Orang Tidak Percaya Covid-19, Buya Yahya; Membahayakan Diri Sendiri dan Orang Lain

Pandemi Covid-19 di Indonesia hingga kini belum juga usai. Korban terjangkit virus ini sudah mencapai 3,17 juta orang. Di samping itu, korban tewas akibat Covid-19 mencapai 83.279 orang. Meski demikian, masih ada sebagian masyarakat yang tidak percaya Covid-19. Mereka yang datang dari latar belakang sosial yang berbeda; tokoh agama, guru, politikus, dan ahli kesehatan.

Terkait mereka yang denial tehadap Covid-19, Ustadz Yahya Zainul Ma’arif—yang lebih akrab disapa Buya Yahya—, memberikan nasihat. Menurut pengasuh Lembaga Pengembangan Da’wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, Cirebon ini mengakan Covid-19 tidak ada sangat berbahaya. Pasalnya, mereka yang menafikan Covid-19, akan mengabaikan protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah dan ahli kesehatan.

“Orang yang mengatakan Corona tidak ada, membahayakan dirinya sendiri dan membahayakan orang lain,“ kata Buya Yahya. Pasalnya, orang yang tak mempercayai Covid-19— meski memiliki ketahanan tubuh yang sangat baik—, tetapi tidak tertutup kemungkinan ia akan menularkan virus tersebut pada orang lain. Sebagai seorang muslim, seyogianya menghargai diri sendiri, dan juga menghargai orang lain.

Pada sisi lain, Buya Yahya juga menyayangkan orang yang takut berlebihan pada Covid-19. Ia menilai takut berlebihan ini juga secara Psikologi akan mengganggu dan  mempengaruhi kesehatan. Sebab takut berlebihan akan mengakibatkan fisik yang sehat akan menjadi tidak.

Takut yang berlebihan juga akan mengakibatkan tindakan yang fatal. Di Indonesia, sudah beberapa kali terjadi. Misalnya, Susu Beruang yang habis diborong masyarakat di super market. Sebab ada isu susu tersebut mampu menangkal Covid-19. Dan juga ada yang menimbun masker. Memborong belanjaan di pasar, sehingga terjadi kelangkaan.  Pendek kata, takut yang berlebihan, hanya akan memperburuk keadaan.

Selanjutnya, Buya Yahya juga mengingatkan selama Covid-19 masih ada, terlebih pada masa PPKM ini seyogianya masyarakat mematuhi protokol kesehatan. Pasalnya, ahlu dzikri  (ulama) dari pandemi Covid-19 ini adalah para dokter dan ahli kesehatan. Terlebih ketika dalam majelis dan perkumpulan, termasuk dalam Masjid. Seyogianya masyarakat mematuhi protokol kesehatan.

Buya Yahya juga mengingatkan masyarakat untuk senantiasa mematuhi protokol kesehatan. Mematuhi Prokes termasuk ikhtiar seorang hamba terhadap Tuhannya. Sedangkan orang yang mengabaikan protokol dan mengatakan cukup tawakal saja, tergolong orang yang sombong pada Allah.

Buya Yahya menerangkan, tawakkal itu dilaksanakan setelah manusia berusaha. “Kalau orang tak mematuhi protokol kesehatan, itu namanya bukan tawakkal, tapi sombong pada Allah, karena sudah dikasih pada para ahl zikri para ulama—dalam pandemi ini; para dokter”, tegas Buya Yahya.

Buya Yahya menganologikan itu sama dengan orang yang tak percaya api itu panas. Padahal orang banyak sudah mengatakan api itu panas. “Saya bertawakkal pada Allah, kalau api ini tidak panas kata Allah, pasti tidak panas,” itu katanya. Itu sikap manusia sombong. Manusia ini termasuk dalam golongan sombong pada sunnatullah.

Demikian pesan Buya Yahya pada masyarakat muslim Indonesia dalam menghadapi Pandemi Covid-19. Nasihat itu disampaikan melalui akun Youtube Al-Bahjah TV. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Bantahan Telak untuk Orang yang Berkata ‘Saya Bermaksiat atas Kehendak Allah’

Dalam kajian rutin bulanan di Masjid Raya al-A’dham Kota Tangerang, Pemimpin Majlis al-Bahjah Buya Yahya mendapat sebuah pertanyaan dari salah seorang jamaah. Muslimah. Wanita itu bertanya, “Bagaimana dengan orang yang mengatakan bahwa selingkuh yang dia lakukan merupakan kehendak Allah Ta’ala? Apakah pernyataan tersebut benar?”

Tidak hanya laki-laki yang dijadikan objek pertanyaan oleh Muslimah tersebut, sejatinya banyak sekali orang yang mengaku beragama Islam, tapi berkeyakinan bathil macam ini. Atas nama pemahaman agama dan penyandaran diri kepada Allah Ta’ala, mereka mengklaim bahwa tindakan buruk, maksiat, dan dosa yang mereka kerjakan merupakan bagian dari Kehendak Allah Ta’ala. Sebab Dia Maha Berkehendak. Tiada satu pun yang terjadi di muka bumi dan alam semesta ini melainkan atas izin dari Allah Ta’ala.

“Semua yang terjadi di semesta raya ini,” jawab Buya Yahya terdengar santun dan tegas, “memang atas Kehendak Allah Ta’ala.” Tiada satu pun kejadian, pun yang paling kecil dan tidak bisa dilihat, semuanya atas Kehendak Allah Ta’ala.

“Akan tetapi,” lanjut dai yang juga pendiri Pondok Pesantren al-Bahjah ini, “Allah Ta’ala juga memberikan kehendak kepada hamba-Nya untuk berkehendak.”

Atas kehendak dari Allah Ta’ala tersebut, seorang hamba bisa memutuskan untuk melakukan perbuatan baik atau buruk. Perbuatan inilah yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Ta’ala. Jika kebaikan, maka seorang hamba akan mendapatkan pahala. Jika keburukan, maka seorang hamba akan mendapatkan dosa.

Sebagai jawaban pamungkas, sosok yang kerap mengenakan jubah ini memberikan kiat jitu untuk membungkam argumen orang-orang berkeyakinan sesat ini.

Andai bertemu dengan orang yang berkeyakinan seperti ini (yang mengatakan bahwa maksiatnya atas Kehendak Allah Ta’ala), jelas Buya Yahya, “Ambil saja palu. Pukulkan di kepalanya dengan keras.” Jika orang tersebut marah-marah sembari menahan sakit, jawab saja dengan santai, “Itu kan Kehendak Allah Ta’ala!”

Atau, masih menurut beliau, arahkan saja dua tangan Anda tepat di kedua bola matanya. Coblos dua bola matanya. Saat dia menggerutu kesakitan itu, jawab saja dengan berkata, “Loh? Bukannya hal tersebut merupakan Kehendak Allah Ta’ala?”

Terkait takdir ini, kita memang mendapati dua kubu ekstrem. Kubu pertama menisbahkan semua perbuatan kepada Allah Ta’ala, termasuk perbuatan buruk. Sedangkan kubu kedua beranggapan bahwa dirinya memiliki kekuatan untuk melakukan apa pun tanpa campur tangan Allah Ta’ala.

Maka akidah ahlus sunnah wal jamaah adalah akidah yang pertengahan di antara keduanya. Allah Ta’ala Maha Berkehendak, tapi Dia memberikan kehendak kepada hamba-hambanya untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu. Mereka meyakini semua kejadian atas Kehendak-Nya, tapi mereka tidak akan menisbatkan keburukan kepada Allah Ta’ala sebab Dia Mahabaik.

Wallahu a’lam.

 

[Pirman/BersamaDakwah]