Kapan Wanita Nifas Mulai Sholat?

Mau tanya ust, yg mnjd tolak ukur mulai wajib sholat lagi bagi wanita yg mengalami nifas itu selama darah itu berhenti atau ada batas waktu maksimal nya ya..? Trmksh atas penjelasannya pak ust…

Hamba Allah, di Bantul.

Jawaban:

Bismillah walhamdulillah was sholaatu wassalam’ala Rasulillah wa ba’du..

Tolak ukur wanita yang nifas wajib melaksanakan sholat kembali tergantung pada dua kondisi berikut :

[1]. Jika darah nifas berhenti sebelum batas waktu maksimum keluarnya darah nifas. Maka dengan berhentinya darah nifas dan munculnya tanda suci, dia menjadi wajib shalat kembali.

Karena tidak ada batasan waktu minimum untuk keluarnya darah nifas.

Tanda sucinya adalah : keringnya kemaluan atau keluar cairan bening.

[2]. Jika darah nifas keluar melebihi waktu maksimum, maka melebihi waktu maksimum keluarnya darah nifas itu adalah tanda dia wajib sholat kembali.

Kemudian darah yang keluar setelah itu dihukumi sebagai darah istihadhoh. Tentang darah istihadhoh bisa anda pelajari pada artikel berikutnya.

Berapa Batas Waktu Maksimumnya?

Batasan waktu maksimum keluarnya darah nifas adalah empat puluh hari, menurut mayoritas ulama (jumhur). Sehingga darah masih keluar melebihi empat puluh hari, tak lagi dihukumi darah nifas, tetapi sebagai darah istihadhoh.

Imam Abu Isa at Tirmidzi rahimahullah menukil adanya ijmak sahabat dalam hal ini,

أجمع أهل العلم من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم أن النفساء تقعد عن الصلاة أربعين يوماً، إلا أن ترى الطهر قبل ذلك، فتغتسل وتصلي

Pada ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersepakat bahwa wanita yang mengalami nifas, diizinkan tidak melakukan sholat selama empat puluh hari. Kecuali jika dia suci sebelum itu, maka dia langsung mandi besar kemudian sholat.

Abu ‘Ubaid rahimahullah mengomentari

وعلى هذا جماعة الناس

Pendapat ini dipegang oleh sejumlah ulama.

(Dikutip dari fatwa Islamway.net)

Wallahua’lam bis showab.

***

Dijawab oleh Ustadz Ahmad Anshori
(Alumni Universitas Islam Madinah, Pengajar di PP Hamalatul Qur’an Yogyakarta)

Read more https://konsultasisyariah.com/36011-kapan-wanita-nifas-mulai-sholat.html

Masa Seorang Janda Tak Boleh Menikah Usai Ditalak

IDDAH adalah masa di mana seorang wanita yang diceraikan suaminya menunggu. Pada masa itu ia tidak diperbolehkan menikah atau menawarkan diri kepada laki-laki lain untuk menikahinya. Iddah ini juga sudah dikenal pada masa jahiliyah.

Setelah datangnya Islam, iddah tetap diakui sebagai salah satu dari ajaran syariat karena banyak mengandung manfaat. Para ulama telah sepakat mewajibkan iddah ini yang didasarkan pada firman Allah Taala: “Wanita-wanita yang dithalak hendaklah menahan dini (menunggu) selama tiga masa quru.” (QS Al-Baqarah: 228)

Lama masa quru` ada dua pendapat. Pertama, masa suci dari haid. Kedua, masa haid sebagaimana yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Dia (isteri) beriddah (menunggu) selama tiga kali masa haid. “(HR Ibnu Majah)

Demikian pula sabda beliau yang lain: “Dia menunggu selama hari-hari qurunya. “(HR Abu Dawud dan Nasai)

INILAH MOZAIK

Manfaat Syariat Janda yang Ditinggal Cerai/Mati

IDDAH wajib bagi seorang istri yang dicerai oleh suaminya, baik cerai karena kematian maupun cerai karena faktor lain. Dalil yang menjadi landasan nya adalah firman Allah Subhanahu wa Taala: “Orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian dengan meninggalkan istri-istri, maka hendaklah para istri itu menangguhkan diri nya (beriddah) empat bulan sepuluh hari.”(QS Al-Baqarah: 234)

Dan firman-Nya yang lain: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian menikahi wanita- wanita yang beriman, kemudian kalian hendak menceraikan mereka sebelum kalian mencampurinya, maka sekali-kali tidak wajib atas mereka iddah bagi kalian yang kalian minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mutah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.” (A1-Ahzab: 49)

Yang dimaksud dengan “mutah” di sini adalah pemberian untuk menyenangkan hati istri yang diceraikan sebelum dicampuri. Hikmah disyariatkannya Iddah:
– Memberikan kesempatan kepada suami istri untuk kembali kepada kehidupan rumah tangga, apabila keduanya masih melihat adanya kebaikan di dalam hal itu.
– Untuk mengetahui adanya kehamilan atau tidak pada istri yang diceraikan. Untuk selanjutnya memelihara jika terdapat bayi di dalam kandungannya, agar menjadi jelas siapa ayah dan bayi tersebut.
– Agar istri yang diceraikan dapat ikut merasakan kesedihan yang dialami keluarga suaminya dan juga anak-anak mereka serta menepati permintaan suami. Hal ini jika iddah tersebut dikarenakan oleh kematian suami.

[baca lanjutan]

INILAH MOZAIK

Ternyata Ini Larangan bagi Janda Cerai Hidup/Mati

DI antara yang tidak boleh dilakukan oleh wanita yang sedang ber`iddah adalah:

– Tidak boleh menerima khitbah (lamaran) dari laki-laki lain kecuali dalam bentuk sindiran.
– Tidak boleh menikah
– Tidak boleh keluar rumah
– Tidak Berhias (Al-Hidad/Al-Ihtidad)
– Seorang wanita yang sedang dalam masa iddah dilarang untuk berhias atau bercantik-cantik. Dan di antara kategori berhias itu antara lain adalah:
* Menggunakan alat perhiasan seperti emas, perak atau sutera
* Menggunakan parfum atau wewangian
* Menggunakan celak mata, kecuali ada sebagian ulama yang membolehkannya memakai untuk malam hari karena darurat.
* Memakai pewarna kuku seperti pacar kuku (hinna`) dan bentuk-bentuk pewarna lainnya.
* Memakai pakaian yang berparfum atau dicelup dengan warna-warna seperti merah dan kuning.

[baca lanjutan]

 

INILAH MOZAIK

Haruskah Cuci Pembalut Haid sebelum Dibuang?

PADA dasarnya tidak ada ketentuan bagi wanita yang haidh untuk membersihkan pembalut yang digunakan sebelum membuangnya. Sebab fungsi pembalut itu bukan semata-mata sekedar menampung keluarnya darah, tetapi juga untuk menjaga kebersihan seorang wanita. Jadi kalau kemudian pembalut itu menjadi kotor dengan darah, tentu tidak perlu lagi dibersihkan. Pembalut itu bisa langsung dibuang, karena memang dibuat dan dirancang untuk sekali pemakaian.

Kira-kira fungsinya seperti kertas tissue yang hanya sekali pakai. Apa pernah ada orang menggunakan kertas tissue berkali-kali, dipakai lalu dibersihkan lagi, lalu dipakai lagi? Tentu tidak pernah, bukan? Sebab kertas tissue itu memang dirancang oleh penemunya untuk pemakaian sekali saja lalu dibuang. Kalau masih penasaran, kita bisa ambil perbandingan dengan prilaku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat berisitinja’ dengan batu.

Di dalam ilmu fiqih, istilah yang lazim digunakan adalah istijmar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah memerintahkan umatnya untuk membersihkan batu-batu yang telah digunakan untuk beristinja’, bukan? Perintahnya hanya sekedar menggunakan batu saja, tapi tidak diikuti dengan perintah untuk membersihkan batu itu setelah dipakai. Dan logikanya bisa kita pakai dalam kasus pembalut wanita itu. Di mana salah satu fungsinya adalah untuk membersihkan kotoran atau darah wanita. Sekali pakai dan silahkan dibuang.

INILAH MOZAIK