Amalan Rasulullah untuk Menggugurkan Dosa

Setiap tentunya tidak akan luput dari dosa. Tentu saja  kita pun menyadarinya. Lantas apakah ada cara untuk membersihkan diri dari dosa-dosa? Berikut ini beberapa amalan Rasulullah untuk menggugurkan dosa.

Rasulullah SAW pernah berpesan pada para sahabat, segala perbuatan dosa sebaik-baiknya selalu diiringi dengan amalan-amalan yang baik agar dosa yang diperbuat gugur. “Bertakwalah kamu di manapun kamu berada. Jika kamu berbuat kejahatan, segera iringi dengan perbuatan baik, sehingga dosamu terhapus lalu pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi).

Amalan Rasulullah untuk Menggugurkan Dosa

Setidaknya ada 8 amalan yang dapat diterapkan seorang muslim agar diampuni dosa-dosanya oleh Allah SWT. Berikut penjelasan lengkap tentang amalan Rasulullah untuk menggugurkan dosa:

Pertama, Memurnikan Keimanan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala

Seorang umat muslim yang ingin mendapatkan ampunan dari Allah SWT harus memurnikan dan menguatkan keimanannya. Meski sebenarnya setiap manusia dilahirkan dalam keadaan beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. 

Karena dengan menjaga keimanan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka kita akan menjadi hamba yang sangat beruntung. Selain memperoleh ampunan, kita akan memperoleh petunjuk menuju kebenaran, dan mendapatkan keridhaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sungguh Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman;

اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ ١٣ اُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ الْجَنَّةِ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۚ جَزَاۤءً ۢبِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ١٤

Artinya: “Orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami adalah Allah,’ lalu mereka teguh dan istiqamah, tidak ada kekhawatiran bagi mereka, dan tidak pula mereka merasa sedih. Mereka adalah penghuni surga yang kekal di dalamnya sebagai ganjaran atas amal perbuatan mereka.” (QS. Al-Ahqaf: 13-14)

Kedua, bertaubat kepada Allah. Dengan Bertaubat menjadi amalan penghapus dosa selanjutnya. Bertaubat sebenar-benarnya kepada Allah dalam artian kita harus mengakui semua dosa-dosa yang telah dilakukan, kemudian memohon ampunan-Nya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

اِلَّا الَّذِيْنَ تَابُوْا وَاَصْلَحُوْا وَبَيَّنُوْا فَاُولٰۤىِٕكَ اَتُوْبُ عَلَيْهِمْ ۚ وَاَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ ١٦٠

Artinya: “Kecuali bagi mereka yang telah bertaubat, melakukan perbaikan, dan dengan tulus mengklarifikasi kesalahan mereka. Mereka adalah orang-orang yang Aku terima taubatnya, dan Aku adalah Yang Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 160)

Ketiga, perbanyak dzikir.  Memperbanyak berdzikir berarti kita sebagai hamba-Nya selalu mengingat Allah dalam kondisi apa pun, dimana pun, dan kapan pun tapi tetap dzikir dilakukan harus sesuai yang disyariatkan oleh Rasulullah. Berdzikir kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala hendaklah membaca kalimat-kalimat dzikir dan doa-doa yang matsur, yang terdapat dalam riwayat shahih.

Keempat, menjaga shalat. Salah satu sarana untuk membersihkan dosa-dosa yang pernah dilakukan dan untuk memperoleh ampunan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah dengan menjaga sholat kita. Sebab shalat diibaratkan tiang agama, barangsiapa yang mengerjakannya berarti dia telah menegakkan agama.

 Terkait hal ini, Allah berfirman;

وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِّنَ الَّيْلِ ۗاِنَّ الْحَسَنٰتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّاٰتِۗ ذٰلِكَ ذِكْرٰى لِلذّٰكِرِيْنَ ١١٤

Artinya: “Dan laksanakanlah shalat pada kedua ujung siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam. Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah).” (QS. Hud: 114)

Kelima, bakti pada kedua orang tua. Allah memerintahkan hambanya untuk berbakti kepada orang tua. Barangsiapa yang berbakti kepada kedua orang tuanya, maka Allah akan menjamin surga untuknya. Sedangkan yang durhaka kepada kedua orang tuanya, maka neraka adalah tempat yang pantas untuknya. Bahkan Rasulullah SAW pernah bersabda :

“Sungguh, orang tua adalah pintu surga yang paling tengah. Terserah kamu, hendak kamu terlantarkan ia, ataukah kamu hendak menjaganya.” (HR. At-Tirmidzi)

Keenam, silaturahmi. Allah akan menghapus kesalahan dan mengampuni dosa-dosa yang pernah dilakukan yakni dengan menjaga silaturahmi antar saudara sesama muslim. Lebih dari itu, dengan rajin melakukan silaturahmi, maka Allah akan memasukkan hamba-Nya ke dalam surga. Rasulullah SAW bersabda;

 “Sesuatu yang paling cepat mendatangkan pahala adalah berbuat kebaikan dan menghubungkan tali silaturahmi, sedangkan yang paling cepat mendatangkan siksaan adalah berbuat jahat dan memutuskan tali silaturahmi.” (HR Ibnu Majah)

Ketujuh, sabar menghadapi ujian. Orang yang sabar dalam menghadapi semua permasalahan hidupnya maka Allah berikan ampunan dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Pandanglah bahwa semua musibah dan persoalan tersebut merupakan cara Allah untuk membersihkan dosa-dosa dan mengampuni kesalahan-kesalahan kita.

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ ١٥٥ اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ ۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ ١٥٦

Artinya: “Dan sesungguhnya Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu mereka yang apabila ditimpa musibah, mengucapkan, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun’ (Sesungguhnya kami milik Allah, dan kepada-Nya kami akan kembali)”. (QS. Al-Baqarah: 155-156)

Kedelapan, bersedekah. Amalan ini adalah salah satu dari sekian banyak jalan untuk mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Perintah untuk melakukan sedekah dan berbagi kepada sesama merupakan perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang diberlakukan kepada seluruh umat-Nya yang tidak diberi batas waktu. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang berbunyi,

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ ٢٦١

Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 261)

Demikian penjelasan terkait amalan Rasulullah untuk menggugurkan dosa. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Bertekad untuk Tidak Melakukan Dosa

Hidup di era modern dengan keterbukaan informasi ini membuat segalanya mudah untuk diakses. Kita diuji oleh Allah untuk hidup di akhir zaman yang penuh dengan fitnah dan cobaan. Lihat saja, ketika kita berjalan menuju tempat kerja atau bersekolah, banyak terpampang baliho-baliho bergambar wanita dengan aurat terbuka. Terlihat di mana-mana iklan ribawi dan alunan musik yang jelas-jelas merupakan larangan Allah Ta’ala.

Begitu pula banyak pelanggaran syariat disodorkan kepada kita, ketika terhubung ke internet menggunakan smartphone atau laptop. Niat yang sebelumnya akan digunakan untuk berkomunikasi, membaca hal-hal yang bermanfaat, atau pun bertransaksi sesuai syariat, seketika dihadapkan dengan iklan tawaran perjudian, pinjaman ribawi, hingga fasilitas untuk berbuat zina. Bahkan, praktik-praktik kesyirikan pun menjadi hal yang sangat mudah untuk diakses. Sebut saja perdukunan online, ramalan, hingga adopsi boneka arwah yang saat ini sedang viral di jagad maya.

Mari kita sadari, di balik kemudahan dalam mengakses kemaksiatan itu, Allah Ta’ala pun memudahkan kita untuk mencari ilmu di era kecanggihan teknologi saat ini. Kita dengan mudah bisa memperoleh informasi tentang ulama-ulama yang berkualitas dalam keilmuannya. Kita pun dapat mengetahui dengan siapa kita sedang mengambil ilmu. Teknologi ini juga memberikan kita kemudahan untuk mencari tahu latar belakang pendidikan seorang yang sedang kita ambil ilmunya. Bahkan, meski di saat pandemi, kita masih dapat mendengarkan kajian para ulama Hafizahumullah menyampaikan ilmu agama.

Oleh karenanya, orang beriman yang masih istiqamah dengan keimanannya, tentu akan berusaha menghindari potensi-potensi dosa. Bahkan, ia mampu memanfaatkan fasilitas itu di jalan yang diridai oleh Allah Ta’ala. Adapun orang yang lemah imannya, akan menikmati itu semua dengan dalih sulit untuk menghindarinya. Naudzubillah.

Menjauhi perbuatan dosa

Saudaraku, ketahuilah bahwa tidak ada toleransi untuk orang yang berbuat dosa. Hukum asal suatu dosa itu adalah larangan yang mutlak untuk kita tinggalkan. Perhatikan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berikut,

مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِم

“Apa saja yang aku larang, maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan, maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyak bertanya dan menyelisihi perintah nabi-nabi mereka” (HR. Bukhari no. 7288, dan Muslim no. 1337. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu).

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam di atas menegaskan bahwa terhadap segala larangan Allah, kita dituntut untuk menjauhi dan meninggalkannya tanpa syarat. Berbeda dengan perintah, kita dituntut untuk mengerjakannya sejauh yang kita mampu.

Artinya, meskipun kita berada di era perkembangan dan kemajuan teknologi ini, tidak serta merta dimaklumi ketika berbuat dosa. Tidak ada alasan melakukan larangan Allah seenaknya dengan alasan sulit untuk menghindarinya. Bahkan, tidak sedikit pula yang beralasan tidak mengetahui bahwa hal yang sedang dilakukannya mengandung dosa.

Dampak dosa-dosa di dunia

Pertama, kehidupan yang sempit

Orang-orang yang bermaksiat kepada Allah akan menghadapi kehidupan yang sempit, baik di dunia maupun di akhirat. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى

“Barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta” (QS. Taha: 124).

Dalam ayat di atas Allah Ta’ala menegaskan bahwa orang-orang yang melanggar batasan-batasan syariat Allah Ta’ala akan merasakan dampak dan akibatnya. Tidak hanya dampak di akhirat dengan keadaan buta, tapi dampak dari dosa juga akan dirasakan di dunia berupa kehidupan yang sempit.

Kedua, musibah demi musibah

Tidak dapat dipungkiri dan nyata terjadi, bahwa mereka menerima dampak di dunia dari dosa yang mereka lakukan. Dampak dosa tersebut berupa musibah demi musibah yang menimpa. Mulai dari bencana alam, hancurnya properti, hilangnya harta benda, kehilangan organ tubuh, kehilangan pekerjaan, dan berbagai musibah lain yang bersumber dari dosa-dosa yang dilakukan.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَآ اَصَابَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍۗ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS. Asy-Syura: 30).

Berkaitan dengan ayat tersebut, Ali bin Abi Tholib Radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ

“Tidaklah musibah tersebut turun melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah bisa musibah tersebut hilang melainkan dengan taubat” (Al Jawabul Kaafi, hal. 87).

Ketiga, kehilangan nikmat Allah

Kebahagiaan yang diinginkan oleh manusia tentu tidak saja berupa kenikmatan di akhirat saja. Tapi juga kenikmatan di dunia berupa rezeki yang melimpah dan ketenangan jiwa. Namun, kadang kala kenikmatan di dunia itu tidak didapatkan. Alasannya tidak lain karena perbuatan manusia itu sendiri.

Ibnu Qoyyim Al Jauziyah Rahimahullah berkata,

“Di antara akibat dari berbuat dosa adalah menghilangkan nikmat dan mendatangkan bencana (musibah). Oleh karena itu, hilangnya suatu nikmat dari seorang hamba adalah karena dosa. Begitu pula datangnya berbagai musibah juga disebabkan oleh dosa” (Al Jawabul Kaafi, hal. 87)

Allah Ta’ala berfirman,

ذَلِكَ بِأَنَّ اللّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِّعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمْ وَأَنَّ اللّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“(Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Anfal: 53).

Untuk memperoleh nikmat itu kembali, tidak ada cara lain kecuali dengan mengubah diri sendiri dari yang sebelumnya berada dalam kubangan maksiat, menuju ketaatan pada Allah Ta’ala. Semoga dengan hal itu Allah berikan petunjuk untuk mendapatkan kembali karunia Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar Ro’du: 11).

Lantas, bagaimana sebaiknya kita menyikapi kondisi demikian? Jawabannya adalah dengan bertekad untuk tidak melakukan dosa.

Bertekad setiap pagi untuk menjauhi dosa

Saudaraku, penting bagi kita untuk senantiasa menjaga diri dari dosa. Dosa itu ibarat racun. Apabila kita mengonsumsinya, maka akan membahayakan hidup kita. Terlepas dari apakah kita mengetahui itu racun atau tidak.

Begitu pula dengan dosa. Meski kita tidak tahu bahwa itu dosa, tetapi tetap akan berdampak bagi kehidupan kita. Maka hendaklah kita mempelajari ilmu agama lebih dalam, khususnya untuk mengetahui perkara-perkara yang menjadi larangan Allah. Kemudian bertekadlah untuk menjauhinya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan kepada kita zikir-zikir yang sangat mulia untuk diucapkan. Di antaranya adalah zikir di pagi hari. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kita salah satu zikir yang dibaca di pagi hari yakni,

رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهُ

“Wahai Rabbku, aku mohon kepada-Mu kebaikan di hari ini dan kebaikan sesudahnya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan hari ini dan kejahatan sesudahnya” (HR. Muslim no. 2723).

Ketika membaca zikir ini, pahami dan resapilah maknanya. Kemudian bertekadlah untuk menjauhi segala potensi kemaksiatan di setiap hari yang akan kita lalui. Allah Ta’ala tentu Maha Melihat bagaimana tekad dan upaya kita untuk menjaga diri dari larangan-Nya. Semoga dengannya Allah Ta’ala memberikan kepada kita kemudahan untuk istikamah dalam menjauhi larangan-larangan-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَاَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهٖ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوٰىۙ  فَاِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوٰىۗ

“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya, dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)” (QS. An-Naziat: 40-41).

Menyadari keberadaan setan yang selalu menggoda

Sangat penting bagi kita menyadari keberadaan setan yang selalu menggoda agar mudah melanggar batasan-batasan syariat. Terlebih bagi kita yang kini hidup di zaman yang penuh dengan fitnah dan cobaan ini. Kita dihadapkan dengan fitnah berupa kemudahan dalam bermaksiat dan setan yang senantiasa membisikkan kekufuran.

Perhatikanlah, bahwa setan telah bersumpah untuk senantiasa menghalangi kita berbuat kebaikan. Ia akan berusaha agar kita selalu berada dalam kubangan maksiat. Allah Ta’ala berfirman tentang perkataan setan yang akan menggoda manusia,

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيم ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

“Iblis menjawab, ‘Karena Engkau telah menghukumku tersesat, maka saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari depan dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (QS. Al-A’raf: 16-17).

Oleh karenanya, setiap berhasrat untuk melakukan sesuatu yang mengarah pada kemaksiatan, segeralah menyadari bahwa setan sedang membisikkan godaan untuk melakukannya. Kemudian mohonlah perlindungan kepada Allah Ta’ala dengan membaca doa yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berikut,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَّتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ

“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hilangnya kenikmatan, berubahnya al-âfiyah (kebaikan dunia dan akhirat –pen), balasan yang tiba-tiba, dan aku berlindung dari segala yang Engkau murkai” (HR. Muslim no. 2739).

Segera bertaubat ketika terlanjur melakukan dosa

Saudaraku, kita adalah hamba Allah yang lemah. Senantiasa berbuat kekeliruan dan kesalahan. Meski demikian, tetaplah berusaha untuk menjaga segala amanah yang diberikan Allah Ta’ala. Termasuk di antaranya adalah menjaga jiwa dan raga ini dari dosa-dosa. Apabila kita terlanjur terjerumus dalam kemaksiatan, segeralah memohon ampunan kepada Allah Ta’ala dan bertekadlah untuk tidak mengulanginya.

Diriwayatkan dari Abu Dzar Al-Ghifari Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, sesungguhnya Allah Ta’ala telah berfirman,

يَا عِبَادِى إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا فَاسْتَغْفِرُونِى أَغْفِرْ لَكُمْ

“Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian berbuat dosa di waktu siang dan malam, dan Aku mengampuni dosa-dosa itu semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku, pasti Aku mengampuni kalian” (HR. Muslim no. 6737).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ

“Setiap anak Adam pasti berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat” (HR. Tirmizi no. 2499, Shahih al-Targīb 3139. Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik Radhiallahu ‘anhu).

إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ، فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ، صُقِلَ قَلْبُهُ، فَإِنْ زَادَ، زَادَتْ، فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَهُ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ {كَلَّا ۖ  بَلْ ۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}

“Sesungguhnya seorang hamba jika berbuat dosa maka akan dibubuhkan satu titik hitam di (permukaan) hatinya. Kalau dia (segera) bertaubat, meninggalkan (dosa tersebut) dan memohon ampun (kepada Allâh Azza wa Jalla), maka hatinya akan bening (kembali), (tetapi) jika dosanya bertambah, maka akan bertambah pula titik hitam tersebut. Itulah (makna) ar-rân (penutup hati) yang Allâh sebutkan dalam Al-Qur’an, (yang artinya -pen), ‘Sekali-kali tidak (demikian), bahkan menutupi hati mereka perbuatan (dosa) yang selalu mereka lakukan’” (HR. Ibnu Majah 37/4385).

Akhir kata, kita selayaknya menyadari bahwa hidup di zaman yang penuh dengan fitnah dan cobaan ini tidak boleh berlepas diri dari pengetahuan tentang syariat Allah Ta’ala. Khususnya pengetahuan dalam menjaga diri dari perbuatan maksiat yang dapat menjerumuskan kita ke dalam kesengsaraan di dunia dan di akhirat. Memahami hakikat dosa dan akibatnya, bertekad untuk tidak melakukan dosa, dan segera bertaubat, serta memperbaiki diri apabila terlanjur berbuat dosa. Wallahu a’lam.

***

Penulis: Fauzan Hidayat

Sumber: https://muslim.or.id/71739-bertekad-untuk-tidak-melakukan-dosa.html

Antara Dosa yang Diampuni dan Tidak Diampuni

Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du.

Dalam surah An-Nisa ayat 48 dan 116, Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa di bawah tingkatan syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya” (QS. An-Nisa: 48, 116).

Dalam ayat tersebut, dosa terbagi menjadi dua, yaitu:

Pertama, dosa yang tidak diampuni oleh Allah Ta’ala, jika pelakunya tidak bertaubat.

Kedua, dosa yang diampuni oleh Allah Ta’ala, namun hanya bagi orang yang dikehendaki-Nya, meskipun pelakunya meninggal dalam keadaan tidak bertaubat dari dosa tersebut.

Dan yang dimaksud dengan “dosa yang tidak diampuni” dalam ayat ini adalah apabila pelakunya mati dalam keadaan tidak bertaubat darinya. Hal ini karena dosa apa pun itu, apabila seseorang bertaubat darinya dengan memenuhi syarat-syarat diterimanya taubat, maka akan diampuni oleh Allah Ta’ala.

Karena Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗ اِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

“Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang” (QS. Az-Zumar: 53).

Dan ampunan Allah atas seluruh dosa hamba-Nya dalam ayat ini dimaksudkan untuk orang yang bertaubat dari dosanya. Allah Ta’ala berfirman,

وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Dan bertaubatlah kalian semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian beruntung” (QS. An-Nur: 31).

Allah Ta’ala juga berfirman,

قُلْ لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اِنْ يَّنْتَهُوْا يُغْفَرْ لَهُمْ مَّا قَدْ سَلَفَ

“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu (Abu Sufyan dan kawan-kawannya), “Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu” (QS. Al-Anfal: 38).

Sedangkan syarat diterimanya taubat ada tujuh, yaitu:

Pertama, Islam.

Kedua, ikhlas.

Ketiga, menyesal.

Keempat, berhenti dari dosa saat itu juga.

– Bertaubat dari dosa terkait dengan hak Allah, dengan cara melakukan kewajiban yang ditinggalkan atau meninggalkan keharaman yang terlanjur dilakukan.

– Bertaubat dari dosa terkait dengan hak makhluk, dengan cara menunaikan hak mereka atau meminta kehalalan/maaf kepadanya.

Kelima, bertekad untuk tidak mengulangi.

Keenam, sebelum sakaratul maut (sebelum nyawa sampai tenggorokan).

Ketujuh, sebelum matahari terbit dari barat.

Dosa yang tidak diampuni (jika pelakunya mati dalam keadaan tidak bertaubat)

Ulama rahimahumullah berbeda pendapat dalam menafsirkan dosa yang tidak diampuni dalam ayat ini.

Baca Juga: Selingkuh Adalah Dosa Besar

Pendapat pertama

Syirik besar (dan setingkatnya) dan syirik kecil, karena di dalam kalimat tersebut mengandung keumuman jenis syirik dan tidak terdapat pengkhususan jenis syirik tertentu saja.

Pendapat kedua

Syirik besar (dan setingkatnya) saja, karena mayoritas ayat dalam Alquran, maksud lafaz “syirik” ketika disebut secara mutlak (hanya disebut kata “syirik” saja, tanpa ada tambahan keterangan apapun) adalah “syirik besar”, dan bukan syirik kecil. Contohnya dalam surah Al-Maidah: 72 dan Al-Hajj: 31. Dan inilah pendapat yang terkuat.

Catatan:

Catatan pertama, definisi syirik besar

Menyamakan selain Allah dengan Allah dalam perkara yang khusus milik Allah, yaitu perbuatan ketuhanan (rububiyyah), hak untuk diibadahi (uluhiyyah), dan nama dan sifat Allah (al-asma’ wash shifat).

Syirik ini disifati dengan sifat “besar”, karena mengeluarkan pelakunya dari Islam atau menghancurkan dasar iman. Sedangkan akibat syirik besar bagi pelakunya adalah sebagai berikut:

– Tidak diampuni jika mati dalam keadaan tidak bertaubat.

– Kekal selamanya di neraka.

– Menggugurkan seluruh amalan salih yang telah dilakukan.

Catatan kedua, dosa setingkat syirik besar (selain syirik besar)

– kufur besar

– nifaq besar

Dosa yang diampuni oleh Allah Ta’ala, namun hanya bagi orang yang dikehendaki-Nya, meskipun pelakunya meninggal dalam keadaan tidak bertaubat dari dosa tersebut.

Sebelum kita mengetahui dosa yang diampuni oleh Allah Ta’ala, agar lebih jelas, maka kita perlu mengetahui macam-macam dosa dalam ajaran Islam:

1. Syirik besar (dan setingkatnya)

2. Syirik kecil (dan setingkatnya)

3. Bid’ah

4. Maksiat (dosa besar dan dosa kecil)

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Ibnul Qayyim dalam Bada’iul Fawaid [1] dan Syaikh ‘Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah. Syaikh ‘Abdul Azin bin Baz Rahimahullah berkata,

المراتب: الشرك الأكبر ثم الأصغر ثم البدعة ثم كبائر الذنوب ثم صغائر الذنوب

“Tingkatan dosa-dosa, yaitu: syirik besar, lalu syirik kecil, lalu bid’ah, lalu dosa besar, kemudian dosa kecil” [2].

Sedangkan dalam surat An-Nisa: 48, Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa di bawah tingkatan syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya” (QS. An-Nisa: 48).

Berarti dalam ayat ini terdapat 2 kelompok besar dosa, yaitu:

a) Syirik besar dan yang setingkatnya

b) Dosa di bawah syirik besar dan yang setingkatnya.

Penjelasan ahli tafsir terhadap surat An-Nisa’: 48

Berikut ini tafsir para ulama tentang ayat di atas:

1. Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata,

“Allah mengampuni dosa di bawah tingkatan syirik (besar), baik dosa kecil maupun dosa besar, dan ampunan tersebut terealisasi ketika Allah menghendakinya, (dan hal itu) tatkala kebijaksanaan-Nya menuntut pengampunan-Nya”. (Taisiir Karimir Rahman)

2. Dalam Tafsir Jalalain,

ويَغْفِر ما دُون  Maksudnya dosa-dosa selain itu (di bawah syirik besar dan setingkatnya, pent.)

لِمَن يَشاء Ampunan untuknya berupa Allah memasukkannya ke dalam surga tanpa adzab. Dan barangsiapa yang Allah berkehendak menyiksanya, maka Allah akan menyiksa sebagian orang mukmin karena dosanya, kemudian Allah memasukkannya ke dalam surga.

3. Dalam Mahasinut Ta’wil, Al-Qasimi rahimahullah berkata,

“Yaitu (Allah mengampuni) dosa di bawah tingkatan syirik (besar) berupa maksiat-maksiat, baik dosa besar maupun dosa kecil.

لِمَن يَشاءُ Sebagai bentuk karunia dan kebaikan dari-Nya”.

4. Syaikh ‘Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata [3],

“Yaitu (Allah mengampuni dosa-dosa) di bawah syirik (besar), seperti zina, durhaka, minum khamr, dan semacamnya. Ini semua di bawah kehendak Allah. Jika Allah berkehendak, Allah mengampuni pelakunya pada hari kiamat dengan amal salihnya yang lain, dan dengan kebaikannya yang lain sebagai bentuk karunia Allah, kedermawanan-Nya, dan kebaikan-Nya.

Dan jika Allah berkehendak, Allah menyiksanya sesuai kadar kemaksiatan yang dia mati di atasnya, berupa kedurhakaannya kepada orangtuanya atau durhaka kepada salah satu dari keduanya, atau berupa meminum minuman yang memabukkan, berzina, ghibah, namimah, dan yang lainnya”.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan tentang jenis dosa yang diampuni dalam An-Nisa: 48 tersebut [4],

“Kesimpulannya: bahwa seluruh dosa semuanya di bawah kehendak Allah, sama saja apakah dosa itu berkaitan dengan hak Allah ataupun berkaitan dengan hak makhluk seperti ghibah, membunuh, namimah, dan yang semacamnya. Ini semua di bawah di bawah kehendak Allah. Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala berkehendak, Allah mengampuni pelakunya. Dan jika Allah berkehendak (lain), Allah menyiksanya karena dosa yang dia belum bertaubat darinya.

Adapun jika dia telah bertaubat, maka dosanya terhapus oleh taubatnya. Akan tetapi untuk hak makhluk yang terzhalimi, Allah tidak akan terlantarkan. Bahkan Allah akan memenuhi hak orang yang dizhalimi tersebut, meskipun orang yang menzhalimi tersebut telah bertaubat darinya (namun belum meminta penghalalan kepada orang yang dizhalimi, pent.). Allah akan memenuhi hak orang yang dizhalimi tersebut.

Allah akan membuat orang yang dizhalimi ridha atas pahala Allah untuknya. Jika orang yang menzhalimi itu jujur dalam taubatnya, maka Allah akan membuat ridha orang yang terzhalimi dengan pahala sesuai kehendak-Nya”.

Kesimpulan:

Dari tafsir para ahli tafsir dan penjelasan tentang macam-macam dosa tersebut, maka jenis dosa yang diampuni oleh Allah bagi orang yang dikehendaki-Nya meskipun pelakunya mati dalam keadaan tidak bertaubat darinya adalah segala dosa di bawah kesyirikan besar dan setingkatnya, yaitu:

– Syirik kecil dan setingkatnya

– Bid’ah

– Maksiat (dosa besar dan dosa kecil)

Apakah dosa terkait dengan hak makhluk itu termasuk dosa yang memungkinkan diampuni oleh Allah?

Contoh dosa terkait dengan hak makhluk adalah mencuri, membunuh, menuduh zina, merampas harta, ghibah, mencela, menghina, dan lain-lain.

Ulama menjelaskan bahwa taubat dari dosa berkaitan dengan hak makhluk haruslah dengan mengembalikan hak mereka atau meminta kehalalan/maaf kepada mereka. Jika tidak bisa melakukan hal itu, maka pasti ada tuntutan di akhirat.

Hal ini tidaklah bertentangan dengan surat An-Nisa’ ayat 48 dan 116, karena dalam ayat ini disebutkan bahwa dosa di bawah tingkatan syirik besar diampuni Allah jika Allah menghendakinya. Berarti juga mencakup dosa berkaitan dengan hak makhluk yang tidak sampai membatalkan keislaman sebagaimana syirik besar!

Lalu bagaimana nasib orang yang menzhalimi saudaranya di akhirat jika Allah berkehendak mengampuninya, apakah berarti masih ada tuntutan kepadanya?

Dan jika Allah berkehendak mengampuni orang yang menzhalimi, maka bagaimanakah nasib orang yang dizhalimi di akhirat, apakah tidak mendapatkan haknya di sana?

Yang jelas, Allah Maha Adil dan Maha Bijaksana, namun bagaimana penjelasannya, akan kami jelaskan di kesempatan yang lain.

Wallahu a’lam.

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Sumber: https://muslim.or.id/69776-antara-dosa-yang-diampuni-dan-tidak-diampuni.html

Pengakuan Dosa Sahabat yang Membuat Rasulullah SAW Menangis

Rasulullah bersedih mendengar pengakuan sahabat era jahiliyah

Tak sedikit sahabat Nabi Muhammad SAW yang berbuat kesalahan sebelum risalah Islam datang. Bagaimana hukum dari berbuat kesalahan sebelum risalah Islam datang?  

Dalam kitab Sunan Ad Darimi diceritakan seorang yang telah berbuat banyak kesalahan semasa jahiliyah, sebelum Islam yang dibawa Rasulullah tiba. 

Dalam hadits tersebut, dia menceritakan tentang semasa hidupnya yang menyembah berhala dan telah membunuh anak perempuannya, padahal saat bayi menjadi anak kesayangan. Dalam Kitab Muqaddimah, Bab Potret kehidupan manusia sebelum Nabi diutus, dijelaskan:  

 أَخْبَرَنَا الْوَلِيدُ بْنُ النَّضْرِ الرَّمْلِيُّ عَنْ مَسَرَّةَ بْنِ مَعْبَدٍ مِنْ بَنِي الْحَارِثِ بْنِ أَبِي الْحَرَامِ مِنْ لَخْمٍ عَنْ الْوَضِينِ أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا أَهْلَ جَاهِلِيَّةٍ وَعِبَادَةِ أَوْثَانٍ فَكُنَّا نَقْتُلُ الْأَوْلَادَ وَكَانَتْ عِنْدِي ابْنَةٌ لِي فَلَمَّا أَجَابَتْ وَكَانَتْ مَسْرُورَةً بِدُعَائِي إِذَا دَعَوْتُهَا فَدَعَوْتُهَا يَوْمًا فَاتَّبَعَتْنِي فَمَرَرْتُ حَتَّى أَتَيْتُ بِئْرًا مِنْ أَهْلِي غَيْرَ بَعِيدٍ فَأَخَذْتُ بِيَدِهَا فَرَدَّيْتُ بِهَا فِي الْبِئْرِ وَكَانَ آخِرَ عَهْدِي بِهَا أَنْ تَقُولَ يَا أَبَتَاهُ يَا أَبَتَاهُ فَبَكَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى وَكَفَ دَمْعُ عَيْنَيْهِ فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ مِنْ جُلَسَاءِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْزَنْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ كُفَّ فَإِنَّهُ يَسْأَلُ عَمَّا أَهَمَّهُ ثُمَّ قَالَ لَهُ أَعِدْ عَلَيَّ حَدِيثَكَ فَأَعَادَهُ فَبَكَى حَتَّى وَكَفَ الدَّمْعُ مِنْ عَيْنَيْهِ عَلَى لِحْيَتِهِ ثُمَّ قَالَ لَهُ إِنَّ اللَّهَ قَدْ وَضَعَ عَنْ الْجَاهِلِيَّةِ مَا عَمِلُوا فَاسْتَأْنِفْ عَمَلَكَ

Artinya: “Telah mengabarkan kepada kami Al Walid bin An Nadlr Ar Ramli dari Masarrah bin Ma’bad -dari Bani Al Harits bin Abu Al Haram dari Lakhmin, dari Al Wadliin Bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW lalu berkata: Hai Rasulullah, kami dahulu adalah orang-orang jahiliyah penyembah berhala dan kami membunuh anak-anak kami, ketika itu kami mempunyai anak yang senang apabila saya memanggilnya. Suatu hari saya pun memanggilnya dan dia langsung menyahut dan mengikuti saya.  

Ketika saya sampai di sebuah sumur keluarga, saya langsung memegang tangannya dan saya ceburkan dia ke sumur, itulah akhir kebersamaan saya dengannya. Dia memanggil ‘wahai ayahku, wahai ayahku.’ 

Rasulullah pun menangis sampai air matanya bercucuran. Lalu seseeorang yang duduk-duduk bersama Rasulullah SAW berkata kepada laki-laki tersebut, “Kamu telah membuat Rasulullah SAW sedih.” 

Rasulullah SAW berkata kepada orang tersebut, “Biarkan dia karena dia bertanya tentang sesuatu yang penting yang dihadapinya,” kemudian Rasul berkata kepada laki-laki tersebut. 

“Ulangi lagi cerita kamu tadi,” lalu dia pun mengulangi ceritanya dan Rasul menangis lagi sampai bercucuran air matanya, membasahi jenggotnya.

Lalu beliau bersabda, “Allah SWT telah menghapus dosa-dosa yang dilakukan pada masa jahiliyah oleh karena itu mulailah perbuatan kamu dengan lembaran baru yang bersih.”    

KHAZANAH REPUBLIKA

Dosa-Dosa Besar yang Disebutkan Nabi Muhammad

Nabi Muhammad menyebutkan sejumlah dosa besar.

Sebagai Muslim yang baik, ada kalanya menghindari perbuatan yang dilarang oleh Allah sehingga kita tidak membuat dosa. Sebab, dosa akan membuat kita menuju api neraka. Rasulullah SAW dalam haditsnya menjelaskan beberapa dosa-dosa besar yang seharusnya kita hindari. Hal ini ditegaskan dalam buku Al-Lu’lu’ wal Marjan : Hadits-Hadits Pilihan yang Disepakati Al-Bukhari-Muslim oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi.

Dari Abu Bakrah, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Maukah kalian aku beritahu apa dosa yang paling besar?” Tiga kali. Mereka berkata, “Tentu, wahai Rasulullah.” Kemudian beliau bersabda “Menyekutukan Allah dan durhaka terhadap orang tua.” Rasulullah lalu duduk, bersandar, dan berkata, “Jauhilah perkataan palsu.” Beliau terus mengulang-ulangnya sampai kami mengatakan semoga beliau diam,” (HR Al-Bukhari di dalam Kitab Kesaksian, bab kesaksian palsu).

Sementara Hadits Anas, dia berkata “Rasulullah SAW ditanya tentang dosa-dosa besar. Beliau bersabda, ‘Menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua, membunuh nyawa, dan kesaksian palsu,” (HR Al-Bukhari di dalam Kitab Kesaksian bab kesaksian palsu).

Sedangkan dari dalam hadits Abu Hurairah, dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda, “Jauhilah tujuh hal yang membinasakan.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, apakah ketujuh hal itu?”. Beliau bersabda, “Syirik kepada Allah, membunuh jiwa yang telah diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri pada hari peperangan, dan menuduh zina pada wanita yang menjaga kesucian, beriman, dan lalai,” (HR Al-Bukhari di dalam Kitab Wasiat, bab firman Allah). 

KHAZANAH REPUBLIKA

10 Dosa Penghalang Rezeki

SETIAP manusia bahkan setiap makhluk melata di muka bumi ini pasti diberi rezeki oleh Allah Subhanahu wa Taala.

Firman Allah SWT, “Dan tak ada satupun makhluk melata di bumi kecuali Allah-lah yang memberikan rezekinya.”(QS. Hud: 11)

Namun ada kalanya seorang muslim seret rezekinya. Misalnya bertahun-tahun tidak mendapat penghasilan padahal telah berusaha. Mencari pekerjaan nggak dapat-dapat. Buka usaha selalu rugi.

Bisa jadi itu ujian, namun jika pernah melakukan salah satu dari 10 dosa ini, menurut Al-Ustaz Yusuf Mansur itu adalah hukuman yang harus bertobat dulu kepada Allah Subhanahu wa Taala.

Berikut ini adalah 10 dosa yang menghalangi rezeki:

– Syirik kepada Allah, menyekutukan Allah

– Meninggalkan atau melalaikan salat

– Berbuat zina

– Durhaka kepada orangtua

– Memakan uang haram

– Berjudi

– Minum khamr atau minuman keras

– Memutuskan silaturahim

– Suka ghibah

– Kikir alias pelit

Jika 10 dosa itu tidak pernah dilakukan tetapi rezekinya terkesan sulit alias seret, insya Allah itu adalah ujian dari Allah sebagaimana anak yang tak pernah melakukan kesalahan ia mengikuti ujian untuk naik kelas. Dari kelas 4 ke kelas 5, dari kelas 5 ke kelas 6, dari kelas 6 lulus SD menuju SMP.

Jika ujian, maka solusinya hanya sabar. Namun jika pernah melakukan salah satu dari 10 dosa penghalang rezeki tersebut, langkah pertama adalah bertaubat. Tobat nasuha. Tobat sungguh-sungguh terlebih dahulu, menyesal dan tidak akan mengulanginya. Setelah itu baru sabar. Insya Allah dengan demikian rezeki kembali lancar. [Bersamadakwah]

Jika ujian, maka solusinya hanya sabar. Namun jika pernah melakukan salah satu dari 10 dosa penghalang rezeki tersebut, langkah pertama adalah bertaubat. Tobat nasuha. Tobat sungguh-sungguh terlebih dahulu, menyesal dan tidak akan mengulanginya. Setelah itu baru sabar. Insya Allah dengan demikian rezeki kembali lancar. [Bersamadakwah]

INILAH MOZAIK

Efek Dahsyat dari Perbuatan Dosa

Al-Qur’an seringkali menjelaskan begitu bahayanya melanggar ketentuan Allah. Dibaliknya ada efek dahsyat yang akan menimpa pelakunya.

Allah swt berfirman,

وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُۥ يُدۡخِلۡهُ نَارًا خَٰلِدٗا فِيهَا وَلَهُۥ عَذَابٞ مُّهِينٞ

“Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas-batas hukum-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, dia kekal di dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan.” (QS.An-Nisa’:14)

Dalam ayat lain disebutkan,

وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلَٰلٗا مُّبِينٗا

“Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata.” (QS.Al-Ahzab:36)

Karena begitu besarnya efek yang dihasilkan oleh perbuatan dosa, Al-Qur’an selalu mengingatkan untuk cepat-cepat bertaubat apabila terjadi kekhilafan dalam diri kita. Karena perbuatan dosa itu dapat membuatnya tergelincir dalam semua urusan dalam hidupnya.

Bila kita merenungkan ayat-ayat Al-Qur’an maka akan kita temukan bahwa efek dari dosa itu tidak hanya menimpa pelakunya, tapi efeknya bisa merembet kemana-mana.

(1) Yang pasti akan merasakan efek buruk dari dosa adalah pelakunya.

وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٖ فَمِن نَّفۡسِكَ

“Dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS.An-Nisa’:79)

وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٖ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِيكُمۡ

“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” (QS.Asy-Syura:30)

Disana ada dosa yang menjauhkan kita dari rezeki…

Ada dosa yang merubah nikmat menjadi bencana…

Ada dosa yang menghambat doa untuk dikabulkan…

Dan semua keburukan yang menimpamu adalah hasil dari tanganmu sendiri.

(2) Efek dari dosa itu bisa menimpa harta manusia.

Bagaimana diceritakan para pemilik kebun yang berlimpah dalam Surat Al-Qalam, tiba-tiba dihancurkan oleh Allah karena enggan memberi orang-orang yang miskin.

فَأَصۡبَحَتۡ كَٱلصَّرِيمِ

“Maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita.” (QS.Al-Qalam:20)

Begitu juga diceritakan dalam Surat Al-Kahfi.

(3) Bahkan orang-orang yang rela melihat perbuatan dosa orang lain juga akan terkena dampaknya.

Begitulah ketika Bani Israil dilarang untuk memancing di hari Sabtu oleh Allah, orang-orang yang tidak ikut memancing namun hatinya rela dengan perbuatan itu juga mendapatkan adzab dari Allah swt.

وَأَخَذۡنَا ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ بِعَذَابِۭ بَـِٔيسِۭ بِمَا كَانُواْ يَفۡسُقُونَ

“Dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zhalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” (QS.Al-A’raf:165)

(4) Dosa-dosa itu juga bisa memberi efek buruk bagi suatu Negeri.

Kita melihat bagaimana Negeri Saba’ dihancurkan karena perbuatan dosa para penduduknya.

فَأَعۡرَضُواْ فَأَرۡسَلۡنَا عَلَيۡهِمۡ سَيۡلَ ٱلۡعَرِمِ وَبَدَّلۡنَٰهُم بِجَنَّتَيۡهِمۡ جَنَّتَيۡنِ ذَوَاتَيۡ أُكُلٍ خَمۡطٖ وَأَثۡلٖ وَشَيۡءٖ مِّن سِدۡرٖ قَلِيلٖ

“Tetapi mereka berpaling, maka Kami kirim kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Asl dan sedikit pohon Sidr. (QS.Saba’:16)

Dalam ayat lain disebutkan,

فَتِلۡكَ بُيُوتُهُمۡ خَاوِيَةَۢ بِمَا ظَلَمُوٓاْ

“Maka itulah rumah-rumah mereka yang runtuh karena kezhaliman mereka.” (QS.An-Naml:52)

(5) Dosa juga bisa memberi efek buruk kepada bumi Allah swt.

ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia.” (QS.Ar-Rum:41)

Semua kerusakan di bumi ini adalah hasil dari perbuatan manusia. Sementara apabila mereka beriman dan bertakwa maka Allah akan memakmurkan tempat dimana mereka tinggal.

وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS.Al-A’raf:96)

Marilah kita menjaga diri dari berbagai macam dosa. Jangan pernah meremehkan yang kecil karena dari yang kecil itu akan menggiring kita untuk melakukan dosa besar.

Semoga bermanfaat…

 

KHAZANAHALQURAN

Berani Melihat Dosa Sendiri

SAHABAT, semua kepahitan yang terjadi itu pasti diundang oleh dosa kita sendiri. Maka dari itu haruslah kita berani untuk melihat dosa sendiri, karena jika kita tidak pandai melihat dosa sendiri, maka akan sulit untuk bisa mengeluarkan air mata tobat.

Allah SWT berfirman,”Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imron [3] : 135)

Mengakui kekurangan dan kesalahan diri serta meminta maaf atasnya adalah sikap mukmin yang sejati. Sikap yang membuktikan bahwa tidak ada apapun yang ditakuti kecuali Allah SWT. Sungguh mulia sikap yang demikian dan semoga kita termasuk di dalamnya. Aamiin yaa Robbal aalamiin.[*]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

INILAH MOZAIK

Lakukanlah Dosa Sesukamu Sesuai Lima Syarat Ini

SUNGGUH apa pun yang telah, sedang dan bakal terjadi adalah bagian dari kehendak Allah. Tak ada daya maupun upaya makhluk untuk melawan atau mengelak dari kehendak dan kodrat-Nya. Tak ada atom atau partikel sekecil apapun yang bisa lolos dari kedaulatan mutlak pemerintahan Allah.

Siapa saja yang merasa mampu menipu atau lolos dari kehendak Ilahi sesungguhnya telah kehilangan akal sehat dan terjerat oleh waham ego. Iblis yang paling pendusta dan penipu sekali pun sudah mengakui berlakunya kehendak Allah dalam segala sesuatu di hadapan Baginda Nabi Muhammad. Makhluk terkutuk itu berkata, “Wahai Utusan Allah, aku hanya ingin kau tahu bahwa Allah mencip takanmu untuk memberi petunjuk, tapi kau sendiri tidak bisa memberikannya kepada seseorang; lalu Allah menciptakanku untuk menyesatkan, tapi aku sen diri tidak bisa menyesatkan.”

Allah menjalankan pemerintahan alam wujud ini tanpa saingan dan sandingan. Dia melakukan segalanya tanpa pertanggungjawaban. Allah berfirman, “Dia (yaitu Allah) tidak akan ditanya mengenai apa yang dilakukan-Nya, namun merekalah yang akan ditanya (QS 21: 23).

Suatu kali cucu Nabi, Hussein bin Ali melihat seseorang datang menemui ayahnya, Ali bin Abi Thalib dan berteriak, “Aku adalah pendosa, tapi aku sulit menepis rangsangan untuk melakukannya lagi. Berilah aku nasihat.”

Ali menasihatinya dengan perkataan berikut, “Bila kau bisa memperoleh lima prasyarat ini, lakukan dosa sesuka hatimu:

pertama, berhentilah mengambil rezeki yang disediakan oleh Allah;

kedua, keluarlah dari kerajaan Allah;

ketiga, carilah tempat yang Allah tidak lihat;

keempat, satukan daya untuk mencegah malaikat kematiaan mencabut nyawamu; dan

kelima, kumpulkan kekuatan untuk melawan Malik, malaikat yang menjaga pintu neraka, agar dia tidak melemparmu ke dalamnya. Jika kau sempurnakan kelima prasyarat ini, berdosalah sesukamu.” [islamindonesia]

 

INILAH MOZAIK