Doa dan Zikir, Cara Mengatasi Kecemasan Tanpa Cemas

Perasaan cemas akan muncul kalau ada sesuatu yang memengaruhi seseorang, bisa berupa fisik atau ilusi yang berkaitan dengan naluri tersebut. Misalnya, muncul rasa cemas ketika diancam, takut ketika akan ujian, cemas akan kegagalan dalam kehidupan, atau cemas karena kekhawatiran yang berlebihan. Bila rasa cemas berubah menjadi ketakutan yang berlebihan ini menimpa seseorang, akan timbul kekacauan dalam berpikir dan hilangnya kemampuan untuk memutuskan sesuatu.

Kondisi cemas yang akut pada akhirnya menghilangkan konsentrasi dan kemampuan mengidentifikasikan sesuatu. Rasa cemas yang paling berbahaya adalah rasa takut yang berasal dari suatu bayangan atau ilusi atau sesuatu yang diada-adakan. Kepada sipapun yang hatinya sedang dipenuhi kecemasan, yang hidupnya sedang di lingkari dengan cobaan, yang mungkin sedang di uji dengan penyakit di tubuhnya, atau kehilangan hartanya, atau sedang bermasalah dengan keluarganya, maka sesungguhnya Islam sudah memberikan resep dan obatnya.

Usahakan selalu tenang dalam menghadapi sesuatu, berdoa sebelum memulainya dan serahkan semuanya pada Allah Subhanahu wa ta’ala. Yakinlah, bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya. Mendekatlah terus pada Allah Ta’ala dengan zikir dan doa . Kita juga bisa melakukan amalan-amalan sunnah, seperti salat tahajud, membiasakan membaca Al-Qur’an, menghafal ayat-ayat, mempelajari dan mengajinya. 

Insya Allah sifat-sifat buruk berupa cemas akan berangsur akan berkurang dan kemudian hilang. Sifat pesimis, kurang percaya diri biasanya muncul karena adanya rasa cemas, was-was, dan takut. Jadi kalau seseorang ingin memiliki rasa kepercayaan diri yang tinggi maka mau tidak mau rasa cemas dan was-was harus dihilangkan. Orang tidak punya kepercayaan diri karena selalu khawatir, was-was dengan kemampuan yang dimilikinya. Padahal belum tentu Anda tidak mampu berbuat seperti apa yang dilakukan orang lain.

Selain harus selalu ingat bahwa setiap masalah akan ada akhirnya, seseorang harus selalu berzikir, berdo’a agar Allah Ta’ala memberi jalan keluar. Jika cemas melanda, bisa mencoba untuk mengingat ayat-ayat berikut ini. Baca sebagai zikir dan doa agar kita kembali sadar dan yakin bahwa Allah mampu untuk menghilangkan semua itu dalam waktu singkat dan tidak ada kasih sayang yang lebih besar melebihi kasih sayang Allah kepada hamba-Nya.

Sebagaimana Allah Ta’ala menyelamatan para Nabi-Nya, Dia pun pasti akan menyelamafkan kaum mukminin juga.

(1). Ingatlah Siapa yang menurunkan air dari langit setelah manusia putus asa karena dahsyatnya paceklik dan kekeringan?

وَهُوَ ٱلَّذِي يُنَزِّلُ ٱلۡغَيۡثَ مِنۢ بَعۡدِ مَا قَنَطُواْ وَيَنشُرُ رَحۡمَتَهُۥۚ وَهُوَ ٱلۡوَلِيُّ ٱلۡحَمِيدُ

“Dan Dialah yang menurunkan hujan setelah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Maha Pelindung, Maha Terpuji.” (QS.Asy-Syura:28).

(2). Siapa yang menyelamatkan Nabi Ibrahim alaihisalam setelah beliau di lemparkan ke tengah api yang menyala-nyala?

قُلۡنَا يَٰنَارُ كُونِي بَرۡدٗا وَسَلَٰمًا عَلَىٰٓ إِبۡرَٰهِيمَ

Kami (Allah) berfirman, “Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim!” (QS.Al-Anbiya’:69).

(3). Siapa yang mengangkat kesusahan Nabi Ayyub as ketika beliau memohon?

۞وَأَيُّوبَ إِذۡ نَادَىٰ رَبَّهُۥٓ أَنِّي مَسَّنِيَ ٱلضُّرُّ وَأَنتَ أَرۡحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ – فَٱسۡتَجَبۡنَا لَهُۥ فَكَشَفۡنَا مَا بِهِۦ مِن ضُرّٖۖ وَءَاتَيۡنَٰهُ أَهۡلَهُۥ وَمِثۡلَهُم مَّعَهُمۡ رَحۡمَةٗ مِّنۡ عِندِنَا وَذِكۡرَىٰ لِلۡعَٰبِدِينَ

Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika dia berdoa kepada Tuhannya, “(Ya Tuhanku), sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang. Maka Kami kabulkan (doa)nya, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan (Kami lipat gandakan jumlah mereka) sebagai suatu rahmat dari Kami, dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Kami.” (QS.Al-Anbiya’:83-84).

(4). Siapa yang menyelamatkan Nabi Musa as dan yang berjalan bersama beliau dari kejaran pasukan Fir’aun?

فَأَوۡحَيۡنَآ إِلَىٰ مُوسَىٰٓ أَنِ ٱضۡرِب بِّعَصَاكَ ٱلۡبَحۡرَۖ فَٱنفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرۡقٖ كَٱلطَّوۡدِ ٱلۡعَظِيمِ – وَأَزۡلَفۡنَا ثَمَّ ٱلۡأٓخَرِينَ – وَأَنجَيۡنَا مُوسَىٰ وَمَن مَّعَهُۥٓ أَجۡمَعِينَ – ثُمَّ أَغۡرَقۡنَا ٱلۡأٓخَرِينَ

Lalu Kami wahyukan kepada Musa, “Pukullah laut itu dengan tongkatmu.” Maka terbelahlah lautan itu, dan setiap belahan seperti gunung yang besar. Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain. Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang bersamanya. Kemudian Kami tenggelamkan golongan yang lain.” (QS.Asy-Syu’ara:63-66).

(5). Siapa yang menyelamatkan Yunus as dari dalam perut Ikan dalam gelapnya malam dan dalamnya lautan?

وَذَا ٱلنُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَٰضِبٗا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقۡدِرَ عَلَيۡهِ فَنَادَىٰ فِي ٱلظُّلُمَٰتِ أَن لَّآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبۡحَٰنَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ – فَٱسۡتَجَبۡنَا لَهُۥ وَنَجَّيۡنَٰهُ مِنَ ٱلۡغَمِّۚ وَكَذَٰلِكَ نُـۨجِي ٱلۡمُؤۡمِنِينَ

Dan (ingatlah kisah) Zun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia yakin bahwa Kami tidak akan menyulitkannya, maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap, ”Tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zhalim.”. Maka Kami kabulkan (doa)nya dan Kami selamatkan dia dari kedukaan. Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman. (QS.Al-Anbiya’:87-88).

(6). Siapa yang memberikan kepada Nabi Zakaria as anak keturunan setelah umurnya yang telah lanjut dan rambutnya yang telah memutih?

وَزَكَرِيَّآ إِذۡ نَادَىٰ رَبَّهُۥ رَبِّ لَا تَذَرۡنِي فَرۡدٗا وَأَنتَ خَيۡرُ ٱلۡوَٰرِثِينَ – فَٱسۡتَجَبۡنَا لَهُۥ وَوَهَبۡنَا لَهُۥ يَحۡيَىٰ وَأَصۡلَحۡنَا لَهُۥ زَوۡجَهُۥٓۚ

“Dan (ingatlah kisah) Zakaria, ketika dia berdoa kepada Tuhannya, “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri (tanpa keturunan) dan Engkaulah ahli waris yang terbaik. Maka Kami kabulkan (doa)nya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya, dan Kami jadikan istrinya (dapat mengandung).” (QS.Al-Anbiya’:89-90).

(7). Dan siapa yang menyelamatkan Nabi Muhammad Saw setelah dikepung oleh musuh di gua Tsur. Dan siapa yang menyelamatkan beliau di setiap peperangan-peperangan yang seringkali tak seimbang jumlahnya?

وَإِن يُرِيدُوٓاْ أَن يَخۡدَعُوكَ فَإِنَّ حَسۡبَكَ ٱللَّهُۚ هُوَ ٱلَّذِيٓ أَيَّدَكَ بِنَصۡرِهِۦ وَبِٱلۡمُؤۡمِنِينَ

“Dan jika mereka hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindung) bagimu. Dialah yang memberikan kekuatan kepadamu dengan pertolongan-Nya dan dengan (dukungan) orang-orang mukmin.” (QS.Al-Anfal:62).

Itulah beberapa ayat yang yang perlu kita renungkan. Yakinilah selalu bahwa sebagaimana Allah tidak akan meninggalkan Nabi-Nya, begitupula Allah tidak akan menelantarkan kaum mukminin . Hapus semua rasa cemas dan terus berusaha dan jangan lupa berdoa kepada Allah Ta’ala.

Wallahu A’lam

KALAM SINDO

Jangan Remehkan Dzikir!

Renungkan ayat ini dan perhatikan dimana letak kata “banyak”

إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَات

Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim

ِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَات

laki-laki dan perempuan yang mukmin

ِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ

laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya

وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَات

laki-laki dan perempuan yang benar

ِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَات

laki-laki dan perempuan yang sabar

ِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَات

laki-laki dan perempuan yang khusyu’

ِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَات

laki-laki dan perempuan yang bersedekah

ِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَات

laki-laki dan perempuan yang berpuasa

ِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَات

laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya

ِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَات

laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah

ِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar (QS.al-Ahzab:35)

Pada ayat diatas hanya satu kalimat yang disifati dengan kata “Banyak”. Bukan banyak bersedekah ataupun banyak berpuasa, namun Allah berfirman

“laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah”

Semua tujuan dalam ibadah adalah dzikir, mengingat Allah SWT. Solat, puasa, haji, sedekah dan sebagainya berusaha mengantarkan kita untuk selalu berhubungan dengan Allah dan mengingat-Nya.

Seperti dalam ayat lain Allah memerintahkan kita untuk banyak menyebut dan mengingat-Nya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا

“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS.al-Ahzab:41)

وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

“Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang.” (QS.al-Insan:25)

Maka sebaliknya orang-orang munafik adalah mereka yang tidak mengingat Allah kecuali sedikit.

Dzikir adalah :

– Ibadah yang tidak memerlukan wudhu’.

– Tidak perlu menghadap Kiblat.

– Tidak perlu mengeluarkan harta.

– Tidak perlu berjihad.

– Tidak dibatasi oleh waktu.

– Bahkan tidak memerlukan modal apapun

Namun dzikir membutuhkan Taufiq dari Allah. Begitu mudah mengingat Allah tapi tidak semua orang tergerak untuk melakukannya.

Padahal sering mengingat Allah adalah tanda kesuksesan seorang hamba.

وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“dan banyaklah mengingat Allah supaya kamu beruntung.” (QS.al-Mu’minun:10)

Siapa yang banyak mengingat Allah akan dicintai-Nya, siapa yang dicintai Allah akan selalu diberi Taufik dan hidayah-Nya.

Semoga Allah memberi Taufik kepada kita untuk selalu mengingat-Nya.

KHAZANAH ALQURAN

Inilah Manfaat Dzikir yang Luar Biasa

Inilah manfaat dzikir yang luar biasa. Coba deh kaji keutamaannya dari hadits jaami’ al-‘ulum wa al-hikam ini.

Hadits Ke-50 dari Jamiul Ulum wal Hikam Ibnu Rajab

الحَدِيْثُ الخَمْسُوْنَ

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُسْرٍ قَالَ : أَتَى النَّبِيَّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – رَجُلٌ ، فَقَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إنَّ شَرَائِعَ الإِسْلاَمِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيْنَا ، فَبَابٌ نَتَمَسَّكُ بِهِ جاَمِعٌ ؟ قال : (( لاَ يَزالُ لِسَانُكَ رَطْباً مِنْ ذِكْرِ اللهِ – عَزَّ وَجَلَّ – )) خَرَّجَهُ الإِمَامُ أَحْمَدُ بِهَذَا اللَّفْظِ .

Dari ‘Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang lelaki berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat Islam (amalan sunnah) itu amat banyak yang mesti kami jalankan. Maka mana yang mesti kami pegang (setelah menunaikan yang wajib, pen.)?” Beliau menjawab, “Hendaklah lisanmu selalu basah dengan berdzikir kepada Allah (maksudnya: terus meneruslah berdzikir kepada Allah, pen).” (HR. Ahmad dengan lafazh seperti ini) [HR. Ahmad, 4:188; Tirmidzi, no. 3375; Ibnu Majah, no. 3793; Ibnu Hibban, no. 2317; Al-Hakim, 1:495. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Lihat pula penjelasan hadits ini dalam Tuhfah Al-Ahwadzi bi Syarh At-Tirmidzi, 9:305].

Faedah hadits

Pertama: Para sahabat begitu bersemangat dalam bertanya berkaitan dengan urusan agama mereka.

Kedua: Allah memerintahkan kita untuk banyak berdzikir. Allah juga memuji orang yang banyak berdzikir tersebut.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا , وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab: 41-42)

وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah: 10)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَذْكُرُ اللهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berdzikir (mengingat) Allah pada setiap waktunya.” (HR. Bukhari, no. 19 dan Muslim, no. 737)

Yang dimaksud banyak berdzikir di sini adalah berdzikir ketika berdiri, berjalan, duduk, berbaring, termasuk pula dalam keadaan suci dan berhadats.

Ketiga: Para ulama menghitung dzikir dengan jarinya.

Khalid bin Ma’dan bertasbih setiap hari 40.000 kali. Ini selain Al-Qur’an yang beliau baca. Ketika ia meninggal dunia, ia diletakkan di atas ranjangnya untuk dimandikan, maka isyarat jari yang ia gunakan untuk menghitung dzikir masih terlihat.

Ada yang bertanya pada ‘Umair bin Hani, bahwa ia tak pernah kelihatan lelah untuk berdzikir. Ketika ditanya berapa jumlah bacaan tasbih beliau, ia jawab bahwa 100.000 kali tasbih dan itu dihitung dengan jari jemari.

Dari Yusairah seorang wanita Muhajirah, dia berkata:

قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْكُنَّ بِالتَّسْبِيحِ وَالتَّهْلِيلِ وَالتَّقْدِيسِ وَاعْقِدْنَ بِالْأَنَامِلِ فَإِنَّهُنَّ مَسْئُولَاتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ وَلَا تَغْفُلْنَ فَتَنْسَيْنَ الرَّحْمَة

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada kami, ‘Hendaknya kalian bertasbih (ucapkan subhanallah), bertahlil (ucapkan laa ilaha illallah), dan bertaqdis (mensucikan Allah), dan himpunkanlah (hitunglah) dengan ujung jari jemari kalian karena itu semua akan ditanya dan diajak bicara, janganlah kalian lalai yang membuat kalian lupa dengan rahmat Allah.’” (HR. Tirmidzi, no. 3583; Abu Daud, no. 1501 dari hadits Hani bin ‘Utsman dan disahihkan oleh Adz-Dzahabi. Sanad hadits ini dikatakan hasan oleh Al-Hafizh Abu Thahir).

Keempat: Jika seseorang telah benar-benar mengenal Allah, ia akan berdzikir tanpa ada beban sama sekali.

Kelima: Berdzikir adalah kelezatan bagi orang-orang benar-benar mengenal Allah. Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’du: 28)

Keenam: Ada keutamaan berdzikir saat orang-orang itu lalai.

Abu ‘Ubaidah bin ‘Abdullah bin Mas’ud berkata, “Ketika hati seseorang terus berdzikir pada Allah maka ia seperti berada dalam shalat. Jika ia berada di pasar lalu ia menggerakkan kedua bibirnya untuk berdzikir, maka itu lebih baik.” (Lihat Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2: 524). Di sini dinyatakan lebih baik karena orang yang berdzikir di pasar berarti berdzikir di kala orang-orang lalai. Para pedagang dan konsumen tentu lebih sibuk dengan tawar menawar mereka dan jarang yang ambil peduli untuk sedikit mengingat Allah barang sejenak.

Lihatlah contoh ulama salaf. Kata Ibnu Rajab Al-Hambali setelah membawahkan perkataan Abu ‘Ubaidah di atas, beliau mengatakan bahwa sebagian salaf ada yang bersengaja ke pasar hanya untuk berdzikir di sekitar orang-orang yang lalai dari mengingat Allah. Ibnu Rajab pun menceritakan bahwa ada dua orang yang sempat berjumpa di pasar. Lalu salah satu dari mereka berkata, “Mari sini, mari kita mengingat Allah di saat orang-orang pada lalai dari-Nya.” Mereka pun menepi dan menjauh dari keramaian, lantas mereka pun mengingat Allah. Lalu mereka berpisah dan salah satu dari mereka meninggal dunia. Dalam mimpi, salah satunya bertemu lagi temannya. Di mimpi tersebut, temannya berkata, “Aku merasakan bahwa Allah mengampuni dosa kita di sore itu dikarenakan kita berjumpa di pasar (dan lantas mengingat Allah).” Lihat Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:524.

Ketujuh: Allah telah mewajibkan pada kaum muslimin untuk berdzikir kepada Allah pada siang dan malam dengan mengerjakan shalat lima waktu pada waktunya. Dari shalat lima waktu itu ada shalat rawatib (qabliyah dan bakdiyah), di mana shalat rawatib itu berfungsi sebagai penutup kekurangan atau sebagai tambahan dari yang wajib.

Kedelapan: Antara shalat Isya dan shalat Shubuh ada shalat malam dan shalat witir. Antara shalat Shubuh dan shalat Zhuhur ada shalat Dhuha.

Kesembilan: Dzikir dengan lisan disunnahkan setiap waktu dan ada yang dianjurkan pada waktu tertentu seperti:

  • Dzikir bakda shalat wajib.
  • Dzikir pagi dan petang pada bakda shubuh dan bakda ashar (yang tidak ada shalat sunnah setelah dua shalat tersebut).
  • Dzikir sebelum tidur, dianjurkan berwudhu sebelumnya.
  • Dzikir setelah bangun tidur.
  • Beristighfar pada waktu sahur.
  • Dzikir ketika makan, minum, dan mengambil pakaian.
  • Dzikir ketika bersin.
  • Dzikir ketika melihat yang lain terkena musibah.
  • Dzikir ketika masuk pasar.
  • Dzikir ketika mendengar suara ayam berkokok pada malam hari.
  • Dzikir ketika mendengar petir.
  • Dzikir ketika turun hujan.
  • Dzikir ketika turun musibah.
  • Dzikir ketika safar.
  • Dzikir ketika meminta perlindungan saat marah.
  • Doa istikharah kepada Allah ketika memilih sesuatu yang belum nampak kebaikannya.
  • Taubat dan istighfar atas dosa kecil dan dosa besar.

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Siapa yang menjaga dzikir pada waktu-waktu tadi, dialah yang disebut orang yang rajin berdzikir kepada Allah pada setiap waktunya.” (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:529)

Mayoritas bahasan di atas diambil dari Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam pada bahasan hadits ke-50.

Tulisan ini jadi bahasan terakhir kajian Hadits Arbain dan Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam.

Semoga bermanfaat. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. 

Referensi:

  1. Fath Al-Qawi Al-Matin fii Syarh Al-Arba’in wa Tatimmah Al-Khamsiin li An-Nawawi wa Ibnu Rajab rahimahumallah. Cetakan kedua, Tahun 1436 H. Syaikh ‘Abdul Muhsin bin Muhammad Al-‘Abbad Al-Badr.
  2. Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam. Cetakan kesepuluh, Tahun 1432 H. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
  3. Tuhfah Al-Ahwadzi bi Syarh At-Tirmidzi. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Al-Imam Al-Hafizh Abul ‘Ula Muhammad ‘Abdurrahman bin ‘Abdurrahim Al-Mubarakfuri. Penerbit Darul Fayhan & Darus Salam.

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Amalan yang Paling Dicintai Allah di Bulan Dzulhijjah

Allah SWT sangat mencintai suatu amalan ibadah yang dikerjakan pada hari-hari tertentu. Salah satunya adalah amalan yang dilakukan di bulan Dzulhijjah, sebagaimana hadits Nabi yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Sayyidina Abdullah ibn ‘Abbas.

“Tidaklah ada hari-hari yang amal shalih di dalamnya lebih Allah cintai dari hari-hari ini (10 hari pertama bulan Dzulhijjah). Para sahabat beratnya, ‘Termasuk jihad fi sabilillah?’ Rasulullah bersabda, ‘termasuk jihad fi sabilillah. Kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak ada yang kembali sama sekali.”

Melalui hadits tersebut diungkapkan betapa umat Muslim memiliki kesempatan emas untuk melakukan amal shalih yang sangat bernilai istimewa di hadapan Allah.

Berikut ini beberapa amal shalih yang bisa dilakukan pada 10 hari di bulan Dzulhijjah seperti dikutip dari buku Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah karya Sutomo Abu Nashr.

Puasa

Disunahkan berpuasa sembilan hari sebelum hari raya Idul Adha.  Dalam sebuah hadits disebutkan:

“Dari Hunaidah ibn Khalid, dari Istrinya, dari istri-istri Nabi saw mereka berkata, “Rasulullah saw biasa berpuasa sembilan hari dibulan Dzulhijjah, berpuasa dihari asyura, berpuasa tiga hari di setiap bulannya, puasa Senin pertama dan hari Kamis setiap bulannya,” (HR Abu Dawud, Ahmad, dan Nasa’i)

Haji

Melakukan ibadah haji jelas memiliki keutamaan sangat penting dalam Islam. Salah satunya adalah menjadi tamu Allah. Kemuliaan lain yang akan diperoleh tamu Allah adalah kemudahan jalan ke surga, karena jika haji mereka mabrur, maka tidak ada balasan dari Allah kecuali surga.

Bahkan sejak di dunia pun, kemuliaan itu juga sudah Allah janjikan. Selain sebagai penghapus dosa-dosa masa silam, haji juga bisa menghapus kemiskinan dan kefaqiran.

Kurban

Imam Nawawi dalam kitabnya Al Majmu’ dengan tegas mengatakan bahwa ibadah kurban itu sunnah bagi yang mampu baik dia orang kota, orang desa, musafir, muqim, termasuk juga jamaah haji yang ingin berkurban.

Yang harus diluruskan adalah pemahaman yang tumbuh di masyarakat bahwa kurban sekali seumur hidup. Padahal kurban bisa dilakukan berulang-ulang seumur hidup selama dia mampu.

Dzikir

“Tidak ada hari-hari yang lebih Agung di sisi Allah dan lebih dicintai oleh Allah amalan-amalannya dari hari-hari sepuluh awal Dzulhijjah. Maka perbanyaklah di hari-hari itu membaca tahlil, takbir dan tahmid,” (Ahmad ibn Hanbal, Al Musnad, hal. 323 vol. 9)

Sebagaimana hadits tersebut. Rosulullah memerintahkan untuk memperbanyak membaca tahlil, takbir, dan tahmid. Maka inilah dzikir yang paling utama.

Akan tetapi bila melihat bagaimana para sahabat mempraktikkan zikir-zikir tersebut, mereka cenderung memperbanyak takbir.

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Umar bertakbir di kubahnya di Mina. Sampai semua orang dalam masjid mendengarnya dan mengikutinya. Sampai-sampai Mina seakan bergetar dengan gemuruh takbir itu.

Dalam Mazhab Syafi’i, takbir mursal baru dimulai sejak terbenam matahari 9 Arafah atau tepat di saat waktu magrib di malam hari Raya Idul Adha. Sedangkan, waktu akhir dari takbir ini adalah sebelum maghrib tanggal 13 Dzulhijjah.

Sedangkan untuk takbir Muqayyad, maka dimulai sejak habis maghrib malam hari raya hingga habis ashar tanggal 13 Dzulhijjah. Takbir Muqayyad hendaknya dibaca terlebih dahulu sebelum berzikir rutin setelah sholat fardlu. 

IHRAM

Ini Bacaan Zikir yang Menjadi Tanaman Surga

ADA bacaan dzikir yang ringan yang menjadi tanaman di surga. Apa itu?

Diriwayatkan dari Jabir radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengucapkan, SUBHANALLOH WA BIHAMDIH (Mahasuci Allah dan dengan memuji-Nya), maka ditanamkan untuknya satu pohon kurma di surga.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini hasan) [HR. Tirmidzi, no. 3464. Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaly menyatakan bahwa hadits ini shahih dengan syawahidnya, yaitu penguatnya]

Ibnu Masud radhiyallahu anhu berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Aku bertemu Ibrahim pada malam aku diperjalankan (Isra Miraj). Ibrahim berkata, Wahai Muhammad, bacakan salam dariku untuk umatmu dan kabarkan kepada mereka bahwa surga itu tanahnya harum, airnya segar, tanahnya luas/ lapang, dan tanamannya adalah SUBHANALLOH WALHAMDULILLAH WA LAA ILAHA ILLALLOH WALLOHU AKBAR (Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, dan Allah Mahabesar).” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini hasan) [HR. Tirmidzi, no. 3462. Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaly menyatakan bahwa hadits ini hasan dengan syawahidnya, yaitu penguatnya]

Faedah Hadits:
– Berdzikir kepada Allah sebab masuk surga.
– Semakin banyak seseorang berdzikir kepada Allah, semakin banyak ia menanam tanaman di surga.
– Sifat surga adalah tanahnya harum, airnya segar, sedangkan tanamannya adalah kalimat thoyyibah yaitu dzikrullah.
– Hadits ini mendorong kita untuk memperbanyak dzikir agar semakin banyak tanaman di surga.
– Adanya mukjizat isra miraj.
– Keutamaan umat Islam sampai Nabi Ibrahim pun menyampaikan salam untuk umat ini.

[Referensi: Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 2:462-463.]

INILAH MOZAIK

Dzikir-Dzikir Yang Shahih Setelah Shalat (Bag.2)

Baca pembahasan sebelumnya Dzikir-Dzikir Yang Shahih Setelah Shalat (Bag.1)

Tata cara Berdzikir Setelah Shalat

1. Berdzikir setelah shalat dilakukan sendiri-sendiri

Perlu diketahui bahwa berdoa dan berdzikir secara jama’i (berjama’ah) tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabatnya. Demikian para tabi’in, tabi’ut tabi’in dan para imam umat Islam. Asy Syathibi rahimahullah mengatakan:

الدعاء بهيئة الاجتماع دائماً لم يكن من فعل رسول الله صلى الله عليه وسلم

“Berdoa dengan cara bersama-sama dan dilakukan terus-menerus, tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam” (Al I’tisham, 1/129).

Syaikhul Islam mengatakan:

لم ينقل أحد أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا صلى بالناس يدعو بعد الخروج من الصلاة هو والمأمومون جميعاً، لا في الفجر، ولا في العصر، ولا في غيرهما من الصلوات، بل قد ثبت عنه أنه كان يستقبل أصحابه ويذكر الله ويعلمهم ذكر الله عقيب الخروج من الصلاة

“Tidak ternukil dari seorang pun bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika shalat mengimami orang-orang lalu setah itu beliau berdoa bersama para makmum bersama-sama. Tidak dalam shalat subuh, shalat ashar, atau shalat lainnya. Namun memang, terdapat hadits shahih bahwa beliau berbalik badan menghadap kepada para makmum lalu berdzikir dan mengajarkan dzikir kepada para sahabat setelah shalat” (Majmu Al Fatawa, 22/492).

Ditambah lagi para sahabat mengingkari orang-orang yang melakukan dzikir jama’i. Dari Abul Bukhtari ia mengatakan:

أخبر رجل ابن مسعود رضي الله عنه أن قوماً يجلسون في المسجد بعد المغرب، فيهم رجل يقول: كبروا الله كذا، وسبحوا الله كذا وكذا، واحمدوه كذا وكذا، واحمدوه كذا وكذا. قال عبد الله: فإذا رأيتهم فعلوا ذلك فأتني، فأخبرني بمجلسهم. فلما جلسوا، أتاه الرجل، فأخبره. فجاء عبد الله بن مسعود، فقال: والذي لا إله غيره، لقد جئتم ببدعة ظلماً، أو قد فضلتم أصحاب محمد علماً. فقال عمرو بن عتبة: نستغفر الله. فقال: عليكم الطريق فالزموه، ولئن أخذتم يميناً وشمالاً لتضلن ضلالاً بعيداً

“Seseorang mengabarkan kepada Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu bahwa ada sekelompok orang yang duduk-duduk di masjid setelah Maghrib. Diantara mereka ada yang berkata: bertakbirlah sekian, bertasbihlah sekian, bertahmidlah sekian! Maka Abdullah bin Mas’ud berkata: Jika nanti engkau melihat mereka lagi, datanglah kepadaku dan kabarkanlah dimana majelis mereka. Kemudian suatu saat datang orang mengabarkan beliau tentang majelis tesebut. Maka beliau datangi dan berkata: Demi Allah, sungguh kalian telah melakukan kebid’ahan yang zalim. Atau kalian telah memiliki ilmu yang lebih daripada para sahabat Nabi? Maka salah seorang dari mereka yang bernama Amr bin Utbah berkata: kami hanya beristighfar kepada Allah. Ibnu Mas’ud menjawab: Hendaknya kalian ikuti jalan yang benar, dan pegang erat itu. Kalau kalian berbelok ke kanan atau ke kiri kalian akan sesat sejauh-jauhnya” (Al Amru bil Ittiba wan Nahyu anil Ibtida’, 81-85).

Maka yang benar, berdzikir setelah shalat dilakukan sendiri-sendiri bukan bersama-sama dengan satu suara.

Adapun riwayat dari Imam Asy Syafi’i bahwa beliau membolehkan dzikir jama’i, sangat jelas maksud beliau adalah sekedar untuk mengajarkan, bukan untuk dilakukan terus-menerus. Beliau mengatakan:

واختار للإمام والمأموم أن يذكرا الله بعد الانصراف من الصلاة، ويخفيان الذكر إلا أن يكون إماماً يجب أن يُتعلم منه فيجهر حتى يرى أنه قد تُعُلِّم منه ثم يُسِرُّ

“Imam dan makmum silakan memilih dzikir yang ia amalkan setelah shalat selesai. Dan hendaknya ia merendahkan suara ketika dzikir, kecuali jika imam ingin mengajarkan para makmum, maka silakan dikeraskan suaranya hingga terlihat para makmum sudah mengetahuinya. Setelah itu lalu kembali lirih” (Al Umm, 1/111).

2. Dianjurkan dengan suara keras

Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan:

“Membaca tasbih dan tahlil setelah shalat itu disyari’atkan untuk semua orang. Setiap orang mengeraskan suara mereka dalam membacanya, tanpa diselaraskan sehingga suaranya bersamaan. Masing-masing orang mengeraskan suaranya tanpa perlu menyelaraskan dengan suara orang lain.

Ibnu Abbas Radhiallahu’ahu berkata:

كان رفع الصوت بالذكر حين ينصرف الناس من المكتوبة على عهد النبي صلى الله عليه وسلم

“Di zaman Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, orang-orang biasa mengeraskan suara dalam berdzikir setelah selesai shalat wajib” (HR. Bukhari no.841).

Beliau juga berkata:

كنت أعلم إذا انصرفوا بذلك إذا سمعته

“Aku tahu bahwa mereka telah selesai shalat ketika aku mendengar suara (dzikir) mereka” (HR. Bukhari no.841).

Dalam riwayat ini Ibnu Abbas menjelaskan bahwa mereka (para sahabat) mengangkat suara mereka dalam berdzikir setelah shalat sampai-sampai orang yang berada di sekitar masjid mengetahui bahwa mereka sudah selesai salam. Inilah yang merupakan sunnah.

Namun bukan berarti dilakukan secara bersamaan dengan dipimpin. Bukan demikian. Bahkan yang benar itu, satu orang berdzikir sendiri dan yang satu lagi demikian. Cukup demikian, Walhamdulillah. Tanpa perlu menyelaraskan dengan suara orang banyak” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, no.992).

3. Cara menghitung tasbih, tahmid dan takbir

Dari Yasirah bintu Yasir radhiallahu’anha, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

عليكنَّ بالتّسبيحِ والتَّهليلِ والتَّقديسِ واعقِدْنَ بالأناملِ فإنهن مَسئولاتٌ مُستنطَقاتٌ ولا تغْفَلْنَ فتنسِين الرَّحمةَ

“Hendaknya kalian bertasbih, bertahlil, ber-taqdis, dan buatlah ‘uqdah dengan jari-jari. Karena jari-jari tersebut akan ditanya dan akan bisa bicara (di hari Kiamat) maka janganlah kalian lalai sehingga lupa terhadap rahmat Allah” (HR. Tirmidzi no. 3583, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Dalam riwayat Abu Daud:

أنّ النبيَّ صلى الله عليه وسلم أمرهن أن يراعين بًالتكبير والتقديس والتهليل وأن يعقدن بًالأنامل فإنهن مسئولات مستنطقات

“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan mereka untuk memperhatikan takbir, taqdis dan tahlil, dan hendaknya mereka membuat ‘uqdah dengan jari-jari. Karena jari-jari tersebut akan ditanya dan akan bisa bicara (di hari Kiamat)” (HR. Abu Daud no. 1501, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Dalam hadits disebutkan واعقِدْنَ yaitu membentuk ‘uqdah, menekuk jari-jari ketika berdzikir.

Contohnya:

Membaca “subhanallah” kemudian tekuk jari kelingking
Membaca “subhanallah” lagi, kemudian tekuk jari manis
Membaca “subhanallah” lagi, kemudian tekuk jari tengah
dst.

Boleh juga dengan cara:

Membaca “subhanallah” 5x lalu tekuk jari kelingking
Membaca “subhanallah” 5x lagi lalu tekuk jari manis, dst.

Sebagaimana penjelasan Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Abdul Muhsin Az Zamil, Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini dan para ulama yang lainnya. Namun cara-cara lain dengan jari bagaimana pun caranya juga boleh, karena ini perkara yang longgar.

Penjelasan berdzikir menggunakan biji tasbih

Adapun berdzikir dengan menggunakan biji tasbih, ulama berbeda pendapat mengenai hal ini:

  1. Pendapat pertama, hukumnya bid’ah, karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabat padahal mereka mampu melakukannya. Pendapat ini dikuatkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani.
  2. Pendapat kedua, hukumnya boleh sekedar untuk sarana menghitung tanpa diyakini ada keutamaan khusus. Mereka mengqiyaskan hal ini dengan perbuatan sebagian salaf yang bertasbih dengan kerikil. Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan:

الراجح أنه لا حرج في ذلك؛ لأنه ورد عن بعض الصحابيات وعن بعض السلف التسبيح بالحصى وبالنوى والعقد لا بأس لكن الأصابع أفضل

“Yang rajih, tidak mengapa menggunakan biji tasbih. Karena terdapat riwayat dari sebagian sahabiyat dan sebagian salaf bahwa mereka bertasbih dengan kerikil, kurma atau tali. Maka menggunakan tasbih tidak mengapa. Namun menggunakan jari itu lebih utama” (Sumber: binbaz.org.sa/fatwas/11614).

  1. Pendapat ketiga, hukumnya makruh. Ini pendapat yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, beliau mengatakan:

التسبيح بالمسبحة تركه أولى وليس ببدعة لأن له أصلا وهو تسبيح بعض الصحابة بالحصى ، ولكن الرسول صلى الله عليه وسلم أرشد إلى أن التسبيح بالأصابع أفضل

“Bertasbih dengan biji tasbih, meninggalkannya lebih utama. Namun bukan bid’ah, karena ada landasannya yaitu sebagian sahabat bertasbih dengan kerikil. Namun Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam membimbing kita kepada yang lebih utama yaitu bertasbih dengan jari jemari” (Liqa Baabil Maftuh, 3/30).

Pendapat ketiga ini yang nampaknya lebih menenangkan hati, wallahu a’lam.

Berdoa setelah shalat

Dari Abu Umamah Al Bahili radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

يا رسولَ اللهِ أيُّ الدعاءِ أَسْمَعُ ؟ قال : جَوْفَ الليلِ الآخِرِ ، ودُبُرَ الصلواتِ المَكْتُوباتِ

“Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, kapan doa kita didengar oleh Allah? Beliau bersabda: “Diakhir malam dan diakhir shalat wajib” (HR. Tirmidzi, no. 3499, dihasankan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Atas dasar hadits ini, sebagian ulama menganjurkan untuk berdoa setelah shalat. Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan:

واستحب أيضاً أصحابنا وأصحاب الشافعي الدعاء عقب الصلوات، وذكره بعض الشافعية اتفاقاً

“Ulama madzhab Hambali dan juga madzhab Syafi’i menganjurkan untuk berdoa setelah shalat, bahkan sebagian Syafi’iyyah menukil adanya ittifaq (sepakat dalam madzhab Syafi’i)” (Fathul Baari, 5/254).

Namun Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam Zaadul Ma’ad (1/305) menjelaskan bahwa yang dimaksud ‘akhir shalat wajib’ adalah sebelum salam. Dan tidak terdapat riwayat bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabat merutinkan berdoa meminta sesuatu setelah salam pada shalat wajib. Ahli fiqih masa kini, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah berkata: “Apakah berdoa setelah shalat itu disyariatkan atau tidak? Jawabannya: tidak disyariatkan. Karena Allah Ta’ala berfirman:

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ

“Jika engkau selesai shalat, berdzikirlah” (QS. An Nisa: 103). Allah berfirman ‘berdzikirlah’, bukan ‘berdoalah’. Maka setelah shalat bukanlah waktu untuk berdoa, melainkan sebelum salam” (Fatawa Ibnu Utsaimin, 15/216).

Syarat berdoa setelah shalat

Yang rajih, jika seseorang ingin berdoa setelah shalat, hukumnya boleh sebagaimana kandungan hadits di atas. Namun dengan syarat:

  • Tidak mengangkat tangan
  • Sendiri-sendiri, tidak berjama’ah
  • Dengan suara sirr (lirih)

Syaikh Shalih Al Fauzan menjelaskan, “setelah menyelesaikan dzikir-dzikir di atas, boleh berdoa secara sirr (lirih) dengan doa apa saja yang diinginkan. Karena doa setelah melakukan ibadah dan dzikir-dzikir yang agung itu lebih besar kemungkinan dikabulkannya. Dan tidak perlu mengangkat tangannya ketika berdoa setelah shalat fardhu, sebagaimana yang dilakukan sebagian orang, karena ini adalah kebid’ahan. Namun boleh mengangkat tangannya setelah shalat sunnah kadang-kadang. Dan tidak perlu mengeraskan suara ketika berdoa, yang benar adalah dengan melirihkan suaranya. Karena itu lebih dekat pada keikhlasan dan kekhusyukan serta lebih jauh dari riya’.

Adapun apa yang dilakukan sebagian orang di beberapa negeri Islam, yaitu berdoa secara berjama’ah setelah shalat fardhu dengan suara keras dan mengangkat tangan, atau imam memimpin doa lalu diamini oleh para hadirin sambil mengangkat tangan mereka, ini adalah bidah munkarah. Karena tidak ternukil dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bahwa beliau shalat mengimami orang-orang lalu berdoa setelahnya dengan tata cara seperti ini. Baik dalam shalat subuh, shalat ashar, atau shalat-shalat yang lain. Dan tidak ada pada imam yang menganjurkan tata cara seperti ini” (Al Mulakhash Al Fiqhi, hal. 86).

Wallahu a’lam.

**

Penyusun: Yulian Purnama

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/51497-dzikir-dzikir-yang-shahih-setelah-shalat-bag-2.html

Ini Dia Keutamaan Dzikir Pagi dan Sore

PERLU diketahui bahwa di antara dzikir dan doa yang disyariatkan bagi seorang muslim dalam sehari semalam adalah dzikir pagi dan sore, bahkan dzikir jenis ini merupakan dzikir yang terikat dengan waktu yang paling banyak disebutkan dalam dalil-dalil, baik konteks dalil tersebut adalah mendorong seorang muslim mengucapkannya maupun konteksnya menyebutkan macam-macam dzikir yang diucapkan pada dua waktu yang utama ini (pagi dan sore).

Allah Ta’ala berfirman, “Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan sore.”

“Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman” (QS. Al-Ahzab: 42-43). Makna Al-Ashiil dalam ayat yang agung ini adalah waktu antara ashar sampai sebelum tenggelamnya matahari.

“Maka bersabarlah kamu, karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu sore dan pagi” (QS. Ghafir: 55).

Makna Al-Ibkaar dalam ayat yang agung ini adalah awal hari (pagi), sedangkan makna Al-‘Asiyiyy adalah akhir hari (sore).

“Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya)” (QS. Qaf: 39).

“Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di sore hari dan waktu kamu berada di waktu pagi hari” (QS. Ar-Rum:17).

Waktu Dzikir Pagi dan Sore
Kapankah dzikir pagi dan sore dilaksanakan? Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Aku duduk bersama orang-orang yang berdzikrullah Ta’ala mulai dari (waktu) sholat shubuh hingga terbit matahari lebih aku cintai daripada memerdekakan empat orang budak dari putra Nabi Isma’il. Dan aku duduk bersama orang-orang yang berdzikrullah mulai dari (waktu) sholat Ashar sampai terbenam matahari lebih aku cintai daripada memerdekakan empat orang budak” (HR. Abu Dawud: 3667, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani).

Dari hadits yang agung di atas menunjukkan keutamaan orang yang duduk bersama orang-orang yang berdzikrullah Ta’ala dari shalat shubuh hingga terbit matahari lebih dicintai oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam daripada memerdekakan empat orang budak dari putra Nabi Isma’il alaihis salam, demikian pula disebutkan keutamaan orang yang duduk bersama orang-orang yang berdzikrullah Ta’ala dari shalat Ashar sampai terbenam matahari.

Dalam hadits di atas, nampak petunjuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam terkait dengan waktu dzikir pagi dan sore, yaitu pagi hari dimulai dari shalat shubuh hingga terbit matahari, sedangkan sore hari dimulai dari shalat Ashar sampai terbenam matahari.

Sumber: muslim.or.id

Mau Masuk Surga? Amalkanlah Bacaan zikir Ini

ZIKIR merupakan sumber ketenangan di dalam hati orang-orang yang beriman. Ketenangan hati inilah yang menjadi sebab utama kesehatan pikiran dan fisik seseorang. Tanpa ketenangan, kesehatan adalah kemustahilan.

Zikir juga dikategorikan sebagai salah satu amalan yang paling utama bagi seorang hamba yang beriman. Hal ini didasarkan pada hadits Hasan yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dari Abdullah bin Busyr, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

Seorang sahabat mendatangi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam seraya bertanya, “Ya Rasulallah, sungguh syariat Islam itu teramat banyak untukku. Maka beritahukanlah kepadaku tentang sesuatu yang menjadi pegangan pokok untukku.”

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pun bersabda, “Hendaklah lisanmu selalu basah dengan berzikir kepada Allah Taala.”

Di antara kalimat-kalimat dzikir yang matsur itu, ada satu kalimat agung yang mafhum kita ucapkan. Luar biasanya lagi, Nabi menyampaikan janji pasti dengan mengatakan, “Siapa yang membacanya, sudah sepatutnya ia masuk ke dalam surga.”

Qaala Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam: Man qaala Radhiitu bi-Allahi Rabbaan, wa bi al-Islami diinaan, wa bi Muhammadi an-nabiyyan wa Rasuulan, wa jabat lahu al-jannatu.

Diriwayatkan secara terpercaya dari Abu Said al-Khudri dalam Sunan Abu Dawud, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Barang siapa membaca Radhiitu bi-Allahi Rabbaan, wa bi al-Islami diinaan, wa bi Muhammadi an-nabiyyan wa Rasuulan (Aku ridha Allah sebagai Tuhanku, dan Islam sebagai agamaku, dan (Nabi) Muhammad sebagai Nabi dan rasulku), maka sudah sepatutnya ia masuk ke dalam surga.”

Kalimat zikir ini amat masyhur. Bahkan, kalimat ini sudah diajarkan kepada kita dan anak-anak kita sejak usianya masih belia. Hendaknya kita meminta kekuatan kepada Allah Taala untuk mendawamkan dzikir ini, lalu mempelajari tafsinya dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Ya Allah, kami meminta tolong untuk senantiasa mengingat-Mu, mensyukuri nikmat-Mu, dan membaguskan kualitas ibadah kepada-Mu.Wallahu alam. [bersamadakwah]

 

INILAH MOZAIK

Manfaat Zikir “Allahu Akbar”

IBNU Athaillah As Sakandary berkata tentang dzikir Allahu akbar. “Allahu akbar”, di dalamnya ada lima perspektif :

Pertama: Dalam “Allahu Akbar” ada penyebutan Allah Ta’ala pada diriNya Sendiri, pentauhidan, pengagungan dan penghormatan ataskeagunganNya, yang lebih agung dan lebih besar dibanding penyebutan makhlukNya yang lemah, sangat butuh, dan pentauhidan makhluk kepadaNya. Karena Allah swt-lah Yang Maha Mencukupi dan Maha Terpuji.

Kedua: Dzikir dengan Nama tersebut lebih agung dibanding dzikir dengan Asma’-asma’Nya yang lain.

Ketiga: Bahwa Dzikirnya Allah Ta’ala pada hambaNya di zaman Azali sebelum hambaNya ada, adalah Dzikir teragung dan terbesar, yang menyebabkan dzikirnya hamba saat ini.Dzikirnya Allah Ta’ala tersebut lebih dahulu, lebih sempurna, lebih luhur, lebih tinggi, lebih mulia dan lebih terhormat. Dan Allah Ta’ala berfirman : “Niscaya Dzikirnya Allah itu lebih besar.”

Keempat: Sebenarnya mengingat Allah swt, di dalam sholat lebih utama dan lebih besar dibanding mengingatNya di luar sholat. Menyaksikan (musyahadah) pada Allah Ta’ala (Yang Diingat) di dalam sholat lebih agung dan lebih sempurna serta lebih besar ketimbang sholatnya.

Kelima: Bahwa mengingat Allah atas berbagai nikmat yang agung dan anugerah mulia, serta doronganNya kepadamu melalui ajakanNya kepadamu agar taat kepadaNya, adalah nikmat paling besar dibanding dzikir anda kepadaNya, dengan mengingat nikmat-nikmat itu, karena anda semua tidak akan pernah mampu mensyukuri nikmatNya.

Karena itu Nabi Muhammad saw, bersabda: “Aku tidak mampu memuji padaMu, Engkau, sebagaimana Engkau memujiMu atas DiriMu.” Artinya, “aku tidak mampu,” padahal beliau adalah makhluk paling tahu, paling mulia, dan paling tinggi derajatnya dan paling utama. Justru Nabi saw, menampakkan kelemahannya, padahal beliau adalah paling tahu dan paling ma’rifat – semoga sholawat dan salam Allah melimpah padanya dan keluarganya -.

Setelah kita mentauhidkan Allah swt, yang dinilai lebih agung ketimbang sholat, sehingga sholat menjadi rukun islam yang kedua. Dalam sabda Rasulullah saw:”Islam ditegakkan atas lima: Hendaknya menunggalkan Allah dan menegakkan sholat dst”. Takbiratul Ihram dijadikan sebagai pembukanya, Allahu Akbar.

Allah tidak menjadikan salah satu Asma-asma’Nya yang lain, untuk Takbirotul Ihrom, kecuali hanya Allahu Akbar. Karena Nabi saw, melarangnya , demikian juga untuk Lafadz Adzan, tetap menggunakan Takbir tersebut, begitu pun setiap takbir dalam gerakan sholat. Jadi Nama agung tersebut lebih utama dibanding Nama-nama lainnya, lebih dekat bagi munajat-munajat, bukan hanya dalam sholat atau lainnya.

Dalam hadits disebutkan:”Aku berada pada dugaan hambaKu apabila hamba berdzikir padaKu. Maka apabila ia berdzikir kepadaKu dalam jiwanya, Aku mengingatnya dalam JiwaKu. Dan jika ia berdzikir padaKu dengan kesendirianNya, maka Aku pun mengingat dengan KemahasendirianKu. Dan jika ia berdzikir di tengah padang (keramaian) maka Aku pun mengingatnya di keramaian lebih baik darinya.”

Allah swt. Berfirman:”Dzikirlah kepadaKu maka Aku berdzikir kepadamu.”

Hal yang menunjukkan keutamaan dzikir dibanding sholat dari esensi ayat tersebut, yaitu firman Allah swt: “Sesungguhnya sholat itu mencegah keburukan dan kemungkaran.”

Yang walau demikian merupakan dzikir teragung, namun Dzikir “Allah” itu lebih besar daripada sholat dan dibanding setiap ibadah Abu Darda’ meriwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda :

“Ingatlah, maukah aku beri kabar kalian tentang amal terbaikmu dan lebih luhur dalam derajatmu, lebih bersih di hadapan Sang Rajamu, dan lebih baik bagimu ketimbang memberikan emas dan perak, dan lebih baik ketimbang kalian bertemu musuhmu lalu bertempur di mana kalian memukul leher mereka dan mereka pun membalas memukul lehermu?” Mereka menjawab, “Ya, kami mau..” Rasulullah saw, bersabda, “Dzikrullah.”

Juga dalam hadits yang diriwayatkan Mu’adz bin Jabal : “Tak ada amal manusia mana pun yang lebih menyelamatkan baginya dari azdab Allah, dibanding dzikrullah.”

Makna Dzikrullah bagi hambaNya adalah bahwa yang berdzikir kepadaNya itu disertai Tauhid, maka Allah mengingatnya dengan syurga dan pahala. Lalu Allah swt berfirman :”Maka Allah memberikan balasan kepada mereka atas apa yang mereka katakana, yaitu syurga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya.”

Dengan dzikir melalui Ismul Mufrad, yaitu “Allah”, dan berdoa dengan ikhlas kepadaNya, Allah swt berfirman : “Dan apabila hambaKu bertanya kepadaKu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku Maha Dekat”

Siapa yang berdzikir dengan rasa syukurnya, Allah memberikan tambahan ni’mat berlimpah : “Bila kalian bersyukur maka Aku bakal menambah (ni’matKu) kepadamu”

Tak satu pun hamba Allah yang berdzikir melainkan Allah mengingat mereka sebagai imbalan padanya. Bila sang hamba adalah seorang ‘arif (orang yang ma’rifat) berdzikir dengan kema’rifatannya, maka Allah swt, mengingatnya melalui penyingkapan hijab untuk musyahadahnya sang ‘arif.

Bila yang berdzikir adalah mukmin dengan imannya, Allah swt, mengingatnya dengan rahmat dan ridloNya.Bila yang berdzikir adalah orang yang taubat dengan pertaubatannya, Allah swt, mengingatnya dengan penerimaan dan ampunanNya.Bila yang berdzikir adalah ahli maksiat yang mengakui kesalahannya, maka Allah swt, mengingatnya dengan tutup dan pengampunanNya.

Jika yang berdzikir adalah sang penyimpang dengan penyimpangan dan kealpaannya, maka Allah swt mengingatnya dengan adzab dan laknatNya.Bila yang berdzikir adalah si kafir dengan kekufurannya, maka Allah swt, mengingatnya dengan azab dan siksaNya.

Siapa yang bertahlil padaNya, Allah swt, menyegerakan DiriNya padanya

Siapa yang bertasbih, Allah swt, membagusinya

Siapa yang memujiNya Allah swt, mengukuhkannya.

Siapa yang mohon ampun padaNya, Allah swt mengampuninya.

Siapa yang kembali kepadaNya, Allah swt, menerimanya.

Kondisi sang hamba itu berputar pada empat hal :

Pertama: Ketika dalam keadaan taat, maka Allah swt, mengingatkannya dengan menampakkan anugerah dalam taufiqNya di dalam taat itu.

Kedua: Ketika si hamba maksiat, Allah swt mengingatkannya melalui tutup dan taubat.

Ketiga: Ketika dalam keadaan meraih nikmat, Allah swt mengingatkannya melalui syukur kepadaNya.

Keempat: Ketika dalam cobaan, Allah mengingatkannya melalui sabar.

Karena itu dalam Dzikrullah ada lima anugerah :

1. Adanya Ridlo Allah swt.

2. Adanya kelembutan qalbu.

3. Bertambahnya kebaikan.

4. Terjaga datri godaan syetan.

5. Terhalang dari tindak maksiat.

Siapa pun yang berdzikir, Allah pasti mengingat mereka.

Tak ada kema’rifatan bagi kaum a’rifin, melainkan karena pengenalan Allah swt kepada mereka.Dan tak seorang pun dari kalangan Muwahhidun (hamba yang manunggal) melainkan karena ilmunya Allah kepada mereka.Tak seorang pun orang yang taat kepadaNya, kecuali karena taufiqNya kepada mereka. Tak ada rasa cinta sang pecinta kepadaNya, kecuali karena anugerah khusus CintaNya kepada mereka.

Tak seorang pun yang kontra kepada Allah swt, kecuali karena kehinaan yang ditimpakan Allah swt, kepada mereka.Setiap nikmat dariNya adalah pemberian. Dan setiap cobaan dariNya adalah ketentuan. Sedangkan setiap rahasia tersembunyi yang mendahului, akan muncul secara nyata di kemudian hari.

Perlu diketahui bahwa kalimat tauhid merupakan sesuatu antara penafiaan dan penetapan. Awalnya adalah “Laa Ilaaha”, yang merupakan penafian, pembebasan, pengingkaran, penentangan, dan akhinya adalah “Illallah”, sebagai kebangkitan, pengukuhan, iman, tahid, ma’rifat, Islam, syahadat dan cahaya-cahaya.

“Laa” adalah menafikan semua sifat Uluhiyah dari segala hal yang tak berhak menyandangnya dan tidak wajib padanya. Sedangkan “Illallah” merupakan pengukuhan Sifat Uluhiyah bagi yang berhak dan wajib secara hakikat.

Secara maknawi terpadu dalam firman Allah swt : “Siapa yang kufur pada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka benar-bvenar telah memegang teguh tali yang kuat.”

“Laa Ilaaha Illallah”, untuk umum berarti demi penyucian terhapad pemahaman mereka,.dari kejumbuhan khayalan imajiner mereka, untuk suatu penetapan atas Kemaha-Esaan, sekalgus menafikan dualitsme.

Sedangkan bagi kalangan khusus sebagai penguat agama mereka, menambah cahaya harapan melalui penetapan Dzat dan Sifat, menyucikan dari perubahan sifat-sifat baru dan membuang ancaman bahayanya.Untuk kalangan lebih khusus, justru sebagai sikap tanzih (penyucian) terhadap perasaan mampu berdzikir, mampu memandang anugerah serta fadhal dan mampu berssyukur, atas upaya syukurnya.[]

 

INILAH MOZAIK

Buah Dzikrulloh

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanya milik Allah Swt. Semoga Allah Yang Maha Menolong, menggolongkan kita sebagai orang-orang yang memiliki kebeningan hati, sehingga mudah menerima petunjuk dan nasehat. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Muhammad Saw.

Allah Swt berfirman,“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu..”(QS. Al Baqoroh [2] : 152)

Ini adalah kunci bagaimana menggapai hidup yang bahagia. Sejauh mana kita ingat kepada Allah, menghadirkan Allah dalam setiap hari-hari kita, maka itulah yang akan mendatangkan perlakuan Allah terhadap kita secara spesial. Tentu saja meski kita sedang tidak ingat kepada Allah, namun Allah tiada pernah berhenti mengurus kita. Tapi bagi orang yang hatinya senantiasa mengingat Allah, lisannya senantiasa menyebut asma Allah, maka ia akan mendapat bimbingan Allah dalam menjalani hidup di dunia ini.

Sedangkan barangsiapa yang hidupnya dibimbing Allah, niscaya dia tidak akan tersesat, dia akan selamat sekalipun seluruh makhluk berupaya mencelakakan dia.Maasyaa Allah.Inilah indahnya dzikrulloh, ucapannya akan terpelihara, perilakunya juga akan terjaga, kakinya akan melangkah ke tempat-tempat sumber ilmu. Betapa beruntung orang yang demikian, dan betapa hidupnya dikelilingi dengan kebahagiaan.

Sedangkan orang yang jauh dari dzikrulloh, langka sekali mengingat Allah, maka hidupnya akan hampa. Ia akan mudah tersesat jalan tak tentu arah tujuan. Mudah sekali melakukan hal-hal yang tiada berguna bahkan kemaksiatan dan dosa. Jauh dari dzikrulloh berarti jauh dari kebahagiaan hidup.

Saudaraku, setiap kita mendambakan hidup yang tenang dan bahagia. Maka, marilah kita bermujahadah dalam dzikir mengingat Allah dalam setiap urusan kita. Berdzikir dalam sholat maupun di luar sholat, berdzikir setiap waktu. Semoga kita termasuk orang-orang yang mendapat bimbingan Allah Swt. dalam menjalani hidup di dunia ini.Aamiin yaa Robbalaalamiin.[*]

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar 

INILAH MOZAIK