Amalan Saleh yang Kekal

Zikir adalah salah satu amal saleh yang kekal. Di mana dengan berzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala akan mendatangkan banyak kebaikan. Diantaranya, dapat menghapus dan menghilangkan kesalahan, meyelamatkan dari azab Allah, menambah rasa conta dan iman keoada Allah, dan menganugrahkan kemualian.

Zikir adalah ibadah yang paling mudah, tapi mulia dan istimewah. Karena gerakan lidah merupakan gerakan anggota badan yang paling rringan. Tetapi Allah memberikan keistimewaan dan pahala yang lebih yang tidak diberikan kepada lainnya. Oleh karena itu, Allah memerintahkan hamba-Nya agar selalu berzikir

Firman Allah subhanahu wa ta’ala,

“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.”(QS. Al Ahzab: 41-42)

Dalam buku Ensiklopedia Islam Al Kamil yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At Tuwaijiri, disebutkan amalan-amalan saleh yang kekal yang bisa digunakan unt berdizikir,

1. Subhanallah.

Maknanya adalah mengkultuskan dan menyucikan Allah dari segala aib dan kekurangan. Dan meniadakan sekutu bagi-Nya dalam hal Rububiyyah dan Uluhiyyah-Nya, meniadakan penyerupaan dalam semua nama dan sifat-Nya.

2. Alhamdulillah.

Maknanya adalah menetapkan segala pujian untuk-nya. Dialah yang terpuji dalam zat-Nya, nama-Nya, sifat-Nya dan Dia terpuji juga atas perbuatan-perbuatan dan anugrah-Nya dan atas din dan syariat-Nya.

3. La ilaaha illallah.

Maknanya adalahg tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah. Kalimat la ilaaha illallah menafikan peribadatan dari semua makhluk dan menetapkannya hanya kepada Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya.

4. Allahu Akbar.

Maknanya adalah menetapkan sfat-sifat keagungan, kebesaran, dan kesombongan hanya milik Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya.

5. La Haula Wala Quwwata Illa Billah.

Maknanya adalah sesungguhnya hanya Allah saja yang memiliki daya dan kekuatan, tidak ada yang bisa mengubah keadaan selain Allah saja. Dan tidak mungkin kita melakukan perbuatan apa pun selian dengan pertolongan dari Allah.

 

Sumber: Ensiklopedia Islam Al Kamil yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At Tuwaijiri. Bagain Kedua Fikih Alquran Dan Ash Sunnah. Amalan-amalan saleh yang kekal. Hal 493.

REPUBLIKA

Dzikir Sebelum Tidur

Ada 13 dzikir yang bisa diamalkan sebelum tidur. Semoga tidurnya penuh berkah, dapat ketenangan dan selamat dari gangguan.

[1]

Mengumpulkan dua telapak tangan. Lalu ditiup dan dibacakan surat Al Ikhlas, Al Falaq dan An Naas. Kemudian dua telapak tangan tersebut mengusap tubuh yang dapat dijangkau, dimulai dari kepala, wajah dan tubuh bagian depan. Semisal itu diulang sampai tiga kali.[1]

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah ilah yang bergantung kepada-Nya segala urusan. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.” (QS. Al Ikhlas: 1-4)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ مِن شَرِّ مَا خَلَقَ وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ  وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah: Aku berlindung kepada Rabb yang menguasai Shubuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan-kejahatan wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki”. (QS. Al Falaq: 1-5)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ مَلِكِ النَّاسِ إِلَهِ النَّاسِ مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ مِنَ الْجِنَّةِ وَ النَّاسِ

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah: Aku berlindung kepada Rabb manusia. Raja manusia. Sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari jin dan manusia.” (QS. An Naas: 1-6)

[2]

Membaca ayat Kursi.

Faedah: Siapa yang membaca ayat Kursi sebelum tidur, maka ia akan terus dijaga oleh Allah dan terlindungi dari gangguan setan hingga pagi hari. [2]

Allah, tidak ada ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya). Dia tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi-Nya tanpa seizin-Nya. Dia mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka. Mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dia tidak merasa berat memelihara keduanya. Dan Dia Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS. Al Baqarah: 255)

[3]

Membaca Surat Al Baqarah ayat 285-286.

Faedah: Siapa yang membaca dua ayat tersebut pada malam hari, maka dua ayat tersebut telah memberi kecukupan baginya.[3]

آَمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آَمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ * لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami ta’at”. (Mereka berdoa): “Ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali”. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir“. (QS. Al Baqarah: 285-286)

[4]

بِاسْمِكَ رَبِّيْ وَضَعْتُ جَنْبِيْ، وَبِكَ أَرْفَعُهُ، فَإِنْ أَمْسَكْتَ نَفْسِيْ فَارْحَمْهَا، وَإِنْ أَرْسَلْتَهَا فَاحْفَظْهَا بِمَا تَحْفَظُ بِهِ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ

Bismika robbi wadho’tu jambii, wa bika arfa’uh, fa-in amsakta nafsii farhamhaa, wa in arsaltahaa fahfazh-haa bimaa tahfazh bihi ‘ibaadakash shoolihiin.

Artinya:

“Dengan nama Engkau, wahai Rabbku, aku meletakkan lambungku. Dan dengan namaMu pula aku bangun daripadanya. Apabila Engkau menahan rohku (mati), maka berilah rahmat padanya. Tapi, apabila Engkau melepaskannya, maka peliharalah (dari kejahatan setan dan kejelekan dunia), sebagaimana Engkau memelihara hamba-hambaMu yang shalih.” (Dibaca 1 x)

Faedah: Apabila akan tidur, maka hendaklah tempat tidur tersebut dibersihkan karena siapa tahu ada kotoran yang membahayakan di situ, lalu membaca dzikir di atas.[4]

[5]

اَللَّهُمَّ إِنَّكَ خَلَقْتَ نَفْسِيْ وَأَنْتَ تَوَفَّاهَا، لَكَ مَمَاتُهَا وَمَحْيَاهَا، إِنْ أَحْيَيْتَهَا فَاحْفَظْهَا، وَإِنْ أَمَتَّهَا فَاغْفِرْ لَهَا. اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ

Allahumma innaka kholaqta nafsii wa anta tawaffaahaa, laka mamaatuhaa wa mahyaahaa, in ahyaytahaa fahfazh-haa, wa in ammatahaa faghfir lahaa. Allahumma innii as-alukal ‘aafiyah.

Artinya:

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau menciptakan diriku, dan Engkaulah yang akan mematikannya. Mati dan hidupnya hanya milik-Mu. Apabila Engkau menghidupkannya, maka peliharalah (dari berbagai kejelekan). Apabila Engkau mematikannya, maka ampunilah. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu keselamatan.” (Dibaca 1 x)[5]

[6]

اَللَّهُمَّ قِنِيْ عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَكَ

Allahumma qinii ‘adzaabak, yawma tab’atsu ‘ibaadak.

Artinya:

“Ya Allah, jauhkanlah aku dari siksaanMu pada hari Engkau membangkitkan hamba-hambaMu (yaitu pada hari kiamat).” (Dibaca 1 x).

Faedah: Apabila Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam hendak tidur, beliau meletakkan tangan kanannya di bawah pipinya, kemudian membaca dzikir di atas.[6]

[7]

بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَمُوْتُ وَأَحْيَا

Bismika allahumma amuutu wa ahyaa.

Artinya:

“Dengan namaMu, ya Allah! Aku mati dan hidup.” (Dibaca 1 x)[7]

[8]

سُبْحَانَ اللهِ (33×)

الْحَمْدُ لِلَّهِ (33×)

اللهُ أَكْبَرُ (34×)

Subhanallah (33 x)

Alhamdulillah (33 x)

Allahu Akbar (33 x)

Artinya:

“Maha suci Allah (33 x), segala puji bagi Allah (33 x), Allah Maha Besar (34 x).”

Faedah: Bacaan di atas lebih baik daripada memiliki pembantu di rumah. Demikian dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada puterinya, Fatimah dan istri tercintanya, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhuma.[8]

[9]

اَللَّهُمَّ رَبَّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ، رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ، فَالِقَ الْحَبِّ وَالنَّوَى، وَمُنْزِلَ التَّوْرَاةِ وَاْلإِنْجِيْلِ وَالْفُرْقَانِ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ شَيْءٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهِ. اَللَّهُمَّ أَنْتَ اْلأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ اْلآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُوْنَكَ شَيْءٌ، اِقْضِ عَنَّا الدَّيْنَ وَأَغْنِنَا مِنَ الْفَقْرِ

Allahumma robbas-samaawaatis sab’i wa robbal ‘arsyil ‘azhiim, robbanaa wa robba kulli syai-in, faaliqol habbi wan-nawaa wa munzilat-tawrooti wal injiil wal furqoon. A’udzu bika min syarri kulli syai-in anta aakhidzum binaa-shiyatih. Allahumma antal awwalu falaysa qoblaka syai-un wa antal aakhiru falaysa ba’daka syai-un, wa antazh zhoohiru fa laysa fawqoka syai-un, wa antal baathinu falaysa duunaka syai-un, iqdhi ‘annad-dainaa wa aghninaa minal faqri.

Artinya:

“Ya Allah, Rabb yang menguasai langit yang tujuh, Rabb yang menguasai ‘Arsy yang agung, Rabb kami dan Rabb segala sesuatu. Rabb yang membelah butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah, Rabb yang menurunkan kitab Taurat, Injil dan Furqan (Al-Qur’an). Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan segala sesuatu yang Engkau memegang ubun-ubunnya (semua makhluk atas kuasa Allah). Ya Allah, Engkau-lah yang awal, sebelum-Mu tidak ada sesuatu. Engkaulah yang terakhir, setelahMu tidak ada sesuatu. Engkau-lah yang lahir, tidak ada sesuatu di atasMu. Engkau-lah yang Batin, tidak ada sesuatu yang luput dari-Mu[9]. Lunasilah utang kami dan berilah kami kekayaan (kecukupan) hingga terlepas dari kefakiran.”[10]

[10]

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَكَفَانَا وَآوَانَا، فَكَمْ مِمَّنْ لاَ كَافِيَ لَهُ وَلاَ مُؤْوِيَ

Alhamdulillahilladzi ath’amanaa wa saqoonaa wa kafaanaa wa aawaanaa, fakam mimman laa kaafiya lahu wa laa mu’wiya.

Artinya:

“Segala puji bagi Allah yang memberi makan kami, memberi minum kami, mencukupi kami, dan memberi tempat berteduh. Berapa banyak orang yang tidak mendapatkan siapa yang memberi kecukupan dan tempat berteduh.”[11]

[11]

اَللَّهُمَّ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ، رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيْكَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِيْ، وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ، وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِيْ سُوْءًا أَوْ أَجُرُّهُ إِلَى مُسْلِمٍ

Allahumma ‘aalimal ghoybi wasy-syahaadah faathiros samaawaati wal ardh. Robba kulli syai-in wa maliikah. Asyhadu alla ilaha illa anta. A’udzu bika min syarri nafsii wa min syarrisy-syaythooni wa syirkihi, wa an aqtarifa ‘alaa nafsii suu-an aw ajurruhu ilaa muslim.

Artinya:

“Ya Allah, Rabb yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Rabb pencipta langit dan bumi, Rabb yang menguasai segala sesuatu dan yang merajainya. Aku bersaksi bahwa tiada Rabb yang berhak disembah kecuali Engkau. Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan diriku, kejahatan setan dan balatentaranya, atau aku berbuat kejelekan pada diriku atau aku mendorongnya kepada seorang Muslim.”

Faedah: Do’a ini diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Abu Bakr Ash Shiddiq untuk dibaca pada pagi, petang dan saat akan tidur.[12]

[12]

Membaca “alif lam mim tanzil” (surat As-Sajdah) dan “tabaarokal ladzii biyadihil mulk” (surat Al Mulk).[13]

[13]

اَللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ نَفْسِيْ إِلَيْكَ، وَفَوَّضْتُ أَمْرِيْ إِلَيْكَ، وَوَجَّهْتُ وَجْهِيَ إِلَيْكَ، وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِيْ إِلَيْكَ، رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ، لاَ مَلْجَأَ وَلاَ مَنْجَا مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ، آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِيْ أَنْزَلْتَ وَبِنَبِيِّكَ الَّذِيْ أَرْسَلْتَ

Allahumma aslamtu nafsii ilaik, wa fawwadh-tu amrii ilaik, wa wajjahtu wajhiya ilaik, wa alja’tu zhohrii ilaik, rogh-batan wa rohbatan ilaik, laa malja-a wa laa manjaa minka illa ilaik. Aamantu bikitaabikalladzi anzalta wa bi nabiyyikalladzi arsalta.

Artinya:

“Ya Allah, aku menyerahkan diriku kepadaMu, aku menyerahkan urusanku kepadaMu, aku menghadapkan wajahku kepadaMu, aku menyandarkan punggungku kepadaMu, karena senang (mendapatkan rahmatMu) dan takut pada (siksaanMu, bila melakukan kesalahan). Tidak ada tempat perlindungan dan penyelamatan dari (ancaman)Mu, kecuali kepadaMu. Aku beriman pada kitab yang telah Engkau turunkan, dan (kebenaran) NabiMu yang telah Engkau utus.” Apabila Engkau meninggal dunia (di waktu tidur), maka kamu akan meninggal dunia dengan memegang fitrah (agama Islam)”.

Faedah: Jika seseorang membaca dzikir di atas ketika hendak tidur lalu ia mati, maka ia mati di atas fithrah (mati di atas Islam).[14]

 

[1] HR. Bukhari no. 5017 dan Muslim no. 2192.

[2] HR. Bukhari no. 3275

[3] HR. Bukhari no. 4008 dan Muslim no. 807.

[4] HR. Al-Bukhari no. 6320 dan Muslim no. 2714.

[5] HR. Muslim no. 2712.

[6] HR. Tirmidzi no. 3398 dan Abu Daud no. 5045. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan hadits ini shahih. Syaikh Al Albani mengkritik tentang penyebutan dzikir ini tiga kali. Yang tepat riwayat tersebut tanpa penyebutan tiga kali. Lihat As Silsilah Ash Shahihah no. 2754, 6: 588.

[7] HR. Bukhari no. 6312 dan Muslim no. 2711.

[8] HR. Bukhari no. 3705 dan Muslim no. 2727.

[9] Maksud “فَلَيْسَ دُوْنَكَ شَيْءٌ” adalah kiasan akan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu. Walaupun Allah itu Maha Tinggi, akan tetapi Allah begitu dekat. Ketinggian Allah tidak menafikan kedekatan Allah. (Lihat Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, hal. 113)

[10] HR. Muslim no. 2713.

[11] HR. Muslim no. 2715.

[12] HR. Tirmidzi no. 3392 dan Abu Daud no. 5067. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahawa sanad hadits ini shahih. Adapun kalimat terakhir (وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِيْ سُوْءًا أَوْ أَجُرُّهُ إِلَى مُسْلِمٍ) adalah tambahan dari riwayat Ahmad 2: 196. Dikomentari oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth bahwa hadits tersebut shahih dilihat dari jalur lainnya (shahih lighoirihi).

[13] HR. Tirmidzi no. 3404. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits yang hasan.

[14] HR. Al-Bukhari no. 6313 dan Muslim no. 2710.

RUMAYSHO

Dzikir Tidak Hanya Lisan

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanya milik Allah Swt. Semoga Allah Yang Maha Membalas setiap kebaikan, menjadikan kita orang-orang yang istiqomah dalam beramal sholeh. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda nNabi Muhammad Saw.

Saudaraku, yang paling utama dari dzikir itu adalah ingat kepada Allah Swt sejak dari niat kita di dalam hati. Sehingga dzikir adalah agar niat kita lurus hanya mengharap ridho Allah Swt.

Allah Swt berfirman,“Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadat (kurban) ku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”.(QS. Al Anam [6] : 162-163)

Jadi, dzikir itu tidak hanya diucapkan, dilantunkan berulang-ulang secara lisan saja, tapi juga harus dimulai sejak getaran hati sehingga membuat niat kita senantiasa luruslillaahitaala.Karena Allah tidak akan menerima amal kecuali yang niatnya karena Allah Swt.

Dalam urusan keikhlasan dalam beramal misalnya, tidak begitu penting bahkan tidak perlulah keikhlasan itu diucapkan,“saya ikhlas kok!”Lakukan saja kebaikan dan biarkan urusan ikhlas itu menjadi kesibukan hati. Di dalam surat Al Ikhlas pun tidak ada kata atau kalimat “ikhlas”, justru isi dari surat ini meski suratnya pendek namun isinya adalah urusan yang sangat besar nan agung yaitu tauhiid.

Maka, orang yang ikhlas itu tidak lagi sibuk dengan penilaian manusia mengenai amalnya, ia hanya sibuk dengan satu hal yaitu bagaimana agar amalnya itu diterima oleh Allah Swt.

Nah saudaraku, marilah kita senantiasa menghadirkan dzikir sejak dari hati kita, kemudian kita ucapkan dan kita hadirkan dalam amal perbuatan kita. Agar niat kita senantiasa terjaga hanya mengharap ridho Allah Swt. Semoga setiap amal sholeh kita diterima oleh Allah Swt.Aamiin yaa Robbal aalamiin.[smstauhiid]

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

INILAH MOZAIK

Indahnya Zikrullah

Pernahkah terbayang, kehidupan rumah tangga yang semuanya gemar berzikir kepada-Nya? Mulai dari ayah, ibu, hingga anakanaknya. Bagaimana penilaian kita terhadap rumah tangga itu?

Rumah tangga yang demikian tentu akan hidup dalam ketenangan dan ketenteraman hati karena senantiasa zikrullah (mengingat Allah). Bahkan, sekiranya rumah tangga itu belum sempurna menjalankan rukun Islam, maka zikrullah adalah sarana terbaik untuk mendapatkan ridha-Nya. Dari Abdullâh bin Busr RA, “Seorang badui datang kepada Nabi SAW kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya syariatsyariat Islam sudah banyak pada kami.

Beritahukanlah kepada kami sesuatu yang kami bisa berpegang teguh ke pa danya.’ Nabi SAW bersabda, ‘Hen dak lah lidahmu senantiasa berzikir kepada Allah Azza wa Jalla.” (HR Ahmad). Amru Khalid menerangkan bahwa dengan zikrullah perilaku dan akhlak kita akan teratur. Zikrullah akan menjadikan ibadah-ibadah kita yang lainnya menjadi teratur pula.

Menariknya, zikrullah ini bisa kita lakukan kapan dan di mana pun dalam setiap aktivitas. Dalam kondisi seperti itu, membaca istighfar, tasbih, dan tahmid mampu dilakukan setiap Muslimin. Bahkan, zikrullah bisa dilakukan wanita yang haid sekalipun. Jadi, zikrullah adalah ibadah yang mudah diamalkan. Hanya tinggal niat, tekad, dan kesungguhan yang luar biasa yang harus dihadirkan di dalam jiwa. Sebab, zikrullah utama di sisi Allah Taala.

Imam Ghazali dalam kitab Dzikrullah menulis, “Jika Anda bertanya, mengapa zikir kepada Allah yang dikerjakan secara samar oleh lisan dan tanpa memerlukan tenaga yang besar menjadi lebih utama dan lebih ber man faat dibandingkan dengan sejumlah ibadah yang dalam pelaksanaannya banyak mengandung kesulitan?”

Al-Ghazali menjelaskan, zikrullah mengharuskan adanya rasa suka dan cinta kepada Allah Taala. Maka, tidak akan ada yang mengamalkannya ke cuali jiwa yang dipenuhi rasa suka dan cinta untuk selalu mengingat dan kembali kepada-Nya.

Orang yang mencintai sesuatu akan banyak mengingatnya, dan orang yang banyak mengingat sesuatu (meskipun pada mulanya ini adalah bentuk pembebanan) pasti akan mencintainya. Begitu halnya dengan orang yang berzikir kepada Allah Taala.

Pantas jika kemudian Allah Taala me negaskan, “Karena itu, ingatlah ka mu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” (QS al-Baqarah [2]: 152). Dalam hadis qudsi, “Allah Taala berfirman, ‘Aku akan bersama hamba- Ku selama ia mengingat-Ku dan kedua bibirnya bergerak karena Aku.'” (HR Baihaqi & Hakim).

Jadi, betapa meruginya rumah tangga yang meninggalkan zikir. Ibn Taymiyah berkata, “Zikir diibaratkan air yang di dalamnya hidup banyak ikan. Bagaimana nasib ikan-ikan itu jika terpisah dari airnya?” Wallahu a’lam.

 

Oleh: Imam Nawawi

REPUBLIKA

Dzikir Gerbang Pertolongan Allah

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanya milik Allah Swt. Dialah Dzat Yang Maha Kuasa atas segalanya, tiada yang mampu menciptakan seluruh alam ini dengan segala isinya dan mengurusnya selain Allah Swt. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda nabi Muhammad Saw.

Hidup akan terasa berat manakala kita tidak mendapat pertolongan Allah Swt. Kalau Allah menolong kita, maka hidup akan terasa ringan dan mudah. Sedangkan kalau Allah tidak menolong kita, maka sesederhana apapun kejadian dalam hidup ini maka akan terasa berat dan besar. Karena sesungguhnya “Laa haulaa walaa quwwata illaa billaah”, makhluk itu tiada daya dan tiada upaya kecuali atas pertolongan Allah Swt.

Salah satu gerbang pertolongan Allah yang memiliki derajat sangat tinggi adalah dzikrulloh. Inilah amalan terbaik, amalan yang paling mensucikan, amalan yang paling meninggikan derajat, amalan yang lebih baik dari menafkahkan emas dan perak, amalan yang lebih baik dari membunuh atau terbunuh dalam jihad di jalan Allah, itu dzikrulloh taala. Karena seluruh perintah dan larangan Allah, muaranya adalah untuk ingat kepada Allah yang berbuah kepatuhan, ketaatan dan kepasrahan kepada-Nya.

Jadi, kualitas seseorang itu tergantung kualitas dzikirnya. Semakin banyak dzikirnya, maka semakin tinggi kedudukannya di hadapan Allah Swt. Karena Allah Swt. berfirman, “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al Baqoroh [2] : 152)

Orang yang paling spesial di hadapan Allah sehingga Allah mengingatnya adalah orang yang paling banyak dzikrulloh. Sedangkan semakin jauh dari dzikir, maka semakin tidak spesial dia di hadapan Allah, dan semakin jauh dari pertolongan-Nya. Semakin banyak dzikir, semakin dimudahkan oleh Allah agar hatinya menjadi tentram. Sedangkan, semakin jauh dari dzikir, maka semakin mudah hatinya diselimuti kegalauan dan kegelisahan.

Demikianlah keutamaan dzikir bagi kita. Dzikir adalah gerbang pertolongan Allah yang sangat utama. Semoga kita termasuk orang-orang yang istiqomah mengamalkan dzikir sehingga mendapatkan derajat yang tinggi di hadapan Allah Swt. dan sangat dekat dengan pertolongan-Nya. Aamiin yaa Robbalaalamiin.

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

[smstauhiid]

Istighfar dan Dzikir VS Facebook dan Twitter

Kami sempat terkesima mendengar kata-kata ustadz Armen Halim Naro, Lc rahimahullahsaat memotivasi tentang istighfar, beliau berkata,

“ Istighfar kita yang naik ke langit mencegah turunnya musibah ke bumi”

Ini membuat kami sedikit merenung mengenai diri kami. Dan kami mencoba untuk membaginya.

 

Fenomena jejaring sosial

Ternyata kami sangat jauh penerapannya. Setelah dipikir-pikir ada satu yang menjadi penyebabnya yaitu maraknya jejaring sosial seperti facebook, twitter, google+ dn lain-lain. inilah membuat kami lalai dan sangat jauh dari kebiasaan orang-orang shalih dan ulama yaitu beristighfar dimanapun, kapanpun [tentu bukan di WC, toilet dll]., mengucapkan “astagfirullah”,” Allahummagfirli” disela-sela waktu, di sela-sela kesempatan, di sela-sela kesibukan, ketika menunggu, ketika naik kendaraan, ketika berjalan kaki, ketika menanti jemputan dan ketika kita mampu mencuri sedikit waktu yang sangat mahal dalam berbagai kesibukan.

 

Para salaf mencuri waktu untuk beristighfar

Jika mengingat pesan para salaf [pendahulu] kita, maka kita sangat malu menisbatkan diri kepada mereka, Luqman ‘alaihis salam bepesan kepada anaknya,

يَا بُنِيَّ عَوِّدْ لِسَانَكَ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي، فَإِنَّ لِلَّهِ سَاعَاتٍ لَا يَرُدَّ فِيهَا سَائِلًا

“Wahai anakku biasakan lisanmu dengan ucapan: [اللهم اغفر لي ] “Allhummafirli”, karena Allah memiliki waktu-waktu yang tidak ditolak permintaan hamba-Nya di waktu itu.”

 

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata,

أَكْثِرُوا مِنَ الِاسْتِغْفَارِ فِي بُيُوتِكُمْ، وَعَلَى مَوَائِدِكُمْ، وَفِي طُرُقِكُمْ، وَفِي أَسْوَاقِكُمْ،

وَفِي مَجَالِسِكُمْ أَيْنَمَا كُنْتُمْ، فَإِنَّكُمْ مَا تَدْرُونَ مَتَى تَنْزِلُ الْمَغْفِرَةُ

”Perbanyaklah istighfar di rumah-rumah, meja-meja makan, jalan-jalan, pasar-pasar dan majelis-majelis kalian di manapun kalian berada. Karena kalian tidak tahu kapan turunnya pengampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala”. [Jami’ Al-ulum wal hikam hal. 535, Darul Aqidah, Kairo, cet.1, 1422 H]

 

Belum lagi kisah imam Malik rahimahullah yang mencuri waktunya yang sangat mahal. Ketika penyambung suaranya berbicara saat majelis kajian [saat itu belum ada pengeras suara, maka ada beberapa penyambung suara berbicara setelah imam Malik berbicara]. Maka waktu longgar tersebut dimanfaatkan oleh beliau untuk beristighfar kepada Allah Ta’ala. Subhanallah, sangat jauh dari kita.

 

Bijak dalam menyikapi jejaring sosial

Kami baru teradar bahwa facebook dan jejaring sosial menjadi penggantinya. Mungkin seperti ini rutinitasnya:

-Setelah sholat subuh langsung buka laptop kemudian login, membuka-buka status yang sudah di update tadi malam [padahal statusnya kurang bermanfaat, sekedar curhat atau main-main],

-Kemudian di tempat kerja, ada waktu istirahat sedikit, langsung buka facebook, update status saat kerja, terkadang status mengeluh dengan pekerjaan, membicarakan atasan, membicarakan hal-hal yang kurang penting

-sore hari setelah istirahat juga langsung buka facebook lagi, mencari-cari berita terbaru dari link-link yang ada, awalnya berniat membuka link-link bermanfaat, akan tetapi ada juga yang friend yang menaruh link kurang bermanfaat, rasa penasaran muncul akhirnya sibuk dengan hal yang kurang bermanfaat. Atau akhirnya terlalu sibuk mengikuti perkembangan politik dan artis. “kasus ini, kasus itu, skandal ini, skandal itu”. Boleh sekedar tahu tetapi terkadang kita terjerumus rasa penasaran akhirnya terlalu mengikuti dan lalai. Padahal jika mendengar kasus-kasus tersebut kebanyakan kita sakit hati dengan kasus-kasus korupsi, ketidakadilan hukum dan kriminalitas yang telalu bebas disiarkan.

-magribnya juga terkadang ada saja yang buka update status

-kemudian ba’da isya menjelang tidur, buka facebook lagi, mencurahkan uneg-uneg, kejadian dan pengalaman selama sehari, terkadang status yang bisa menghapus pahala kita karena riya’, seperti kita sudah melakukan ini dan itu.

 

Jika seperti ini, kapan kita menuntut ilmu, berdakwah, waktu untuk keluarga, bersosialisasi dengan masyarakat dan beramal. Memang berniat menuntut ilmu di dunia maya, tetapi menuntut ilmu didunia nyata waktunya harus lebih banyak, jelas berbeda keutamaannya menghadiri majelis ilmu. Memang berniat berdakwah didunia maya, tetapi berdakwah didunia nyata porsinya harus lebih besar, kepada orang tua, kerabat dan lain-lain.

Terkadang Ada ikhwan/akhwat yang terkesan sangat shalih dan alim di facebook, sangat sering update status agama, sangat sering berbicara agama, memberi link-link tentang sholat malam, tentang menuntut ilmu padahal didunia nyata ia malah jarang atau tidak menerapkannya. Tetapi kita perlu husnudzon juga, karena ada ikhwan/akhwat yang memang kerjanya berhubungan dengan dunia internet seperti ahli IT dan dagang via internet. Jadi mereka sangat memanfaatkan kesempatan tersebut.

Jauh sebelumnya para ustadz sudah memberi peringatan tentang hal ini. kita lihatlah pada para ustadz yang punya akun facebook, mereka lebih sibuk menuntut ilmu dan berdakwah didunia nyata.

 

Terkadang lebih baik HP tidak ada jaringan internetnya

Terkadang mungkin ini lebih baik jika tidak terlalu perlu misalnya untuk bisnis dan perdagangan. HP yang mudah dibawa kemana-mana menyebabkan kita dengan mudahnya membuka jejaring sosial seperti facebook. Sehingga sela-sela waktu malah kita gunakan untuk buka facebook, update status dan comment. Padahal hal itu kurang terlalu penting. Misalnya,

Saat pecah ban motor, update status via blackberry:

“ban motor pecah dijalan ini, bersama @fulan, Alhamdulillah dekat ama tambal ban”

 

Kemudian menunggu ada yang comment dan saling balas-balasan.

Memang ini adalah hal yang mubah, akan tetapi alangkah baiknya jika ketika menunggu kita gunakan untuk beristighfar dan berdzikir. Merenungkan apa dosa kita dan kesalahan kita hari ini sampai ban motor bisa pecah sehinga manghambat perjalanan.

Ketahuilah, semua musibah, kesusahan dan kesedihan sekecil apapun itu adalah akibat dosa kita karena kita lalai bertaubat dan beristighfar.

Mengenai ayat,

مَن يَعْمَلْ سُوءاً يُجْزَ بِهِ

“Barangsiapa yang mengerjakan kejelekan, niscaya akan diberi pembalasan dengannya.” [An-Nisa’:123]

 

Berkata Qotadah rahimahullah,

لا يصيب رجلا خدشٌ ولا عثرةٌ إلا بذنب

“Tidaklah seseorang terkena goresan [ranting] atau tersandung melainkan akibat dosa yang ia perbuat”. [Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Quran 9/236 , Al-Qurthubi, Muassah Risalah, cet.1, 1420 H]

 

Jangan melalaikan dan meremehkan istighfar

Kita jangan meremehkan istighfar, karena sekedar lafaz yang terucap saja. karena dari istighfar inilah bermula hakikat penghambaan terhadap Allah, yaitu hati remuk-redam, bersedih mengingat mengakui dosa-dosa yang pernah diperbuat setiap harinya. Banyak ilmu dan amal yang belum kita ketahui, kemudian banyak ilmu yang sudah kita ketahui tidak kita amalkan, belum lagi maksiat yang kita lakukan. Kemudian berbelas-belas memohon ampun kepada Allah, memohon dikasihani, kemudian berjanji akan beramal kebaikan setelahnya untuk membalas dan menghapus dosa yang kita perbuat.

Demikianlah hakikat penghambaan, apakah kita beribadah sambil tertawa? Sambil bermain-main? Sambil bergembira ria? Tidak, tetapi hati yang tunduk, merendah, menangis dan berlinanglah air mata karena Allah.

Setelah itu barulah hati bergembira karena teringat janji Allah subhana ta’alamelalui lisan rasul-Nya,

عَيْنَانِ لاَ تَمُسُّهُمَا النَّارُ: عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِي سَبِيْلِ اللهِ

“Dua mata yang tidak akan disentuh oleh api Neraka: (pertama) mata yang menangis karena takut kepada Allah Subhanahu wata’ala, (kedua) mata yang bermalam dalam keadaan berjaga di jalan Allah Subhanahu wata’ala.” [HR. At-Tirmidzi no. 1639, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi dan Al-Misykat no. 3829]

 

dan Hadits,

سبعةيظلّهم اللّه فى ظلّه يوم لاظلّ الاّظلّه

ورجل ذكراللّه خالياففاضت عليناه

“Ada tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah Subhanahu wata’ala dalam naungan-Nya pada hari yang tiada naungan melainkan naungan-Nya sendiri”,….Orang yang mengingat pada Allah Subhanahu wata’ala di waktu keadaan sunyi lalu berlinanglah airmata dari kedua matanya.” [Muttafaq ‘alaih]

 

Karena menangis karena Allah tidak bisa dibuat-buat, kita tidak bisa menangis begitu saja tiba-tiba dalam keadaan sunyi [tanpa pengaruh musik meloncholis dan pengaruh karena menangis ramai-ramai seperti di Televisi]. Tidak akan bisa mengangis karena Allah tanpa proses mengakui kesalahan dan istighfar sebelumnya. Dan tangisan karena tidak bisa muncul kecuali dari hati hanif lagi menghamba.

Perlu diperhatikan juga bahwa sebaiknya tangisan karena Allah sebaiknya disembunyikan, jangan menampakan kesedihan bersama manusia sebagaimana kesalahan yang sering kita lihat ditelevisi. Oleh karena itu kita perlu memilih waktu yang tepat.

 

Istighfar membuat kehidupan menjadi mudah, terasa ringan berbagai ujian dan cobaan

Allah Ta’ala berfirman,

وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعاً حَسَناً إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى

“dan hendaklah kamu meminta ampun [istighfar] kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan.” [Hud:3]

 

Syaikh Muhammad Amin As-Syinqiti berkata menafsirkan ayat ini,

وَالظَّاهِرُ أَنَّ الْمُرَادَ بِالْمَتَاعِ الْحَسَنِ: سَعَةُ الرِّزْقِ، وَرَغَدُ الْعَيْشِ، وَالْعَافِيَةُ فِي الدُّنْيَا، وَأَنَّ الْمُرَادَ بِالْأَجَلِ الْمُسَمَّى: الْمَوْتُ

“Pendapat terkuat tentang yang dimaksud dengan kenikmatan adalah rizki yang melimpah, kehidupan yang lapang dan keselamatan didunia dan yang dimaksud dengan waktu yang ditentukan adalah kematian.” [Adhwa’ul Bayan 2/170, Darul Fikr, Libanon, 1415 H, Asy-Syamilah]

 

Kemudian istighfar juga membuat musibah tidak jadi turun, kemudian jika turun memudahkan kita menghadapinya, dan segera bisa menghilangkan musibah tersebut.

Imam Al-Qurthubi rahimahullah menukil dari Ibnu Shubaih dalam tafsirnya , bahwasanya ia berkata,

شَكَا رَجُلٌ إِلَى الْحَسَنِ الْجُدُوبَةَ فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. وَشَكَا آخَرُ إِلَيْهِ الْفَقْرَ

فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. وَقَالَ لَهُ آخَرُ. ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَرْزُقَنِي وَلَدًا،

فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. وَشَكَا إِلَيْهِ آخَرُ جَفَافَ بُسْتَانِهِ، فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. فَقُلْنَا لَهُ فِي ذَلِكَ؟

فَقَالَ: مَا قُلْتُ مِنْ عِنْدِي شَيْئًا، إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ فِي سُورَةِ” نُوحٍ”

”Ada seorang laki-laki mengadu kepadanya Hasan Al-Bashri tentangkegersangan bumi maka beliau berkata kepadanya,”beristighfarlah kepada Allah!”,

yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan maka beliau berkata kepadanya,”beristighfarlah kepada Allah!”

yang lain lagi berkata kepadanya,”Doakanlah (aku) kepada Allah, agar Iamemberiku anak!” maka beliau mengatakan kepadanya,”beristighfarlah kepada Allah!”

Dan yang lain lagi mengadu tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan pula kepadanya,”beristighfarlah kepada Allah!”

Dan kamipun menganjurkan demikian kepada orang tersebut

Maka Hasan Al-Bashri menjawab:”Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri.tetapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh [ayat 10-12].”[Jami’ Liahkamil Quran 18/302, Darul Kutub Al-Mishriyah, kairo, cet. Ke-2, 1348 H, Asy-Syamilah]

 

Jangan lalai juga berdzikir

Kita sepertinya lupa juga dengan anjuran berdzikir, padahal ini adalah perbuatan yang sangat mudah.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ، ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ

Dua kalimat yang ringan di lisan, namun berat ditimbangan, dan disukai Ar Rahman yaitu “Subhanallah wa bi hamdih, subhanallahil ‘azhim” (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Agung). [HR. Bukhari no. 6682 dan Muslim no. 2694]

 

Kemudian balasannya serta pahala sangat besar, salah satu saja contohnya,

نْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

قَالَ مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ

وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحر.رواه البخاري و مسلم.

Artinya: “Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang mengucapkan:

سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ

“Subahnallah wa bihamdihi “di dalam sehari 100 kali, dihapuskan dosa-dosanya walaupun seperti buih dilautan”.[HR. Bukhari, no. 5926 dan Muslim, no. 4857]

 

Perhatikan, hanya sekitar 3-5 menit untuk membacanya 100 kali, dosa kita terhapus semuanya. Untuk facebook dan twiter ketika menunggu tembel ban misalnya, kita habiskan sampai 20 menit.

 

Terbukti, kuatnya pengaruh dzikir

Bagi yang sudah terbiasa berdzikir dan merasakan nikmatnya, maka ia adalah kebutuhan pokok seorang hamba dalam kehidupan sehari-hari. Ia adalah kekuatan yang memudahkan kita melaksanakan berbagai ketataan dan mejaga kita dari keburukuan. Seolah-olah ada yang kurang jika tidak berdzikir. Dan Dzikir pagi-petang sebagai tempat pengisiannya.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah memaparkan bagimana pengaruh dzikir terhadap hamba berdasarkan pengamatannya langsung terhadap guru beliau syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah,

أن الذكر يعطي الذاكر قوة، حتى إنه ليفعل مع الذكر

ما لم يظن فعله بدونه، وقد شاهدت من قوة شيخ الإسلام ابن تيمية في سننه وكلامه وإقدامه

وكتابه أمراً عجيباً، فكان يكتب في اليوم من التصنيف

ما يكتبه الناسخ في جمعه وأكثر، وقد شاهد العسكر من قوته في الحرب أمراً عظيماً

“Sesungguhnya bacaan dzikir memberikan kepada pelakunya kekuatan.sampai-sampai ia mampu melakukan pekerjaan yang tidak mungkin dilakukan bila tanpa berdzikir. Sungguh saya menyaksikan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam prilaku, ucapan, keberanian dan karya tulisnya sesuatu yang menakjubkan. Dahulu, beliau menulis buku dalam satu hari dimana orang lain menulisnya dalam satu minggu atau lebih. Dan para pasukan juga telah mengakui keberanian beliau dalam peperangan yang luar biasa.” [Al-Wabilus Shayyib min Kalamith Thayyib hal. 77, Darul Hadits, kairo, cet. Ke-3, Asy-Syamilah]

 

Hanya berdzikir mengingat Allah hati kita menjadi tenang, jika masih saja tidak tenang padahal sudah berdzikir, ketahuilah hati kita mungkin sedang sakit, sehingga perlu keseriusan dan terus menerus berdzikir.

Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” [Ar-Ra’d: 28]

 

Hendaklah kita bijak menggunakan waktu kita yang sangat mahal, seorang ulama berkata kepada mereka yang sedang duduk-duduk [sekedar nongkrong] bahwa ia ingin sekali membeli waktunya. Belum lagi para ulama yang tidur sehari hanya sekitar empat jam saja. Karena tugas kita sangat banyak dalam dakwah maka jual mahallah terhadap waktu.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالفَرَاغُ

Dua kenikmatan yang sering dilalaikan oleh sebagian besar manusia yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu luang”. [HR. Bukhari no.6412]

 

Semoga bermanfaat bagi kaum muslimin.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

 

 

 

 

sumber:  https://muslimafiyah.com

Tiga Kalimat Dzikir Penghapus Dosa

Jika dibandingkan dengan buih di lautan, mungkin saja dosa kita jauh lebih melimpah dan akan terus bertambah. Andai dikonversikan dengan butiran pasir di satu pantai saja, bisajadi dosa kita masih tersisa amat banyak saat semua pasir sudah habis.

Bila dosa dan kesalahan kita dihitung, amat memungkinkan bahwa jumlahnya jauh lebih melimpah dari gemintang di angkasa.Sangat banyak. Tak terhitung. Melimpah ruah. Terus bertambah.

Beruntungnya, kita adalah hamba dari Rabb semesta alam yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sebanyak apa pun dosa dan khilaf, andai disesali dan takdiulangi, sungguh ampunan-Nya amat membahagiakan.

Selain dengan taubat, senantiasalah meminta ampun kepada Allah Taala dengan doa-doa dan dzikir-dzikir yang dijamin sebagai penghapus dosa. Inilah tiga kalimat dzikir yang direkomendasikan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai penghapus dosa.

Dibaca Ketika Bangun Tidur

Diriwayatkan oleh Ibnus Sunni, Imam an-Nawawi mengutip sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dari Ummu Aisyah yang disebutkan dalam al-Adzkar, “Tidak ada seorang pun yang telah dikembalikan ruhnya (bangun tidur) kemudian membaca,

— (Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Mahaesa. Tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan, dan bagi-Nya segala puji. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu),melainkan segala dosanya diampuni oleh Allah walaupun sebanyak buih di lautan.”

Bacalah Seratus Kali

Disebutkan dalam sebuah hadits panjang oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim. Abu Hurairah meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa mengucapkan (Mahasuci Allah dan segala puji hanya bagi-Nya) sebanyak seratus kali dalam sehari, maka Allah Taala akan mengampuni dosanya, meskipun sebanyak buih di lautan.” (Baca: Tiga Keutamaan Kalimat Subhanallahi wa bihamdihi)

Baca Saat Berpakaian

Dari Muadz bin Anas, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengenakan pakaian baru lalu membaca,

— (Alhamdulillahilladzi kasaanii haadzaa wa razaqaniihi min ghoiri haulin minnii wa laa quwwatin-segala puji bagi Allah Taala yang telah memberi pakaian ini kepadaku dan memberi rezeki kepadaku tanpa daya dan upaya dariku), (maka) Allah Taala mengampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Ibnus Sunni dalam al-Adzkar Imam an-Nawawi) (Baca: Baca Ketika Berpakaian, Dosa Anda Diampuni). [ ]

Sumber bersamadakwah/Inilah.com

 

Penjelasan Doa “Rabbana Atina Fid Dunya Hasanah”

Diantara doa yang Allah Ta’ala ajarkan dalam Al Qur’an adalah doa:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Ya Allah, berikanlah kepada Kami kebaikan di dunia, berikan pula kebaikan di akhirat dan lindungilah Kami dari siksa neraka.” (QS. al-Baqarah : 201).

Dalam do’a di atas terdapat beberapa faidah di antaranya adalah :

  1. Do’a ini disyari’atkan untuk dibaca di segala kondisi, dan terdapat kondisi-kondisi tertentu di mana do’a ini dipanjatkan seperti:

  1. Ketika thawaf dan berada di antara ar-Rukun al-Yamani dan al-Hajar al-Aswad [HR. Abu Dawud];

  2. Ketika selesai menunaikan rangkaian ibadah haji sebagaimana ditunjukkan dalam teks ayat sebelumnya;

  3. Ketika ditimpa musibah sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas radhiallahu ‘anhu,

    أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَادَ رَجُلاً مِنَ الْمُسْلِمِينَ قَدْ خَفَتَ فَصَارَ مِثْلَ الْفَرْخِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « هَلْ كُنْتَ تَدْعُو بِشَىْءٍ أَوْ تَسْأَلُهُ إِيَّاهُ ». قَالَ نَعَمْ كُنْتُ أَقُولُ اللَّهُمَّ مَا كُنْتَ مُعَاقِبِى بِهِ فِى الآخِرَةِ فَعَجِّلْهُ لِى فِى الدُّنْيَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « سُبْحَانَ اللَّهِ لاَ تُطِيقُهُ – أَوْ لاَ تَسْتَطِيعُهُ – أَفَلاَ قُلْتَ اللَّهُمَّ آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ». قَالَ فَدَعَا اللَّهَ لَهُ فَشَفَاهُ.

    Sesungguhnya rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menjenguk seorangsahabat yang telah kurus bagaikan anak burung (karena sakit). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Apakah kamu berdo’a atau meminta sesuatu kepada Allah?” Ia berkata, “Ya, aku berdo’a/meminta kepada Allah, “Ya Allah siksa yang kelak Engkau berikan kepadaku di akhirat segerakanlah untukku di dunia.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Subhanallah, kamu tidak akan mampu menanggungnya. Mengapa kamu tidak mengucapkan, “Ya Allah berikan kepada kami di dunia kebaikan dan di akhirat kebaikan dan peliharalah kami dari adzab Neraka.” Maka orang itupun berdo’a dengannya. Allah pun menyembuhkannya.” (HR Muslim).

  1. Kata Rabb merupakan seruan/panggilan yang mengandung pengakuan dari hamba terhadap rububiyah Allah karena Dia-lah semata yang memelihara segala urusan hamba-Nya, Dia-lah yang memperbaiki seluruh perkara dunia dan akhirat mereka, Dia-lah semata yang memberikan taufik, yang mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Ucapan ini menunjukkan betapa butuhnya hamba kepada Allah, mereka tidaklah mampu mengurus diri mereka tanpa adanya bantuan dari Allah, tidak ada yang mampu menolong dan memperbaiki segala urusan mereka kecuali Allah (al-Mawahib ar-Rabbaniyah hlm. 124).

    Dengan demikian, ketika bermunajat dengan mengucapkan panggilan ini, seorang hamba seyogyanya menghadirkan hati akan makna rububiyah Allah karena hal ini akan menimbulkan rasa khusyuk, khudlu (ketundukan) dan hamba akan merasakan manisnya bermunajat kepada Allah;

  1. Menginginkan kebaikan duniawi semata adalah ciri bagi mereka yang bercita-cita rendah karena pada ayat sebelumnya, Allah menyebutkan perihal golongan yang meminta kebaikan di dunia tanpa meminta kebaikan di akhirat, dan Allah pun menegaskan di akhirat kelak tidak akan ada bagian kebaikan bagi mereka.

    فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ

    Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: “Ya Rabb kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.” (QS. al-Baqarah : 200).

    Patut dicatat, terkabulnya keinginan duniawi pun bersifat terbatas, Allah hanya akan memberikan kebaikan di dunia dengan sesuatu yang Dia kehendaki dan hanya diberikan kepada mereka yang diinginkan Allah.

    مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ

    Barangsiapa yang menginginkan balasan yang segera, maka kami akan menyegerakan balasan itu untuknya di dunia dengan apa yang kami kehendaki, bagi siapa yang Kami inginkan” (QS. Al-Isrâ`: 18).

  2. Berkebalikan dengan poin 2, dalam Islam, mereka yang bercita-cita tinggi tentu akan lebih mendahulukan untuk meminta kebaikan di akhirat;

  3. Kebaikan di dunia yang dimaksud dalam ayat di atas mencakup seluruh keinginan duniawi, baik berupa kesehatan, rumah yang lapang, istri yang cantik, reseki yang melimpah, ilmu yang bermanfaat, amal shalih, kendaraan yang mewah, pujian dan selainnya (Tafsir Ibn Katsir 1/343).

    Sedangkan kebaikan di akhirat tentulah yang dimaksud adalah al-jannah (surga) karena mereka yang tidak dimasukkan ke dalam surga sungguh telah diharamkan untuk memperoleh kebaikan di akhirat (Tafsir ath-Thabari 1/553). Termasuk juga di dalamnya adalah rasa aman dari rasa takut ketika persidangan di hari kiamat dan kemudahan ketika segala amalan dihisab (Tafsir Ibn Katsir 1/342).

  1. Ucapan وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ merupakan permintaan hamba agar dilindungi dari siksa neraka sekaligus menunjukkan bahwa dirinya memohon segala sebab agar dirinya dijauhkan dari siksa neraka dipermudah oleh Allah, yaitu dengan menjauhi segala bentuk keharaman, dosa dan meninggalkan perkara yang syubhat (samar hukumnya) (Tafsir Ibn Katsir 1/342).

    Ucapan ini juga mengandung permohonan agar Allah tidak memasukkan hamba ke dalam an-naar (neraka) karena maksiat yang telah dikerjakannya, untuk kemudian dikeluarkan dengan adanya syafa’at (Tafsir al-Qurthubi 1/786).

  1. Betapa jauhnya kedudukan dan keutamaan antara kedua golongan tersebut (golongan yang menginginkan kebaikan akhirat dan golongan yang menginginkan kebaikan duniawi semata) karena pada ayat selanjutnya Allah menggunakan isim isyarah lil ba’id (kata tunjuk untuk sesuatu yang jauh), yaitu أولئك dalam firman-Nya,

    أُولئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَاب

    Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian daripada yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya” (QS. al-Baqarah : 202).

  1. Meski lafadznya ringkas namun kandungan do’a ini mencakup seluruh kebaikan dunia dan akhirat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering memanjatkan do’a ini, dan bahkan Anas radhiallahu ‘anhu mengatakan do’a ini adalah do’a yang paling banyak dipanjatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (HR. Bukhari dan Muslim).

    Demi meneladani beliau, di setiap permintaan yang dipanjatkan kepada Allah, Anas mesti menyelipkan do’a ini dan beliau pun mendo’akan kebaikan bagi para sahabatnya dengan do’a ini (Fath al-Baari 11/229).

  2. Diperbolehkan bagi hamba untuk memanjatkan dalam do’anya keinginan dunia dan akhirat, karena manusia pastilah membutuhkan kebaikan di dunia terlebih kebaikan di akhirat kelak;

  3. Seyogyanya prioritas utama seorang hamba dalam do’anya adalah perkara akhirat. Hal ini ditunjukkan dalam ayat di atas, dimana terdapat dua permohonan terkait perkara akhirat, yaitu kebaikan akhirat dan perlindungan dari siksa neraka, dan hanya satu permohonan terkait pekara dunia.

  4. Diantara ciri do’a yang baik adalah mengandung permintaan yang mengumpulkan sikapraghbah (meminta pahala/kebaikan) dan rahbah (menghindar dari siksa), sehingga seorang hamba mampu menyeimbangkan antara rasa rajaa (mengharap pahala) dankhauf (takut akan siksa);

  5. Betapa pentingnya do’a yang bersumber dari kitabullah karena meski dengan lafadz yang singkat tapi makna yang terkandung di dalamnya mencakup seluruh keinginan hamba, baik berupa perkara dunia maupun akhirat.

15 Muharram 1436 H

Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim

Artikel Muslim.Or.Id

Ksatria Fajar

“Dan sebarkanlah dirimu bersama orang-orang yang menyeru Rabb mereka pada waktu pagi dan petang untuk mengharapkan keridhaan-Nya” (Qs. Al-Kahfi: 28).

 

Saya perhatikan banyak orang-orang barat yang rela keluar rumah pada jam 4 pagi atau jam 11 malam hanya untuk menemani anjing mereka jalan-jalan, bahkan di musim dingin sekalipun. Bayangkan hanya untuk seekor anjing!

Berapa banyak orang islam yang bangun di pagi hari dan keluar rumah untuk shalat subuh berjama’ah, untuk beribadah kepada Rabb yang menciptakan dan memberi kehidupan kepada mereka? Padahal Allah telah memberikan nikmat islam kepada kita, sudah selayaknya kita bersyukur.

Demikian tulis sahabat saya Al-Akh Rofif Zufar, Alumni Beuth Hochschule fur Technik Berlin.

Sahabat fillah
Ujung malam dan waktu subuh menyimpan banyak rahasia. Kesungguhan salafus sholehdalam menjaga waktu pagi menunjukkan betapa banyak makna positif yang menyertai datangnya waktu penuh berkah itu. Tak heran walau seletih apapun mereka tetap menahan diri untuk terus terjaga hingga mentari terbit.

Saat Allah hendak meneguhkan Rasul-Nya, Dia memerintahkan kepada Rasul-Nya agar menyabarkan diri bersama orang-orang yang menyeru-Nya di waktu pagi dan petang.

Allah berfirman:

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَه

Dan sebarkanlah dirimu bersama orang-orang yang menyeru Rabb mereka pada waktu pagi dan petang untuk mengharapkan keridhaan-Nya” (Qs. Al-Kahfi: 28).

Selain menyinggung keutamaan waktu pagi, ayat ini juga mengajari kita, bahwa sabar tak berarti diam tanpa berbuat, sabar juga tak berarti pergi dan menjauh. Tapi sabar adalah pilihan hati, sebagai respon terhadap perubahan yang menghentak jiwa, yang menuntun hati untuk terus bertahan diatas pilihan tersebut.

Sahabat fillah
Kita mungkin pernah membaca hadits yang mengabarkan bahwa waktu shubuh adalah masa pergantian tugas antara malaikat siang dan malam. Maka alangkah indahnya bila saat pergantian tugas itu, kita sedang larut dalam ibadah kepada Allah, baik dalam dzikir, baca Qur’an atau sedekah.

Atau mungkin kita pernah membaca riwayat yang mengisahkan bagaimana Rasulullah membangunkan keluarganya di dua pertiga malam yang terakhir. Atau tentang hadits anjuran memercikkan air ke wajah istri/suami agar bangun malam serta anjuran melaksanakan sholat subuh secara berjamaah dan lain-lain. Semua itu menunjukkan betapa berharganya waktu subuh, betapa pentingnya memulai aktifitas di awal pagi, karena dibalik heningnya pagi, ada banyak keberkahan yang bisa kita raih. Keberkahan yang terangkum dalam do’a RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam yang berbunyi:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا

Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya

Aisyah radhiallahu’anhu berkata, “Rasulullah bersabda, “Berpagi-pagilah dalam mencari rezeki, karena sesungguhnya berpagi-pagi itu membawa berkah dan mengantarkan pada kemenangan.”

Itulah rahasia mengapa penaklukan-penaklukan dalam islam dilakukan di waktu pagi. Bahkan hijarah sang rasul di lakukan dipagi hari.

Fatimah –radhiyallahu’anha-, putri kesayangan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallammengisahkan “Ayahku pernah lewat di sampingku saat aku sedang berbaring di waktu pagi. Lalu beliau menggerakkan badanku dengan kakinya dan berkata, “Wahai anakku, bangunlah, saksikan/sambutlah rezeki Tuhanmu dan janganlah kamu termasuk orang yang lalai, karena Allah membagikan rezeki kepada hamba-Nya, antara terbit fajar dan terbit matahari.” (HR Ahmad dan Baihaqi).

Luqman Al-Hakim pernah berwasiat kepada anaknya: “Jangan sampai ayam jantan lebih cerdas dari dirimu. Ia berkokok sebelum fajar, sementara kamu masih mendengkur tidur hingga matahari terbit”.

Sahabat fillah. ..
Sungguh malam yang hening berbalut sunyi, ditambah indahnya pesona subuh adalah ghanimah bagi orang-orang sholeh. Keberkahan itu akan semakin semarak bila kita dapat berbagi dengan mereka yang papah lagi tak mampu.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيْهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُوْلُ أَحَدُهُمَا: اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا. وَيَقُوْلُ اْلآخَرُ: اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا.

Tidak ada satu hari pun dimana seorang hamba memasuki pagi harinya melainkan ada dua Malaikat turun kepadanya, salah satu di antara keduanya berdo’a: ‘Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfak. Dan yang lainnya berdo’a: ‘’Ya Allah, hancurkanlah (harta) orang yang kikir.” (HR. Bukhari Muslim).

Namun sangat disayangkan, banyak diantara kaum muslimin yang melalaikan ghanimah ini. Tak sedikit yang memilih tidur selepas subuh, atau bahkan melewatkan sholat subuh begitu saja. Padahal manusia terbaik dan generasi terbaik telah mencontohkan bagaimana seharusnya kita menyambut pagi.

Simak penuturan tabi’in yang mulia Simaak bin Harb- rahimahullah-, dia pernah bertanya kepada Jabir bin Samuroh –radhiallahu anhu

أَكُنْتَ تُجَالِسُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-

“Apakah engkau sering duduk menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”

Jabir menjawab,

نَعَمْ كَثِيرًا كَانَ لاَ يَقُومُ مِنْ مُصَلاَّهُ الَّذِى يُصَلِّى فِيهِ الصُّبْحَ أَوِ الْغَدَاةَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ قَامَ وَكَانُوا يَتَحَدَّثُونَ فَيَأْخُذُونَ فِى أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ فَيَضْحَكُونَ وَيَتَبَسَّمُ.

Iya. Beliau shallallahu alaihi wa sallam biasanya tidak beranjak dari tempat duduknya setelah shalat shubuh hingga terbit matahari. Apabila matahari terbit, beliau shallallahu alaihi wasallam berdiri (meninggalkan tempat shalat). Dahulu para sahabat suka guyon mengenai perkara jahiliyah, lalu mereka tertawa. Sementara beliau shallallahu alaihi wa sallam hanya tersenyum saja.” (HR. Muslim)

Begitulah Rasulullah. .. pribadi yang selalu terjaga dari ujung malam hingga mentari menyingsing menyemburat diujung ufuk. Kebiasaan sang guru itu kemudian mengilhami murid sekaligus sahabatnya yang mulia, Abdullah bin Mas’ud -radhiallahu anhu-. Dengarkan penuturan Abu Wa’il –rahimahullah-, dia mengisahkan bahwa “Di suatu pagi kami datang menemui Abdullah bin Mas’ud setelah melaksanakan shalat shubuh. Kami mengucapkan salam di depan pintu. Lalu kami diizinkan masuk. Akan tetapi kami berhenti sejenak di depan pintu. Keluarlah budaknya sembari berkata, “Mari silakan masuk.” Kemudian kami masuk sedangkan Ibnu Mas’ud sedang duduk berdzikir.

Ibnu Mas’ud bertanya, “Apa yang menghalangi kalian padahal aku telah mengizinkan kalian masuk?”.

Lalu kami menjawab, “Tidak ada, kami hanya mengira bahwa sebagian anggota keluargamu sedang tidur.”
Ibnu Mas’ud lantas menimpali, “Apakah kalian mengira bahwa keluargaku telah lalai?”

Kemudian Ibnu Mas’ud melanjutkan dzikirnya hingga dia mengira bahwa matahari telah terbit. Kemudian beliau memanggil budaknya dan bertanya, “Wahai budakku, lihatlah apakah matahari telah terbit.” Si budak tadi kemudian melihat ke luar. Jika matahari belum terbit, beliau kembali melanjutkan dzikirnya. Hingga beliau mengira lagi bahwa matahari telah terbit, beliau kembali memanggil budaknya sembari berkata, “Lihatlah apakah matahari telah terbit.” Kemudian budak tadi melihat ke luar. Jika matahari telah terbit, beliau mengatakan,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَقَالَنَا يَوْمَنَا هَذَا

Segala puji bagi Allah yang telah menolong kami hingga dapat berdzikir di pagi hari ini.” (HR. Muslim)

Sekarang mari kita melompati masa untuk melihat sisi ruhiyah seorang pembaharu Islam di abad ke 7 hijrah. Dialah Ibnu Taimiyah, seorang ulama muslim yang di kenal sebagai ahli ibadah.

Disela-sela penjelasan Ibnul Qoyyim tentang pengaruh dzikir terhadap kekuatan hati dan ruh, dia yang tak lain adalah murid Ibnu Taimiyah mengisahkan“ Suatu hari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah melaksanakan shalat shubuh, kemudian beliau duduk sambil berdzikir kepada Allah azza wa jalla hingga mendekati pertengahan siang. Setelah itu dia berpaling padaku dan berkata, ‘Ini adalah kebiasaanku di pagi hari. Jika aku tidak melakukan ini, hilanglah kekuatanku” (Al-Wabil As-Shayyib).

Saudaraku. ..
Lalu dimanakah kini mereka yg tersungkur di malam hari dalam do’a..?
Kemana panah-panah malam yg melesat bersama do’a-do’a itu..?
Ataukah kita yang dulu tersungkur dalam do’a kini mendengkur dalam tidur. ?
Dimanakah ksatria-ksatria fajar itu..?

Untukmu wahai penuntut ilmu..
Bila dahulu Ibnu Jarir menuangkan ide-idenya dalam 40 lembar kertas diawal pagi, lalu dimana dan sedang apakah engkau saat pagi menyongsong.?

Pertanyaan-pertanyaan diatas mari kita arahkan kepada diri kita. Agar tak selamanya raga ini terbuai dalam mimpi di saat yang lain melelah dalam keberkahan.

Semoga Allah memberkati pagi kita

Baarakallahu fiikum

______________
Malang 14 Dzulqo’dah 1436 H

Penulis: Ust. Aan Chandra Thalib Lc.

Artikel Muslim.or.id

Mengucapkan Tasbih, Tahmid, Takbir Setelah Shalat Wajib

Dr. Sa’id Al Qohtoni dalam kitab Syarah Shahih Muslim menjelaskan bahwa terdapat enam cara yang bisa dilakukan dalam melafalkan dzikir-dzikir setelah shalat

 

Di antara aktifitas dzikir yang bisa dilakukan oleh seorang muslim setelah shalat fardhu adalah dengan bertasbih, bertahmid, dan bertakbir. Yang dimaksud dengan bertasbih adalah mengucapkan “subhanallah (سبحان الله)”, dan bertahmid adalah mengucapkan “alhamdulillah(الحمد لله)”, sedangkan bertakbir mengucapkan “Allahu-akbar (الله أكبر)”. Lalu, bagaimana caranya mengucapkan kalimat-kalimat dzikir tersebut? Berapa kali masing-masing harus diucapkan?

Dr. Sa’id Al Qohtoni dalam catatannya untuk kitab Syarh Hishnul Muslim (145-146), menjelaskan bahwa terdapat enam cara yang bisa dilakukan dalam melafalkan dzikir-dzikir tersebut. Keenam cara tersebut merupakan cara yang sah diajarkan oleh Nabi karena berasal dari hadis-hadis yang sahih. Berikut keenam cara tersebut.

Pertama

Cara yang pertama adalah dengan membaca subhanallah sebanyak 33x, alhamdulillahsebanyak 33x, dan allahu-akbar sebanyak 33x, lalu ditutup dengan kalimat

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

/laa ilaha illallahu wahdahu laa syarikalahu lahul mulku walalhul hamdu wahuwa ‘ala kulli syai-in qodiir/

Cara pertama ini berdasarkan hadis yang diriwayatkatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah, dimana Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

Barang siapa yang bertasbih sebanyak 33x, bertahmid sebanyak 33x, dan bertakbir sebanyak 33x setelah melaksanakan shalat fardhu sehingga berjumlah 99, kemudian menggenapkannya untuk yang keseratus dengan ucapan laa ilaha illallahu wahdahu laa syarikalahu lahul mulku walalhul hamdu wahuwa ‘ala kulli syai-in qodiir, maka kesalahannya akan diampuni meskipun sebanyak buih di lautan.” (HR. Muslim no. 597).

Kedua

Cara yang kedua adalah dengan membaca subhanallah sebanyak 33x, alhamdulillahsebanyak 33x, dan allahu-akbar sebanyak 34x.

Cara ini berdasarakan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dimana Rasulullahshallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

معقبات لا يخيب قائلهن أو فاعلهن دبر كل صلاة مكتوبة ثلاث وثلاثون تسبيحة وثلاث وثلاثون تحميدة وأربع وثلاثون تكبيرة

Ada beberapa amalan penyerta yang barangsiapa mengucapkannya atau melakukannya setelah usai shalat wajib maka dirinya tidak akan merugi, yaitu bertasbih sebanyak 33x, bertahmid sebanyak 33x, dan bertakbir sebanyak 34x.” (HR. Muslim no. 596).

Ketiga

Cara yang ketiga adalah dengan membaca kalimat “subhanallah, walhamdulillah, wallahu-akbar” sekaligus sebanyak 33x.

Cara ketiga ini dilandaskan pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang mengisahkan bagaimana Rasulullah menanggapi keluhan orang-orang miskin yang merasa kalah beramal dengan orang-orang kaya karena harta mereka. Rasulullahshallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

أفلا أعلمكم شيئا تدركون به من سبقكم وتسبقون به من بعدكم ولا يكون أحد أفضل منكم إلا من صنع مثل ما صنعتم قالوا بلى يا رسول الله قال تسبحون وتحمدون وتكبرون خلف كل صلاة ثلاثا وثلاثين

Maukah kalian aku ajarkan sesuatu yang dapat membuat kalian mengejar orang-orang yang mendahului kalian, dan yang dapat membuat kalian mendahului orang-orang yang sesudah kalian, serta tidak ada seorang pun yang lebih utama kecuali ia melakukan seperti yang kalian lakukan?” Mereka (para orang miskin) menjawab: “tentu, ya Rasulullah”. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam kemudian menjelaskan: “kalian bertsabih, dan bertahmid, dan bertakbir setiap selesai shalat sebanyak 33x.” (HR. Bukhari no. 843 dan HR. Muslim no. 595).

Keempat

Cara yang keempat adalah dengan mengucapkan subhanallah sebanyak 10x, alhamdulillahsebanyak 10x, dan allahu-akbar sebanyak 10x.

Cara keempat ini dilandaskan pada hadis yang bercerita tentang kisah yang sama dengan hadis di atas, hanya saja diriwayatakan dengan kandungan dan jalur yang berbeda oleh Imam Bukhari. Dalam hadis ini Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

أَفَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَمْرٍ تُدْرِكُونَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ وَتَسْبِقُونَ مَنْ جَاءَ بَعْدَكُمْ وَلَا يَأْتِي أَحَدٌ بِمِثْلِ مَا جِئْتُمْ بِهِ إِلَّا مَنْ جَاءَ بِمِثْلِهِ تُسَبِّحُونَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ عَشْرًا وَتَحْمَدُونَ عَشْرًا وَتُكَبِّرُونَ عَشْرًا

Maukah kalian aku ajarkan sesuatu yang dapat membuat kalian mengejar orang-orang yang mendahului kalian, dan yang dapat membuat kalian mendahului orang-orang yang sesudah kalian, serta tidak ada seorang pun yang lebih utama kecuali ia melakukan seperti yang kalian lakukan? Yaitu kalian bertasbih sebanyak 10x, bertahmid sebanyak 10x, dan bertakbir sebanyak 10x.” (HR. Bukhari no. 6329).

Kelima

Cara kelima yaitu dengan membaca subhanallah sebanyak 11x, alhamdulillah sebanyak 11x, dan allahu-akbar sebanyak 11x.

Hadis yang menjadi landasan cara kelima ini adalah hadis yang sama dengan hadis Muslim no. 595 di atas. Hanya saja pada akhir riwayat tersebut, terdapat tambahan keterangan dari salah seorang periwayatnya yang bernama Suhail.

وزاد في الحديث يقول سهيل إحدى عشرة إحدى عشرة فجميع ذلك كله ثلاثة وثلاثون

Terdapat tambahan pada hadis tersebut, dimana Suhail berkata: masing-masing (tasbih, tahmid, dan takbir) berjumlah sebelas kali, sehingga total seluruhnya menjadi 33x.” (HR. Muslim no. 595).

Keenam

Cara keenam adalah dengan membaca kalimat “subhanallah,  walhamdulillah, wa laa ilaaha illallah, wallahu-akbar” sekaligus sebanyak 25x.

Cara keenam ini berdasarkan hadis yang mengisahkan tentang seorang sahabat Anshor yang bermimpi mengenai cara berdzikir yang kemudian disetujui oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Dalam mimpi tersebut ada yang berkata,

سبحوا خمسا وعشرين واحمدوا خمسا وعشرين وكبروا خمسا وعشرين وهللوا خمسا وعشرين فتلك مائة

Bertasbihlah 25x, bertahmidlah 25x, bertakbirlah 25x, dan bertahlillah 25x, maka totalnya menjadi 100x.”

Pada pagi harinya, sahabat tersebut mengabarkan tentang mimpinya kepada Rasulullah. Lalu Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pun bersabda,

افعلوا كما قال الأنصاري

Lakukanlah sebagaimana yang dikatakan oleh sahabat Anshor ini.” (HR. An Nasa-i no. 1351).

Yang mana yang lebih afdhol untuk diamalkan?

Dikarenakan keenam cara tersebut sah datangnya dari Nabi, maka sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Sa’id Al Qohtoni, yang paling afdhol untuk diamalkan adalah dengan secara bergantian mengamalkan cara yang ada. Terkadang berdzikir dengan cara pertama, terkadang dengan cara kedua, terkadang dengan cara ketiga, dst. Dengan demikian kita akan mengamalkan dan menghidupkan sunnah Nabi dengan lebih komprehensif.

Demikian pembahasan singkat ini. Semoga lisan kita senantiasa dimudahkan untuk berdzikir kepada Allah. Wallahua’lam.

Penulis: Muhammad Rezki Hr, ST., M.Eng
Artikel Muslim.Or.Id