan Ramadhan

Rajab merupakan bulan yang dekat dengan Ramadhan. Antara Rajab dan Ramadhan hanya dipisahkan dengan Sya’ban. Masuknya bulan Rajab, oleh sebagian ulama dijadikan momentum untuk menyambut bulan Ramadhan dengan segenap persiapan terutama ruhiyah.

Banyak ulama terdahulu yang mempersiapkan diri menyambut Ramadhan sejak bulan Rajab. Karenanya mereka berdoa:

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبَ وَ شَعْبَانَ وَ بَلِغْنَا رَمَضَانَ

“Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan”

Doa itu juga tercantum dalam riwayat Al-Baihaqi dan Thabrani, tapi derajatnya dhaif menurut Syaikh Al Albani. Namun, ada juga doa sejenis dengan matan berbeda dalam riwayat Ahmad.

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِى رَمَضَانَ

“Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta berkahilah kami dalam bulan Ramadhan” (HR. Ahmad)

Jika sebuah hadits diketahui dhaif, tidak boleh diyakini sebagai sabda Rasulullah. Namun, boleh saja berdoa dengan doa dalam berbagai bahasa. Dan banyak ulama yang membaca doa tersebut. Sebagai permohonan kepada Allah agar diberkahi di bulan Rajab, Sya’ban dan dipertemukan dengan bulan Ramadhan.

Bulan Isra’ Mi’raj

Banyak ulama yang menyakini bahwa isra’ mi’raj terjadi pada tanggal 27 Rajab. Khususnya para ulama di Indonesia sehingga 27 Rajab ditetapkan sebagai hari libur isra’ mi’raj Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Isra’ Mi’raj adalah perjalanan luar biasa yang dialami Rasulullah hanya semalam, bahkan kurang, dengan menempuh perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa lalu naik ke Sidratul Muntaha.

Melalui isra’ mi’raj, Rasulullah mendapatkan perintah shalat lima waktu. Jika perintah yang lain diturunkan kepada Rasulullah melalui malaikat Jibril, khusus untuk shalat lima waktu ini, Rasulullah ‘dipanggil’ langsung oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Lalu apa saja amalan para ulama di bulan Rajab?

Doa Menyambut Ramadhan

Seperti telah dijelaskan di atas, banyak ulama yang mengamalkan doa memohon dipertemukan bulan Ramadhan. Doa ini dipanjatkan mulai Rajab hingga akhir Sya’ban.

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبَ وَ شَعْبَانَ وَ بَلِغْنَا رَمَضَانَ

“Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan” (HR. Baihaqi dan Thabrani)

Derajat hadits tersebut dhaif menurut Syaikh Al Albani. Namun, ada juga doa sejenis dengan matan berbeda dalam riwayat Ahmad.

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِى رَمَضَانَ

“Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta berkahilah kami dalam bulan Ramadhan” (HR. Ahmad)

Amalan Umum di Bulan Rajab

Amalan-amalan umum yang hukumnya sunnah tetaplah sunnah di bulan Rajab. Sehingga shalat sunnah mulai shalat sunnah rawatib, sholat tahajud, sholat witir, sholat dhuha dan lain-lain tetap sunnah di bulan Rajab. Demikian pula puasa sunnah seperti puasa Senin Kamis, ayamul bidh maupun puasa Daud. Bahkan, amalan-amalan sunnah itu pahalanya lebih besar di bulan Rajab yang merupakan bulan haram.

“Amal shalih di bulan haram pahalanya lebih besar, dan kezaliman di bulan ini dosanya juga lebih besar dibanding di bulan-bulan lainnya, kendati kezaliman di setiap keadaan tetap besar dosanya,” kata Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu seperti dikutip Ibnu Katsir dalam tafsirnya.

Amalan Khusus di Bulan Rajab

Ada pun amalan khusus di bulan Rajab, mulai dari mandi awal bulan rajab, puasa rajab, dan umrah rajab, tidak ada dalil yang kuat.

1. Mandi Awal Bulan Rajab

Menjelang bulan Rajab, sering beredar pesan WhatsApp bahwa barangsiapa mandi keramas menyambut bulan Rajab dan berpuasa di dalamnya, maka hatinya tidak akan mati dan dibersihkan hatinya bagaikan bayi serta dapat mengangkat 70 orang yang berdosa di akhir zaman.

Mandi awal bulan Rajab ini tidak ada dalilnya sama sekali. Bahkan hadits dhaif sekalipun, tidak ada. Dan mengenai keutamaannya yang disebut bisa mengangkat 70 orang yang berdosa di akhir zaman, hal itu sangat aneh. Bagaimana jika setelah mandi awal rajab lalu ia meninggal, apakah ia akan bangkit kembali untuk mengangkat 70 orang yang berdosa di akhir zaman?

2. Puasa Rajab

Seperti dijelaskan di atas, puasa sunnah (puasa Senin Kamis, ayyamul bidh, maupun puasa Daud) tetaplah sunnah di bulan Rajab. Bahkan pahalanya semakin banyak, seperti kata Ibnu Abbas. Namun, puasa khusus di bulan Rajab, tidak ada tuntunannya.

Ibnu Hajar Al Asqalani menjelaskan, “tidak ada riwayat shahih yang bisa dijadikan dalil tentang keutamaan bulan Rajab, baik bentuknya puasa sebulan penuh atau puasa di tanggal tertentu bulan Rajab atau shalat tahajjud di malam tertentu.” Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

 

BERSAMA DAKWAH

Dua Makna Bulan Haram

Dalam Islam, dikenal istilah bulan haram. Dinamakan demikian, karena pada bulan tersebut Allah SWT melarang seluruh hamba-Nya berbuat dosa atau melakukan hal yang dinilai haram secara syariat Islam.

Menurut Al-Qodhi Abu Ya’la, ada dua alasan dan dua makna mengapa Allah SWT menamakannya bulan haram. Pertama, pada bulan itu diharamkan berbagai pembunuhan atau perbuatan keji lainnya.

Kedua, pada bulan itu pula diharamkan melakukan tindakan dan perbuatan haram. Perintah ini lebih ditekankan daripada bulan lainnya, karena kemuliaan bulan tersebut. Sebaliknya, pada bulan haram, dianjurkan untuk lebih memperbanyak perbuatan baik dengan melakukan amalan dan ketaatan kepada Allah SWT.

Terdapat sebuah ayat yang menerangkan perihal eksistensi bulan haram. Hal ini tertuang dalam surah at-Taubah ayat 36, yang berbunyi, “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah 12 bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya, sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”

Dalam ayat tersebut, Allah SWT telah menjelaskan pada kita bahwa bulan yang ada pada kehidupan manusia di dunia ini  berjumlah 12. Di antara 12 bulan tersebut, ada empat bulan yang dinyatakan oleh Allah SWT sebagai bulan-bulan haram.

 

sumbe: Republka ONline

Mengenal Bulan Haram

Ada sebuah ayat yang menerangkan perihal eksistensi bulan haram. Hal ini tertuang dalam surah at-Taubah ayat 36, yang berbunyi, “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah 12 bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya, sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”

Dalam ayat tersebut, Allah SWT telah menjelaskan pada kita bahwa bulan yang ada pada kehidupan manusia di dunia ini  berjumlah  12. Di antara 12 bulan tersebut, ada empat bulan yang dinyatakan oleh Allah SWT sebagai bulan-bulan haram.

Dalam kitab tafsir Ath-Thabari disebutkan terdapat empat bulan dalam bulan haram yang dimaksud ayat tersebut. Yakni Dzulkaidah, Dzulhijah, Muharram, dan Rajab.

Penafsiran tersebut sesuai dengan apa yang pernah dikatakan Rasulullah SAW dalam sebuah hadis. “Sesungguhnya zaman ini telah berjalan (berputar), sebagaimana perjalanan awalnya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, yang mana satu tahun ada 12 bulan. Di antaranya ada empat bulan haram, tiga bulan yang (letaknya) berurutan, yaitu Dzulkaidah, Dzulhijah, dan Muharam. Kemudian Rajab yang berada di antara Jumadil (Akhir) dan Syaban.” (HR Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu, keempat bulan itu diyakini sangat diagungkan oleh bangsa Arab. Bahkan, mereka mengharamkan diri mereka sendiri untuk berperang di bulan-bulan tersebut sebagai bentuk atau simbol penghormatan mereka.

 

sumber:RepublikaOnline