Doa Rinci Meminta Ampunan pada Allah, Rugi Jika Tidak Hafalkan!

Yuk rajin menghafal doa, kali ini adalah doa meminta ampunan kepada Allah. Manfaat sekali pokoknya.

Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Ad-Da’awaaat (16. Kitab Kumpulan Doa), Bab 250. Keutamaan Doa

Hadits #1476

وَعَنْ أَبِي مُوْسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ يَدْعُو بِهَذَا الدُّعَاءِ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي وَجَهْلِي، وَإِسْرَافِي فِي أَمْرِي، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي جِدِّي وَهَزْلِي، وَخَطَئِي وَعَمْدِي، وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِيْ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، أَنْتَ المُقَدِّمُ وَأَنْتَ المُؤَخِّرُ، وَأَنْتَ علَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sesungguhnya beliau berdoa dengan doa ini,

“ALLOHUMMAGH-FIRLII KHOTHII-ATII, WA JAHLII, WA ISROFII FII AMRII, WA MAA ANTA A’LAMU BIHI MINNI. ALLOHUMMAGH-FIRLII JIDDI WA HAZLII, WA KHOTHO-I WA ‘AMDII, WA KULLU DZALIKA ‘INDII. ALLOHUMMAGH-FIRLII MAA QODDAMTU WA MAA AKHKHORTU WA MAA ASRORTU WA MAA A’LANTU WA MAA ANTA A’LAMU BIHI MINNI, ANTAL MUQODDIMU WA ANTAL MUAKHKHIRU WA ANTA ‘ALA KULLI SYAI-IN QODIIR.”

Artinya:Wahai Rabbku, ampunilah kesalahanku, kebodohanku, dan melampaui batas dalam urusanku seluruhnya, dan juga apa yang lebih Engkau ketahui daripada diriku. Ya Allah, ampunilah kesungguhanku (dalam dosa), senda gurauku, kesalahanku, kesengajaanku, dan semua itu ada pada diriku (yang ada atau yang mungkin ada). Ya Allah, ampunilah apa yang telah aku lakukan dan apa yang akan aku lakukan, apa yang aku rahasiakan dan apa yang aku tampakkan, dan apa saja yang lebih Engkau ketahui daripada diriku. Engkaulah Yang Mendahulukan dan Engkaulah Yang Mengakhirkan, dan Engkau Yang Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 6399 dan Muslim, no. 2719]

Faedah Hadits

  1. Doa ini menunjukkan tawadhu’nya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu tunduknya beliau pada rububiyyah Allah. Beliau mengucapkan seperti ini agar dapat diteladani oleh umatnya.
  2. Kita tidak luput dari kekurangan sehingga harusnya kita terus menerus tunduk dan merendahkan diri di hadapan Allah.
  3. Disunnahkan setiap hamba bertaubat dari segala dosa, baik dosa yang besar dan dosa yang kecil, termasuk juga meminta ampunan kepada Allah terhadap dosa yang tidak ia ketahui dan inilah umumnya taubat.
  4. Ada yang mendapatkan taufik dan ada yang tersungkur hina, semuanya di tangan Allah. Allah itu Yang Mendahulukan dan Yang Mengakhirkan, dan Yang Mahakuasa atas segala sesuatu.

Referensi:

Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.


Disusun di perjalanan Solo – Jogja, 9 Dzulqo’dah 1440 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Sumber https://rumaysho.com/20840-doa-rinci-meminta-ampunan-pada-allah-rugi-jika-tidak-hafalkan.html

Doa agar Terhindar dari Hilangnya Nikmat & Bencana yang Tiba-Tiba

Ketika banyak muncul bencana tiba-tiba seperti gempa, banjir, kebakaran dan musibah lainnya hendaknya kita memperbanyak membaca doa berikut.

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ, وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ, وَفَجْأَةِ نِقْمَتِكَ, وَجَمِيعِ سَخَطِكَ

Ya Allah, Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari lenyapnya nikmat-Mu, dari beralihnya keselamatan (yang merupakan anugerah)-Mu; dari datangnya siksa-Mu (bencana) secara mendadak, dan dari semua kemurkaan-Mu. (HR. Muslim)

Maksud dari kata-kata (فَجْأَةِ نِقْمَتِكَ) “siksa yang tiba-tiba” adalah bencana dan musibah yang tiba-tiba, hal ini lebih parah daripada bencana yang tidak datang tiba-tiba. Syaikh Abdul Mushin Az-Zamili menjelaskan,

ﻓﺠﺄﺓ ﺍﻟﻨﻘﻤﺔ ﺃﻭ ﻓﺠﺎﺀﺓ ﺍﻟﻨﻘﻤﺔ ﻣﻦ ﺑﻼﺀ ﺃﻭ ﻣﺼﻴﺒﺔ ﻳﺄﺗﻲ ﻋﻠﻰ ﻓﺠﺄﺓ ﺑﺨﻼﻑ ﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﺳﺒﻘﻪ ﺷﻲﺀ ﺑﺄﻥ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻓﺠﺄﺓ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻜﻮﻥ ﺃﺧﻒ

“Siksa yang tiba-tiba yaitu berupa bencana atau musibah yang datang secara mendadak.Tentunya berbeda dengan musibah yang didahului oleh sesuatu (sebagai awalnya semisal penyakit) dan tidak mendadak, hal ini lebih ringan perkaranya.”. (Syarh Bulughul Maram)

Bencana seperti gempa, banjir dan musibah akan menghilangkan nikmat dan bisa jadi merupakan murka dari Alllah karena banyaknya kesyirikan dan maksiat. Untuk menghindari terjadi musibah dan bencana pada kita hendaknya kita benar-benar memhami bahwa sebab turunnya musibah dan bencana akibat keyirikan dan kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia. Hendaknya kita melakukan muhasabah dan segera kembali kepada Allah serta menghentikan keyirikan dan kemaksiatan yang merajalela agar terhindar dari hilangnya nikmat, datangnya bencana dan terhindar dari murka Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalahdisebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy Syura: 30).

Bisa jadi Allah kirimkan bencana dan musibah kepada manusia agar manusia takut kepada Allah dan agar kaum muslimin kembali kepada Allah dan menghentian kesyirikan dan maksiat.

Allah berfirman,

وَمَا نُرْسِلُ بِالْآيَاتِ إِلَّا تَخْوِيفًا

“Tidaklah Kami mengirim tanda-tanda kekuasaan Kami kecuali untuk menakut-nakuti“. (Al-Isra’ : 59)

Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa maksud menakuti-nakuti di sini adalah agar manusia takut kepada Allah. Beliau berkata,

أذن الله سبحانه لها في الأحيان بالتنفس فتحدث فيها الزلازل العظام فيحدث من ذلك لعباده الخوف والخشية والإنابة والإقلاع عن معاصيه والتضرع إليه والندم

“Terkadang Allah subhanahu mengizinkan bumi untuk bernafas maka terjadilah gempa bumi yang dahsyat, maka muncul rasa takut dan khawatir pada hati hamba-hamba Allah dan agar mau kembali kepada-Nya, meninggalkan kemaksiatan dan merendahkan diri dihadapan-Nya serta menyesal (atas dosa dan maksiat).” (Miftah Daris Sa’adah 1/229)

Demikian semoga bermanfaat

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/43134-doa-agar-terhindar-dari-hilangnya-nikmat-bencana-yang-tiba-tiba.html

Adab Saat Berdoa Dalam Islam

Adab Saat Berdoa Dalam Islam

Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Afwan Ustadz
Bagaimana dengan berdoa tapi di dalam hati saja tidak diucapkan ?
Mohon pencerahannya Ustadz

Syukron jazaakallohu khoyron Ustadz

(Disampaikan oleh Fullanah Sahabat BiAS)


Jawaban :

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh.

Bismillaah
Alhamdulillah wash shalaatu was salaamu ‘alaa Rasulillah wa’ala aalihi wa ash-haabihi waman tabi’ahum bi ihsaanin ilaa yaumil qiyaamah, Amma ba’du.

Sebagian ulama mengatakan bahwa doa harus diucapkan dengan lisan.
Memang Allah tahu apa yang ada dalam hati, tapi Allah juga ingin kita mengucapkannya.

Oleh karena itu, para nabi dahulu berdoa dengan mengucapkannya, bukan di dalam hatinya.

Nabi Zakariya ‘alaihissalam, berdoa dengan lisan, dan dengan lirih :

إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا

“Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut (lirih).”
(QS. Maryam : 3)

Begitu juga Maryam ‘alaihassalam :

قَالَتْ إِنِّي أَعُوذُ بِالرَّحْمَٰنِ مِنْكَ إِنْ كُنْتَ تَقِيًّا

Maryam berkata: “Sesungguhnya aku berlindung dari padamu kepada Tuhan Yang Maha pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa.
(QS. Maryam : 18)

Begitu juga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam shalatnya, dalam peperangannya, berdoa dengan lisan juga.

Dan sebagian ulama mengatakan bahwa berdoa dengan hati saja tanpa lisan, bukan dikatakan doa.

Sehingga seorang yang masuk wc, hanya membaca doa di hati, dikatakan ia belum berdoa.

Begitu juga orang yang membaca Al-Qur’an dengan hati saja belum dikatakan membaca Al-Qur’an.

Walaupun memang boleh seorang membaca Al Qur’an dengan hati, berdzikir dengan hati. tapi untuk doa lebih baik diucapkan, dengan suara yang lirih.

Wallahu a’lam
Wabillahittaufiq

Referensi: https://bimbinganislam.com/adab-saat-berdoa-dalam-islam/

Ramadhan, Bulan Berdoa

Allah Azza wa Jalla befirman:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Dan apabila hamba-Ku bertanya kepada engkau (wahai Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam) tentang Aku, maka (sampaikanlah) sesungguhnya Aku dekat, Aku menjawab permohonan doa yang dipanjatkan kepada-Ku. Maka hendaklah mereka memenuhi perintah-Ku dan beriman kepada-Ku agar mereka selalu mendapatkan petunjuk” [al-Baqarah/2:186]

SEBAB TURUNNYA AYAT
Ini adalah ayat yang mulia. Para Ulama berbeda pendapat tentang kronologis sebab diturunkannya ayat ini.

  1. Sebagian menyatakan bahwa ayat ini turun tatkala Sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah Rabb kita dekat, maka kita melirihkan suara dalam berdoa, ataukah Dia Subhanahu wa Ta’ala jauh sehingga kita mengangkat suara dalam berdoa?”, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat ini.[1]
  2. Adapun sebagian lain seperti `Atha’ bin Abi Rabâh menyatakan bahwa ayat ini diturunkan sebagai jawaban bagi suatu kaum yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang waktu-waktu dianjurkannya berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yakni ketika turun ayat (Ghâfir/40:60) “Dan Rabb kalian berfirman “Berdoalah kalian kepada-Ku niscaya Aku akan mengabulkannya untuk kalian”. Mereka bertanya “di waktu apa (kami melakukannya)…?[2] maka kemudian turunlah ayat di atas.[3]

PENJELASAN AYAT
1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala Maha Dekat Dengan Para Hamba-Nya. 
Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberitahukan kepada seluruh umatnya bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha dekat. Kedekatan yang sesuai kemuliaan dan keperkasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sesuai dengan keagungan dan kesempurnaan Dzat-Nya Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَسَلَّمَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا إِنَّهُ مَعَكُمْ إِنَّهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ

Wahai sekalian manusia, kasihanilah diri kalian, kalian tidak berdoa kepada Dzat yang tuli atau alpa, sesungguhnya kalian berdoa kepada Dzat yang Maha mendengar, lagi Maha dekat“.[4]

Wajib atas setiap Muslim untuk beriman bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha dekat lagi Maha mengabulkan doa. Allah Subhanahu wa Ta’ala dekat kepada hamba yang berdoa, mendengarnya dan mengabulkannya kapanpun Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki. Kedekatan itu adalah kedekatan ilmu dan pengawasan-Nya, sesuai dengan kesempurnaan sifat bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala tiada sesuatu pun yang menyerupai-Nya.[5]

Syaikh Abdurrahman as-Sa`di rahimahullah berkata “sifat “kedekatan” Allah Subhanahu wa Ta’ala ada dua macam; kedekatan dengan ilmu-Nya (mengetahui) seluruh makhluk-Nya, dan kedekatan kepada hamba yang beribadah serta berdoa sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan doa dan memberikan pertolongan maupun taufik-Nya. Barangsiapa berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hati yang hadir dan doa yang disyariatkan, serta tidak terhalangi dengan penghalang apapun dari terkabulnya doa tersebut; seperti memakan yang haram atau selainnya. Maka, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berjanji untuk mengabulkannya. Terlebih jika ia mengupayakan segala sebab dikabulkannya doa (tersebut) yaitu dengan menjawab panggilan Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui ketaatan terhadap segala perintah-Nya dan patuh menjauhi segala larangan-Nya baik dalam perkataan maupun perbuatan disertai keimanan (tentunya) akan menyebabkan terkabulnya doa”.[6]

2. Allah Subhanahu Wa Ta’ala Mengabulkan Doa Hamba-Nya.
Dalam ayat di atas Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan kepada Rasul-Nya r mengenai keagungan, kemurahan dan kedekatan-Nya kepada para hamba-Nya. Sebagaimana juga dalam ayat lain “dan Rabb kalian berkata: “Berdoalah kepada-Ku niscaya Aku mengabulkannya untuk kalian…”.[7]Mujâhid dan Ibnul Mubârak menjelaskan [8] makna “فَلْيَسْتَجِيْبُوْالِيْ” yakni “hendaklah mereka melaksanakan ketaatan kepada-Ku (Allah Subhanahu wa Ta’ala)”. Adapun “وَلْيُؤْمِنُوْابِيْ” maknanya “dan (hendaklah) mereka percaya kepada-Ku” yakni hendaknya mereka percaya jika mereka mentaati Allah Subhanahu wa Ta’ala , sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala akan melimpahkan pahala dan kemuliaan kepada mereka disebabkan ketaatan itu. Sebagian lain mengatakan ” فَلْيَسْتَجِيْبُوْالِيْ “ maknanya adalah “berdoalah kepada-Ku”, ” وَلْيُؤْمِنُوْابِيْ “ maknanya “dan hendaknya mereka percaya bahwa Aku mengabulkan doa mereka”.[9]

Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan “Dengan kedua sebab ini, doa akan dikabulkan, yakni dengan kesempurnaan nilai ketaatan terhadap uluhiyah Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan dengan kekuatan iman terhadap rububiyah Allah Subhanahu wa Ta’ala . Barangsiapa mentaati Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam semua perintah dan larangan-Nya, maka tercapailah maksudnya dalam berdoa dan dikabulkan doanya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman [10] “Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan bagi orang-orang yang beriman dan beramal shalih serta menambah bagi mereka dari karunia-Nya”.[11]

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengakhiri ayat ini dengan firman-Nya: “لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ” yakni “Semoga mereka mendapatkan petunjuk yang lurus”. Jika mereka mentaatiku dan beriman kepada-Ku mereka akan mendapatkan kebaikan di kehidupan dunia dan akhirat mereka”.[12] serta petunjuk untuk senantiasa beriman dan beramal shalih sehingga keburukan akan lenyap dari mereka .”[13]

3. Mengapa Doa Tidak Dikabulkan?
Jika seseorang berkata : “Tidak jarang kita mendapatkan seseorang yang berdoa namun tidak dikabulkan. Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjanjikan dalam firman-Nya “Aku akan mengabulkan seseorang yang “menyeru” (berdoa) kepada-Ku.”” Sesungguhnya ungkapan tersebut dapat diarahkan dengan dua penjelasan; yang pertama: “menyeru” di sini berarti mengamalkan semua perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan anjuran-anjuran-Nya Subhanahu wa Ta’ala, sehingga maknanya adalah “Sesungguhnya Aku dekat dengan hamba yang senantiasa menjalankan perintah dan anjuran-Ku, Aku akan membalasnya dengan pahala”. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam “sesungguhnya doa adalah ibadah” kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Sesungguhnya Rabb kalian memerintahkan: “Berdoalah kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan doamu, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri untuk beribadah kepada-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina.”.[14]

Dan yang kedua: maknanya adalah “Aku mengabulkan seseorang yang berdoa kepada-Ku jika Aku menghendaki”.[15]

Syaikh `Abdurrahman as-Sa`di rahimahullah berkata “menyeru (berdoa) terbagi menjadi dua macam; doa ibadah dan doa permohonan”.[16] Para Ulama menjelaskan bahwa doa permohonan mencakup makna doa ibadah. Dan doa ibadah memuat konsekuensi doa permohonan, yakni barangsiapa memohon sesuatu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala maka dia sedang berdoa dengan doa permohonan. Ini merupakan makna ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ; karena hal itu merupakan salah satu jenis ibadah dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyukai hamba-hamba yang memohon kepada-Nya. Adapun maksud doa ibadah memuat konsekuensi doa permohonan, yakni barangsiapa shalat maka menjadi lazim baginya untuk memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar shalatnya diterima dan diberikan pahalasehingga dengan demikian doa permohonan mencakup (makna) doa ibadah dan doa ibadah memuat konsekuensi doa permohonan.[17]

4. Beberapa Etika Dalam Berdoa.
Mengingat pentingnya hal ini, para Ulama t menjelaskan tentang syarat serta etika dalam berdoa agar dikabulkan, sebagaimana tuntunan dalam al-Qur`ân dan Hadits.

Al-Baghawi rahimahullah berkata “Sesungguhnya terdapat etika dan syarat-syarat dalam berdoa yang merupakan sebab dikabulkannya doa. Barangsiapa menyempurnakan hal itu, maka dia akan mendapatkan apa yang dimintanya dan barangsiapa melalaikannya dialah orang yang melampaui batas dalam berdoa; sehingga tidaklah berhak doanya dikabulkan”.[18] Ibnul Qayyim rahimahullah berkata “Kedua ayat berikut mencakup adab-adab berdoa dengan kedua jenisnya (doa ibadah dan doa permohonan); yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ ﴿٥٥﴾ وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. [al-A`raf/7:55-56][19]

Dan Ibnu Katsîr rahimahullah membawakan sejumlah hadits-hadits yang berkaitan dengan adab-adab tersebut dalam menafsirkan ayat utama pembahasan ini. Di antara yang beliau isyaratkan yaitu: [20]

A. Mengangkat kedua tangan sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Salmân al-Fârisi Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 قَالَ إِنَّ اللَّهَ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ 

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala malu lagi Maha pemurah terhadap seorang hamba yang mengangkat kedua tangannya (berdoa), kemudian kedua tangannya kembali (namun) dengan kosong dan kehampaan (tidak dikabulkan).[21]

B. Mengawali doa dengan pujian terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian Salawat dan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, selanjutnya bertawassul kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tawassul yang disyariatkan, seperti dengan bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan asma dan sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan amal shalih dan selainnya.[22] Semua itu hendaknya dilakukan dengan suara lirih dan tidak berlebihan sebagaimana hadits Abu Musa al-Asy`ari Radhiyallahu anhu di muka.

C. Berprasangka baik terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Diriwayatkan dalam sebuah hadits qudsi dari Anas Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

 يَقُوْلُ الله عَزَّ وَجَلَّ : يَقُولُ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِيْ وَأَنَا مَعَهُ إِذَا دَعَانِيْ   

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Aku (akan) sebagaimana hamba-Ku menyangka tentang-Ku, dan Aku akan bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku”[23]

 Ibnu Hajar rahimahullah berkata “yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha mampu melakukan apa yang disangkakan oleh hamba-Ku bahwa Aku melakukannya.” Beliau juga membawakan perkataan al-Qurthûbi t bahwa maknanya adalah “Menyangka dikabulkannya doa, diterimanya taubat, diberikan ampun melalui istighfâr, serta menyangka dibalas dengan pahala atas ibadah yang dilakukan sesuai syarat-syaratnya sebagai keyakinan akan kebenaran janji Allah Subhanahu wa Ta’ala.[24]

D. Menjauhkan sikap tergesa-gesa mengharapkan terkabulnya doa; karena ketergesa-gesaan itu akan berakhir dengan sikap berputus asa sehingga ia tidak lagi berdoa. Na`ûdzubillâh.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُسْتَجَابُ ِلأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ يَقُولُ دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِيْ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Akan dikabulkan (doa) seseorang di antara kalian selama ia tidak tergesa-gesa, yakni ia berkata ‘aku telah berdoa namun belum dikabulkan bagiku’ “.[25] Dalam lafadz lain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَالَ لاَ يَزَالُ يُسْتَجَابُ لِلْعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ مَا لَمْ يَسْتَعْجِلْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الاِسْتِعْجَالُ قَالَ يَقُولُ قَدْ دَعَوْتُ وَقَدْ دَعَوْتُ فَلَمْ أَرَ يَسْتَجِيبُ لِي فَيَسْتَحْسِرُ عِنْدَ ذَلِكَ وَيَدَعُ الدُّعَاءَ

Senantiasa akan dikabulkan (doa) seorang hamba yang tidak meminta kejelekan dosa atau memutuskan tali kekeluargaan selama ia tidak tergesa-gesa. Ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam “wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apa yang dimaksud tergesa-gesa?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “dia berkata ‘aku telah berdoa, aku telah berdoa namun aku tidak pernah mendapatkan doaku dikabulkan’, kemudian ia berputus asa dan meninggalkan berdoa.[26]

E. Membersihkan jiwa raga dari berbagai kenistaan dan dosa merupakan satu hal yang mungkin terlalaikan. Padahal hati yang kotor dengan berbagai maksiat atau raga yang tidak bersih dari keharaman akan menghalangi terkabulnya doa.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ وَقَالَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala baik dan tidak menerima melainkan yang baik, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kaum Mukminin dengan apa yang telah diperintahkannya kepada para rasul. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman “Wahai para rasul makanlah kalian dari yang baik dan beramal shalihlah, sesungguhnya Aku Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.”  Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman “Wahai orang-orang yang beriman makanlah rizki yang baik dari apa yang diberikan kepada kalian…”, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan seorang musafir yang berjalan jauh sehingga kumal rambutnya, lusuh dan berdebu, dia mengangkat kedua tangannya ke arah langit seraya berdoa menyeru “Wahai Rabbku, wahai Rabbku…”, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan diberi dari yang haram, bagaimana mungkin akan dikabulkan doanya?”.[27]

F. Yakin bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha mengabulkan doa selama tidak ada sesuatupun yang menghalanginya. Dari `Abdullah bin `Amr Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِاْلإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ

Berdoalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kalian yakin (akan) dikabulkan, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mengabulkan doa (seorang hamba) yang hatinya alpa serta lalai”.[28] Dalam hadits lain dari Abu Sa`id Al-Khudri Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda[29]

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنْ السُّوءِ مِثْلَهَا قَالُوا إِذًا نُكْثِرُ قَالَ اللَّهُ أَكْثَرُ

Tidaklah seorang Muslim berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebuah doa yang tidak ada dosa atau pemutusan ikatan kekeluargaan di dalamnya, melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberinya satu di antara tiga perkara; 1) boleh jadi Allah Subhanahu wa Ta’ala segera mengabulkan doa tersebut, 2) atau menyimpan sebagai tabungan baginya di akhirat, 3) atau menyelamatkannya dari kejelekan yang setara dengan doa yang dipanjatkannya.” Para sahabat berkata : “Jika demikian, kami akan memperbanyak (doa).” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab “Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih banyak.[30]

Ibnu Katsîr rahimahullah berkata : “Yang dimaksud adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menyia-nyiakan doa seseorang, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak disibukkan dengan sesuatu apapun. Dia Subhanahu wa Ta’ala Maha mendengar doa. Dalam hal ini terdapat anjuran (memperbanyak) berdoa karena tidak satu pun yang luput dari-Nya Subhanahu wa Ta’ala .”[31] Terlebih lagi pada saat kita tengah mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui ibadah puasa di bulan Ramadhan. Hendaknya kita mengambil kesempatan yang istimewa ini dengan memperbanyak doa bagi kebaikan kita di dunia dan akhirat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلاَثٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ :الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ، وَاْلإِماَمُ الْعَادِلُ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ

Ada tiga orang yang tidak tertolak doanya; seorang yang berpuasa sehingga berbuka, seorang pemimpin yang adil, seorang yang terdzalimi[32]

Sehingga setelah ayat-ayat tentang shiyâm (berpuasa) dan kemuliaan bulan Ramadhan, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan ayat utama pembahasan ini sebagai petunjuk bahwa seorang Mukmin hendaknya selalu mendekatkan dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan segala bentuk ibadah termasuk dengan berdoa. Ibnu Katsîr rahimahullah berkata “Disisipkannya ayat ini di tengah-tengah penjelasan hukum-hukum shiyâm merupakan petunjuk sekaligus motivator untuk (banyak) berdoa pada saat menyelesaikan bilangan puasa, bahkan pada setiap moment berbuka puasa sebagaimana hadits di atas. Marilah kita semua memperbanyak doa; sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala murka terhadap yang orang yang tidak berdoa kepada-Nya sebagaimana firman-Nya:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

dan Rabmu berkata: berdoalah kepada-Ku, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari berdoa kepada-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina.”[33]

Demikian pula dijelaskan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“مَنْ لَمْ يَدْعُ اللهَ يَغْضَبْ عَلَيْهِ”  yang artinya: “Barangsiapa yang tidak berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala maka Allah Subhanahu wa Ta’ala marah terhadapnya“.[34] Ibnul Mubârak rahimahullah berkata :

الرَّحْمَنُ إِذَا سُئِلَ أَعْطَى،  وَالرَّحِيْمُ إِذَا لَمْ يُسْأَلْ يَغْضَبُ

Ar-Rahmân (Allah Subhanahu wa Ta’ala) jika Dia diminta akan memberi, dan Ar-Rahîm (Allah Subhanahu wa Ta’ala) jika Dia tidak diminta akan marah.[35]

Ya Allah Subhanahu wa Ta’ala, aku berlindung kepada Engkau dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu`, dari jiwa yan tidak puas, serta dari doa yang tidak dikabulkan”.[36]

BEBERAPA FAEDAH DARI AYAT

  1. Puasa merupakan momen dikabulkannya doa, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan ayat ini di tengah ayat-ayat puasa, dan dipertegas oleh sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan sebagian Ulama menyatakan anjuran berdoa dia akhir puasa yakni ketika berbuka.
  2. Kelembutan dan kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap para hamba-Nya.
  3. Penetapan sifat kedekatan Allah Subhanahu wa Ta’ala  terhadap para hamba yang menyembah-Nya Subhanahu wa Ta’ala serta berdoa kepada-Nya Subhanahu wa Ta’ala dengan sifat kedekatan yang laik sesuai keagungan-Nya Subhanahu wa Ta’ala.
  4. Penetapan sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha mendengar, Maha mampu dan Maha mulia; sebab tidaklah mungkin Allah Subhanahu wa Ta’ala dapat mengabulkan doa melainkan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha mendengar, Maha mampu dan Maha mulia.
  5. Pentingnya memperhatikan semua syarat dan etika yang menyebabkan terkabulnya doa, utamanya ketaatan dan keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala serta adab-adab lainnya.
  6. Tidak menjadi kelaziman bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengabulkan setiap doa sebagaimana yang diminta karena mungkin Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan salah satu di antara tiga hal sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Sa`îd al-Khudri Radhiyallahu anhu.

Wallâhu A`lam

 

Oleh
Ustadz Rizal Yuliar Putrananda Lc

Baca Selengkapnya : https://almanhaj.or.id/11702-ramadhan-bulan-berdoa-2.html

Doa Mustajab Setelah atau sebelum Berbuka Puasa?

Berdoalah, Allah Akan Mengabulkannya

Secara umum Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berdoa, memohon dan memelas kepada-Nya. Allah juga telah menjanjikan akan mengabulkan permohonan hamba tersebut. Allah berfirman,

ﺍﺩْﻋُﻮﻧِﻲ ﺃَﺳْﺘَﺠِﺐْ ﻟَﻜُﻢْ ﺇِﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺴْﺘَﻜْﺒِﺮُﻭﻥَ ﻋَﻦْ ﻋِﺒَﺎﺩَﺗِﻲ ﺳَﻴَﺪْﺧُﻠُﻮﻥَ ﺟَﻬَﻨَّﻢَ ﺩَﺍﺧِﺮِﻳﻦَ

Berdoalah kepadaKu, Aku akan kabulkan doa kalian. Sungguh orang-orang yang menyombongkan diri karena enggan beribadah kepada-Ku, akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan hina dina” (QS. Ghafir: 60).

Merasa Doa Tidak Dikabulkan?

Jika tidak terkabulkan di dunia, maka pasti akan dikabulkan di akhirat dan disimpan sebagai satu kebaikan,

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ «اللَّهُ أَكْثَرُ»

Abu Sa’id radhiallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Tidak ada seorangpun yang berdoa dengan sebuah dosa yang tidak ada dosa di dalamnya dan memutuskan silaturrahim, melainkan Allah akan mengabulkan salah satu dari tiga perkara, [1] baik dengan disegerakan baginya (pengabulan doanya) di dunia atau [2]dengan disimpan baginya (pengabulan doanya) di akhirat atau [3] dengan dijauhkan dari keburukan semisalnya”, para shahabat berkata: “Wahai Rasulullah, kalau begitu kami akan memperbanyak doa?” Beliau menjawab: “Allah lebih banyak (pengabulan doanya).”[1]

Oleh karena itu Allah malu jika hambanya berdoa kemudian kembali dengan tangan hampa. Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

إن ربكم تبارك وتعالى حيي كريم يستحي من عبده إذا رفع يديه إليه أن يردهما صفرا

Sesunguhnya Rabb kalian tabaraka wa ta’ala Maha Pemalu lagi Maha Mulia. Dia malu terhadap hamba-Nya, jika hamba tersebut menengadahkan tangan kepada-Nya, lalu kedua tangan tersebut kembali dalam keadaan hampa.”[2]

Berdoa Memiliki Waktu-Waktu Mustajab

Perlu diketahui bahwa doa memiliki waktu-waktu yang mustajab. Artinya ketika berdoa di waktu tersebut akan lebih mudah dan lebih cepat terkabulkan. Salah satunya adalah berdoa ketika berbuka puasa. Nabi Shallallahu’alaihi Wa sallam bersabda,

ﺛﻼﺙ ﻻ ﺗﺮﺩ ﺩﻋﻮﺗﻬﻢ ﺍﻟﺼﺎﺋﻢ ﺣﺘﻰ ﻳﻔﻄﺮ ﻭﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﻌﺎﺩﻝ ﻭ ﺍﻟﻤﻈﻠﻮﻡ

‘”Ada tiga doa yang tidak tertolak. Doanya orang yang berpuasa ketika berbuka, doanya pemimpin yang adil, dan doanya orang yang terzhalimi.”[3]

Ini juga salah satu kebahagiaan ketika berbuka puasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

للصائم فرحتان : فرحة عند فطره و فرحة عند لقاء ربه

Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka puasa dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabb-Nya kelak.”[4]

Waktu mustajab Sebelum atau Sesudah Berbuka Puasa?

Terkadang menjadi pertanyaan adalah apakah waktu mustajab berbuka puasa itu sebelum berbuka puasa (menjelang berbuka) atau setelah berbuka puasa. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan bahwa asalnya waktu mustajab adalah sebelum berbuka puasa (menjelang berbuka) karena inilah keadaan seorang hamba masih berpuasa, badan mungkin ada sedikit lemah dan butuh makanan serta butuh dengan Rabb-nya. Akan tetapi, ada hadits membaca doa buka puasa setelah berbuka, sehingga bisa saja doa tersebut adalah setelah berbuka. Beliau berkata,

ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻳﻜﻮﻥ ﻗﺒﻞ ﺍﻹﻓﻄﺎﺭ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻐﺮﻭﺏ ؛ ﻷﻧﻪ ﻳﺠﺘﻤﻊ ﻓﻴﻪ ﺍﻧﻜﺴﺎﺭ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﻭﺍﻟﺬﻝ ﻭﺃﻧﻪ ﺻﺎﺋﻢ ، ﻭﻛﻞ ﻫﺬﻩ ﺃﺳﺒﺎﺏ ﻟﻺﺟﺎﺑﺔ ﻭﺃﻣﺎ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻔﻄﺮ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﻗﺪ ﺍﺳﺘﺮﺍﺣﺖ ﻭﻓﺮﺣﺖ ﻭﺭﺑﻤﺎ ﺣﺼﻠﺖ ﻏﻔﻠﺔ ، ﻟﻜﻦ ﻭﺭﺩ ﺩﻋﺎﺀ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻟﻮ ﺻﺢ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻜﻮﻥ ﺑﻌﺪ ﺍﻹﻓﻄﺎﺭ ﻭﻫﻮ : ” ﺫﻫﺐ ﺍﻟﻈﻤﺄ ﻭﺍﺑﺘﻠﺖ ﺍﻟﻌﺮﻭﻕ ﻭﺛﺒﺖ ﺍﻷﺟﺮ ﺇﻥ ﺷﺎﺀ ﺍﻟﻠﻪ ” } ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﻭﺣﺴﻨﻪ ﺍﻷﻟﺒﺎﻧﻲ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺢ ﺳﻨﻦ ﺃﺑﻲ ﺩﺍﻭﺩ ‏( 2066 ‏) { ﻓﻬﺬﺍ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﺇﻻ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻔﻄﺮ ،

“Doa (yang mustajab) adalah sebelum/menjelang berbuka yaitu ketika akan terbenam matahari. Karena saat itu terkumpul (sebab-sebab mustajabnya doa) berupa hati yang tunduk dan perasaan rendah (di hadapan Rabb) karena ia berpuasa. Semua sebab ini adalah penyebab doa dikabulkan. Adapun setelah berbuka puasa, badan sudah segar lagi dan nyaman. Bisa jadi ia lalai (akan sebab-sebab mustajab). Akan tetapi terdapat hadits yang seandainya shahih maka doa mustajab itu setelah buka puasa yaitu doa: Dzahabaz dzama’ wabtallail ‘uruq wa tsabatal ajru insyaallah. Maka doa mustajab itu setelah berbuka.”[5]

Secara umum doa orang berbuka puasa mustajab akan tetapi waktu berbuka ada keutamaannya lagi. Doa orang selama berpuasa adalah mustajab sebagaimana hadits,

ﺛَﻼَﺛَﺔٌ ﻻَ ﺗُﺮَﺩُّ ﺩَﻋْﻮَﺗُﻬُﻢُ ﺍﻹِﻣَﺎﻡُ ﺍﻟْﻌَﺎﺩِﻝُ ﻭَﺍﻟﺼَّﺎﺋِﻢُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﻔْﻄِﺮَ ﻭَﺩَﻋْﻮَﺓُ ﺍﻟْﻤَﻈْﻠُﻮﻡِ ‏

“Ada tiga do’a yang tidak tertolak: (1) doa pemimpin yang adil, (2) doa orang yang berpuasa sampai ia berbuka, (3) doa orang yang terzhalimi.”[6]

An-Nawawi menjelaskan,

ﻳﺴﺘﺤﺐّ ﻟﻠﺼﺎﺋﻢ ﺃﻥ ﻳﺪﻋﻮ ﻓﻲ ﺣَﺎﻝِ ﺻَﻮْﻣِﻪِ ﺑِﻤُﻬِﻤَّﺎﺕِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ ﻭَﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻟَﻪُ ﻭَﻟِﻤَﻦْ ﻳُﺤِﺐُّ ﻭَﻟِﻠْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴﻦَ

“Dianjurkan bagi orang yang berpuasa untuk berdoa sepanjang waktu puasanya (selama ia berpuasa) dengan doa-doa yang sangat penting bagi urusan akhirat dan dunianya, bagi dirinya, bagi orang yang dicintai dan untuk kaum muslimin.”[7]

Demikian semoga bermanfaat

@Yogyakarta Tercinta

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib, no. 1633
[2] HR. Abu Daud no. 1488 dan At Tirmidzi no. 3556. Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abi Daud mengatakan bahwa hadits ini shahih
[3] HR. Tirmidzi no.2528, Ibnu Majah no.1752, Ibnu Hibban no.2405, dishahihkan Al Albani di Shahih At Tirmidzi
[4] HR. Muslim, no.1151
[5] Liqa-usy Syahriy no. 8 syaikh Al-‘Utsaimin
[6] HR. Tirmidzi no. 3595, Ibnu Majah no. 1752. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya no. 2408 dan dihasankan oleh Ibnu Hajar
[7] Syarh Al-Muhaddzab An-Nawawi

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/29990-doa-mustajab-setelah-atau-sebelum-berbuka-puasa.html

Salah Ucap Ketika Berdoa, Bahayakah?

YANG Allah nilai dari ucapan manusia adalah apa yang sengaja dia lakukan. Sementara ucapan atau perbuatan di luar kesengajaan, tidak dinilai. Dan Allah Maha Mengetahui kondisi batin manusia.

Allah berfirman, “Tidak ada dosa bagi kalian untuk sesuatu yang keliru ketika melakukannya, namun yang dinilai adalah apa yang disengaja oleh hati kalian.” (QS. al-Ahzab: 5)

Sebagaimana ini berlaku dalam ucapan sehari-hari, ini juga berlaku dalam doa. Sehingga ucapan doa yang tidak disengaja, atau keseleo lidah sehingga terucap, tidak ada nilainya. Syaikhul Islam membahas orang yang menyusun kata-kata rumit dalam berdoa. Beliau mengatakan,

“Asal doa adalah dari hati, sementara lisan mengikuti hati. Orang yang obsesinya ketika berdoa hanya menyusun kata-kata indah, akan mengurangi ke-khusyuan doanya. Karena itulah, orang yang dalam kondisi terjepit dia bisa berdoa sangat khusyu dengan kalimat yang Allah ilhamkan kepadanya, yang sebelumnya tidak terfikir untuk mengucapkannya. Dan suasana ini dijumpai seorang muslim dalam batinnya.”

Beliau melanjutkan, “Doa bisa dengan bahasa arab dan bisa juga dengan selain bahasa arab. Dan Allah mengetahui maksud orang yang berdoa dan keinginannya, meskipun dia tidak menata kata-kata indah. Karena Dia mengetahui suara yang pelan sekalipun.” (Majmu Fatawa, 22/489).

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan, “Keliru dalam berdoa tidak memberikan pengaruh sama sekali, karena yang dinilai adalah apa yang disengaja dalam hati. Sementara kesalahan karena sabqul kalam (keseleo lidah), diampuni.” Allah berfirman, “Tidak ada dosa bagi kalin untuk kekeliruan yang kalian lakukan.” (QS. al-Ahzab: 5)

Dan Allah Maha Tahu maksud dan niat anda, dan Dia akan memberikan ijabah sesuai keinginan dan maksud yang ada dalam hati anda. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 337750)

Dan jika doa ini ingin dikoreksi karena anda merasa doa ini di luar kesengajaan -, maka bisa anda baca secara langsung koreksinya, setelah membaca doa yang keliru tersebut. Demikian, Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

 

INILAH MOZAIK

Mintalah Doa Orangtua

BANYAK orang yang memiliki peran penting dalam kesuksesan hidup orang lain. Salah satunya adalah orangtua kepada anak-anaknya. Disamping peran pendidikan dan keteladanan, orang tua juga berperan dalam doa. Doa orangtua kepada anak-anaknya termasuk doa yang pasti terkabul.

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu bahwasannya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Tiga orang yang doanya pasti terkabulkan; doa orang yang teraniaya, doa seorang musafir, dan doa orangtua terhadap anaknya”. (HR. Abu Daud, Tirmidzim Ibnu Majah, Ahmad).

Bahkan orangtua, terutama seorang Ibu, mendapat tempat tersendiri dalam Islam. Secara umum, kedua orangtua wajib dihormati dan dipatuhi perintah mereka sepanjang tidak memerintah pada suatu yang Allah murkai (maksiat pada Allah). Namun pada seorang Ibu, Rasulullah memberi tekanan agar lebih memberikan perlakuan baik kepadanya (birrul walidayn).

Oleh karenanya sebagai anak, maka kita harus sering meminta ridho dan doa kepada orangtua kita. Sebaliknya kita juga berhati-hati dari berbuat uququl walidayn (durhaka terhadap orangtua) karena dapat membuat orangtua kita berdoa kejelekan kepada kita. Disamping pula kita akan mendapat dosa besar akibat kedurhakaan kita.

Dan bagi kita yang mungkin sudah menjadi orangtua, hendaknya kita selalu mendoakan anak-anak kita dengan doa yang baik. Disamping tentu kita mendidik mereka agar berada dalam kebaikan (agama). Sebagai orang tua, kita harus pula mengontrol emosi kita, jangan sampai keluar ucapan tidak baik untuk anak-anak kita. Karena itu bisa menjadi doa.

Allahu Alam. [*]

INILAH MOZAIK

Doa Agar Terhindar dari Berbagai Keburukan Dunia dan Akhirat

Ada doa yang bagus diamalkan agar kita dapat terhindar dari berbagai keburukan dunia dan akhirat.

Hadits #1471

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، عَنِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( تَعَوَّذُوا بِاللهِ مِنْ جَهْدِ البَلاَءِ ، وَدَرَكِ الشَّقَاءِ ، وَسُوءِ القَضَاءِ ، وَشَمَاتَةِ الأَعْدَاء )) متفق عَلَيْهِ. وَفِي رِوَايَةٍ قَالَ سُفْيَانُ : أَشُكُّ أَنِّي زِدْتُ وَاحِدَةً مِنْهَا.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mintalah perlindungan kepada Allah dari beratnya cobaan, kesengsaraan yang hebat, takdir yang jelek, dan kegembiraan musuh atas kekalahan.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Al-Bukhari, no. 6347 dan Muslim, no. 2707]

Dalam riwayat lain, Sufyan berkata, “Aku ragu kalau aku telah menambahkan salah satunya.”

 

Faedah Hadits

  1. Dianjurkan meminta perlindungan dari beratnya cobaan, kesengsaraan yang hebat, takdir yang jelek, dan kegembiraan musuh atas kekalahan.
  2. Kalimat bersajak tidaklah masalah selama tidak membebani diri.
  3. Musibah itu takdir. Dan ketika seorang hamba berdoa agar terangkatnya musibah, maka sudah jadi takdir pula.
  4. Meminta perlindungan dan berdoa menunjukkan seorang hamba butuh dan tunduk kepada Allah.
  5. Doa ini berisi permintaan perlindungan dari segala kejelekan dunia dan akhirat.

 

Doa yang bisa dirangkai dari hadits di atas,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ جَهْدِ البَلاَءِ ، وَدَرَكِ الشَّقَاءِ ، وَسُوءِ القَضَاءِ ، وَشَمَاتَةِ الأَعْدَاء

“ALLOOHUMMA INNI A’UDZU BIKA MIN JAHDIL BALAA-I, WA DAROKISY SYAQOO-I, WA SUU-IL QODHOO-I, WA SYAMAATATIL A’DAAI (artinya: Ya Allah aku meminta perlindugan kepada-Mu dari beratnya cobaan, kesengsaraan yang hebat, takdir yang jelek, dan kegembiraan musuh atas kekalahan).”

 

Keterangan doa:

  1. JAHDIL BALA-I adalah beratnya cobaan. Bisa dibaca pula dengan juhdil bala’ yaitu cobaan yang dirasa tidak kuat lagi dipikul dan tidak mampu ditolak. Yang dimaksud cobaan di sini adalah cobaan yang menimpa badan seperti penyakit dan selainnya atau cobaan maknawi yaitu berbagai gangguan dari orang lain seperti celaan, ghibah, namimah, dan fitnah.
  2. DAROKISY SYAQOO-I adalah bertemu dengan kebinasaan. Asy-syaqaa’ yang dimaksud adalah lawan dari kebahagiaan. Yang dimaksud dalam doa adalah kita meminta agar tidak binasa dalam hal dunia, tidak binasa jiwa, keluarga, harta, dan urusan akhirat, juga tidak binasa lantaran dosa dan kesalahan.
  3. SUU-IL QODHOO-I adalah takdir yang dirasa jelek dan membuat seseorang bersedih atau menjerumuskannya dalam perbuatan terlarang. Ketetapan jelek ini bisa jadi dalam hal agama, dunia, dalam jiwa, keluarga, harta, anak, dan akhir hidup. Doa ini berarti kita meminta pada Allah agar terus terjaga dalam hal-hal yang disebutkan.
  4. SYAMAATATIL A’DAA-I adalah kegembiraan musuh atas kekalahan.

 

Referensi:

  1. Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
  2. https://kalemtayeb.com/safahat/item/3095

Baca Selengkapnya : https://rumaysho.com/19952-doa-agar-terhindar-dari-berbagai-keburukan-dunia-dan-akhirat.html