Cinta dan Benci yang Berlebihan

CINTA dan benci adalah sesuatu yang alami. Namun jika berlebih-lebihan maka kurang baik.

Di antara cinta yang berbahaya adalah sikap fanatisme pada kelompok, Ormas, partai dan sejenis. Hal ini akan menimbulkan sikap ghuluw.

Jika berlebihan dengan kelompoknya, maka akan muncul klaim kelompok di luarnya tidak baik atau salah. Bahwa ustad di luar kelompoknya, pasti salah, sesat dan menyesatkan, dan ini merupakan sikap tercela.

Klaim bahwa kalau urusan umat tidak dipegang kelompoknya bisa salah semua adalah klaim yang berlandaskan pada sikap fanatik. Dan ini tidak baik.

Kita hidup dalam keaneragaman agama, ajaran, budaya, dan madzhab. Dibutuhkan sikap toleran bukan intoleran. Dibutuhkan sikap kedewasaan bukan kekanak-kanakan. Dibutuhkan sikap lapang dada bukan sempit pikiran dan wawasan.

Rasulullah ﷺ bersabda :

أَحْبِبْ حَبِيبَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ بَغِيضَكَ يَوْمًا مَا وَأَبْغِضْ بَغِيضَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ حَبِيبَكَ يَوْمًا مَا

“Cintailah orang yang engkau cintai seperlunya, karena bisa saja suatu hari dia akan menjadi musuhmu, dan bencilah orang yang kamu benci seperlunya, karena bisa jadi suatu hari kelak dia akan menjadi orang yang engkau cintai.” (HR: Turmudzi)

Hadits ini berisi nasihat yang memberi petunjuk kepada kita agar bersikap moderat dan menghilangkan sikap berlebihan dalam mencintai dan membenci seseorang atau sesuatu.

Bisa jadi, kita di pagi ini menyukai seseorang dengan rasa suka yang melebihi batas, sampai-sampai ia melihat hanya orang yang ia cintailah orang yang terbaik. Namun siapa sangka di sore hari, hati berubah menjadi benci sebenci-bencinya.

Di sore hari, kita sangat membenci seseorang, bisa jadi keesokan hari kita berubah menjadi cinta kepadanya. Tentu keadaan ini akan membuat kita malu sebab kita sudah terlanjur sebelumnya mengatakan hal-hal yang tidak baik kepadanya.

Solusi dari semua itu adalah bersikap adil dan obyektif. Kalau benar katakan benar meski bukan dari kelompoknya. Kalau salah katakan salah meski dari kelompoknya sendiri. Dasari setiap rasa cinta dan benci karena Allah bukan berdasarkan dari mana dia, siapa dia, apa kelompoknya, apa partainya, apa madzhabnya.

Cinta yang karena Allah akan memompa semangat kita untuk saling mengasihi dalam urusan kebaikan dan kemaslahatan bersama, dengan tujuan meraih ridha Allah SWT. Cinta semacam inilah yang dijanjikan oleh Allah yang mendapat naungan di akhirat kelak, naungan keselamatan dan kebahagiaan.

Demikian pula dalam urusan benci. Ada dua macam benci:

Pertama, benci yang terpuji dan dianjurkan. Yaitu kebencian kita dari perbuatan maksiat dan kemunkaran. Benci kepada perbuatan orang-orang kafir dan ahli maksiat.

Kedua,  benci yang tercela. Yaitu sikap saling membenci sesama umat Islam tanpa sebab yang jelas selain dilatari oleh kedengkian di hati. Sikap ini akan mencerabut kekokohan persaudaraan menjadi terurai bercerai berai, merusak hubungan persaudaraan dan menggoncang kehidupan sosial yang sebelumnya berjalan harmonis.  Wallahu a’lam.*/Ali Akbar bin Aqil

HIDAYATULLAH

Cinta dan Benci Halangi Kita Berbuat Adil

PASTI pernah kita mengalami dan sering kita saksikan betapa seseorang itu selalu mencari pembenar untuk membela orang yang dicintai, meski dalam posisi salah. Demikian juga sebaliknya, menyaksikan para pembenci mencari-cari alasan menyalahkan orang yang dibenci, meskipun dalam posisi benar. Sulitnya berbuat adil saat cinta dan benci ini tersirat dalam firman Allah yang menganjurkan kita tetap adil memperlakukan suatu kaum walau kita sendiri dalam posisi tak enak hati.

Sering juga kita saksikan bahwa seseorang itu cenderung membela orang yang senasib dan sulit memahami perasaan orang yang tak senasib. Saat seseorang naik becak, tiba-tiba becaknya keserempet mobil karena si pengayuh becak terlalu ke tengah tanpa memperhatikan rambu lalu lintas. Tukang becak marah dan mengamuk, orang yang naik becak pun ikut marah dan mencaci pengendara mobil yang dianggap tidak mau mengalah pada rakyat kecil.

Pada saat yang lain, orang yang naik becak itu naik taksi yang menubruk becak lain yang sedang diparkir di pinggir trotoar. Pengendara taxi marah menyalahkan tukang becak yang parkir di pinggir trotoar. Orang yang naik taksi itu pun ikut marah pada pemilik becak dengan menganggap tak taat aturan dan mengganggu ketertiban kota. Unik, bukan?

Dua paragraf di atas adalah pengantar saya pada kesedihan hati saya pada beberapa ceramah dan tulisan yang mudah sekali menghina dan mencela, meruntukan harga diri bahkan membunuh karakter oran lain yang tidak sepaham atau tak sependapat dengan kita. Andai kata kritik dan saran didasarkan pada niat tulus demi kebaikan bersama, tak akan selama ini anak bangsa terlarut dalam konflik dan caci maki. Sepertinya, ada sesuatu yang lain di balik sesuatu yang ditampakkan.

Jangan-jangan, kinilah saatnya kita untuk memilih siapa yang layak untuk kita jadikan guru kehidupan. Bergurulah pada orang-orang yang penuh cinta dan kasih sayang, sebagaimana cinta dan kasih sayang serta kelembutan yang diajarkan oleh Rasulullah.

Dunia kita kini adalah dunia yang keras dan kering kerontang. Manusia kini lebih membutuhkan pada kehadiran orang yang sejuk mengayomi, sanyun dalam menasehati, menggandeng menuju eselamatan bersama. Mari kita bersama-sama mencari guru yag sejuk dan santun, memaafkan saat didzalimi dan meminta maaf saat merasa bersalah.

Gak ada manusia sempurna, semua kita pasti pernah punya salah. Jangan-jangan kita “merasa mulia” kini adalah karena kejelekan kita belum terungkap saja. Semga Allah tutupi aib kita di dunia dan akhirat kelak dengan ampunanNya yang Mahaluas. Salam, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK