Dakwah Penuh Hikmah

Dakwah adalah kewajiban bagi setiap Muslim, laki-laki dan perempuan. Tidak ada alasan untuk tidak aktif dalam berdakwah. Mengingat, Rasulullah ﷺ bersabda: “Sampaikanlah dariku meskipun hanya satu ayat ….” (HR: Tirmidzi).

Pertanyaannya, adakah seorang Muslim di dunia ini yang tidak mengetahui dan memahami satu ayatpun? Dalam berdakwah, ada nasihat yang menyentuh dari Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI),   bahwa ulama adalah pewaris para Nabi, sungguh mulia dan luar biasa antara pewaris dan yang mewarisi.

Nilai-nilai keutamaan inilah yang seharusnya diangkat kembali. Yakni bagaimana menjadi ulama dan jati diri ulama yang mendapatkan sebuah amanah untuk mengeret bendera Islam secara benar.

Kita perlu menengok kisah Nabi Musa ketika menghadapi Fir’aun.

فَقُولَا لَهُۥ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُۥ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS: Thaha ayat 44).

Dakwah itu merangkul bukan memukul. Hakikatnya dakwah itu mengajak umat ke jalan kebaikan sesuai akhlak mulia Rasulullah ﷺ. Dengan akhlak mulia, hati objek dakwah akan tersentuh sehingga mendekat; dengan akhlak tercela objek dakwah akan berlari menjauh bahkan antipati kerena merasa dipukul.

Abdullah al-Jadali berkata,  “Aku bertanya kepada Aisyah RA tentang akhlak Rasulullah ﷺ, lalu ia menjawab, ‘Beliau bukanlah orang yang keji (dalam perkataan ataupun perbuatan), suka kekejian, suka berteriak di pasar-pasar atau membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan orang yang suka memaafkan.” (HR Tirmidzi).

Dakwah itu menyayangi bukan menyaingi. Akhlak seorang dai berikutnya adalah, dalam menunaikan dakwah harus mengedepankan rasa kasih sayang dan lemah lembut sehingga objek dakwah tidak merasa disaingi, justru merasakan kehangatan sehingga menyambut seruan dakwah bukan berlari menjauhi dakwah.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَكُونُوا۟ كَٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ وَقَالُوا۟ لِإِخْوَٰنِهِمْ إِذَا ضَرَبُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ أَوْ كَانُوا۟ غُزًّى لَّوْ كَانُوا۟ عِندَنَا مَا مَاتُوا۟ وَمَا قُتِلُوا۟ لِيَجْعَلَ ٱللَّهُ ذَٰلِكَ حَسْرَةً فِى قُلُوبِهِمْ ۗ وَٱللَّهُ يُحْىِۦ وَيُمِيتُ ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS: Ali Imran [3]: 156).

Dakwah itu mendidik bukan membidik. Dari Anas bin Malik RA, beliau berkata, “Ada seorang Arab Badui pernah memasuki masjid, lantas dia kencing di salah satu sisi masjid. Lalu para sahabat menghardiknya. Namun Nabi ﷺ melarang tindakan para sahabat tersebut. Tatkala orang tadi telah menyelesaikan hajatnya, Nabi ﷺ lantas memerintah para sahabat untuk mengambil air, kemudian bekas kencing itu pun disirami.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dakwah itu membina bukan menghina. Karena dakwah itu membina, maka gunakan cara-cara yang penuh hikmah.  “Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS an-Nahl [16]: 125).

Dakwah itu mencari solusi bukan mencari simpati. Nabi ﷺ bersabda, “Sungguh, seseorang dari kalian mengambil tali lalu membawa seikat kayu bakar di atas punggungnya, kemudian ia menjualnya sehingga dengannya Allah menjaga wajahnya (kehormatannya), itu lebih baik baginya daripada ia meminta-minta kepada orang lain, mereka memberinya atau tidak memberinya.” (HR Bukhari).

Dakwah itu membela bukan mencela. “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.” (QS al-An’am [6]: 108).

Semoga Allah membimbing para dai agar dapat berdakwah dengan penuh hikmah sehingga dapat menarik simpati umat untuk menyambut seruan dakwah. Amin.*/ Imam Nur SuharnoPengurus Korps Mubaligh Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat

HIDAYATULLAH