Doa Al-Qur’an: Doa Agar Terhindar dari Rasa Dengki

Manusia diciptakan oleh Allah berpotensi melakukan kebaikan dan keburukan. Seperti yang telah Allah firmankan dalam surat as-Syams ayat 8:

 وَنَفۡسٖ وَمَا سَوَّىٰهَا ٧

فَأَلۡهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقۡوَىٰهَا ٨

dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya) (7) maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (8)

Ibnu Katsir mengutip perkataan Ibnu Abbas dalam Tafsir al-Quran al-Adzim bahwa Allah telah menunjukkan hal baik dan buruk pada diri manusia yang telah diciptakan. Dan telah jelas Allah menampilkan keduanya sehingga manusia bisa berpotensi memilih salah satunya. Bahkan dalam hadis Shohih Muslim dari riwayat ‘Iyadh bin Himar al-Mujasyi’i:

عَنْ رَسُؤلِ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ: يَقُوْلُ اللهُ إِنِّيْ خَلَقْتُ عِبَادِيْ حُنَفَاءَ فَجَاءَتْهُمْ الشَيَاطِيْنُ فَاجْتَلَتْهُمْ عَنْ دِيْنِهِمْ

Artinya: dari Rasulullah Saw. Bersabda: Allah berfirman, “sesungguhnya aku menciptakan hamba-hambaku dalam keadaan lurus (berpegang pada tauhid) kemudian datanglah syetan untuk membelokkan mereka dari agama mereka.

Dalam hal ini salah satu perbuatan tercela dan termasuk maksiat adalah dengki, baik kepada muslim atau lainnya. Memiliki rasa dengki tidaklah dibenarkan dan memang terkadang tidak bisa dihindari dari hati manusia. Tapi kita bisa memohon pada Allah agar dijauhkan dari rasa dengki dengan cara berdoa yang diambil dari ayat Alquran berupa surat al-Hasyr ayat 10:

رَبَّنَا ٱغۡفِرۡ لَنَا وَلِإِخۡوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلۡإِيمَٰنِ وَلَا تَجۡعَلۡ فِي قُلُوبِنَا غِلّٗا لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٞ رَّحِيمٌ ١٠

“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”

Dalam tafsir Ibnu Katsir, doa ini mulanya dipanjatkan oleh orang-orang yang berhak mendapatkan harta rampasan perang karena termasuk golongan orang-orang fakir. Mereka lalu  mendoakan kebaikan untuk saudara-saudaranya dalam keadaan sembunyi dan terang-terangan. Tetapi doa ini juga bisa kita lafalkan demi melindungi hati agar terhindar dari rasa dengki kepada orang lain karena mendapatkan nikmat yang tidak kita dapatkan atau sebab lainnya. Patutlah kita senantiasa mensyukuri apa yang telah Allah karuniakan kepada kita semua sehingga kita juga terhindar dari rasa iri dan dengki.

BINCANG SYARIAH

Hasad Antar Ulama, Ustadz dan Penuntut Ilmu

Tidak jarang, manusia dihinggapi perasaan hasad (dengki), tatkala melihat orang lain mendapat kenikmatan, meraih kesuksesan dan dikaruniai kebaikan. Baik berupa harta, ilmu, kedudukan, dan lain-lain.

Penyebab Timbulnya Hasad

Kita doakan agar para ulama, para ustadz, penuntut ilmu agama tidak terjadi yang namanya hasad antar mereka. Hal ini benar-benar menimbulkan kebingungan dan tidak jarang menimbulkan perpecahan di antara umat Islam. Hal ini menjadi masukan kami pribadi sebagai penuntut ilmu agar benar-benar mengindari hal ini. Sumber utama muncul adalah cinta dunia, sombong serta cinta kedudukan dan cinta kehormatan. 

Kerusakan Akibat Hasad Antar Ustadz dan Penuntut Ilmu

Hasad antara ulama, ustadz dan penuntut ilmu lebih besar kerusakananya dibandingkan hasad antar sesama orang awam, karenanya Ibnul Jauzi memperingatkan hal ini dan beliau berkata,

 تأملت التحاسد بين العلماء فرأيتُ منشأَهُ من حُبِّ الدنيا؛ فإنَّ علماء الآخرة يتوادُّون ولا يتحاسدون كما قال الله عزوجل : وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا

“Aku amati saling hasad yang terjadi di antara ulama itu, tumbuhnya karena cinta dunia. Sebab, ulama akhirat itu saling mencintai, bukan saling dengki, sebagaimana firman Allah, “Mereka tidak mendapatkan dalam dadanya keinginan (duniawi) dari apa yang diberikan kepada mereka”. [Saidul Khatir hal. 25]

Hasad ini benar-benar merusakan bahkan menhancurkan kebaikan yang sudah ada sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

 إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ

“Jauhilah hasad karena hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar” [HR. Abu Dawud]

Para ulama, ustadz dan penuntut ilmu cukup mudah terpapar dengan penyakit hasad karena mereka umumnya memiliki kedudukan di masyarakat. Hasad ini muncul pada orang yang memiliki kesamaan kedudukan dan harta. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan,

وهكذا الحسد يقع كثيرا بين المتشاركين في رئاسة أو مال

“Demikianlah hasad sering terjadi diantara orang yang memiliki kesamaan dalam kedudukan dan harta. [Amradul Qulub wa Syifaa’uha hal 21, Mathba’ah Salafiyah]

Hendaknya kita sebagai penuntut ilmu benar-benar sadar bahwa bukan suatu hal yang mustahil hasad muncul dari orang yang berilmu agama, karena hakikatnya semua manusia memiliki hasad dalam dirinya, hanya saja orang baik melawan dan tidak memunculkannya sedangkan orang buruk akan memunculkannya.

Ibnu Taimiyyah berkata,

ما خلا جسد من حسد لكن اللئيم يبديه والكريم يخفيه.

“Setiap jasad tidaklah bisa lepas dari yang namanya hasad. Namun orang yang berpenyakit (hati) akan menampakkannya. Sedangkan orang yang mulia akan menyembunyikannya.” [Majmu’ Al Fatawa 10/124-125]

Beberapa Solusi untuk Mengobati Penyakit Hasad

1. Merenungi bahwa hasad tidak bermanfaat sedikitpun. Perhatikan ucapan Ibnu Sirin berikut:

ما حسدت أحدا على شيء من أمر الدنيا لأنه إن كان من أهل الجنة فكيف أحسده على الدنيا وهي حفيرة في الجنة وإن كان من أهل النار فكيف أحسده على أمر الدنيا وهو يصير إلى النار

 “Aku tidak pernah hasad kepada seorang pun dalam masalah dunia, karena jika dia termasuk ahli surga, maka bagaimana aku hasad kepadanya dalam masalah dunia, padahal dia akan masuk surga? Dan jika dia termasuk ahli neraka, maka bagaimana aku hasad kepadanya dalam hal dunia, sedangkan dia akan masuk neraka?.” [Ihya’ ulumiddin 3/189, Darul ma’rifah]

2. Memberikan hadiah kepada orang yang dihasadkan, karena akan menimbulkan saling cinta.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَهَادُوْا تَحَابُّوْا

“Saling memberi hadiahlah kalian niscaya kalian akan saling mencintai.” [HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 594]

3. Mengingat kembali bahaya hasad

Bahayanya sangat banyak dan hanya merugikan diri sendiri. Diantaranya secara ringkas:

  • Tidak menyukai apa yang Allah takdirkan.
  • Hasad itu akan melahap kebaikan seseorang sebagaimana api melahap kayu bakar yang kering.
  • Kesengsaraan yang ada di dalam hati orang yang hasad. Setiap kali dia saksikan tambahan nikmat yang didapatkan oleh orang lain maka dadanya terasa sesak dan bersusah hati.
  • Seberapa pun besar kadar hasad seseorang, tidak mungkin baginya untuk menghilangkan nikmat yang telah Allah karuniakan.
  • Hasad bertolak belakang dengan iman yang sempurna. Nabi bersabda, “Kalian tidak akan beriman hingga menginginkan untuk saudaranya hal-hal yang dia inginkan untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim).
  • Hasad adalah penyebab meninggalkan berdoa meminta karunia Allah. Orang yang hasad selalu memikirkan nikmat yang ada pada orang lain sehingga tidak pernah berdoa meminta karunia Allah
  • Hasad penyebab sikap meremehkan nikmat yang ada
  • Hasadnya Iblis kepada Adam yang menyebabkan Iblis dilaknat.

[lihat kitabul ilmi syaikh AL-Utsaimin hal. 54-56, Darul Itqon Al-Iskandariyah]

4. Berdoa agar dijauhkan dari hasad

Sebagaimana doa dalam Al-Quran:

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” [Al-Hasyr: 10]

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id

Sebab Hasad (Dengki) dan Cara Menghadapi Orang yang Hasad

Apa itu hasad? Apa saja sebab-sebab terjadinya hasad (iri hati, dengki)? Lalu bagaimana cara menghadapi orang yang hasad?

Kalau kita melihat dari sisi pengertian hasad sebenarnya lebih dari sekadar iri hati dan dengki. Baiknya bahasan ini dikaji lebih mendalam.

PENGERTIAN HASAD

Menurut jumhur ulama, hasad adalah berharap hilangnya nikmat Allah pada orang lain. Nikmat ini bisa berupa nikmat harta, kedudukan, ilmu, dan lainnya. Demikian penjelasan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dalam Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah, hlm. 368.

Perkataan jumhur ulama di atas diungkapkan oleh Syaikh Musthafa Al-‘Adawi hafizhahullah,

الحَسَدُ هُوَ تَمَنَّى زَوَالَ النِّعْمَةِ عَنْ صَاحِبِهَا

“Hasad adalah menginginkan hilangnya nikmat yang ada pada orang lain.” (At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil Juz ‘Amma fii Sual wa Jawab, hlm. 720)

Hasad menurut Ibnu Taimiyah adalah,

الْحَسَدَ هُوَ الْبُغْضُ وَالْكَرَاهَةُ لِمَا يَرَاهُ مِنْ حُسْنِ حَالِ الْمَحْسُودِ

“Hasad adalah membenci dan tidak suka terhadap keadaan baik yang ada pada orang yang dihasad.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 10:111).

LARANGAN HASAD

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«لاَ تَحَاسَدُوا، وَلاَتَنَاجَشُوا، وَلاَ تَبَاغَضُوا، وَلاَ تَدَابَرُوا، وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخوَاناً. المُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ يَخذُلُهُ، وَلَا يَكْذِبُهُ، وَلَايَحْقِرُهُ. التَّقْوَى هَاهُنَا -وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ- بِحَسْبِ امْرِىءٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ المُسْلِمَ. كُلُّ المُسْلِمِ عَلَى المُسْلِمِ حَرَامٌ: دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ».

Janganlah kalian saling hasad (mendengki), janganlah saling tanajusy (menyakiti dalam jual beli), janganlah saling benci, janganlah saling membelakangi (mendiamkan), dan janganlah menjual di atas jualan saudaranya. Jadilah hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara untuk muslim lainnya. Karenanya, ia tidak boleh berbuat zalim, menelantarkan, berdusta, dan menghina yang lain. Takwa itu di sini–beliau memberi isyarat ke dadanya tiga kali–. Cukuplah seseorang berdosa jika ia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya itu haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.’” (HR. Muslim, no. 2564)

SIFAT MANUSIA SAAT HASAD

Hasad itu sifatnya manusiawi. Setiap orang pasti punya rasa tidak suka jika ada orang yang setipe dengannya melebihi dirinya dari sisi keutamaan.

Manusia dalam hal hasad ada empat keadaan yaitu:

Pertama: Ada yang berusaha menghilangkan nikmat pada orang yang ia hasad. Ia berbuat melampaui batas dengan perkataan ataupun perbuatan. Inilah hasad yang tercela.

Kedua: Ada yang hasad pada orang lain. Namun, ia tidak menjalankan konsekuensi dari hasad tersebut di mana ia tidak bersikap melampaui batas dengan ucapan dan perbuatannya. Al-Hasan Al-Bashri berpandangan bahwa hal ini tidaklah berdosa.

Ketiga: Ada yang hasad dan tidak menginginkan nikmat orang lain hilang. Bahkan ia berusaha agar memperoleh kemuliaan semisal. Ia berharap bisa sama dengan yang punya nikmat tersebut. Hal ini dirinci menjadi dua, yaitu dalam urusan dunia dan urusan agama.

Jika kemuliaan yang dimaksud hanyalah urusan dunia, tidak ada kebaikan di dalamnya. Contohnya adalah keadaan seseorang yang ingin seperti Qarun.

يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ

Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun.” (QS. Al-Qasas: 79)

Jika kemuliaan yang dimaksud adalah urusan agama, inilah yang baik.  Inilah yang disebut ghib-thah.

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

لا حَسَدَ إلَّا على اثنتَينِ: رجُلٌ آتاهُ اللهُ مالًا، فهو يُنْفِقُ مِنهُ آناءَ اللَّيلِ وآناءَ النَّهارِ، ورجُلٌ آتاهُ اللهُ القُرآنَ، فهو يَقومُ به آناءَ اللَّيلِ وآناءَ النَّهارِ.

Tidak boleh ada hasad kecuali pada dua perkara: ada seseorang yang dianugerahi harta lalu ia gunakan untuk berinfak pada malam dan siang, juga ada orang yang dianugerahi Al-Qur’an, lantas ia berdiri dengan membacanya malam dan siang.” (HR. Bukhari, no. 5025, 7529 dan Muslim, no. 815)

Keempat: Jika dapati diri hasad, ia berusaha untuk menghapusnya. Bahkan ia ingin berbuat baik pada orang yang ia hasad. Ia mendoakan kebaikan untuknya. Ia pun menyebarkan kebaikan-kebaikannya. Ia ganti sifat hasad itu dengan rasa cinta. Ia katakan bahwa saudaranya itu lebih baik dan lebih mulia.

Bentuk keempat inilah tingkatan paling tinggi dalam iman. Yang memilikinya itulah yang memiliki iman yang sempurna, di mana ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.

Lihat Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:260-263.

TINGKATAN HASAD

1- Berkeinginan nikmat yang ada pada orang lain hilang meski tidak berpindah padanya. Orang yang hasad lebih punya keinginan besar nikmat orang lain itu hilang, bukan bermaksud nikmat tersebut berpindah padanya.

Seharusnya setiap orang memperhatikan bahwa setiap nikmat sudah pas diberikan oleh Allah pada setiap makhluknya sehingga tak perlu iri dan hasad. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا

Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisaa’: 32)

2- Berkeinginan nikmat yang ada pada orang lain hilang, lalu berkeinginan nikmat tersebut berpindah padanya. Misalnya, ada wanita cantik yang sudah menjadi istri orang lain, ia punya hasad seandainya suaminya mati atau ia ditalak, lalu ingin menikahinya. Atau bisa jadi pula ada yang punya kekuasaan atau pemerintahan yang besar, ia sangat berharap seandainya raja atau penguasa tersebut mati saja biar kekuasaan tersebut berpindah padanya.

Tingkatan hasad kedua ini sama haramnya, tetapi lebih ringan dari yang pertama.

3- Tidak punya maksud pada nikmat orang lain, tetapi ia ingin orang lain tetap dalam keadaannya yang miskin dan bodoh. Hasad seperti ini membuat seseorang akan mudah merendahkan dan meremehkan orang lain.

4- Tidak menginginkan nikmat orang lain hilang, tetap ia ingin orang lain tetap sama dengannya. Jika keadaan orang lain lebih dari dirinya, barulah ia hasad dengan menginginkan nikmat orang lain hilang sehingga tetap sama dengannya. Yang tercela adalah keadaan kedua ketika menginginkan nikmat saudaranya itu hilang.

5- Menginginkan sama dengan orang lain tanpa menginginkan nikmat orang lain hilang. Inilah yang disebut dengan ghib-thah sebagaimana terdapat dalam hadits berikut.

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al-Qur’an dan As-Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari, no. 73 dan Muslim, no. 816)

Inilah maksud berlomba-lomba dalam kebaikan,

وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ

Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. Al-Muthaffifin: 26)

Ini adalah ringkasan dari Fiqh Al-Hasad karya Syaikh Musthafa Al-‘Adawi hafizhahullah.

CARA MENGHADAPI DAMPAK JELEK ORANG YANG HASAD

Pertama: Bertawakal kepada Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq: 3)

Kedua: Bertakwa kepada Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا ۗ إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ

Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sediki tpun tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” (QS. Ali ‘Imran: 120)

Ketiga: Meminta perlindungan kepada Allah dari kejahatan orang yang hasad.

Dari hadits Mu’adz bin ‘Abdillah bin Khubaib dari bapaknya, ia berkata, “Kami pernah keluar pada malam yang hujan dan sangat gelap. Kami meminta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar mau mendoakan kebaikan untuk kami. Kami pun mendapati beliau. Beliau berkata, ‘Ucapkanlah’. Aku tidak mengucapkan apa pun. Beliau berkata lagi, ‘Ucapkanlah’. Aku pun tidak mengucapkan apa pun. Beliau berkata lagi, ‘Ucapkanlah’. Aku lantas bertanya, “Apa yang mesti aku ucapkan?’ Beliau menjawab,

قُلْ (هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ حِينَ تُمْسِى وَتُصْبِحُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ تَكْفِيكَ مِنْ كُلِّ شَىْءٍ

Bacalah: surah Al-Ikhlas, lalu surah al-mu’awwidzatain (surah Al-Falaq dan An-Naas) ketika petang dan pagi sebanyak tiga kali, maka itu akan mencukupimu dari segala sesuatu.’” (HR. Tirmidzi, no. 3575. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Syaikh Musthafa Al-‘Adawi hafizhahullah mengatakan, “Benteng yang paling kuat untuk melindungi diri dari kejahatan orang yang hasad adalah dengan berpegang pada Al-Qur’an dan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu meminta perlindungan kepada Allah Rabb semesta alam.” (At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil Juz ‘Amma fii Sual wa Jawab, hlm. 726)

Keempat: Jangan beritahu orang yang hasad tentang nikmatmu.

Coba ambil pelajaran dari apa yang dikatakan oleh Nabi Ya’qub pada putranya Nabi Yusuf ‘alaihimas salam,

قَالَ يَا بُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَىٰ إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا ۖ إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Ayahnya berkata: “Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan)mu. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia”.” (QS. Yusuf: 5)

Dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang mimpi baik dan mimpi buruk,

« الرُّؤْيَا الْحَسَنَةُ مِنَ اللَّهِ ، فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مَا يُحِبُّ فَلاَ يُحَدِّثْ بِهِ إِلاَّ مَنْ يُحِبُّ ، وَإِذَا رَأَى مَا يَكْرَهُ فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّهَا ، وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَلْيَتْفُلْ ثَلاَثًا وَلاَ يُحَدِّثْ بِهَا أَحَدًا فَإِنَّهَا لَنْ تَضُرَّهُ »

Mimpi yang baik itu dari Allah. Jika salah seorang di antara kalian bermimpi sesuatu yang disenangi, janganlah menceritakannya selain pada orang yang menyukai saja. Namun, jika bermimpi yang tidak disukai, mintalah perlindungan kepada Allah dari keburukan mimpi tersebut dan juga dari kejahatan setan. Kemudian, meludahlah sebanyak tiga kali dan jangan menceritakan hal tadi kepada seorang pun. Karena mimpi tersebut tidak akan memudaratkan orang yang bermimpi tadi.” (HR. Bukhari, no. 7044 dan Muslim, no. 2261, dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu)

Kelima: Jangan ambil peduli dengan orang yang hasad, sibukkan diri dan tidak banyak memikirkan dia.

Ibnul Qayyim rahimahullah secara ringkas mengatakan bahwa jika ada yang hasad pada kita, tidak usah dipedulikan, tidak perlu takut, dan hati kita tidak usah memikirkan dia. Lihat At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil Juz ‘Amma fii Sual wa Jawab. Syaikh Musthafa Al-‘Adawi, hlm. 727-728.

Keenam: Menghadap dan ikhlas kepada Allah, dengan menyibukkan hati untuk mencintai, rida, dan bertaubat kepada-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ , إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ

Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Rabbnya. Sesungguhnya kekuasaannya (setan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah.” (QS. An-Nahl: 99-100)

Ketujuh: Tabah (sabar) dalam menghadapi orang yang hasad.

Allah Ta’ala berfirman,

۞ ذَٰلِكَ وَمَنْ عَاقَبَ بِمِثْلِ مَا عُوقِبَ بِهِ ثُمَّ بُغِيَ عَلَيْهِ لَيَنْصُرَنَّهُ اللَّهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ

Demikianlah, dan barangsiapa membalas seimbang dengan penganiayaan yang pernah ia derita kemudian ia dianiaya (lagi), pasti Allah akan menolongnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Hajj: 60). Jika Allah benar-benar memberikan jaminan, padahal ia telah membalas sesuai dengan haknya. Bagaimana lagi jika seseorang yang tidak membalas sama sekali, berarti ia bersabar, ia terus dizalimi dan ia mau bersabar. Bukankah kita tahu sendiri bahwa hukuman bagi orang yang bertindak zalim dan memutus silaturahim itu lebih cepat mendapatkan hukuman. Ingatlah bahwa sudah jadi sunnatullah:

لَوْ بَغَى جَبَلٌ عَلَى جَبَلٍ جَعَل َالبَاغِي مِنْهُمَا دَكًّا

Jika satu gunung menzalimi gunung yang lain, salah satu yang zalim nantinya akan rata dengan tanah. Ini yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Badai’ Al-Fawaid.

Kedelapan: Berbuat baik pada orang yang hasad.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۚ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ, وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ , وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar. Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fussilat: 34-36).

Juga dalam ayat,

أُولَٰئِكَ يُؤْتَوْنَ أَجْرَهُمْ مَرَّتَيْنِ بِمَا صَبَرُوا وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ

Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka, mereka nafkahkan.” (QS. Al-Qasas: 54)

Lihat pula bagaimana sikap para nabi ketika mereka disakiti dan dizalimi oleh kaumnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri saat perang Uhud malah berdoa,

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِى فَإِنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ

Ya Allah ampunilah kaumku karena mereka sejatinya tidak mengetahui.” (HR. Bukhari, no. 3477 dan Muslim, no. 1792). Doa ini mengandung pelajaran bagaimanakah keburukan dibalas dengan kebaikan dalam empat bentuk:

أَحَدُهَا عَفْوُهُ عَنْهُمْ وَالثَّانِي اِسْتِغْفَارُهُ لَهُمْ الثَّالِثُ اِعْتِذَارُهُ عَنْهُمْ بِأَنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُوْنَ الرَّابِعُ اِسْتِعْطَافُهُ لَهُمْ بِإِضَافَتِهِمْ إِلَيْهِ

  1. Memaafkan.
  2. Memintakan ampun untuk yang berbuat zalim.
  3. Memberikan uzur pada mereka karena mereka tidak tahu.
  4. Para nabi itu begitu sayang dan simpati pada kaumnya sendiri karena mereka tetap menyatakan itu kaumnya.

Empat hal di atas disampaikan oleh Ibnul Qayyim dalam Badai’ Al-Fawaid.

Kesembilan: Segera bertaubat atas dosa.

Kesepuluh: Orang yang hasad itu mandi dan airnya disiramkan pada orang yang kena hasad.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

الْعَيْنُ حَقٌّ وَلَوْ كَانَ شَىْءٌ سَابَقَ الْقَدَرَ سَبَقَتْهُ الْعَيْنُ وَإِذَا اسْتُغْسِلْتُمْ فَاغْسِلُوا

“‘Ain itu benar adanya. Segala sesuatu terjadi dengan takdir, termasuk pula ‘ain terjadi dengan takdir. Apabila kalian diminta untuk mandi (karena memberi dampak ‘ain), maka mandilah.” (HR. Muslim, no. 2188. Lihat Syarh Shahih Muslim tentang hadits ini).

Kesebelas: Lakukan ruqyah syariyyah.

Kedua belas: Memiliki iman dan tauhid yang kuat.

Cara menghadapi hasad ini diringkas dari kitab karya Syaikh Musthafa Al-‘Adawi yaitu At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil Juz ‘Amma fii Sual wa Jawab, hlm. 723-740.

SEBAB TERJADINYA HASAD

  1. Permusuhan dan kebencian.
  2. Cinta dunia terutama terkait dengan kekuasaan dan kepemimpinan.
  3. Pelit membagi kebaikan pada orang lain.
  4. Lemahnya iman.
  5. Kesombongan.
  6. Tidak ingin dikalahkan yang lain.
  7. Takut disaingi.
  8. Takut diejek orang lain.

Sebab-sebab di atas disebutkan oleh Syaikh Musthafa Al-‘Adawi di kitab At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil Juz ‘Amma fii Sual wa Jawab, hlm. 752-753.

Semoga bahasan hasad ini bermanfaat. Semoga Allah menjauhkan kita dari sifat hasad.

Oleh: Al-Faqir Ilallah, Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Dendam dan Dengki, Musuh Persatuan!

Allah berfirman,

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ * ادْخُلُوهَا بِسَلَامٍ آمِنِينَ * وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَى سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam surga (taman-taman) dan (di dekat) mata air-mata air (yang mengalir). (Dikatakan kepada mereka): “Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman” Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (QS.al-Hijr:45-48)

Ayat ini menarik untuk kita kaji. Setelah menyebut kenikmatan surga yang sejahtera dan aman, Allah hendak menceritakan bahwa para penghuninya saling bersaudara dan hidup harmonis.

Namun sebelum menceritakan hal itu, Allah mengisyaratkan tentang sebuah sifat yang menjadi musuh persatuan dan kedamaian.

“Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka.”

Allah membuang segala bentuk kedengkian, kecemburuan dan sifat khianat dari hati para penghuni surga sehingga mereka saling bersaudara dan penuh keharmonisan. Semua sifat itu terangkum dalam kata {الغل} yaitu “dendam/kebencian”.

Memang nyatanya, selama hati manusia masih belum bersih dari dendam dan kebencian maka ia tidak akan pernah bisa hidup tentram, aman dan nyaman. Mustahil akan terwujud suasana persatuan yang penuh cinta selama api kebencian masih terus membara.

Jika kebencian itu terus dipelihara, maka yang ada hanya permusuhan, peperangan dan hilangny rasa aman.

Fitrah setiap manusia mendambakan ketenangan dan keharmonisan, maka mari kita bersama-sama membersihkan hati yang penuh kebencian agar tercipta suasana aman, damai dan sejahtera.

KHAZANAH ALQURAN

Hasad Antar Ulama, Ustadz dan Penuntut Ilmu

Tidak jarang, manusia dihinggapi perasaan hasad (dengki), tatkala melihat orang lain mendapat kenikmatan, meraih kesuksesan dan dikaruniai kebaikan. Baik berupa harta, ilmu, kedudukan, dan lain-lain.

Penyebab Timbulnya Hasad

Kita doakan agar para ulama, para ustadz, penuntut ilmu agama tidak terjadi yang namanya hasad antar mereka. Hal ini benar-benar menimbulkan kebingungan dan tidak jarang menimbulkan perpecahan di antara umat Islam. Hal ini menjadi masukan kami pribadi sebagai penuntut ilmu agar benar-benar mengindari hal ini. Sumber utama muncul adalah cinta dunia, sombong serta cinta kedudukan dan cinta kehormatan. 

Kerusakan Akibat Hasad Antar Ustadz dan Penuntut Ilmu

Hasad antara ulama, ustadz dan penuntut ilmu lebih besar kerusakananya dibandingkan hasad antar sesama orang awam, karenanya Ibnul Jauzi memperingatkan hal ini dan beliau berkata,

 تأملت التحاسد بين العلماء فرأيتُ منشأَهُ من حُبِّ الدنيا؛ فإنَّ علماء الآخرة يتوادُّون ولا يتحاسدون كما قال الله عزوجل : وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا

“Aku amati saling hasad yang terjadi di antara ulama itu, tumbuhnya karena cinta dunia. Sebab, ulama akhirat itu saling mencintai, bukan saling dengki, sebagaimana firman Allah, “Mereka tidak mendapatkan dalam dadanya keinginan (duniawi) dari apa yang diberikan kepada mereka”. [Saidul Khatir hal. 25]

Hasad ini benar-benar merusakan bahkan menhancurkan kebaikan yang sudah ada sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

 إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ

“Jauhilah hasad karena hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar” [HR. Abu Dawud]

Para ulama, ustadz dan penuntut ilmu cukup mudah terpapar dengan penyakit hasad karena mereka umumnya memiliki kedudukan di masyarakat. Hasad ini muncul pada orang yang memiliki kesamaan kedudukan dan harta. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan,

وهكذا الحسد يقع كثيرا بين المتشاركين في رئاسة أو مال

“Demikianlah hasad sering terjadi diantara orang yang memiliki kesamaan dalam kedudukan dan harta. [Amradul Qulub wa Syifaa’uha hal 21, Mathba’ah Salafiyah]

Hendaknya kita sebagai penuntut ilmu benar-benar sadar bahwa bukan suatu hal yang mustahil hasad muncul dari orang yang berilmu agama, karena hakekatnya semua manusia memiliki hasad dalam dirinya, hanya saja orang baik melawan dan tidak memunculkannya sedangkan orang buruk akan memunculkannya.

Ibnu Taimiyyah berkata,

ما خلا جسد من حسد لكن اللئيم يبديه والكريم يخفيه.

 “Setiap jasad tidaklah bisa lepas dari yang namanya hasad. Namun orang yang berpenyakit (hati) akan menampakkannya. Sedangkan orang yang mulia akan menyembunyikannya.” [Majmu’ Al Fatawa 10/124-125]

Beberapa Solusi untuk Mengobati Penyakit Hasad

  1. Merenungi bahwa hasad tidak bermanfaat sedikitpun. Perhatikan ucapan Ibnu Sirin berikut:

ما حسدت أحدا على شيء من أمر الدنيا لأنه إن كان من أهل الجنة فكيف أحسده على الدنيا وهي حفيرة في الجنة وإن كان من أهل النار فكيف أحسده على أمر الدنيا وهو يصير إلى النار

 “Aku tidak pernah hasad kepada seorang pun dalam masalah dunia, karena jika dia termasuk ahli surga, maka bagaimana aku hasad kepadanya dalam masalah dunia, padahal dia akan masuk surga? Dan jika dia termasuk ahli neraka, maka bagaimana aku hasad kepadanya dalam hal dunia, sedangkan dia akan masuk neraka?.” [Ihya’ ulumiddin 3/189, Darul ma’rifah]

  1. Memberikan hadiah kepada orang yang dihasadkan, karena akan menimbulkan saling cinta.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَهَادُوْا تَحَابُّوْا

Saling memberi hadiahlah kalian niscaya kalian akan saling mencintai.” [HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 594]

  1. Mengingat kembali bahaya hasad

Bahayanya sangat banyak dan hanya merugikan diri sendiri. Diantaranya secara ringkas:

  • Tidak menyukai apa yang Allah takdirkan.
  • Hasad itu akan melahap kebaikan seseorang sebagaimana api melahap kayu bakar yang kering.
  • Kesengsaraan yang ada di dalam hati orang yang hasad. Setiap kali dia saksikan tambahan nikmat yang didapatkan oleh orang lain maka dadanya terasa sesak dan bersusah hati.
  • Seberapa pun besar kadar hasad seseorang, tidak mungkin baginya untuk menghilangkan nikmat yang telah Allah karuniakan.
  • Hasad bertolak belakang dengan iman yang sempurna. Nabi bersabda, “Kalian tidak akan beriman hingga menginginkan untuk saudaranya hal-hal yang dia inginkan untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim).
  • Hasad adalah penyebab meninggalkan berdoa meminta karunia Allah. Orang yang hasad selalu memikirkan nikmat yang ada pada orang lain sehingga tidak pernah berdoa meminta karunia Allah
  • Hasad penyebab sikap meremehkan nikmat yang ada
  • Hasadnya Iblis kepada Adam yang menyebabkan Iblis dilaknat.

[lihat kitabul ilmi syaikh AL-Utsaimin hal. 54-56, Darul Itqon Al-Iskandariyah]

  1. Berdoa agar dijauhkan dari hasad

Sebagaimana doa dalam Al-Quran:

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” [Al-Hasyr: 10]

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/54686-hasad-antar-ulama-ustadz-dan-penuntut-ilmu.html

Resep Atasi Dengki

bertawakallah seorang hamba dapat menampik tindakan lalim atau kebencian.

Mushthafa al-Adawi dalam karyanya yang berjudul, Fiqh al-Hasad memaparkan beberapa solusi dan cara sederhana guna mengikis kedengkian dalam diri seseorang. Ingat, bertawakallah selalu.

Karena, ungkap Ibnu al-Qayyim, hanya dengan bertawakallah seorang hamba dapat menampik tindakan lalim atau kebencian akan seseorang. Jika memosisikan Allah sebagai satu-satunya pelindung, sejauh itu pula penjagaan akan selalu ada.

“Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS at-Thalaq [65]: 3).

Sebagai langkah antisipasi, jangan sesekali menceritakan apalagi sengaja memanas-manasi ‘si pendengki’ dengan kisah-kisah tentang nikmat dan anugerah yang Anda peroleh.

Memang, ada anjuran untuk menceritakan nikmat, tetapi tak selamanya niat baik itu tepat sasaran. Inilah mengapa Nabi Ya’qub AS melarang putranya, Yusuf AS, mengisahkan mimpi yang dialami putra kesayangannya tersebut kepada segenap saudaranya. (QS Yusuf [12]: 5).

Larangan ini juga seperti ditegaskan dalam hadis Abu Qatadah riwayat Bukhari dan Muslim. Rasulullah SAW melarang menceritakan mimpi baik, kecuali kepada orang yang ia percayai.

Resep membendung rasa dengki selanjutnya, menukil dari pernyataan Ibn al-Qayyim, bersikap cuek dan berusaha membersihkan pikiran dari tingkah laku pendengki. Biarkan seperti angin lalu saja. Bahkan, akan sangat baik bila Anda membalas perlakuan buruk itu dengan tindakan baik. Memadamkan api kedengkian itu dengan balasan berupa perbuatan terpuji. “Tetapi, ini sangat sulit,” kata Ibn al-Qayyim.

Dan terakhir, selalu berlindunglah kepada Allah SWT hasutan orang-orang pendengki, entah mereka yang berada jauh dari Anda, ataupun yang dekat dengan Anda sekalipun. “Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” (QS al-Falaq [113]: 2)

 

MOZAIK REPUBLIKA

Nasihat Menghindari Rasa Iri

Rasulullah SAW meminta kita menghindari rasa iri dan dengki

Perasaan iri dan dengki di antara saudara merupakan hal yang banyak didapati di tengah-tengah masyarakat. Inilah mengapa Rasulullah SAW melalui hadis di atas menegaskan untuk menghindari rasa iri dan dengki.

Rasulullah SAW pernah bersabda, “Janganlah kamu semua dengki mendengki, jangan putus memutuskan hubungan persaudaraan, jangan benci membenci, jangan pula belakang membelakangi (seteru menyeteru) dan jadilah kamu semua hamba Allah sebagai saudara, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah kepadamu semua.” (HR Bukhari dan Muslim).

Kewajaran yang bagaimana? Ya, selama tidak menjadi menghalang untuk saling mencintai, kasih mengasihi, mendambakan kebaikan bagi saudaranya dan bahagia dengan prestasi yang diraihnya.

Rasa iri dan dengki yang baik ini perlu dimiliki, yaitu tatkala rasa iri dan dengki yang mendorong untuk membenahi diri sendiri karena orang yang cerdas adalah orang yang melakukan persaingan dengan dirinya sendiri dan bukan persaingan dengan saudaramu atau orang lain.

Rasulullah SAW meminta kita menghindari rasa iri dan dengki

Perasaan iri dan dengki di antara saudara merupakan hal yang banyak didapati di tengah-tengah masyarakat. Inilah mengapa Rasulullah SAW melalui hadis di atas menegaskan untuk menghindari rasa iri dan dengki.

Rasulullah SAW pernah bersabda, “Janganlah kamu semua dengki mendengki, jangan putus memutuskan hubungan persaudaraan, jangan benci membenci, jangan pula belakang membelakangi (seteru menyeteru) dan jadilah kamu semua hamba Allah sebagai saudara, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah kepadamu semua.” (HR Bukhari dan Muslim).

Kewajaran yang bagaimana? Ya, selama tidak menjadi menghalang untuk saling mencintai, kasih mengasihi, mendambakan kebaikan bagi saudaranya dan bahagia dengan prestasi yang diraihnya.

Rasa iri dan dengki yang baik ini perlu dimiliki, yaitu tatkala rasa iri dan dengki yang mendorong untuk membenahi diri sendiri karena orang yang cerdas adalah orang yang melakukan persaingan dengan dirinya sendiri dan bukan persaingan dengan saudaramu atau orang lain.

Bila hal ini telah disadari maka Anda tidak merasa tersiksa, resah, dan gelisah. Persaingan dengan diri sendiri berarti mengembangkan setiap potensi atau kemampuan anda untuk dijadikan kesuksesan di bidang tertentu yang disesuaikan dengan prioritas utamanya.

Bukan agar supaya diri kita lebih baik dari saudara Anda atau teman Anda, melainkan agar hidup dan kehidupan Anda menjadi berarti dan bermakna.

KHAZANAH REPUBLIKA

Dosa Pertama Bernama Dengki

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanyalah milik Allah Swt. Dialah Allah, Dzat yang menghidupkan yang mati dan mematikan yang hidup. Dialah Allah, Dzat yang mencukupi seluruh makhluk di alam semesta ini secara tepat. Hanya kepada Allah kita berserah diri dan hanya kepada-Nya kita memohon perlindungan. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada kekasih Allah, baginda nabi Muhammad Saw.

Saudaraku, tentu kita sudah seringkali mendengar kisah kedurhakaan iblis kepada Allah Swt. Iblis membangkan terhadap perintah Allah yang memerintahkannya untuk sujud kepada nabi Adam a.s sebagai wujud penghormatan kepadanya dan ketaatan kepada Allah Swt. Akan tetapi iblis menolaknya karena kedengkian kepada nabi Adam. Iblis merasa dirinya lebih baik dibandingkan nabi Adam, karena ia tercipta dari api sedangkan nabi Adam tercipta dari saripati tanah.

Maka, akibat dari pembangkangannya itu, Allah pun murka kepada iblis. Padahal iblis lebih dahulu mengenal Allah dibandingkan nabi Adam. Iblis pun lebih dahulu taat kepada Allah dibandingkan nabi Adam. Akan tetapi, kebaikan-kebaikannya hangus sirna akibat rasa dengki terhadap nabi Adam a.s. Inilah peristiwa kedengkian yang terjadi pertama kali. Kemudian kita bisa melihat akibatnya seperti apa. Iblis menjadi makhluk terkutuk.

Saudaraku, jadi jangan merasa aman dengan ilmu yang sudah kita miliki atau dengan amal kebaikan yang sudah kita lakukan. Peliharalah diri kita dari perbuatan-perbuatan yang tidak disukai oleh Allah, karena boleh jadi perbuatan-perbuatan tersebutlah yang justru akan menghanguskan amal kebaikan diri kita sendiri.

Kisah lain yang juga mengingatkan kita akan bahaya dengki adalah peristiwa Habil dan Qobil. Dimana Qobil membunuh Habil. Peristiwa ini juga terjadi karena kedengkian, yaitu karena Qobil tidak terima Habil mendapatkan pasangan yang lebih cantik parasnya. Kedengkian telah merusak hatinya dan membutakannya sehingga terjadilah peristiwa pembunuhan itu.

Al Qurtubhi menerangkan, “Dengki adalah dosa yang pertama kali dilakukan di langit dan di bumi. Di langit adalah dengkinya iblis kepada nabi Adam a.s, dan di bumi adalah dengkinya Qobil kepada Habil.”

Dengki adalah sifat yang tidak disukai Allah dan bertentangan dengan petunjuk Rasulullah Saw. yang berpesan, “Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian sampai ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai bagi dirinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Semoga kita tergolong orang-orang yang selamat, yaitu yang senantiasa membersihkan hati dari bibit-bibit penyakit dengki. Aamiin yaa Robbal aalamiin. [smstauhiid]

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

 

Pendengki Nikmat

Dengki dapat menghinggapi orang yang hatinya kotor

Dalam kehidupan sosial, ada hal yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat, yaitu penyakit dengki. Dengki atau hasad kata Imam al-Ghazali adalah membenci kenikmatan yang diberikan Allah kepada orang lain dan ingin agar orang tersebut kehilangan kenikmatan itu.

Dengki dapat menghinggapi orang yang hatinya kotor karena orang dengki merasa lebih hebat, merasa punya posisi, dan tidak ingin kalah. Dalam pepatah Arab dikatakan, kullu dzi ni’matin mahsuudun (setiap yang mendapat kenikmatan pasti ada pendengkinya).

Allah SWT mengajarkan kepada kita untuk berlindung dari kejahatan pendengki nikmat, “Katakanlah: ‘Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai Subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.'” (QS al- Falaq [113]: 1, 2, dan 5).

Nabi SAW bersabda, “Ada tiga hal yang menjadi akar semua dosa. Jagalah dirimu dan waspadalah terhadap ketiganya. (Salah satunya) adalah jagalah dirimu dari dengki sebab dengki telah menyebabkan salah seorang anak Adam membunuh saudaranya.” (HR Ibnu Asakir). Dalam hadis yang lain, “Hindari dengki karena dengki itu memakan (menghancurkan) kebaikan sebagaimana api memakan (membakar) kayu bakar.” (HR Abu Daud).

Penyakit dengki ini dapat menyerang siapa saja, tidak pandang bulu, dapat menyerang tokoh agama, para pemimpin, orang kaya, orang miskin, orang yang bergelar dan bertitel, rakyat biasa, hingga pejabat negara.

Ibnu Qayyim mengatakan, pilar kekufuran itu ada empat, yaitu takabur, dengki, marah, dan syahwat. Takabur menghalangi pelakunya bersikap patuh. Dengki menyebabkan tidak mau menerima dan memberi nasihat. Marah menjadi penyebab berlaku tidak adil. Kemudian, syahwat menjadi penghalang fokus dalam beribadah.

Saking bahayanya penyakit dengki, selain dapat menghancurkan amal kebaikan, hingga kejahatan pendengki ini diparalelkan dengan kejahatan tukang sihir dan kejahatan yang biasa dilakukan pada malam hari. Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan para pendengki.

Ibnu Qayyim memberikan terapi untuk menangkal bahaya dengki dan pendengki. Yaitu, memohon perlindungan kepada Allah; bertakwa kepada-Nya; bersabar menghadapi pendengki; bertawakal kepada Allah dengan menyerahkan segala persoalan, termasuk perbuatan pendengki; mengosongkan hati dan pikiran dari sifat dengki.

Lalu, selalu menerima ketetapan Allah dengan ikhlas; bertobat kepada- Nya dari segala dosa; memperbanyak sedekah dan berbuat baik semaksimal mungkin; memadamkan api dengki dengan berbuat baik kepada sang pendengki; dan memurnikan tauhid dengan selalu meyakini bahwa yang dapat mendatangkan manfaat dan bahaya hanyalah Allah SWT.

Semoga Allah menjauhkan dan melindungi kita dari penyakit dengki dan para pendengki serta menjadikan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh-Nya. Amin.

Oleh: Imam Nur Suharno

 

REPUBLIKA

 

Sering Merasa Dengki? Inilah Cara Mengatasinya

Oleh Nashih Nashrullah

Hasad atau iri-dengki merupakan satu dari sekian penyakit yang mematikan. Bagaimana tidak, penyakit tersebut, seperti diidentifikasikan oleh Ibnu Hajar, sebagaimana dinukilkan dari kitab Fath al-Bari, seseorang tidak ingin nikmat yang diimiliki orang lain itu bertahan lama. Bila perlu, segera hilang dari tangannnya. Bahkan, ganti berpindah ke pangkuan pelaku hasad tersebut.

Apa dan bagaimana hal ihwal hasud? Topik ini dibahas oleh Mushthafa al-Adawi dalam karyanya yang berjudul, Fiqh al-Hasad. Sekalipun uraiannya tidak selengkap layaknya sebuah eknsiklopedi, tetapi besutan sosok yang akrab dipanggil dengan sapaan Abu Abdullah itu cukup lengkap dengan bahasa yang renyah dan menyentuh semua lapisan masyarakat. Ini penting lantaran dengki menyerang siapa pun, tak peduli latar belakangnya.

Syekh Musthafa mengemukakan, dengki bisa saja muncul akibat beberapa faktor. Pemicu yang paling banyak mendominasi adalah permusuhan dan kebencian, yang barangkali termanifestasikan dalam perilaku ataupun tidak. Faktor ini juga mungkin timbul akibat perlakuan lalim terhadap si pelaku dengki.

Sumpah serapah pun dengan mudah menyeruak, entah celaka, binasa hartanya, atau dampak tak mengenakkan lainnya. Kecintaan terhadap harta dan jabatan juga bisa mendorong dengki diri seseorang. Ambisi meraih itu semua terkadang membutakan nurani. Bahkan, tak jarang pula menempuh berbagai cara agar orang lain sulit mencapai pangkat tersebut.

Teguran agar menjauhi pemicu dengki ini pernah disebutkan dalam surah an-Nisaa’ ayat 54. “Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.”

Rasa dengki juga bisa datang akibat berebut popularitas. Dan, kesemua faktor tersebut bermuara pada satu pangkal sebab, yakni lemahnya spiritualitas. Frekuensi iri yang ada dalam diri seseorang terkadang melintas ruang dan waktu. Namun, kadarnya akan semakin akut bila jarak antarkedua belah tak jauh. Misal, sesama karyawan dalam satu perusahaan, antartetangga kompleks perumahan, atau teman bisnis.

Bila dengki ini dibiarkan, ungkap Syekh Musthafa, bisa berakibat fatal. Pendengki sejatinya telah menafikan takdir yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Setiap makhluk memiliki nasib dan rezeki yang berbeda-beda. Ketetapan tersebut, seperti penegasan hadis riwayat Muslim dari Amr bin al-Ash, telah ditentukan sebelum Allah SWT menciptakan langit dan bumi, sekitar 50 ribu tahun.

Kedengkian yang berlarut-larut pula, perlahan tanpa disadari, akan mengikis kebaikan pendengki itu sendiri. Dan, para pendengki itu kelak akan mempertanggungjawabkan kelakuannya tersebut di akhirat. Efek negatif dengki tak terhenti pada sanksi di akhirat, tetapi juga akan dirasakan dampaknya di kehidupan dunia.

Perasaan gundah gulana, khawatir, dan sakit hati akan selalu menghantui hari demi hari si pendengki. Dalam titik tertentu, terkadang ironsinya, ia malah mengharapkan petaka bagi dirinya sendiri. Dan, rasa dengki itu hanya akan menyebabkan yang bersangkutan terkucil dari lingkungannya. Karena itulah, rasa dengki dengan kriteria di atas sangat dikecam dalam agama. “Ini bukti keluhuran tuntunan Islam,” kata Syekh Musthafa.

Syekh Musthafa pun memaparkan beberapa solusi dan cara sederhana guna mengikis kedengkian dalam diri seseorang. Ingat, bertawakallah selalu. Karena, ungkap Ibnu al-Qayyim, hanya dengan bertawakallah seorang hamba dapat menampik tindakan lalim atau kebencian akan seseorang. Jika memosisikan Allah sebagai satu-satunya pelindung, sejauh itu pula penjagaan akan selalu ada. “Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS at-Thalaq [65]: 3).

Sebagai langkah antisipasi, jangan sesekali menceritakan apalagi sengaja memanas-manasi ‘si pendengki’ dengan kisah-kisah tentang nikmat dan anugerah yang Anda peroleh.

Memang, ada anjuran untuk menceritakan nikmat, tetapi tak selamanya niat baik itu tepat sasaran. Inilah mengapa Nabi Ya’qub AS melarang putranya, Yusuf AS, mengisahkan mimpi yang dialami putra kesayangannya tersebut kepada segenap saudaranya. (QS Yusuf [12]: 5).

Larangan ini juga seperti ditegaskan dalam hadis Abu Qatadah riwayat Bukhari dan Muslim. Rasulullah SAW melarang menceritakan mimpi baik, kecuali kepada orang yang ia percayai.

Resep membendung rasa dengki selanjutnya, menukil dari pernyataan Ibn al-Qayyim, bersikap cuek dan berusaha membersihkan pikiran dari tingkah laku pendengki. Biarkan seperti angin lalu saja. Bahkan, akan sangat baik bila Anda membalas perlakuan buruk itu dengan tindakan baik. Memadamkan api kedengkian itu dengan balasan berupa perbuatan terpuji. “Tetapi, ini sangat sulit,” kata Ibn al-Qayyim.

Dan terakhir, selalu berlindunglah kepada Allah SWT hasutan orang-orang pendengki, entah mereka yang berada jauh dari Anda, ataupun yang dekat dengan Anda sekalipun. “Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” (QS al-Falaq [113]: 2)

 

 

sumber: Republika Online