NU: Kasus Siyono Harus Jadi Pelajaran Terakhir Densus

Kasus tewasnya Siyono (39) saat penangkapan terduga teroris di Klaten, Sabtu malam lalu, telah menimbulkan banyak kecurigaan banyak pihak. Kasus ini diharapkan menjadi kasus terakhir kelalaian Densus dalam penangkapan teroris.

Mantan wakil ketua PBNU As’ad Said Ali mengatakan, polisi harus tetap menjelaskan yang terjadi sebenarnya kepada masyarakat. Walaupun Kadiv Humas Mabes Polri Anton Charliyan telah mengakui adanya kelalaian prosedur dalam proses penangkapan Siyono.

“Menurut saya, harus dibuktikan saja oleh pihak kepolisian apakah benar adanya perlawanan itu. Ini sekaligus untuk menepis adanya kecurigaan di publik, dan menjadi pelajaran agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali,” katanya kepada Republika.co.id, Selasa (15/3).

Menurut dia, saat ini Polri sudah sangat terbuka dalam menjawab kritik dari masyarakat. Dengan adanya pengakuan dan penjelasan yang masuk akal dari Polri ini, justru akan menguntungkan polisi sebenarnya. Hanya saja, memang ada satu-dua kasus yang perlu dikaji lebih jauh bagaimana kerja di lapangannya.

Densus menangkap Suyono pada Sabtu malam di Dusun Brengkuan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten, Jawa Tengah. Dalam perjalanan, menurut keterangan polisi, Suyono melakukan perlawanan sehingga terjadi perkelahian dan berujung tewasnya Suyono.

Namun, belakangan Kadiv Humas Mabes Polri Anton Charliyan mengakui adanya kelalaian prosedur yang dilakukan petugas Densus 88. Menurut Anton, Anggota Densus yang mengawal Siyono dengan keamanan minim. Kesalahan prosedur tersebut, di antaranya melepaskan penutup mata dan borgol Siyono.

 

 

sumber: Republika Online

Mabes Polri: Siyono Meninggal Akibat Benturan Benda Tumpul di Kepala

Kepala Pusat Kedokteran Kesehatan (Dokkes) Mabes Polri Brigjen Arthur Tampi mengatakan terduga teroris Siyono (33) meninggal akibat benda tumpul. Hal tersebut diketahui setelah jenazah Siyono diperiksa oleh tim Labfor Mabes Polri yang menerima jenazah pada Jumat (11/3).

“Kiriman jenazah diantar Densus dari Yogyakarta. Kita langsung melakukan pemeriksaan,” kata dia, Senin (14/3), di Jakarta.

Arthur mengatakan telah melakukan pemeriksaan dengan melakukan scan pada bagian kepala korban. Saat itu, terlihat adanya luka memar dan pendarahan di rongga kepala bagian belakang. Ia meyakini penyebab kematian terduga teroris tersebut akibat benda tumpul.

“Di samping itu, hasil visum ada beberapa luka memar di wajah tangan dan kaki,” terang dia.

Namun Arthur menekankan penyebab kematian karena terjadi pendarahan bagian kepala belakang yang disebabkan benda tumpul.

Sebelumnya sekitar pukul 14.30, pada hari Kamis (10/3) lalu Tim Laboratarium Forensik Mabes Polri  telah melakukan visum di Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Jogja terhadap anggota Polri yang berkelahi dengan Siyono.

“Ada luka memar leher kiri dan kanan. Luka gores pada lehan bawah kiri dan lengan bawah kanan,” kata dia.

Kronologis kematian Siyono menurut kepolisian karena melakukan perlawanan di dalam mobil. Saat itu dirinya yang telah ditutup wajahnya dengan topeng dan diikat borgol meminta dilepaskan dari benda itu.

Namun setelah dilepas ternyata Siyono memukul seorang anggota Polri. Sehingga anggota yang terkena pukul membalasnya dan akhirnya melakukan perkelahian di dalam mobil. Duel tersebut dilakukan satu lawan satu. Karena seorang anggota Polri lainnya, berada di depan kemudi.

Setelah melakukan perkelahian ternyata Siyono kalah dan pingsan. Anggota Polri pun sempat melakukan pertolongan menuju rumah sakit (RS) Bhayangkara Jogja. Namun akhirnya terduga teroris tersebut tak tertolong.

 

sumber: Republika Online