Ingat, Durhaka Kepada Orang Tua itu Dosa Besar

Dalam banyak ayat Al-Qur`an, Allah Ta’ala mengaitkan taat kepada-Nya dengan berbakti kepada orang tua. Maka, sudah sepantasnya bahwa durhaka kepada kedua orangtua merupakan perbuatan yang diharamkan.

Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari dari Al-Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu Anhu, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوْقَ اْلأُمَّهَاتِ وَوَأْدَ الْبَنَاتِ وَمَنْعًا وَهَاتِ وَكَرِهَ لَكُمْ ثَلاَثًا قِيْلَ وَقَالَ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ

“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mengharamkan atas kalian berbuat durhaka kepada ibu, mengubur anak-anak perempuan hidup-hidup, seseorang melarang orang lain memberikan haknya, dan meminta sesuatu yang bukan haknya. Dan Allah membenci tiga perkara, banyak berbicara (dalam hal-hal yang tidak bermanfaat), banyak bertanya dan membuang-buang harta.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

 

Hadits ini menyebutkan secara khusus untuk para ibu, walaupun sebetulnya durhaka kepada bapak juga tidak boleh, karena durhaka kepada ibu lebih mudah dari pada bapak, sebab mereka kaum yang lemah.

Hadits ini juga mengingatkan, bahwa berbakti kepada ibu lebih didahulukan dari pada bapak, baik dalam berlemah-lembut, kasih sayang dan lain sebagainya, karena apabila disebutkan salah satunya berarti berlaku bagi keduanya.

Di antara adzab yang Allah turunkan kepada pelaku dosa ketika di dunia adalah bagi anak yang durhaka kepada kedua orangtuanya. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Bakrah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللهُ لِصَاحِبِهِ الْعُقُوْبَةَ فِي الدُّنْيَا مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِي اْلآخِرَةِ مِنَ الْبَغْيِ وَقَطِيْعَةِ الرَّحِمِ

“Tidak ada dosa yang pelakunya mendapatkan hukuman dari Allah di dunia dan juga akhirat dari pada berbuat zhalim dan memutuskan tali silaturrahim.” (HR. At-Tirmidzi dan Abu Dawud, At-Tirmidzi mengatakan, ”Hadits ini hasan shahih.”)

Durhaka kepada kedua orangtua termasuk dalam kategori memutuskan tali silaturahim.

Durhaka kepada kedua orangtua beragam bentuknya, di antaranya mencaci kedua orangtua.

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memasukkan hal itu dalam kategori dosa besar, sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amr Al-Ash Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ أَنْ يَلْعَنَ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ

”Sesungguhnya termasuk dosa besar adalah apabila seseorang menghina kedua orangtua.”

Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah! Bagaimanakah seseorang menghina orang tuanya sendiri?”

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab,

يَسُبُّ الرَّجُلُ أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ وَيَسُبُّ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ

“Apabila seorang menghina bapak yang orang lain, sehingga ia membalas dengan menghina bapaknya, lalu ia menghina ibu seseorang, sehingga ia juga membalas dengan menghina ibunya.” (HR. Al-Bukhari)

Sungguh, orang yang menghina atau mencaci-maki kedua orangtuanya adalah orang yang dilaknat, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ali, bahwa RasulullahShallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

وَلَعَنَ اللهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَيْهِ

“Dan Allah melaknat seseorang yang melaknat kedua orangtuanya.” (HR. Muslim)

Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk senantiasa berbakti kepada kedua orang tua sepanjang hayat. Amin.

Demikian dikutip dari kitab Haditsul Ihsan karya Prof. Dr. Falih bin Muhammad bin Falih Ash-Shughayyir. [Abu Syafiq]

 

sumber:BersamaDakwah

Durhaka Kepada Orang Tua

Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya ‘ah’, dan janganlah kamu membentak mereka. [QS. Al-Isra’ (17): 23]

‘Uquuqul walidain (durhaka kepada orang tua) adalah dosa besar. Karena itu, Rasulullah saw. –seperti yang dikutip oleh Ibnu Al-Atsir dalam kitabnya An-Nihaayah—melarang perbuatan durhaka kepada kedua orang tua.

Seseorang dikatakan ‘aqqa waalidahu, ya’uqquhu ‘uqaaqan, fahuwa ‘aaqun jika telah menyakiti hati orang tuanya, mendurhakainya, dan telah keluar darinya. Kata ini merupakan lawan dari kata al-birru bihi (berbakti kepadanya).

Kata al-‘uquuq (durhaka) berasal dari kata al-‘aqq yang berarti asy-syaq (mematahkan) dan al-qath’u (memotong). Jadi, seorang anak dikatakan telah durhaka kepada orang tuanya jika dia tidak patuh dan tidak berbuat baik kepadanya, atau dalam bahasa Arab disebut al-‘aaq (anak yang durhaka). Jamak dari kata al-‘aaq adalah al-‘aqaqah. Berdasarkan pemaknaan ini, maka rambut yang keluar dari kepala seorang bayi yang baru lahir dari perut ibunya dinamakan dengan aqiiqah, karena rambut itu akan dipotong.

Yang dimaksud dengan al-‘uquuq (durhaka) adalah mematahkan “tongkat” ketaatan dan “memotong” (memutus) tali hubungan antara seorang anak dengan orang tuanya.

Jadi, yang dimaksud dengan perbuatan durhaka kepada kedua orang tua adalah mematahkan “tongkat” ketaatan kepada keduanya, memutuskan tali hubungan yang terjalin antara orang tua dengan anaknya, meninggalkan sesuatu yang disukai keduanya, dan tidak menaati apa yang diperintahkan atau diminta oleh mereka berdua.

Sebesar apa pun ibadah yang dilakukan oleh seseorang hamba, itu semua tidak akan mendatangkan manfaat baginya jika masih diiringi perbuatan durhaka kepada kedua orang tuanya. Sebab, Allah swt. menggantung semua ibadah itu sampai kedua orang tuanya ridha.

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas r.a. bahwa dia berkata, “Tidaklah seorang muslim memiliki dua orang tua muslim, (kemudian) dia berbakti kepada keduanya karena mengharapkan ridha Allah, kecuali Allah akan membukakan dua pintu untuknya –maksudnya adalah pintu surga–. Jika dia hanya berbakti kepada satu orang tua (saja), maka (pintu yang dibukakan untuknya) pun hanya satu. Jika salah satu dari keduanya marah, maka Allah tidak akan meridhai sang anak sampai orang tuanya itu meridhainya.” Ditanyakan kepada Ibnu ‘Abbas, “Sekalipun keduanya telah menzaliminya?” Ibnu ‘Abbas menjawab, “Sekalipun keduanya telah menzaliminya.”

Oleh karena itu ketika ada seseorang yang memaparkan kepada Rasulullah saw. tentang perbuatan-perbuatan ketaatan (perbuatan-perbuatan baik) yang telah dilakukannya, maka Rasulullah saw. pun memberikan jawaban yang sempurna yang dikaitkan dengan satu syarat, yaitu jika orang itu tidak durhaka kepada kedua orang tuanya.

Diriwayatkan dari ‘Amr bin Murah Al-Juhani r.a. bahwa dia berkata, “Seorang lelaki pernah mendatangi Nabi saw. kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku telah bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang haq), kecuali Allah dan bahwa engkau adalah utusan Allah. Aku (juga) telah melaksanakan shalat lima (waktu), menunaikan zakat dari hartaku, dan berpuasa pada bulan Ramadhan.’ Nabi menjawab, ‘Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan (seperti) ini, maka dia akan bersama para nabi, shiddiqiin, dan syuhada pada hari Kiamat nanti seperti ini –beliau memberi isyarat dengan dua jarinya (jari telunjuk dan jari tengah)—sepanjang dia tidak durhaka kepada kedua orang tuanya.’”
Hadits-hadits Tentang Durhaka
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, “Sungguh celaka, sungguh celaka, sungguh celaka!” Seseorang bertanya, “Siapa yang celaka, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. menjawab, “Barangsiapa yang sempat bertemu dengan kedua orang tuanya, tetapi dia tidak bisa masuk surga (karena tidak berbakti kepada mereka).”

Diriwayatkan dari Jabir bin Samrah r.a., dia berkata, Nabi saw. pernah naik ke atas mimbar, kemudian dia mengucapkan, “Amin, amin, amin.” Lalu beliau bersabda, “Jibril a.s. telah mendatangiku, kemudian dia berkata, ‘Wahai Muhammad, barangsiapa yang sempat bertemu dengan salah satu dari kedua orang tuanya (dan tidak berbakti kepada mereka), kemudian dia meninggal dunia, maka dia akan masuk neraka dan Allah akan menjauhkan dia dari (rahmat-Nya). Katakanlah (olehmu) ‘amin’, maka aku pun mengatakan ‘amin’.

Jibril kemudian berkata, ‘Wahai Muhammad, barangsiapa yang menjumpai bulan Ramadhan (dan dia tidak berpuasa) kemudian meninggal dunia, maka Allah tidak mengampuninya, dimaksukkan ke neraka, dan Allah akan menjauhkan dia dari (rahmat-Nya). Katakanlah (olehmu) ‘amin’, maka aku pun mengatakan ‘amin’.’ Jibril kemudian berkata, ‘Barangsiapa yang ketika disebutkan namamu di sisinya, tetapi dia tidak (membaca) shalawat kepadamu, kemudian dia meninggal dunia, maka dia akan masuk neraka dan Allah akan menjauhkan dia dari (rahmat-Nya). Katakanlah (olehmu) ‘amin’, maka aku mengatakan ‘amin’.’”

Diriwayatkan dari Mughirah, dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepada kalian perbuatan durhaka kepada ibu-ibu (kalian), menuntut sesuatu yang bukan hak (kalian), dan mengubur hidup-hidup anak perempuan. Allah juga telah membenci percakapan tidak jelas sumbernya, banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta.”
Bukhari-Mualim meriwayatkan dari Abu Bakrah, dari bapaknya bahwa dia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Maukan kalian jika aku beritahukan (kepada kalian) tentang dosa yang paling besar?’ Beliau mengucapkan sabdanya ini sebanyak tiga kali. Kami menjawab, ‘Mau, ya Rasulullah.’ Rasulullah saw. menjawab, ‘Menyekutukan Allah dan durhaka kepada orang tua.’ Saat itu beliau sedang bersandar, kemudian beliau duduk, lalu bersabda, ‘Ketahuilah, (juga) kata-kata palsu dan kesaksian palsu. Ketahuilah, (juga) kata-kata palsu dan kesaksian palsu.’ Beliau terus mengatakan hal itu sampai aku berkata, beliau (hampir saja) tidak diam.”

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Angin surga akan dihembuskan dari jarak lima ratus tahun dan tidaklah akan mencium bau surga itu orang yang suka menyebut-nyebut amal perbuatannya, orang yang durhaka (kepada orang tuanya), dan orang yang kecanduan khamr.”

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar r.a. bahwa dia bersabda, Rasulullah saw. bersabda, “(Ada) tiga orang yang tidak akan dilihat Allah pada hari Kiamat: orang yang durhaka kepada kedua orang tuannya, orang yang kecanduan khamr, dan orang yang suka menyebut-nyebut pemberiannya.”

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr bahwa dia berkata, Rasulullah bersabda, “Di antara dosa yang paling besar adalah (apabila) seorang anak melaknat kedua orang tuanya.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin seorang anak melaknat kedua orang tuannya?” Rasulullah saw. menjawab, “(Apabila) anak mencaci ayah orang lain, maka berarti dia mencaci ayahnya (sendiri), dan dia mencaci ibu orang lain, maka berarti dia telah mencaci ibunya (sendiri).”

Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a. bahwa dia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Tidaklah dianggap berbakti kepada sang ayah jika seseorang menajamkan pandangan (matanya) kepada ayahnya itu karena ia marah (kepadanya).’”
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar r.a., dari Nabi saw. bersabda beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah swt. tidak menyukai perbuatan durhaka (kepada kedua orang tua).”

Diriwayatkan dari Abu Bakrah r.a. dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda, “Setiap dosa akan Allah tangguhkan (hukumannya) sesuai dengan kehendak-Nya, kecuali (dosa karena) durhaka kepada kedua orang tua. Sesungguhnya Allah swt. akan menyegerakan hukuman perbuatan itu kepada pelakunya di dunia ini sebelum ia meninggal.”

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar r.a., dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda, “Keridhaan Allah itu ada pada keridhaan kedua orang tua, dan kemurkaan-Nya ada pada kemarahan kedua orang tua.”

Bentuk-bentuk Perbuatan Durhaka

  1. Tidak memberikan nafkah kepada orang tua bila mereka membutuhkan.
  2. Tidak melayani mereka dan berpaling darinya. Lebih durhaka lagi bila menyuruh orang tua melayani dirinya.
  3. Mengumpat kedua orang tuanya di depan orang banyak dan menyebut-nyebut kekurangannya.
  4. Mencaci dan melaknat kedua orang tuanya.
  5. Menajamkan tatapan mata kepada kedua orang tua ketika marah atau kesal kepada mereka berdua karena suatu hal.
  6. Membuat kedua orang tua bersedih dengan melakukan sesuatu hal, meskipun sang anak berhak untuk melakukannya. Tapi ingat, hak kedua orang tua atas diri si anak lebih besar daripada hak si anak.
  7. Malu mengakui kedua orang tuanya di hadapan orang banyak karena keadaan kedua orang tuanya yang miskin, berpenampilan kampungan, tidak berilmu, cacat, atau alasan lainnya.
  8. Enggan berdiri untuk menghormati orang tua dan mencium tangannya.
  9. Duduk mendahului orang tuanya dan berbicara tanpa meminta izin saat memimpin majelis di mana orang tuanya hadir di majelis itu. Ini sikap sombong dan takabur yang membuat orang tua terlecehkan dan marah.
  10. Mengatakan “ah” kepada orang tua dan mengeraskan suara di hadapan mereka ketika berselisih.

Penutup
Rasulullah saw. berpesan, “Berbaktilah (kalian semua) kepada bapak-bapak kalian, (niscaya) anak-anak kalian akan berbakti kepada kalian.”
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2007/10/30/293/durhaka-kepada-orang-tua/#ixzz44irWnPnV