Yuk, Pahami Etika Membaca Al-Fatihah

Membaca surah al-Fatihah adalah salah satu rukun shalat. Dalam hadis tegas dikatakan: La shalata illa bi fatihah al-kitab (tidak ada shalat tanpa membaca surah al-Fatihah).

Dalam perspektif tasawuf, saat membaca surah al-Fatihah, ada beberapa etika yang harus dilakukan. Selain tentunya harus membacanya dengan bacaan yang jelas dan sharih, juga diharapkan menghayati kedalaman artinya.

Di samping itu, kalangan arifin mengingatkan sebuah riwayat: Idza takallama bi al-tasmiyah an yara anna Allah yama’uha wa an yaqifu hatta yasma’u min Allah qaulahu fayanbagi bi al-mushalli an yuqifa `inda kulli ayatin min al-fatihah waq fatan yasirah, yantadhiru jawa ba Rabbahu lahu, wa kana yasma’uhu wa huwa yaqulu: Hamidani `abdi idz qala alhamdulillahi Rabbil `alamin. Faidza qala al-rahman al-rahim qala: Atsni `alaiyya `abdi. Fa idza qala Maliki yaum al- din, qala: majjadani `abdi. Faidza qala Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in, qala: Hadza baini wa baina `abdi. Fa idza qala Ihdina al-sharath al-mustaqim ila akhir, qala: Hadza al-‘abdi wa li’abdi ma qala.

(Jika seseorang dalam shalat membaca bismillah, ia akan menyak sikan sesungguhnya Allah SWT mendengarkan ucapannya dan seyogianya ia berhenti pada setiap pemberhentian dengan baik, sambil menunggu jawaban Tuhan untuknya. Dia mendengarkan bacaan itu dan menjawab: “Hamba-Ku memuji diri-Ku” ketika membaca al-hamdulillahi Rabbil `alamin. Jika membaca al-rahman al-rahim, Ia menjawab: “Hamba-Ku menyanjung diri-Ku.” Jika membaca Maliki yaum al-din, Ia menjawab: “Hamba-Ku memuliakan-Ku.” Jika membaca Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in, Ia menjawab:”Inilah antara Aku dan Hamba-Ku.” Jika membaca Ihdina al-shirath al-mustaqim sampai terakhir, Ia menjawab: “Inilah hamba-Ku dan untuknya apa yang dibaca.”

Jika membaca surah al-Fatihah dalam shalat, sebaiknya kita berhenti dengan lembut sambil menunggu sapaan dan jawaban Tuhan dari bacaan ayat demi ayat surah al-Fatihah. Khususnya kepada para imam, sebaiknya memahami hal ini supaya makmun juga ikut merasakan jawaban-jawaban lembut Tuhan.

Dengan demikian, membaca ayat-ayat surah al-Fatihah secara bersambung dalam shalat terasa tidak etis karena seolah-olah tidak membutuhkan sapaan dan jawaban Tuhan. Suasana batin yang seharusnya muncul pada saat kita membaca surah al-Fatihah ialah dialog mesra dengan Tuhan.

Ayat demi ayat yang kita baca ditanggapi secara aktif. Dengan menghayati jawaban-jawaban Tuhan di sela-sela bacaan ayat surah al-Fatihah dapat menambah khusyuk shalat kita. Lebih terasa hadis Nabi yang membayangkan jika kita sedang shalat maka sesungguhnya kita membayangkan Tuhan seolah-olah di hadapan kita atau Tuhan sedang menyaksikan kita secara dekat. Bahkan, Ia telah menyapa kita disetiap pemberhentian bacaan ayat. Subhanallah.

Etika lainnya ialah sebelum membaca surah al-Fatihah sebaiknya kita membaca taawuz yang keutamaannya sudah dibahas dalam artikel terdahulu. Setelah itu kita membaca ayat pertamanya dengan serasi, yakni Bismillahir rahmanir rahim. Apakah mau menyembunyikan bacaannya seperti mazhab Imam Malik atau mau mengeraskan (jahar) seperti bacaan Imam Syafi tidak terlalu masalah, yang penting ketika kita membaca ayat pertamanya betul-betul hati kita hadir di hadapan Allah SWT.

Semakin mampu kita menghayati kedalaman makna surah al-Fatihah akan semakin nikmat merasakan dialog itu dengan Tuhan. Karena itulah, surah al-Fatihah disebut sebagai Umm al-Qur’an. Allahu a’lam.

 

Oleh: Nasarudin Umar,
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah

 

sumber: Republika Online