Bencana HP dan Gadget

Modal awal kesalehan anak adalah taufiq dan karunia dari Allah semata, bila Allah (dengan hikmah dan keadilan-Nya) menginginkan ia tumbuh besar menjadi baik dan berkah maka jadilah ia  anak yang saleh, sebaliknya bila Allah tahu ia tak layak menjadi hamba yang saleh, maka ia akan tumbuh menjadi hamba yang kufur, sombong, pembangkang, bergelimang maksiat dan dosa, sebagaimana putera Nuh ‘alaihissalam yang tak berguna sama sekali, bahkan menjadi musuh sang ayah.

Setelah faktor taufiq dari Allah, maka kedua adalah modal doa, contoh suri teladan dan didikan orang tua. Dengan doa yang tak putus dipanjatkan, suri teladan dan didikan orang tua yang baik, semoga kelak anak akan terwarnai dan terpengaruh menjadi lebih baik.

Faktor ketiga adalah guru, sekolah, teman-teman dan lingkungan yang membentuk. Bila gurunya baik, sekolahnya bagus, kawan dan lingkungan yang mengitari anak bagus, insyaallah harapannya anak kelak akan bagus pula.

Anak-anak terlahir di atas fitrah kesucian tauhid dan taat pada Allah, sebagaimana ungkapan baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

كلُّ مولودٍ يولَدُ على الفطرةِ فأبواه يُهوِّدانِه أو يُنصِّرانِه أو يُمجِّسانِه

”Setiap anak terlahir di atas fitrah, kedua orang tuanyalah yang mengubah anak menjadi Yahudi, Nashrani maupun Majusi” (HR. Bukhari no.1385, Muslim no.2658).

Dalam hadis Qudsi, Allah berfirman:

وإنِّي خلَقْتُ عبادي حُنَفاءَ كلَّهم وإنَّهم أتَتْهم الشَّياطينُ فاجتالَتْهم عن دِينِهم

”Aku menciptakan hamba-hambaku dalam fitrah yang lurus, kemudian datanglah setan-setan yang menyesatkan mereka dari agama mereka” (HR. Ath-Thabarani [3/206], disahihkan oleh Al-Albani dalam Ghayatul Maram no.9).

Tugas orang tua, dan para pendidik adalah menjaga kemurnian fitrah mereka yang lurus agar tidak menyimpang.

HP Sarana Perusak

Perusak berat fitrah anak di era Milenial ini, adalah handphone android, gadget, laptop, dan sejenisnya yang menjadi jembatan mulus anak-anak pelajar untuk membuang-buang waktu, lalai dengan game-gamenya, bermedia sosial dengan yang lain, untuk main bareng, janjian bertemu, nonton bareng, pacaran, mengakses pornografi dan seterusnya.

Handphone (HP) yang membuat anak- anak pelajar bahkan orang dewasa menjadi bak kelelawar, yang hidup dan beraktivitas di malam hari dan tidur panjang di siang hari. Bagaikan burung hantu yang hanya bisa menikmati malam dan tidak beraktivitas di siang hari.

Lihatlah tubuh-tubuh yang kurus dan loyo karena badan tidak bergerak, mata yang sembab karena kurang tidur malam, warna kulit yang pucat karena tidak terkena sinar matahari, semua itu dampak dari HP.

Belum lagi sifat malas, tak peka lingkungan, tak mau tahu kerja, berkurung di kamar, menambah kesal para orang tua.

Dari HP-lah mereka berdusta, alasan belajar ke rumah teman, nyatanya pacaran, ber-khulwat, hura-hura, foya-foya, ngebut-ngebutan yang tak jarang memakan korban. Ada yang hamil di luar nikah, tewas tabrakan dengan kepala pecah, gegar otak, kepala bocor dan seterusnya.

Apalagi di masa pandemi covid-19 sekarang ini, terpaksa orang tua merogoh kocek lebih banyak untuk membeli pulsa, paket data bahkan HP untuk kepentingan belajar di rumah. Alih-alih mengerjakan PR, setor hafalan, eh malah semangat belajar melemah dikalahkan dengam game maupun bersosialita dengan WA, FB, IG dan semacamnya.

HP terkadang merubah anak jadi durhaka, tak patuh orang tua, bahkan melawan mereka. HP yang membuat mereka menjadi robot-robot yang gagal berinteraksi dengan manusia sekitarnya.

HP yang membuat mereka menggerogoti harta orang tua untuk beli paket, belanja, bergaya, bahkan berhutang online.

Ya Rabb..

Peliharalah diri kami, keluarga dan anak-anak kaum muslimin dari bencana HP ini. Jadikan kami orang-orang yang bijak dalam menggunakannya ya Rabbal ‘Alamin.

Batam, 1 Zulqa’dah 1441 / 23 Juni 2020

Penulis: Ust. Abu Fairuz Ahmad Ridwan, Lc.

Artikel: Muslim.or.id

Gadget Telah Memalingkan Kita dari Al-Quran

Sungguh di zaman ini manusia benar-benar disibukkan dengan gadget. Apapun keadaanya manusia benar-benar tidak lepas dari gadget dan digunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan buang-buang waktu. Di jalan lihat gadget, sedang antri lihat gadget, sedang berbicara pun curi-curi pandang lihat gadget. Memang gadget ibarat pedang bermata dua, jika digunakan dengan bijak, gadget sangat bermanfaat, akan tetapi kebanyakan kita lalai dan kurang bijak menggunakan gadget.

 

Salah satu kelalaian kita adalah gadget memalingkan kita dari Al-Quran. Sungguh sangat tersentuh membaca perkataan Khalid bin Walid yang begitu sedih karena tidak bisa fokus belajar Al-Quran karena sibuk dengan jihad, sedangkan kita sekarang meninggalkan Al-Quran karena gadget.

Perhatikan perkataan Khalid bin Walid berikut:

شغلنا الجهاد عن تعليم القرآن

“Sungguh jihad telah menyibukkan kami dari belajar Al-Quran.” [HR. Ibnu Abi Syaibah 6/151]

Di riwayat yang lain, jihad telah menyibukkan mereka dari membaca Al-Quran.

لقد منعني كثيراً من القراءة الجهاد في سبيل الله

“Sungguh jihad di jalan Allah telah menyibukkan (mencegah) kami dari membaca Al-Quran.” [Musnad Abu Ya’la 6/361]

Sungguh benar akan datang zaman di mana manusia benar-benar meninggalkan Al-Quran.

Allah berfirman,

وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَٰذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا

“Berkatalah Rasul: “Wahai Rabbku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur’an ini suatu yang TIDAK DIACUHKAN/DITINGGALKAN”. (Al Furqan: 30)

Syaikh Abdurrahman As-Sa’diy menjelaskan bahwa bentuk meninggalkan Al-Quran dalam segala bentuk, mulai dari membaca, mentadabbur, mempelajari tafsirnya dan mengamalkannya. Beliau berkata,

قد أعرضوا عنه وهجروه وتركوه مع أن الواجب عليهم الانقياد لحكمه والإقبال على أحكامه، والمشي خلفه

“Mereka telah berpaling dan meninggalkan Al-Quran, padahal mereka wajib untuk patuh dan menerima terhadap hukum di dalamnya serta berjalan dengan petunjuk Al-Quran.” [Tafsir As-Sa’diy]

Hendaknya seorang muslim berusaha membaca Al-Quran setiap hari. Berusahalah membacanya walaupun hanya beberapa ayat dalam sehari, karena kita terlalu banyak melakukan maksiat setiap hari. Maksiat membuat hati keras dan Al-Quran lah obatnya. Membaca Al-Quran membuat hati menjadi lembuh dan mudah menerimah hidayah serta mudah melakukan ibadah dan kebaikan yang bermanfaat bagi manusia. Al-Quran adalah obat bagi penyakit hati kita.

 

Allah berfirman

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا

“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian” (QS. Al-Israa’: 82).

Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqith menjelaskan bahwa maksud obat dalam ayat ini adalah obat untuk penyakit fisik dan penyakit hati. Beliau berkata

ﻣَﺎ ﻫُﻮَ ﺷِﻔَﺎﺀٌ ﻳَﺸْﻤَﻞُ ﻛَﻮْﻧَﻪُ ﺷِﻔَﺎﺀً ﻟِﻠْﻘَﻠْﺐِ ﻣِﻦْ ﺃَﻣْﺮَﺍﺿِﻪِ ; ﻛَﺎﻟﺸَّﻚِّ ﻭَﺍﻟﻨِّﻔَﺎﻕِ ﻭَﻏَﻴْﺮِ ﺫَﻟِﻚَ ، ﻭَﻛَﻮْﻧَﻪُ ﺷِﻔَﺎﺀً ﻟِﻠْﺄَﺟْﺴَﺎﻡِ ﺇِﺫَﺍ ﺭُﻗِﻲَ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﺑِﻪِ ، ﻛَﻤَﺎ ﺗَﺪُﻝُّ ﻟَﻪُ ﻗِﺼَّﺔُ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺭَﻗَﻰ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞَ ﺍﻟﻠَّﺪِﻳﻎَ ﺑِﺎﻟْﻔَﺎﺗِﺤَﺔِ ، ﻭَﻫِﻲَ ﺻَﺤِﻴﺤَﺔٌ ﻣَﺸْﻬُﻮﺭَﺓٌ

“Obat yang mencakup obat bagi penyakit hati/jiwa, seperti keraguan, kemunafikan, dan perkara lainnya. Bisa menjadi obat bagi jasmani jika dilakukan ruqyah kepada orang yang sakit. Sebagaimana kisah seseorang yang terkena sengatan kalajengking diruqyah dengan membacakan Al-Fatihah. Ini adalah kisah yang shahih dan masyhur.” (Tafsir Adhwaul Bayan).

 

Gunung yang keras saja akan hancur apabila Al-Quran turun padanya, apalagi hati yang keras. Tentu hati yang keras akan menjadi lembut dengan Al-Quran.

Allah berfirman,

لَوْ أَنزَلْنَا هَٰذَا الْقُرْآنَ عَلَىٰ جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللَّه

“Kalau sekiranya Kami menurunkan al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah.” (Al Hasyr: 21)

Demikian semoga bermanfaat

 

 

Penyusun: Raehanul Bahraen

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/46132-gadget-telah-memalingkan-kita-dari-al-quran.html

Dakwah Alokatif Pemuda Islam Menghadapi Era Industri 4.0

ISLAM dan peradaban sudah berdealektika sangat panjang. Ketika Eropa terkungkung di dalam abad kegelapan (Dark Ages) atau abad pertengahan (Middle Ages) yang dalam sejarah Eropa berlangsung dari abad ke-5 sampai abad ke-15 Masehi, Islam sudah kokoh berdiri dengan peradabannya pada Abad ke-7 Masehi di Afrika Utara dan Timur Tengah.

Islam begitu jaya dan mewarnai berbagai dinamika global. Islam sangat maju dengan berbagai perkembangan dunia, termasuk ilmu pengetahuan yang telah digali untuk perdamaian umat manusia. Sehingga Islam menyebar dengan pesat dan keterimaannya merata di berbagai belahan dunia.

Dealektika Islam dan peradaban secara khusus direkam dalam dimensi dakwah. Islam tumbuh dengan cara menyebarkan kedamaian, melalui berbagai instrumennya yang sesuai konteks zaman. Termasuk Islam secara univeral diterima karena menjujung tinggi nilai kemanusiaan, menghargai perbedaan, toleransi, kerukunan beragama, dan tidak mendikriminasi apalagi menggunakan kekerasan dalam menebarkan nilai universal Islam.

Sejak 15 Abad yang lalu, nilai-nilai tersebut mengalir dalam nadi dan prinsip dakwah Islam, termasuk Islam yang berkemajuan. Prinsip tersebut jika diperas dapat diambil saripatinya ialah keteladanan atau integritas.

Dalam nadi dan prinsip dakwah Islam Bekemajuan itulah Peradaban manusia saat ini memasuki fase baru. Fase itu disebut sebagai Revolusi Industri 4.0, yang merupakan capaian baru dari peradaban manusia.

Peradaban yang berdealektika dengan realitas tersebut menuntut umat Islam untuk terus mengikuti perkembangan zaman. Tentu dalam mengikuti dialektika zaman itu, tetaplah titik tolaknya adalah pondasi dari Islam, sembari menyerukan untuk tidak mematikan pelita atau cahaya yang menuntun hidup manusia (spirit Islam).

Pelita itu adalah ilmu pengetahuan yang merupakan cahaya bagi kehidupan manusia, sedangkan Islam menuntun jalan untuk tetap menapaki perkembangan ilmu dan teknologi itu sehingga tetap memiliki sisi kemanusiaan dan sisi universalitasnya tetap terjaga. Dan sekali lagi manusia menyebutnya sebagai peradaban.

Pelita Islam harus tetap menyala Sehingga ilmu pengetahuan, dan dinamika dan kompleksitas kehidupan tidak meruntuhkan, apalagi merontokan nilai-nilai yang sudah mengakar di Islam seperti Aqidah dan amal Islami lainnya. Dari sisi ini Intelektual Islam harus melihat kemajuan teknologi dan informasi dipandang peneguhan atau menguatkan ketahuidan kepada Allah Subhanahu Wata’ala dan alat untuk mengembangkan dakwah Islam yang objektif.

Maka, Era revolusi Industri 4.0 harus direspoon oleh umat Islam terutama pemuda Islam. Sebab, Pemuda merupakan ujung dompak keberlanjutan Islam dan beradaban. Sehingga revolusi Industri 4.0 merupakan konsep penggabungan teknologi digital dan internet dengan industri konvensional yang pada akhirnya bertujuan meningkatkan produktivitas, efisiensi dan layanan konsumen secara signifikan.

Sehingga menyediakan peluang sekaligus tantangan bagi para pemuda Islam untuk memasifkan dakwah. Terutama generasi muda Islam yang harus dikristalkan keislamannya. Dan ada beberapa teknologi yang menjadi penopang Industri 4.0. Teknologi tersebut adalah Cyber-Physical System, Internet dan Jaringan, Data and Services serta teknologi manufaktur.

Dakwah Alokatif Pemuda Islam

Revolusi Industri 4.0 dipahami sederhananya ialah abad internet dan teknologi. Pada abad ini, pemuda Islam harus menyiapkan kompetensi komunikasi multimodal. Yang dimaksud dengan kopetensi multimodal adalah tingkat penguasaan tidak hanya bisa membaca dan menghafal Al-Quran dengan tartil, menguasai hadis Nabi, menulis dengan menggunakan bahasa Arab, dan atau mengusai teknik komunikasi dan retorika. Akan tetapi, kopetensi yang harus dimiliki ialah penguasaan terhadap data, teknologi dan manusia. Hal ini sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat pada era revolusi industri 4.0.

Dan yang dimaksud dengan penguasa kopetensi tersebut ialah dakwah alokatif pemuda Islam. Dakwah alokatif merupakan arah baru dakwah pemuda Islam di abad internet. Dengan tidak ada batas yang menghalangi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok atau sebaliknya, antara individu dengan akses yang luas atau tanpa ruang penghalang. Maka relasi informasi, mengharuskan Islam dan nilainya terus terkoneksi dengan pemuda Islam.

Ditengah Kondisi masyarakat di tengah kompleksnya masalah yang disebabkan oleh kapitalisme patriarki global, harus direkonstruksi dengan nilai-nilai Islam yang universal dan menjawab persoalan dengan berbagai inovasi dan seruan secara kreaktif.

Melalui pemuda, agama Islam harus masuk diberbagai ranah masyarakat. Produktifitas dan efesiensi dakwah harus tersampaikan melalui instrumen teknologi dengan tujuan untuk melayani umat.

Melalui media sosial, seperti Facebook, Tweeter, Line, Instagram, dan lain-lain digunakan untuk mendakwai masyarakat yang tentunya akan terinternalisasi dalam masyarakat baru atau generasi milineal. Sehingga nilai Islam yang mengatur berbagai persolan secara mendasar dapat memenuhi harapan dari masalah yang dihadapi oleh masyarakat kapitalisme global. Capaian dari proses tersebut sebagai hasil dari produktifitas dakwah.

Efesiensi dakwah sendiri penting untuk dipertimbangkan melalui berbagai konten yang ditranmisikan. Bila Islam adalah solusi, maka seluruh nilai harus tercurahkan dan terakomodasi dalam kemasan yang menarik, seperti video, dan inovasi lain, kemudian dibagi di berbagai instrumen teknologi dan media sosial.

Islam sendiri harus menjawab akan dahaga solusi dari masalah dan dikerahkan untuk menjawab segala masalah. Frustasi, stres, dan masalah-masalah lainnya sebagai momok yang menakutkan di masyarakat, karena akan berdampak pada kehilangan kesadaran beragama bila tidak terkontrol. Maka Islam harus merangkul dengan inovasi yang ada, dan tidak rumit untuk dipahami. Setelah dibagikan atau ditranmisikan maka istilah efesiensi dakwah dapat dikantongi.

Produktifitas dan efesiensi dakwah merupakan layanan Islam untuk umat pada era revolusi industri 4.0. Alokatif dari pemuda Islam harus tampil diruang-ruang maya tersebut. Tidak terlapas juga pemudi harus sedapat mungkin untuk merespon hal yang sama atas kedahagaan umat dalam beragama saat ini.

Sebagai Akhir dari tulisan ini, saya ingin mengingatkan, sekaligus menyerukan kepada para pemuda Islam, yang tampil diabad ini, untuk berpikir maju mengikuti perkembangan zaman, tanpa harus meninggalkan ‘ortodoksi iman’.

Dalam diri pemuda ada semangat yang menyala, kemauan yang kuat, keberanian yang murni, yang akan memberikan spirit melimpah bagi pembangunan peradaban dimasa yang akan datang. Karena itulah pemuda Islam yang berpikir maju harus mengambil hikmah dari perkembangan tekhnologi informasi ini untuk memperluas dakwah Islam, menyampaikan pesan dakwah dan bukan hanya itu, pemuda Islam harus menjadi bagian penting untuk mengisi perkembangan peradaban, bukan hanya sebagai penikmat, melainkan sebagai pelopor.*

Oleh: Razikin Juraid, Penulis adalah Aktivis Muda Muhammadiyah

HIDAYATULLAH

Antara Gadget dan Kekhusyukan Ibadah Haji

AZAN Magrib mulai berkumandang. Masjid Nabawi begitu sesak oleh jamaah haji dari berbagai penjuru dunia sore itu. Riuh ramai Kota Madinah sejenak hening dan toko-toko pun mulai menutup gerainya untuk sesaat.

Kehadiran jamaah haji dari berbagai penjuru dunia mulai dirasakan sejak tiga pekan ini. Padatnya jamaah pun membuat polisi setempat harus bekerja ekstraketat. Pemandangan di area Masjid Nabawi ini memang tidak seperti biasanya. Mereka juga tak segan-segan menegur jamaah bandel karena tidak menghiraukan panggilan salat.

Di saat Muslim lainnya tengah beribadah, ada seorang jamaah yang harus berurusan dengan pihak keamanan setempat lantaran bandel kedapatan sedang membeli pulsa ponsel di salah satu gerai sekitaran masjid.

Ia terlihat panik bukan karena terlambat salat berjamaah, tetapi karena handphone (HP) miliknya tidak bisa digunakan, sementara panggilan salat sudah di depan mata. Tentu ini bukanlah pemandangan elok ketika berada di Tanah Haram.

Itulah potret nyata yang terjadi ketika berada di Tanah Suci. Banyak jamaah Indonesia ketika beribadah justru menyibukkan diri dengan gadget-nya. Bahkan, tidak sedikit jamaah Indonesia yang harus rela berjam-jam ikut antrean di gerai pulsa untuk isi ulang paket data.

Ada juga yang datang ke gerai untuk minta diaktifkan nomor lokal Arab Saudi hingga mencari petugas haji Indonesia untuk menjadi penerjemah bahasa ke toko milik orang Arab.

Karmudin, jamaah asal Tasikmalaya, contohnya. Ketika ditemui petugas, ia tampak bingung. Ponsel yang baru saja dibeli dari salah satu toko dekat Masjid Nabawi tidak berfungsi dengan baik.

Dia mencari petugas untuk meminta bantuan agar ponselnya berfungsi dengan baik. Menurut pengakuannya, setiba di Tanah Suci, ia belum juga memberi kabar ke kampung halaman. Aplikasi WhatsApp-nya tidak bisa digunakan.

Perkaranya, ponsel yang dibeli itu tidak memiliki e-mail atau surat elektronik. Sehingga harus terlebih dahulu mengunduh di Google Playstore.

“Bapak mau pakai WA, harus punya e-mail dulu,” kata Firzan Syahroni, petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Daker Madinah, “Email-nya kayak apa itu? E-mail itu, cewek atau laki?” tanya Karmudin.

Mendengar kepolosan jamaah tersebut, petugas hanya tersenyum sambil menjelaskan apa itu e-mail yang dimaksud. Terlihat sekali jamaah ini belum pernah menggunakan gadget, bahkan ketika di Tanah Air.

Berbeda ketika di Tanah Suci, menurut dia, gadget menjadi begitu penting. Sehingga, ia harus merelakan uangnya Rp1,6 juta untuk membeli ponsel yang tidak diketahui keasliannya.

Berbeda dengan Karmudin, jamaah lain asal Malang yakni Sugeng mengaku sudah menggunakan gawai (gadget) sejak di Tanah Air. Dia pun tidak mengalami kesulitan menggunakannya. Sugeng memanfaatkan gadget untuk sekadar berfoto-foto atau berbicara dengan keluarga melalui layanan voicecall dan videocall.

Potret manusia modern yang menganggap gadget sebagai bagian dari jiwanya bukan hanya dari jamaah Indonesia. Negara lain seperti India, Turki, Bangladesh, Malaysia, Afrika, Thailand, Filipina, dan China juga tidak mau ketinggalan berebut posisi berlomba-lomba mengabadikan foto mereka alias selfie. Ada juga yang sibuk membalas pesan WhatsApp, videocall, bahkan mendengarkan musik di dalam masjid.

Fenomena ini bukanlah hal baru, bagaimana gadget menjadi sebuah kebutuhan yang hampir tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia sehari-hari. Bahkan, gadget seperti menjadi ketergantungan para jamaah ketika berada di Tanah Suci.

Betapa teknologi ini mampu mengubah gaya hidup manusia. Tidak dimungkiri benda ini diciptakan tanpa kenal batas, baik batas usia maupun jenis kelamin. Siapa pun bisa memiliki gawai asal mampu membeli. Siapa saja bisa mengaksesnya asal bisa mengerti caranya.

Mudah dibawa ke mana-mana, disimpan dalam saku atau genggaman tangan pun akan terasa ringan. Sehingga, tidak heran bila anak-anak zaman sekarang banyak yang keranjingan benda tersebut.

Imam Masjidil Haram Menangis

Dalam sebuah kisah, Imam Besar Masjid Al Haram Syeikh Abdurrahman Assudais di suatu masa ketika mengimami salat berjamaah di depan Kakbah, Beliau mendengar suara alunan musik nada dering salah satu gawai milik seorang jamaah yang menjadi makmum di belakangnya.

Selesai salat, Beliau bangkit sambil menangis dan berkata kepada jamaah tersebut. “Saya belum pernah mendengar musik di rumah saya, tetapi kenapa hari ini saya mendengar musik di rumah Allah,” ujarnya sedih.

Dia mengibaratkan pemain sepakbola tidak ada satu pun yang membawa benda yang dinamakan gadget itu masuk lapangan ketika bertanding. Mereka para pemain hanya cukup fokus pada permainannya.

Apakah penting keberadaan handphone ketika memasuki rumah Allah atau masjid? Apakah juga lapangan bola lebih mulia daripada masjid? Atau, apakah bermain bola itu lebih fokus atau khusuk daripada salat?

Pertanyaan tersebut seharusnya bisa dijawab oleh jutaan umat Islam yang tengah beribadah di Tanah Haram. Sebab, tidak sedikit manusia di dunia ini yang ketika memasuki Masjidil Haram atau Masjid Nabawi justru sibuk dengan gawainya ketimbang khusyuk beribadah.

Dia mengibaratkan pemain sepakbola tidak ada satu pun yang membawa benda yang dinamakan gadget itu masuk lapangan ketika bertanding. Mereka para pemain hanya cukup fokus pada permainannya.

Apakah penting keberadaan handphone ketika memasuki rumah Allah atau masjid? Apakah juga lapangan bola lebih mulia daripada masjid? Atau, apakah bermain bola itu lebih fokus atau khusuk daripada salat?

Pertanyaan tersebut seharusnya bisa dijawab oleh jutaan umat Islam yang tengah beribadah di Tanah Haram. Sebab, tidak sedikit manusia di dunia ini yang ketika memasuki Masjidil Haram atau Masjid Nabawi justru sibuk dengan gawainya ketimbang khusyuk beribadah.

Pendapat Ulama

Sementara menurut pendapat Konsultan Pembimbing Ibadah Haji Akhmad Kartono, sah-sah saja orang beribadah membawa HP ke dalam masjid untuk sekadar eksis alias berfoto-foto. Akan tetapi secara hukum agama, jangan sampai kegiatan ibadah yang menjadi keutamaan dikalahkan dengan kegiatan dengan hal-hal yang justru tidak penting.

“Secara hukum dibolehkan, tidak ada masalah ya untuk kenang-kenangan. Tetapi, jangan menjadi tujuan utama, karena ini justru akan mengganggu dari kegiatan ibadah,” kata Kartono kepada Okezone di Madinah, Minggu (5/8/2018).

Menurut dia, Pemerintah Arab Saudi sendiri sulit mencegah maraknya teknologi. Walaupun sebelumnya memang ada larangan keras.

Namun demikian, hal ini harus menjadi perhatian semua pihak. “Satu hal yang harus dihindari adalah sifat ria. Karena apa? Rasulullah sendiri ketika niat untuk memasuki ihram, Beliau mengatakan, ‘Saya melaksanakan ibadah tidak untuk didengar orang lain, tidak untuk pamer-pamer ibadah, dan tidak untuk membangga-banggakan ibadah kita’,” tuturnya.

Saya secara pribadi mengimbau agar kegiatan ibadah menjadi keutamaan. Sementara kegiatan foto-foto jangan dijadikan tujuan utama dan jangan sampai mengganggu jamaah lain juga.

OKEZONE

 

 

Alhamdulillah, aplikasi cek porsi haji sudah aktif kembali. Cek informasi akomodasi haji tahun ini. Install dari HP Android Anda

Kewaspadaan dan Handphone Kita

HANDPHONE termasuk salah satu barang yang paling ringan di bawa di dunia ini. Namun bisa jadi ia adalah barang yang memikulkan beban paling berat nanti di hari kiamat. Berhati-hatilah menggunakan handphone, sebarkan kebaikan dan jangan tebarkan yang negatif. Gunakan ia sebagai media dakwah, bukan yang menjadikan diri sebagai terdakwa.

Handphone adalah salah satu alat yang memudahkan kita berkomunikasi lintas jarak di dunia ini. Namun bisa jadi ia menjadi penyebab sulitnya kita berkomunikasi dengan Allah yang menjadi penentu kebahagiaan di akhirat kelak. Awas, berhati-hatilah dengan penyakit maniak gadget, maniak game online, atau maniak chatting. Janganlah sampai melalaikan diri dari berdialog dengan Allah melalui shalat dan doa.

Handphone adalah alat yang mampu mendekatkan hati yang awalnya jauh menjadi dekat, menyambungkan rasa yang awalnya yang bersambung menjadi terhubung. Awas, berhati-hatilah, handphone juga berpotensi menjauhkan hubungan yang dekat dan memutuskan hubungan yang awalnya erat. Hati-hati dan waspada menjadi penting karena tanpanya kesenangan menjadi penderitaan, kebahagiaan menjadi kesedihan.

Handphone adalah alat yang bisa dibeli di mana-mana dengan model yang bermacam-macam, dengan nama yang sangat beragam dan dengan berasal dari berbagai macam negara.

Awas, hati-hatilah, handphone bisa merusak hubungan kita dengan islam, satu-satunya agama kita, dengan al-Qur’an, satu-satunya kitab suci kita, dengan ka’bah, satu-satunya kiblat kita dan bahkan dengan Allah yang maha Satu, maha Tunggal, Maha Esa. Waspadalah, bukalah handphonemu dengan membaca basmalah, semoga semua menjadi berkah. Salam, AIM, Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya. [*]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2349682/kewaspadaan-dan-handphone-kita#sthash.e3VKk0e3.dpuf