Di Antara 77 Cabang Iman adalah Mencintai Rasulullah SAW

Mencintai Rasulullah SAW adalah fondasi utama dalam agama.

Mencintai Rasulullah SAW merupakan salah satu pilar agama yang sangat mendasar. Kecintaan terhadap Rasulullah SAW merupakan fondasi dalam mempertahakan ajaran-ajaran agung Rasulullah.  

Dalam kitab Qaami’ at Tughyan karya Syekh Muhammad Nawawi bin Umar Banten menuliskan bahwa salah satu di antara 77 cabang iman adalah mencintai Rasulullah SAW. 

Ini berlandaskan pada sabda Rasulullah bahwa tidak sempurna keimanan seseorang hingga seseorang itu mencintai Rasulullah melebihi cintanya kepada orang tua, anak, dan seluruh makhluk lainnya. 

Redaksi hadis ini dapat ditemukan pada hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dengan jalur hadis dari Ya’qub bin Ibrahim atau Abu Yusuf, Ismail bin Ibrahim atau Abu Bisyir, Abdul Aziz bin Shuhaib atau Abu Hamzah, dan Anas bin Malik.  

Hadis serupa juga dapat ditemukan pada hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dengan jalur hadis dari Muhammad bin Al Mutsannaa atau Abu Musa hingga Anas bin Malik. Atau juga dalam hadits riwayat Nasai dengan jalur hadis dari Humaid bin Mas’adah hingga Anas bin Malik. 

Mencintai Rasulullah adalah perwujudan dari mencintai Allah SWT. Sebab Rasulullah adakah kekasih Allah SWT. Bahkan orang yang mencintai Rasulullah pertanda bahwa orang tersebut mendapatkan manisnya iman. Ini sebagaimana hadis Nabi SAW yang berbunyi: 

“Tiga perkara yang apabila ada pada diri seseorang ia akan mendapatkan manisnya iman. Dijadikannya Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya. Jika dia mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah. Dan dia benci kembali kepada kekufuran seperti dia benci bila dilempar ke neraka,”  

Redaksi hadis ini dapat ditemukan dalam deretan hadis di sahih Bukhari maupun yang diriwayatkan Muslim. 

KHAZANAH REPUBLIKA


Rasa Malu Merupakan Cabang Iman yang Terpenting

Saat ini, kita banyak menyaksikan orang-orang sudah tak malu lagi mempertontonkan kemaksiatan di depan umum. Aksi kemesraan sesama jenis yang diperlihatkan kaum Lesbian, Gay, Bisek dan Transgender (LGBT), ataupun aksi para para selebritis yag mengumbar auratnya di acara-acara televisi.

Bahkan, ada juga kelompok yang mengatasnamakan HAM (hak asasi manusia) membela atau mengadvokasi mereka yang kerap mempertontonkan kemaksiatan tersebut.

Padahal, cara hidup kelompok dengan kemaksiatan itu justru menyebarkan prilaku yang tidak sehat, yang akibatnya mewabahnya virus HIV/AIDS. Alih-alih menyetop prilaku sex bebas, kelompok ini justru membagikan kondom secara gratis.

Fenomena ini membuktikan bahwa rasa malu sudah tak lagi melekat pada diri manusia, sehingga apa yang dilakukan manusia sudah seperti yang kita saksikan pada binatang.

Rasulullah sendiri jauh-jauh hari sudah mengingatkan kepada kita begitu pentingnya rasa malu pada diri manusia, dan rasa malu merupakan cabang terpenting dari iman.

 

 الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً ، أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً ، أَفْضَلُهَا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ

 

Iman itu mempunyai tujuh puluh cabang lebih, dan malu adalah salah satu cabang dari iman.

Riwayat Bukhari dan Muslim melalui Abu Hurairah r.a.

Menurut Kitab  Syarah Mukhraarul Ahaadiits, salah satu cabang iman adalah malu. Rasa malu ini disebutkan dalam hadist ini bahkan juga dalam hadist lainnya, hal ini menunjukkan bahwa malu merupakan cabang terpenting dari iman. Dengan kata lain, tidklah sempurna iman seseorang sebelum ia mempunyai rasa malu, yakni malu kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW, serta malu kepada orang-orang mukmin.

 

 

 

Sukarja, dengan mengutip Kitab Syarah Mukhraarul Ahaadiits, Sayyid Ahmad Al-Hasyimi