Selain Dokter Lois Owien, Sebagian Penceramah Agama Juga Tak Percaya Covid-19

 Selain Dokter Lois Owien, terdapat juga para penceramah yang tak percaya Covid-19. Hal itu bisa dijumpai dalam media sosial dan video Youtube masing-masing penceramah. Tentu ini sebuah keresahan besar bagi umat beragam.

Syahdan, Andi berlari. Sekencang tenaga. Tak mau berhenti. Jarak 500 meter ia tempuh dalam sekejap. Napasnya turun-naik.  Degup jantungnya berdetak kencang.  Sesekali ia menarik napas panjang-panjang. Keringat bercucuran deras. Mengalir dari dahi. Bajunya basah. “Virus Corona itu hoaks,” celetuknya.

Tertegun saya mendengar katanya. Tanpa membalas saya berlalu dari hadapannya.  “Ini air minum. Minumlah sejenak” kata saya. Tatapan mata Andi kian tajam. Sorot bola matanya terarah. Gerakan bibirnya seperti ingin melanjutkan ucapan tadi. “Itu kata Ustadz anu. Saya percaya,” lanjutnya.

Andi memang seorang pemuda. Ia mahasiswa disalah satu universitas negeri. Sembari belajar ilmu umum, ia juga rajin belajar agama. Ia punya idola. Seorang ustadz. Tak pernah absen mendengar ceramahnya. Saban hari ia sempatkan, meski barang sejenak.

Sekitar setahun lalu, seorang sahabat lain mengeluh. Ia khawatir. Kerut didahinya berlipat. Ia sedang berpikir panjang. Tatapan matanya pun kosong. Wajahnya sayu. “Ada apa,” tanya saya.

“Gawat. Ibu ku bilang, keluarga besar ku bilang Covid-19 tentara Tuhan,” ceritanya. Keluarganya sangat nge-fans terhadap seorang penceramah beken. Ia masyhur. Pengikutnya panatik. Ia lulusan dari salah satu universitas Islam terbaik di dunia. Bahkan gelar master dan doktor, ia tamatkan dari luar negeri.

Mereka sekeluarga sering mendengar ceramah ustadz ini. Apapun yang ia sampaikan diterima sebagai sebuah kebenaran. Rasa hormat dan takut durhaka, menjadi stempel mati yang dipercaya.  Selain sesama dari Sumatera, ustadz ini dianggap otoritatif. “Keluarga ku fans garis keras,” tuturnya, setahun lalu.

Narasi Covid-19 merupakan tentara Allah sempat viral di media sosial. Pasalnya seorang penceramah kondang menyebut, Virus Corona adalah tentara Allah. Virus ini untuk membalaskan dendam atas penyiksaan terhadap Muslim Uighur, di China.

Pada sisi lain, ada juga seorang ustadz dengan inisial UZ. Dengan lantang menyebut hal serupa. Virus Corona adalah makhluk yang diutus Allah untuk membalaskan dendam terhadap komunis China. Pasalnya mereka telah berbuat aniaya dan picik terhadap muslim Uighur.

Imformasi ini diperoleh si Ustadz setelah menonton video ruqyah yang dilakukan oleh Syekh Halima Abdurrauf. Konon, dalam video itu diperlihatkan seorang pemuda yang keserupan jin. Lantas si pemuda yang tengah kesurupan jin muslim itu ditanya terkait Virus Covid-19. “ Virus corona itu adalah kebocoran yang menyebar, lalu kami (jin) mengambilnya dan memindahkanya ke tubuh orang China Wuhan.

Lantas apa motif jin yang mengambil virus dan menyebarkannya ke manusia. Jin menjawab, untuk membalas dendam terhadap penderitaan muslim Uighur. Rupanya jin juga sedih hati. Melihat kaum Uighur disiksa, tapi mereka tak tahu cara membantunya. Virus Corona membantu membalas dendam kaum Uighur.

Ceramah Ustad tersebut bisa Anda tonton dalam UZMA Media TV Channel. Silakan klik judulnya Terungkap! Misi Terselubung di Balik Virus Corona. Video ini sudah ditonton sebanyak 153 ribu kali. Jumlah yang banyak. Dan penontonya pun rata-rata anak muda yang berusia sekitar 17-40 tahun.

Pada kesempatan lain, UZ juga tak kalah membuat heboh. Pendakwah yang berasal dari Sumatera ini menyebut bahwa virus Corona dibuat oleh illuminati. Ada konspirasi besar di  balik pembuatan Virus tersebut.

Berikut saya kutipkan transkipnya pada Anda;

Baru kemarin terbongkar, ada seorang doktor Muslim yang soleh berhasil me-ruqyah seseorang yang kesurupan jin. Setan yang ada dalam tubuh orang itu diajak berbicara dan berbicara tentang virus corona”. “Apa kata kata mereka? Yang membuat virus corona ini adalah illuminati”

Lagi-lagi pencarian sumber kebenarannya dari jin. Kali ini berasal dari seorang wanita bercadar yang diruqyah. Dan jadilah ia mengatakan demikian. Saya tak habis pikir, bagaimana mungkin seorang agamawan kita percaya hal seperti ini. Sialnya ia pun menyebarkan pada pengikutnya. Lebih sial lagi, banyak para pengikut ini yang percaya dan terus menyebarkanya. Berkelindan.

Pada sisi lain, muncul isu Covid-19 sebagai konspirasi yang ingin membunuh umat Islam.  Isu ini muncul dari hasil ceramah seorang tokoh agama. Ia menyebut Covid-19 buatan Komunis dan Barat, untuk membungihanguskan umat Islam. Pasalnya,  menurut si Ustadz para kaum komunis, Nasrani, dan Yahudi tak akan senang melihat umat Islam.

Sebagai argumen, si ustadz menyebutkan bahwa anak-anak kita tidak bisa sekolah. Masjid kita ditutup. Tak bisa ibadah. Shalat berjamaah dilarang. Silaturrahmi pun terputus. Ini adalah fitnah yang sangat kejam.

Faisal Irfani, dalam artikel Menyelami Isi Pikiran Penganut Konspirasi Anti-COVID & Anti-Vaksin mempertontonkan seorang tokoh terpandang di Kedoya Jakarta Selatan yang menolak Covid-19. Ia dipanggil “Pak Haji”. Baginya Covid-19, tak lebih dari sekadar flu biasa.

Pak Haji menduga virus ini diciptakan sebagai ajang untuk kepentingan lain. adanya motif jahat dari pejabat tanah air. Pasalnya, argumen pendukung sudah ada. Mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara. Ia menduga ada permain terstuktur dari narasi Covid-19.

Narasi ini sungguh sangat menjengkelkan. Terlebih di tengah banyaknya korban meninggal akibat Covid-19. Saya tak bisa membayangkan seorang yang kehilangan keluarga dan orang yang dicintai akibat Covid-19, lalu mendengar argumen ini. Saya juga tak bisa membayangkan bila seorang yang tengah terjangkit dan tak menemukan ruangan untuk perawatan, lantas membaca dan mendengar argumen mereka yangtak percaya covid-19. Sedih. Geleng-geleng kepala. Tentu saja marah.

Para penceramah agama yang menyangkal Covid-19, dengan alasan teori konspirasi dan lainnya,menurut hemat saya suatu pandangan yang berbahaya. Terlebih mereka adalah public figur. Para orang yang diangggap otoritatif. Tentu ini akan berkelindan. Terlebih mereka mempunyai pengikut yang panatik.

Di sisi lain, para penceramah ini tak sedikit yang memnyebarkan narasinya memakai term-term agama. Membungkus argumennya dengan ayat Al-Qur’an dan Hadis. Hal itu untuk meligitimasi pendapatnya.

Pasalnya, tak sedikit orang apabila sudah dibacakan ayat dan hadis akan menelannya secara mentah. Tanpa melihat konteks, status, dan penafsiran teks suci itu. Sakral merupakan kata yang ditelan mentah-mentah.

Tentu ini merupakan tantangan di tengah krisis pandemi seperti ini. Korban terus meningkat. Jumlah pasien positif terus bertambah. Dan kafasitas rumah sakit telah melebihi kafasitas. Oksigen pun langka.

Argumen dan narasi mereka yang tak percaya Covid-19 sangat berbahaya dan meresahkan.  Hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) menunjukkan Jadi 21,2 persen atau seperlima penduduk kita menganggap Covid-19 itu adalah hoaks. Survei IPI itu berlangsung pada 1 sampai 3 Februari 2021 terhadap 1.200 responden yang dianggap mewakili populasi penduduk.

Pada sisi lain, Lembaga survei The Centre for Strategic and International Studies (CSIS) melakukan jajak pendapat terkait covid-19 dan vaksinasi. Survei CSIS menyatakan kalau generasi Z– anak muda dengan usia 17-22 tahun—,  merupakan kelompok yang paling banyak tidak percaya tentang covid-19 dan tidak percaya terhadap vaksin.

CSIS melakukan survei terhadap 800 responden dengan masing-masing 400 orang di DKI Jakarta dan DI Yogyakarta. Survei dilakukan pada penduduk usia 17 tahun ke atas, atau sudah menikah. Survei ini  menggunakan metode sampel acak dan margin error sampel kurang lebih 3,46 persen. Hasil survei menunjukkan Sekitar 10 persen responden di DKI Jakarta dan 6,3 persen responden di Yogyakarta tidak percaya pada covid-19.

Langkah apa yang bisa ditempuh?

Berhubung pendengung narasi tak percaya Covid-19 dan Covid-19 konspirasi adalah publik figur—yang notabenenya adalah pemuka agamawan—, maka tugas para kiai, ustadz, cendikiawan yang mempunyai keilmuwan agama tinggi untuk melawan narasi ini. Dan juga memberikan pencerahan terhadap masyarakat luas.

Di samping itu, para dokter dan mereka yang memiliki otoritas untuk terus memberikan edukasi untuk masyarakat luas. Bila tidak? Ini akan sangat berbahaya. Terleih pada era PPKM darurat seperti ini. Akan ada saja yang menganggap enteng. Dan berakibat fatal bagi dirinya dan orang lain.

Terakhir, untuk para pendengung Covid-19 hoaks dan konspirasi Yahudi dan Barat, sehingga Anda tak percaya pada Covid-19, saya hanya berharap dua hal saja. Lihatlah kepemakaman dan rumah sakit. Betapa saudara Anda seiman sedang berjuang dari rasa sakit. Dan juga ada air mata akibat kehilangan.

Saya juga berharap Anda tak terjangkit virus ini. Dan tak kehilangan orang tercinta akibat ganasnya covid-19. Karena saya tahu, kehilangan dan berpisah dengan orang akibat kematian, tak ada obatnya. Perih dan duka selamanya.

BINCANG SYARIAH

Dokter Lois Owien, Ada Apa Dengan Mu?

Seorang sahabat mengirim pesan. Melalui aplikasi WhatApp, ia mengirim emotikon tangis. Tak berselang lama ia lantas mengirim teks pesan. “Abang saya meninggal dunia. Perjuangannya berakhir. Ia positif Covid-19. Ia akan berkumpul bersama ibu dan bapak. ” bunyi chat seorang sahabat kemaren.

Pesan itu bak sambaran petir. Lama saya tak beranjak. Berdiri. Alam pikir saya melanglang buana. Pikiran seolah kosong. Seperti orang kena hipnotis. Tak percaya rasanya membaca pesan singkat itu.

Abang bagi sahabat saya ini sudah kepala keluarga. Perkenalkan sebut saja sahabat saya ini A. Ia sejak umur 9 tahun sudah yatim. Ayahnya ditimpa pohon besar ketika di ladang. Kala itu akan kencang. Dahan kayu menimpa tubuh bapaknya. Mati di tempat.

Sejak itu, A hidup bersama abang dan ibunya. Mereka dua bersaudara. A sangat bergantung pada abangnya. Biaya kuliah selama di Jakarta ditanggung abangnya. Belanja bulanan pun ketika masih semester 1-5, masih dibiayai kakak laki-lakinya.

Dua pekan sebelumnya, A juga berduka. Ibunya meninggal. Positif Covid-19. Klaster Covid-19 di Jawa bagian Timur memang sedang naik. Banyak manusia terjangkit positif. Tak sedikit juga yang meninggal dunia.

Ibu A sudah di atas 60 tahun. Sebagai lansia, ibunya juga ada penyakit lain. Ibunya mengidap penyakit diabetes. Hal itu yang membuat sakitnya kian parah. Hingga akhirnya wafat. Meninggalkan A dan abangnya.

Kini abangnya pun telah tiada. Menyusul ayah dan ibunya. Sahabat saya ini tinggal sebatang kara. Tak punya ayah, ibu, dan saudara. Covid-19 merengut keluarga tercintanya. Ia tak sempat mencium jenazah keduanya. Hanya bisa melihat dari jauh. Peti mati itulah yang ia ingat.

Sabtu (10/7) kabar duka datang lagi. Kali ini datang di WA Group. Teman waktu Kuliah Kerja Nyata, meninggal dunia. Sebelumnya ia dikabarkan positif Covid-19. “Mohon doanya, saya sedang Isoman. Dua hari lalu swab. Hasilnya positif,” begitu pesannya di grup.

Rupanya anak muda tak bertahan lama. Ia dikalahkan ganasnya Covid-19. Saya tak bisa membayangkan kedua orangtuanya. Anak lelakinya yang baru sarjana, mati berkalang tanah. Tak sempat ada ciuman perpisahan. Kini ia telah tiada. Perjuangnya telah selesai.

Kabar duka akibat Pandemi Covid-19 datang lagi. Kematian akibat Covid-19 juga melanda para tokoh agama. Dalam catatan Majelis Ulama Indonesia, dilansir dari CNN Indonesia, sekitar 584 kiai wafat selama pandemi virus corona. Covid-19 turut menjangkit para pemimpin pondok pesantren di wilayah Jawa dan Madura. Lebih lagi, jumlah kiai dan ulama yang menderita Covid-19 terus meningkat.

Sebagai garda terdepan dalam menghadapi Covid-19, tenaga kesehatan pun banyak yang meninggal dunia. Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr Adib Khumaidi, SpOT, sebagimana dilansir dari Detik.com, menyatakan jumlah dokter yang meninggal akibat Covid-19 naik hingga 7 kali lipat.

Lonjakan kasus covid-19 di bulan Juni 2021 lalu membuat banyak menjadi penyebab para dokter berguguran satu demi satu. Hingga 8 Juli 2021, tim mitigasi PB IDI mencatat total ada 458 dokter yang wafat akibat Covid-19. Di samping tak sedikit dokter terpapar positif, dan masih berjuang untuk sembuh dari pagebluk ini.

Lebih lanjut, adapun dalam catatan BNPB per hari ini, Senin (12/7) kasus positif Covid-19 bertambah 40.427 orang. Total jumlah orang yang positif Covid-19 naik menjadi 2.567.630 kasus. Pasien sembuh bertambah 34.754 menjadi 2.119.478 orang. Ada pun pasien meninggal  pada hari ini bertambah 891 orang. Secara total kematian akaibat pagebluk ini menjadi 67.355 orang

Mereka yang Tak Percaya Adanya Covid-19

Meski begitu, tak sedikit orang yang tak percaya adanya Covid-19. Mereka menyangkal keberadaan SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19. Latar mereka pun berbeda-beda. Pun tautan usia yang beragam.

Penyangkalan Covid-19 ada yang datang dari anak muda. Misalnya, di aplikasi TikTok, muncul dua orang; muda dan mudi. Menyanyikan lagu “Welcome to Indonesia”. Lirik lagu ini seolah menyatakan Covid-19 yang sudah tak ada. Lantas membandingkan dengan negara Eropa, yang sudah melaksanakan piala Euro 2021.

Ada juga kalangan agamawan. Para ustazd, dai dan pendakwah. Mereka tak percaya akan adanya Covid-19. Narasi yang digunakan pun sangat tendisius dan bercampur teori konspirasi. Misalnya, Covid-19 untuk menghancurkan umat Islam. Dan Corona buatan komunis dan barat, untuk melenyapkan Islam.

Terbaru, tak kalah bikin heboh. Penolakan Covid-19 datang dari seorang dokter. Ia bernama Lois Owien. Si dokter tak percaya akan adanya Covid-19. Pengakuan tak percaya virus Corona itu terjadi ketika ia menjadi narasumber dalam acara televisi, Hotman Paris Show.

Tentu ini sebuah ironis. Covid-19 sudah berjalan lebih satu tahun. Dan telah membunuh 67. 355 jiwa. Dokter ini menyebutkan kematian selama pandemi kali ini lantaran interaksi antar obat. Bukan karena virus Corona.” Cuma karena kurang vitamin dan mineral,Lansia di perlakukan spt penjahat?? Covid19 Bukan Virus dan Tidak Menular!!!!, tulis Dokter Lois di akun twitter-nya.

Saya tak tahu apa yang ada dalam pikiran mereka yang menyangkal adanya Covid-19 ini. Saya juga tak tahu apa motif mereka yang menyebarkan narasi penyangkalan adanya virus yang mematikan ini.

Yang saya bayangkan adalah bagaimana nasib keluarga korban yang terjangkit dan meninggal akibat virus ini. Yang saya pikirkan bagaimana teman, sahabat, orang tua, anak atau siapapun yang kehilangan orang yang dicintainya membaca dan mendengar ocehan ini.

Juga yang saya bayangkan, bagaimana perasaan mereka yang sedang berjuang untuk sembuh dari Covid-19 ketika mendengar ocehan dan narasi kejam ini? Pun bagaimana juga perasaan orang yang sedang berjuang mencari tabung oksigen, karena sesak napas, dan tetiba mereka mendengar atau membaca narasi penyangkalan adanyaCovid-19?

Itulah yang saya bayangkan. Kejam. Sadis. Itulah bagi saya manusia jenis ini. Saya tak melarang Anda atau siapapun menyangkal atau tak percaya pada Covid-19, tapi berhenti menyebarkan narasi itu di ruang publik. Itu hanya akan membuat kericuhan dan kemudharatan.

Terakhir untuk mereka yang tak percaya Covid-19, dalam ilmu hadis ada yang dinamakan dengan hadis mutawatir. Dalam kitab Taisir Mushthalah al-Hadits karya Dr. Mahmud Thahhan menyatakan bahwa Maksudnya hadis mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi hadis, dari sejumlah lainnya yang menurut adat kebiasaan mustahil untuk secara ramai-ramai sejumlah perawi tersebut bersekongkol untuk berbohong.

Hadis mutawatir derajatnya shahih. Hadis mutawatir memiliki kualitas yang terjamin. Di samping itu, hadis jenis ini merupakan sumber hukum terkait permasalahan yang pokok, seperti tentang rukun iman dan islam, shalat, puasa dan lain-lain. Pasalnya, jalur periwayat yang banyak, dan mustahil mereka untuk berbohong dan berdusta.

Neneng Maghfiro, dengan mengutip Dr. Mahmud Thahhan dalam Mengenal Hadis Mutawatir menyebutkan bahwa ada empat syarat hadis disebut mutawatir. Pertama, hadis mutawatir harus diriwayatkan oleh banyak perawi. Minimal 10 perawi. Kedua, banyaknya periwayat harus ada dalam setiap lapisan sanad. Seperti ada 10 atau lebih sahabat yang meriwayatkannya, begitu juga dari golongan tabi’in, tabi’u tabi’in dan seterusnya.

Ketiga, secara adat kebiasaan sejumlah perawi tersebut tidak mungkin ramai-ramai sepakat untuk berbohong. Keempat, panca indera merupakan sandaran utama periwayatan seperti pendengaran dan penglihatan.

Nah, kabar Covid-19 ini laiknya mutawatir tadi. Ini sudah terjadi satu tahun lewat di Indonesia. Riawayatnya pun sudah tak terhitung. Pun yang terkena imbasnya puluhan negara. Benua Asia, Afrika, Amerika, Australia, dan Eropa. Dan mustahil dalam akal para perawi ini untuk berbohong.

Status Covid-19 adalah shahih. Jalur periwatnya sudah mencukupi menjadikannya shahih. Dan tak akan mungkin pada akal manusia yang banyak ini, baik itu dokter, pejabat, agamawan, sipil society, masyarakat luas. Dan juga telah banyak yang meninggal dan sekarang jutaan yang terjangkit. Jadi mustahil itu semua bermufakat untuk dusta.

Untuk Anda yang menolak, tak percaya, dan menyangkal adanya Covid-19, saya hanya berdoa agar Anda tak terkena penyakit ini. Pun keluarga dan orang terkasih Anda terhindar dari virus ini. Dan bila memunginkan, sadarlah. Sebelum penyesalan menghampiri.

BINCANG SYARIAH