Mengobati Kegalauan (Bag. 6)

Baca pembahasan sebelumnya Mengobati Kegalauan (Bag. 5)

Melihat Sisi Positif dari Perkara-Perkara yang Memiliki Sisi Negatif

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إنْ كَرِهَ منها خُلُقًا رَضِيَ منها آخَرَ

“Janganlah seorang mukmin (suami) membenci seorang mukminah (istrinya)! Jika ia membenci sebuah sikap dari istrinya, maka ia akan rida dengan sikapnya yang lain.” (HR. Muslim no. 1469)

Di antara faidah dari hadis ini adalah melihat sisi positif dari perkara yang memiliki sisi negatif itu bisa menghilangkan kegalauan, kerisauan, dan memunculkan kejernihan hati. Sebaliknya, seseorang yang hanya melihat sisi negatif dari suatu perkara, akan membuat hati gelisah, cemas, dan keruhnya jiwa. (Al-Wasail Al-Mufidah Lil Hayah As-Sa’idah, Ibnu Sa’di)

Menyadari Singkatnya Waktu di Dunia dan Menyadari bahwa Waktu yang Sangat Singkat Tersebut Terlalu Mahal jika Dipergunakan untuk Tenggelam dalam Kegalauan dan Kecemasan

Orang yang berakal menyadari bahwa kehidupan yang sehat adalah hidup yang bahagia dan penuh ketenangan. Dia juga menyadari bahwa waktu untuk hidup bahagia dan tenang tersebut sangatlah singkat. Oleh karena itu, tidak layak baginya memperpendek waktu yang sudah pendek tersebut, dengan berlarut-larut dalam kegalauan dan kekeruhan hati. Jangan sampai waktunya terampas oleh kegalauan.

Apabila sesuatu yang tidak disenangi menimpa seorang mukmin, maka sepatutnya ia senantiasa membandingkannya dengan nikmat dunia maupun agama yang telah ia dapatkan. Dengan begitu, terlihat dengan jelas baginya bahwa nikmat yang ia dapatkan jauh lebih banyak dibandingkan musibah yang dirasakannya. Hendaknya ia juga membandingkan antara hal-hal yang membuat hatinya khawatir dengan berbagai realita yang ternyata baik-baik saja baginya. Dengan begitu, kegalauan dan kecemasan akan pergi dari hatinya.

Taruhlah perkara-perkara bermanfaat di depan kedua matamu! Bertekadlah untuk mewujudkannya! Jangan menoleh kepada perkara-perkara berbahaya yang  membuatmu galau dan sedih! Meminta tolonglah kepada Allah Ta’ala agar diberikan kenyamanan jiwa dan kemantapan hati untuk melakukan aktivitas yang penting! (Al-Wasail Al-Mufidah Lil Hayah As-Sa’idah, Ibnu Sa’di)

Tidak Bertoleransi dengan Tumpukan Pekerjaan dan Kewajiban yang Harus Dikerjakan

Di antara kiat untuk mengobati kegalauan adalah dengan tidak menunda-nunda pekerjaan. Seorang mukmin hendaknya segera mengerjakan pekerjaan yang harus dilakukannya saat ini, sehingga nanti bisa fokus mengerjakan pekerjaan selanjutnya. Apabila pekerjaan itu dibiarkan dan tidak segera diselesaikan, maka pekerjaan akan menumpuk banyak. Sehingga membuat hatinya tertekan dan galau, karena harus menyelesaikan banyak hal dalam waktu yang singkat. Berbeda ketika seseorang itu segera mungkin menyelesaikan pekerjaan sebelumnya, ia bisa fokus dengan pekerjaan selanjutnya dengan pikiran yang lebih tenang dan aktivitas yang lebih semangat.

Sepatutnya seseorang memilih aktivitas yang bermanfaat, penting, dan ia senangi. Sehingga dia tidak bosan dan jenuh dengan aktivitas tersebut. Selain itu, hendaknya ia berpikir sehat, berkonsultasi, serta mengkaji apa yang akan dilakukannya dengan sebaik mungkin. Apabila telah jelas maslahat dari apa yang akan dikerjakannya tersebut, maka bertekadlah dan bertawakallah kepada Allah Ta’ala! Karena Allah Ta’ala mencintai orang-orang yang bertawakal. (Al-Wasail Al-Mufidah Lil Hayah As-Sa’idah, Ibnu Sa’di)

Bersiap-siaga dan Mengantisipasi Berbagai Kemungkinan yang Bisa Terjadi

Seseorang yang senantiasa meminta perlindungan kepada Allah Ta’ala, berharap mendapatkan yang terbaik, dan bersiap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi, akan  lebih tenang menerima kenyataan yang dihadapinya. Sekalipun yang terjadi adalah perkara yang tidak disukai, seperti kerabat yang sakit, terlilit utang, dizalimi orang lain, ataupun hal lain yang menyakitinya. Ia akan merasa lebih ringan dan tenang, karena sudah mempersiapkan hati menerima berbagai kemungkinan yang akan terjadi.

Di antara hal yang juga perlu diperhatikan. Terkadang seseorang mampu bersabar dan tenang menghadapi musibah besar. Namun, malah cemas saat menghadapi perkara sederhana. Hal ini dikarenakan ia sudah mempersiapkan hatinya menghadapi musibah besar tersebut, namun tidak mempersiapkan hatinya untuk menerima perkara sederhana yang mungkin terjadi. Hingga akhirnya, perkara sederhana tersebut berpengaruh terhadap kenyamanan jiwanya. Oleh karena itu, bersiap-siaga dengan segala kemungkinan yang bisa terjadi itu diperlukan dalam menghadapi kemungkinan terjadinya musibah besar atau perkara yang lebih sederhana. Tentu dengan terus menerus memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala.

Mengadu dan Berkonsultasi kepada Ahli Ilmu

Nasihat dan pandangan dari orang yang berilmu merupakan salah satu obat yang efektif dalam mengobati kegalauan. Sahabat mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang  penyiksaan yang dijumpainya.

  شَكَوْنَا إلى رَسولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ وهو مُتَوَسِّدٌ بُرْدَةً له في ظِلِّ الكَعْبَةِ، قُلْنَا له: أَلَا تَسْتَنْصِرُ لَنَا؟ أَلَا تَدْعُو اللَّهَ لَنَا؟ قالَ: كانَ الرَّجُلُ فِيمَن قَبْلَكُمْ يُحْفَرُ له في الأرْضِ، فيُجْعَلُ فِيهِ، فيُجَاءُ بالمِنْشَارِ فيُوضَعُ علَى رَأْسِهِ فيُشَقُّ باثْنَتَيْنِ، وما يَصُدُّهُ ذلكَ عن دِينِهِ، ويُمْشَطُ بأَمْشَاطِ الحَدِيدِ ما دُونَ لَحْمِهِ مِن عَظْمٍ أَوْ عَصَبٍ، وما يَصُدُّهُ ذلكَ عن دِينِهِ، واللَّهِ لَيُتِمَّنَّ هذا الأمْرَ، حتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مِن صَنْعَاءَ إلى حَضْرَمَوْتَ، لا يَخَافُ إلَّا اللَّهَ، أَوِ الذِّئْبَ علَى غَنَمِهِ، ولَكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُونَ.

“Kami mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berada di bawah naungan Ka’bah dan berbaring berbantalkan selimut. Kami berkata kepada beliau, ‘(Wahai Rasulullah), tidakkah Engkau meminta pertolongan bagi kami dan berdo’a kepada-Nya untuk membantu kami?’

Nabi pun menjawab, ‘Dahulu seorang pria dari umat sebelum kalian telah dikubur dalam sebuah galian yang diperuntukkan baginya. Kemudian sebilah gergaji diletakkan di atas kepalanya dan dirinya pun dibelah dua dengan gergaji tersebut. Meskipun demikian, hal itu tidak membuatnya berpaling dari agamanya. Demikian pula terdapat seorang yang tubuhnya disisir dengan sisir besi sehingga nampaklah tulang dan urat tubuhnya. Meskipun demikian, hal itu tidak membuatnya berpaling dari agamanya. Demi Allah, Dia akan menyempurnakan agama ini sehingga seorang pengendara yang berangkat dari Shan’a menuju Hadramaut tidak lagi takut, kecuali kepada Allah, atau dia hanya khawatir terhadap serigala yang akan menerkam kambing gembalaannya. (Kemenangan itu pasti akan datang), namun kalian terlalu tergesa-gesa.’” (HR. Bukhari no. 3416 )

Begitu pula tabi’in mengadu kepada sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

عن الزبير بن عدي أَتَينَا أنَسَ بنَ مَالِكٍ، فَشَكَوْنَا إلَيْهِ ما نَلْقَى مِنَ الحَجَّاجِ، فَقالَ: اصْبِرُوا؛ فإنَّه لا يَأْتي علَيْكُم زَمَانٌ إلَّا الذي بَعْدَهُ شَرٌّ منه، حتَّى تَلْقَوْا رَبَّكُمْ. سَمِعْتُهُ مِن نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ

Dari Az-Zubair bin Adi, dia berkata, ‘Kami pernah mendatangi Anas bin Malik, lalu kami mengadu kepadanya tentang apa yang kami dapatkan dari Al-Hajjaj. Maka beliau berpesan, ‘Sabarlah kalian, karena sesungguhnya tidaklah datang kepada kalian suatu zaman, kecuali zaman yang sesudahnya lebih buruk daripada sebelumnya, sampai kalian bertemu dengan Rabb kalian. Aku mendengarnya dari Nabi kalian shallallahu ’alaihi wa sallam.’” (HR. Bukhari no. 7068)

Termasuk dalam hal ini adalah hendaknya seseorang kembali kepada saudaranya yang tulus, kerabat yang berakal, dan suami/istri yang setia. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Fatimah radhiyallahu ‘anha saat tertimpa kegalauan. Beliau mengadu kepada suaminya, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, sebagaimana dikisahkan dalam hadis,

أنَّ رسولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، أتى فاطمة ، فوجد على بابها سترا ، فلم يدخل ، قال : وقلما كان يدخل إلا بدأ بها ، فجاء علي فرآها مهتمة ، فقال : ما لك ؟ قالت : جاء النبي ، إلي فلم يدخل . فأتاه علي ، فقال : يا رسول اللهِ ، إن فاطمة اشتد عليها ، أنك جئتها فلم تدخل عليها ! ؟ قال : وما أنا والدنيا ؟ وما أنا والرقم . فذهب إلى فاطمة فأخبرها بقول رسول اللهِ صلى الله عليه وسلم ، فقالت : قل لرسول اللهِ صلى الله عليه وسلم ما يأمرني به ؟ قال : قل لها فلترسل به إلى بني فلان

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi Fatimah radhiyallahu ‘anha dan mendapati di depan pintunya ada sebuah tirai, sehingga beliau tidak jadi masuk. Abdullah bin Umar berkata, ‘Jarang sekali beliau masuk melainkan (beliau) menemui Fatimah dahulu.’ Lalu Ali radhiyallahu ‘anhu masuk dan melihat Fatimah dalam keadaan sedih. Maka ia bertanya, ‘Ada apa denganmu?’ Fatimah menjawab, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah datang, namun tidak masuk.’

Maka Ali datang menemui beliau dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya Fatimah sangat bersedih, karena Engkau datang kepadanya, namun tidak menemuinya.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Aku tidak mencintai dunia, dan aku tidak menyukai lukisan (gambar).’ Lalu Ali pergi menemui Fatimah dan memberitahukan sabda Rasulullah kepadanya. Fatimah berkata, “Katakan kepada Rasulullah! Apa yang beliau perintahkan dengan tirai yang berlukis tersebut?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Katakan kepadanya agar mengirim tirai berlukis itu kepada Bani Fulan!” (HR. Abu Dawud dalam Sahih Abu Dawud no. 3496)

Disarikan dari kitab ’Ilaajul Humuum, karya Syekh Muhammad Shalih Al-Munajid  hafidzahullahu Ta’ala

Penulis: apt. Pridiyanto

Sumber: https://muslim.or.id/68664-mengobati-kegalauan-bag-6.html

Doa Agar Tidak Galau dan Berlindung dari Kesedihan

Setiap manusia pasti pernah merasakan galau, sedih, cemas dan gundah gulana. Perasaan semacam ini adalah lumrah sebagaimana Alqur’an mengabarkan bahwa manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.’ (QS. Al-Ma’arij: 19).

Betapa lemahnya manusia dari sisi fisik maupun melawan hawa nafsu yang buruk sehingga butuh pertolongan Dzat Yang Maha Kuasa, Allah ‘Azza wa Jalla. Bagi muslim yang beriman, ia tidak akan mengandalkan usaha dan akalnya melainkan berharap hanya kepada Allah Ta’ala.

Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) mengajarkan hikmah dan memberi tips kepada umatnya dalam menghadapi ujian hidup. Salah satunya mengajarkan doa ketika seseorang dilanda kesedihan, lemah, malas hingga doa berlindung dari segala keburukan. Berikut Doanya:

1. Doa Ini Selalu Dibaca Nabi SAW.
أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ الْمُنْذِرِ عَنْ ابْنِ فُضَيْلٍ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَقَ عَنْ الْمِنْهَالِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعَوَاتٌ لَا يَدَعُهُنَّ كَانَ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ
Artinya:
Telah mengabarkan kepada kami Ali Ibnul Mundzir dari Ibnu Fudlail ia berkata; telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ishaq dari Al Minhal bin ‘Amru dari Anas bin Malik ia berkata; “Rasulullah SAW mempunyai doa-doa yang tidak pernah lupa untuk membacanya, beliau selalu membaca: ALLAHUMMA INNI A’UUDZU BIKA MINAL HAMMI WAL HAZNI WAL ‘AJZI WAL KASALI WA BUKHLI, WAL JUBNI WA GHALABATIR RIJAL (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegelisahan, kesedihan, kelemahan, kemalasan, kebakhilan, sifat pengecut dan penindasan para penguasa).” (Hadis Sunan An-Nasa’i No.5354)

2. Doa Rasulullah ketika Ditimpa Kesusahan yang Berat.
لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ العَظِيمُ الحَلِيمُ، لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ رَبُّ العَرْشِ العَظِيمِ، لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ الأَرْضِ، وَرَبُّ العَرْشِ الكَرِيمِ
Artinya:
Tidak ada Rabb yang berhak disembah selain Allah, Yang Maha Agung, Maha Penyantun, Tiada Rabb yang berhak disembah selain Allah, Penguasa ‘Arsy Yang Agung, Tiada Rabb yang berhak disembah selain Allah, Rabb langit dan bumi serta Rabb ‘Arsy Yang Mulia. (Shahih Al-Bukhari No.6346 )

3. Doa Agar Diperbaiki Semua Urusan.
اللهُمَّ رحْمتَك أرجُو، فلا تكلْنِي إلى نَفْسي طرْفَةَ عَينٍ، وأصلحْ لي شأنيكُلَّهُ، لا إلهَ إلا أنتَ
Artinya:
Ya Allah ya Rabbku, aku berharap Rahmat-Mu, janganlah Engkau serahkan urusanku kepada diriku sendiri, janganlah Engkau berpaling dari ku walaupun hanya sekejap mata, perbaikilah semua urusanku, tidak ada Rabb yang berhak disembah melainkan Engkau semata. (Sunan Abu Dawud No.5090)

KALAM SINDO

Mengobati Kegalauan (Bag. 1)

Dunia bukanlah taman surga. Bukan pula istana dengan berbagai keindahan dan kenyamanan jiwa. Sedih dengan sesuatu yang telah terjadi, cemas dengan hal yang sedang terjadi, dan galau dengan sesuatu yang akan terjadi adalah menu harian manusia. Setiap hati berbeda tingkat kesedihan, kecemasan, dan kegalauannya. Sebab yang menjadikan hati tidak tenang pun berbeda-beda. Ada yang galau dengan masa depannya, kecilnya IPK, sidang skripsi tak kunjung tiba, mau nikah tak ada dana, ditinggal nikah orang yang disuka, tiap hari kesana-kemari melamar kerja, dan seterusnya. Ada yang cemas disebabkan karena menunggu hadirnya momongan begitu lama, hutang di mana-mana, pasangan tak setia, anak yang durhaka, juga belum punya uang makan di esok lusa. Ada yang sedih karena maksiat yang dilakukannya, merasa susahnya belajar ilmu agama, atau karena dakwah tak diterima. Banyak pula tetesan air mata karena bencana alam begitu banyaknya dan wabah yang melanda dunia.

Berikut adalah sedikit paparan dari jenis terapi kesedihan, kecemasan, dan kegalauan yang ada dalam syariat:

Keimanan dan amal salih

Allah Ta’ala beerfirman,

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّه حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

“Barangsiapa beramal salih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An Nahl: 97)

Orang yang beriman dengan keimanan yang benar akan membuahkan amal salih yang memperbaiki kondisi hati dan akhlaknya. Amalan salih tersebut juga akan memperbaiki keadaan dunia dan akhiratnya. Dia akan merespon kebahagiaan yang didapatkannya dengan rasa syukur dan menggunakannya untuk hal-hal yang bermanfaat. Apabila seseorang melakukan hal tersebut, maka ia akan merasakan keindahan, menikmati kelanggengan, keberkahan, dan balasan dari syukurnya tersebut.

Seorang mukmin sejati juga akan merespon berbagai hal yang tidak menyenangkan, kesedihan, kecemasan, dan kegalauan dengan cara melawannya jika hal itu bisa dilawan, atau meminimalisir jika bisa diminimalisir, atau bersabar dengan sabar yang indah jika memang hal  tersebut tidak bisa dilawan maupun diminimalisir. Dengan seperti itu, dia akan mendapatkan banyak manfaat, seperti kuatnya jiwa, besarnya kesabaran, dan balasan pahala dari Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

عَجَبًا لأَمْرِ المُؤْمِنِ، إنَّ أمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وليسَ ذاكَ لأَحَدٍ إلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إنْ أصابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكانَ خَيْرًا له وإنْ أصابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكانَ خَيْرًا له

“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya seluruh urusannya itu baik, dan hal itu tidak dimiliki kecuali oleh seorang mukmin. Apabila dia mendapatkan nikmat, dia bersyukur dan itu baik baginya. Dan apabila dia mendapatkan musibah, dia sabar dan itu baik baginya.” (HR. Muslim no. 2999)

Melihat apa yang didapatkan seorang muslim saat musibah menimpa; terhapusnya dosa, bersihnya hati dan diangkat derajat

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ما يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِن نَصَبٍ ولَا وصَبٍ، ولَا هَمٍّ ولَا حُزْنٍ ولَا أذًى ولَا غَمٍّ، حتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بهَا مِن خَطَايَاهُ.

“Tidaklah seorang muslim itu ditimpa musibah baik berupa keletihan, rasa sakit, kegalauankesedihan, gangguan, atau kecemasan sampai pun duri yang melukainya, melainkan dengannya Allah akan mengampuni dosa-dosanya.” (HR. Bukhari no. 5641)

Dalam riwayat Muslim,

ما يُصِيبُ المُؤْمِنَ مِن وصَبٍ، ولا نَصَبٍ، ولا سَقَمٍ، ولا حَزَنٍ حتَّى الهَمِّ يُهَمُّهُ، إلَّا كُفِّرَ به مِن سَيِّئاتِهِ

“Tidaklah seorang muslim itu ditimpa musibah baik berupa rasa sakit (yang tidak kunjung sembuh), keletihan, rasa sakit, kesedihan, dan kegalauan yang menerpanya, melainkan dosa-dosanya akan diampuni.” (HR. Muslim no. 2573)

Oleh karena itu, seorang mukmin hendaknya menyadari bahwa kegalauan dan musibah yang menimpanya tidak pergi dengan sia-sia. Musibah tersebut meninggalkan manfaat besar bagi mukmin berupa ampunan terhadap dosa-dosanya. Seorang muslim hendaknya juga menyadari bahwa jikalau bukan disebabkan musibah yang menimpanya, maka dia akan menjadi orang yang bangkrut di hari kiamat nanti, sebagaimana disebutkan oleh sebagian salaf. Karena hal inilah, seharusnya seorang mukmin gembira dengan masalah yang dijumpainya sebagaimana dia gembira saat mendapatkan nikmat.

Apabila seorang hamba menyadari bahwa musibah yang menimpanya akan menghapus dosa, maka dia akan gembira dan merasa senang, apalagi balasan tersebut disegerakan setelah seorang hamba melakukan suatu perbuatan dosa, sebagaimana kisah salah seorang sahabat.

 أنَّ رجلًا لقيَ امرأةً كانت بغيًّا في الجاهلية، فجعل يلاعِبُها حتى بسَطَ يدَه إليها، فقالت: مه! فإنَّ الله عز وجل قد ذهب با لشرك وقال عفان مرة ذهب بالجاهلية وجاءنا بالإسلامِ، فولى الرجل فأصاب وجهه الحائِطُ فشجه ثم اتى النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم فأَخبَرَه  فقال: أنت عبدٌ أراد اللهُ بك خيرًا. إذا أراد الله عز وجل بعبد خيرا عجل له عقوبة ذنبه وإذا أراد بعبد شرا أمسك عليه بذنبه حتى يوفى به يوم القيامة كأنه عيرِ.

Ada seorang lelaki menjumpai wanita mantan pelacur di masa jahiliyah, ia menggodanya hingga menjulurkan tangan kepadanya (mengajak berzina). Perempuan itu berkata, Tahan! Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla telah menghilangkan kesyirikan (dalam riwayat lain dari Affan: telah menghilangkan jahiliyah dan menghadirkan Islam untuk kita), maka ia berbalik dan saat berbalik wajahnya menabrak tembok sampai luka di kepalanya. Lelaki tersebut mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengkisahkan ceritanya.

Rasulullah bersabda, ‘Engkau adalah hamba yang diinginkan kebaikan oleh Allah untukmu. Apabila Allah ‘azza wa jalla menginginkan kebaikan bagi hamba, maka Dia akan mensegerakan hukuman atas dosa yang telah dilakukannya. Dan apabila Allah menginginkan kejelekan bagi hamba, maka Dia akan tahan azab atas dosanya tersebut hingga nantinya dibalas di hari kiamat, seakan-akan (dosanya tersebut) kafilah (karena banyaknya)’.” (HR. Ahmad dalam Musnad 4: 87 dan Hakim dalam Mustadrak 1: 349, di dalam sanadnya terdapat Al-Hasan, dari ‘Abdullah bin Mughaffal dan Al-Hasan adalah seorang mudallis yang di sini menggunakan riwayat ‘an’an, akan tetapi Shalih bin Ahmad bin Hambal mengatakan, “Ayahku mengatakan, ‘beliau mendengar Al-Hasan dari Anas bin Malik dan dari Ibnu Mughaffal -yakni ‘Abdullah bin Mughaffal-‘.” demikian di dalam kitab Marasil milik Ibnu Abi Hatim).

إن الله إذا أراد بعبد خيرا عجل له العقوبة في الدنيا، وإذا أراد بعبد شرا أمسك عنه حتى يوفى  يوم القيامة بذنبه

“Sesungguhnya apabila Allah menginginkan kebaikan bagi hamba, maka Dia akan menyegerakan hukuman (atas dosa yang telah dilakukannya) di dunia. Dan apabila Allah menginginkan kejelekan bagi hamba, maka Dia akan tahan (azab atas dosanya) tersebut hingga nantinya dibalas di hari kiamat dengan sebab dosanya.” (HR. Tirmidzi dalam Sunannya no. 2396 )

Mengenal hakikat dunia

Hendaknya seorang mukmin menyadari bahwa dunia ini fana, kesenangannya sedikit, kelezatannya terkotori, dan tidak jernih bagi siapa pun. Saat dunia membuatmu tertawa sebentar, dia akan membuatmu menangis lebih lama. Saat dia memberimu sesuatu yang sedikit, dia akan menahan sesuatu yang banyak untukmu. Seorang mukmin akan ‘terpenjara’ di dunia ini, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam,

الدُّنْيا سِجْنُ المُؤْمِنِ، وجَنَّةُ الكافِرِ.

Dunia itu penjara bagi orang beriman, dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim no. 2956)

Maksud ‘penjara’ bagi orang beriman adalah adanya batasan-batasan bagi orang beriman, sedangkan orang kafir tidak memiliki batasan. Makna lainnya yaitu sebahagia apapun seorang mukmin di dunia, kebahagiaan itu ibarat penjara baginya. Hal ini karena di akhirat nanti, dia akan mendapatkan kebahagiaan yang jauh lebih besar. Sebaliknya, sesengsara apapun orang kafir di dunia, kesengsaraan itu ibarat surga baginya. Hal ini karena di akhirat nanti dia akan mendapatkan kesengsaraan yang jauh lebih besar.

Dunia berisi keletihan, gangguan, dan kesengsaraan. Oleh karenanya, seorang mukmin akan beristirahat saat ia pergi meninggalkan dunia sebagaimana disebutkan dalam hadis dari Abi Qatadah bin Rib’iy Al-Anshari,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرَّ عَلَيْهِ بِجَنَازَةٍ فَقَالَ مُسْتَرِيحٌ وَمُسْتَرَاحٌ مِنْهُ َقَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ مَا الْمُسْتَرِيحُ وَمَا الْمُسْتَرَاحُ مِنْهُ قَالَ الْعَبْدُ الْمُؤْمِنُ يَسْتَرِيحُ مِنْ نَصَبِ الدُّنْيَا وَأَذَاهَا وَالْعَبْدُ الْفَاجِرُ يَسْتَرِيحُ مِنْهُ الْعِبَادُ وَالْبِلَادُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah dilewati pengiringan jenazah. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‘Ada orang yang mendapatkan kenyamanan (istirahat) dan ada pula yang orang lain menjadi nyaman (istirahat) karena ketiadaannya.’

Para shahabat bertanya,

‘Wahai Rasululullah, siapa itu orang yang mendapatkan kenyamanan (istirahat) dan orang yang orang lain menjadi aman (istirahat) karena ketiadaannya?’

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,

‘Seorang hamba yang mukmin adalah orang yang beristirahat dari keletihan dunia dan kesulitannya. Sedangkan seorang hamba yang fajir/gemar bermaksiat, maka hamba Allah yang lain, negeri dan pepohonan serta hewan yang beristirahat dari gangguannya.” (HR. Bukhari no. 6512)

Kematian orang beriman merupakan peristirahatan dari kecemasan, kegalauan, dan rasa sakitnya di dunia, sebagaimana disebutkan dalam hadis,

إذا حُضِرَ المؤمنُ أتتهُ ملائِكَةُ الرَّحمةِ بحريرةٍ بيضاءَ ، فيقولونَ : اخرُجي راضيةً مرضيًّا عنكِ إلى رَوحِ اللَّهِ، ورَيحانٍ ، وربٍّ غيرِ غضبانَ فتخرجُ كأطيَبِ ريحِ المسكٍ حتَّى إنَّهُ ليُناولُهُ بعضُهُم بعضًا حتَّى يأتون بِهِ بابَ السَّماءِ فيقولونَ : ما أطيَبَ هذِهِ الرِّيحَ الَّتي جاءتْكم منَ الأرضِ فيأتونَ بِهِ أرواحَ المؤمنينَ فلَهُم أشَدُّ فرحًا بِهِ مِن أحدِكُم بِغائبِهِ يقدمُ علَيهِ فيَسألونَهُ ماذا فَعلَ فلانٌ ماذا فعلَ فلانٌ ، فيقولونَ : دَعوهُ فإنَّهُ كانَ في غَمِّ الدُّنيا

“Jika dihadirkan orang yang beriman, datanglah malaikat rahmah kepadanya dengan membawa sutra putih, lantas mengatakan, ‘Keluarlah dalam keadaan senang dan disenangi kepada karunia Allah dan bau wanginya surga, dan menuju Rabb yang tidak akan marah.’

Keluarlah nyawa orang yang beriman sebagaimana parfum kasturi yang paling wangi. Sampai sebagiannya menerima dari sebagian yang lain, sampai mereka datang dengan membawanya ke pintu langit.

Kemudian mereka (malaikat penghuni pintu langit) mengatakan, ‘Betapa harumnya bau ini, yang kalian bawa dari bumi.’

Mereka lantas menjumpai nyawanya orang-orang yang beriman. Sungguh mereka sangat gembira karenanya dibandingkan dengan gembiranya kalian dengan kepulangan saudaranya yang safar. Lantas mereka akan menanyainya, ‘Apa yang telah dilakukan si fulan, apa yang telah dilakukan si fulan?’

Mereka menjawab, ‘Tinggalkanlah dia, sesungguhnya dulu dia dalam keadaan kegalauan dunia …’.”

(Shahih An-Nasa’i no. 1832)

Seorang mukmin yang mengetahui hakikat dunia akan mendapatkan pengaruh sangat besar pada hatinya dalam menyikapi berbagai masalah hidup. Dia menyadari bahwa musibah, rasa sakit, penderitaan, dan kesusahan merupakan suatu keniscayaan dalam kehidupan dunia. Dia juga menyadari bahwa dengan musibah tersebut, Allah Ta’ala akan mengampuni dosa dan mengangkat derajatnya.

[Bersambung]

Penulis: apt. Pridiyanto

Sumber: https://muslim.or.id/67268-mengobati-kegalauan-bag-1.html

Bila Hati Sedang Galau

BILA hati sedang galau, bila hati terasa resah gelisah dan gundah gulana, silakan periksa siapa atau apa yang mendominasi hati ini?

Semakin kuat harap atau takut kepada makhluk, atau semakin suka/cinta kepada makhluk/benda sehingga mendominasi hati dan pikiran, maka itulah penyebabnya.

Tak selayaknya, makhluk dan benda yang tak daya dan upaya jadi sandaran ataupun ditakuti, karena segala kekuasaan dan ketentuan hanya milik Allah semata. Segera kembalikan kepada Yang Maha Kuasa atas segalanya. Semakin cepat dikembalikan, semakin dipasrahkan, semakin yakin akan segala kesempurnaan takdirnya,

Niscaya hati akan jadi lega, nyaman, mantap mengarungi episode apapun Allah Maha Tau isi hati kita. Bila hati ini dipenuhi oleh selain-Nya, Dia tak akan suka. Bila hati ini dipenuhi oleh-Nya, segala urusan kita menjadi tanggungan-Nya. Niscaya akan mendapatkan sebaik-baik takdir yang memuaskan dunia akhirat kita. [smstauhiid]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

INILAH MOZAIK

Lima “Obat” Penawar Galau

GALAU adalah kata yang sangat popular akhir-akhir ini terutama dikalangan muda generasi bangsa. Semua telah terjangkiti sebuah kata yang menandakan seseorang tengah dilanda rasa kegelisahan, kecemasan, serta kesedihan pada jiwanya. Herannya banyak orang yang bangga mengatakan dirinya sedang galau. Entah itu pejabat, pegawai, buruh, pengangguran, kaya, miskin, tua, muda, pelajar ataupun santri telah latah mengkampanyekan ‘galau’ di negeri kita ini.

Keresahan akan senantiasa menghantui hidup manusia apabila pikirannya dibiarkan terombang-ambing oleh permasalahan hidup. Apalagi keyakinannya pada keberadaan Allah Subhanahu Wata’ala sebagai penolong masih terjebak dalam ritual adat-istiadat semata, sehingga berhala menjadi tempat pengaduannya. Fenomena tersebut begitu jelas di depan mata kita dan terjadi pada sebagian besar umat Islam. Kesibukkan dan rutinitas menjebak mereka yang merasa ‘galau’ untuk mengambil langkah pragmatis dalam penyelesaian problema hidup.

Pada dasarnya, manusia adalah sosok makhluk yang lemah dan bergelimang dosa. Wajar jika disebut sebagai makhluk yang paling sering dilanda kecemasan, apalagi ketika dihadapkan pada permasalahan hidup. Inilah fitrah bagi setiap insan yang memiliki akal pikiran dan tidak perlu dirisaukan karena Allah Subhanahu Wata’ala telah menyiapkan penawarnya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala di dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat ke 28 yang artinya :

الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah hati menjadi tenteram.”

Orang yang senantiasa mengingat Allah Subhanahu Wata’ala Ta’ala dalam segala hal yang dikerjakannya, tentu akan memiliki dorongan positif pada diri dan jiwanya. Karena dengan mengingat Allah Subhanahu Wata’ala dalam menghadapi segala persoalan, dijamin pikirannya akan cerah dan bijak serta jiwanya diselimuti ketenangan akan datangnya bantuan Allah Subhanahu Wata’ala. Dan sudah merupakan janji Allah Subhanahu Wata’ala Ta’ala, bagi siapa saja yang mengingatnya, maka didalam hatinya pastilah terisi dengan ketentraman-ketentraman yang tidak bisa didapatkan melainkan hanya dengan mengingat-Nya.

Logikanya, jika pejabat ingat pada Allah Subhanahu Wata’ala maka dia akan merasa diawasi oleh Allah Subhanahu Wata’ala dalam menjalankan amanahnya. Dan dengan demikian, peluang berbuat curang apalagi sampai menilap hak rakyat dapat terminimalisir. Begitu juga remaja dan pemuda yang senantiasa menjalin kedekatan dengan Allah Subhanahu Wata’ala, maka kehidupannya memiliki arah pasti yang jauh dari pengaruh bisikan hedonis. Ditambah lagi rakyat secara keseluruhan menghidupkan nilai-nilai ke-Tuhan-an dalam aktivitasnya setiap saat, maka aroma religious akan mampu memberikan kedamaian pada jiwa-jiwa manusia.

Terkhusus umat Islam, jika benar-benar menjalankan dan mengindahkan semua syari’at yang telah dibawa Rasulullah, sudah barang tentu kejayaan umat peradaban akan kembali mewarnai dunia ini. Sejarah peradaban Islam telah membuktikan bahwa tidak ada istilah ‘galau’ pada umat manusia ketika aturan-aturan Allah Subhanahu Wata’ala ditegakkan di atas bumi ini. Artinya, Islam adalah ajaran yang menentang ‘galau’ karena syari’at Islam adalah rahmatan lil ‘alamin.

Ayat-ayat penawar galau

Ayat pertama, berserah kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Kita sangat dituntut untuk memiliki semangat bekerja keras, namun apapun hasilnya harus diserahkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Sebagaimana telah berfirman Allah Subhanahu Wata’ala yang artinya:

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ
وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ

“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.“ (QS: al Insyirah: 7-8).

Dengan berserah kepada Allah Subhanahu Wata’ala, kita akan melakukan apapun dengan ketenangan dan kenyamanan bathin karena ada jaminan Allah Subhanahu Wata’ala yang senantiasa memelihara ciptaan-Nya. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً

“Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaaq : 3).

Ayat kedua, bersabar karena Allah Subhanahu Wata’ala. Bersabar disini bukan berarti menunggu dan pasrah begitu saja, sabar dalam artian menerima takdir Allah Subhanahu Wata’ala sebagai yang terbaik dan senantiasa mempersiapkan diri untuk melakukan yang terbaik pula. Allah Subhanahu Wata’ala menegaskan di dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat ke 200 yang artinya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اصْبِرُواْ وَصَابِرُواْ وَرَابِطُواْ وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah Subhanahu Wata’ala, supaya kamu beruntung.”

Dan sesungguhnya dengan bersabar Allah Subhanahu Wata’ala sedang menyertai kita. Bukankah suatu kemuliaan bagi manusia jika sang Maha Pencipta sudi menyertai hidupnya? Inilah janji Allah Subhanahu Wata’ala Allah Subhanahu Wata’ala Ta’ala dalam firman-Nya;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ ﴿١٥٣

“Sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah:153).

Ayat ketiga, berteguh hati dan fikiran. Flash-back terkait makna ‘galau’ jika dipahami keresahan hati, maka kita sebagai umat Islam harus memiliki keteguhan hati dan fikiran bahwa Allah Subhanahu Wata’ala telah mengatur semesta alam ini. Jadi, tidak ada lagi kebimbangan mau jadi apa dan kemana masa depan kita, yang penting lakukanlah apa yang terbaik yang dapat dilakukan. Berikut Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَقُلِ اعْمَلُواْ فَسَيَرَى اللّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah Subhanahu Wata’ala) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah : 105)

Ayat keempat, sedih dilarang Allah Subhanahu Wata’ala.

Sebagai umat Islam, kita harus merasa beruntung dalam berbagai hal kehidupan. Karena Islam telah merangkum aturan hidup manusia hingga akhir zaman, dan tidak sepatutnya seorang hamba Allah Subhanahu Wata’ala bersedih kecuali sedih karena dosanya. Allah Subhanahu Wata’ala memotivasi kita dalam firman-Nya;

لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللّهَ مَعَنَا

“Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala bersama kami.” (QS. At Taubah: 40)

Ayat kelima, menghadap Allah Subhanahu Wata’ala.

Adukanlah semua permasalahan kepada Allah Subhanahu Wata’ala karena pasti Allah Subhanahu Wata’ala mempunyai semua solusinya. Sangat wajar jika kita menemui masalah dalam menjalani kehidupan ini, namun jangan pernah mundur atau takluk pada permaslahan itu. Allah Subhanahu Wata’ala sudah mengingatkan hamba-Nya di dalam ayat yang dibaca setiap muslim minimal 17 kali dalam sehari:

يَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

“Hanya kepada-Mulah kami menyembah, dan hanya kepada-Mulah kami meminta pertolongan.” (QS. Al Fatihah 5)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat dari Allah Subhanahu Wata’ala yang mendorong umat Islam untuk tidak menjadi bagian dari orang yang mengkampanyekan ‘galau’, karena dengan berkoar-koar dirinya dalam ke-galau-an maka dia telah menurunkan derajatnya menjadi manusia yang tidak bersyukur dan enggan berfikir.

Kesimpulannya, umat Islam dilarang mengatakan ‘galau’ jika itu berimbas pada perilakunya yang kemudian menduakan Allah Subhanahu Wata’ala. Al-Quran dan As-Sunnah telah disempurnakan dalam merangkum aturan hidup manusia, sehingga tiada lagi problematika hidup jika kita bersandar pada sang pencipta kehidupan. Dan Islam pernah membuktikan dalam berabad-abad lamanya, yakni mampu memakmurkan kehidupan makhluk di jagat raya ini.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِي

“dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS . Al-Anbiya’ : 107).*/Zainal Arifin

 

HIDAYATULLAH

Ayat-Ayat Anti Galau

ENTAHLAH, belakangan ini, kata galau dengan mudah kita dapati dalam berbagai kesempatan. Kita bisa mendengarnya saat bertemu dengan sahabat kita atau membaca status jejaring sosial. Biasanya kata yang satu ini muncul dikarenakan putus pacaran, keinginan yang tak tersampaikan, atau kesedihan yang merundung. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, galau diartikan sebagai “kacau tidak keruan (berpikir).”

Para galauwer, sebutan bagi “pecinta galau”, biasanya menuliskan kegalauannya dengan kalimat seperti, “Bila pada waktunya kita harus berpisah, aku tidak akan melupakan kamu. Tapi aku akan menjadikan kamu sebuah ingatan, bukan sekedar kenangan.” Atau, “Bersyukur karena masih bisa melihat indahnya dunia, walaupun kamu masih tetap untuk dia.” Bisa pula semisal ini, “Tiba-tiba orang yang selalu mengatakan bahwa dia akan selalu menunggu, menghilang…”

Kata galau seolah menjadi obat mujarab dalam mengekspresikan gundah gulana yang bergelayut menyelimuti diri. Sebenarnya, kata galau menjadi populer sejak munculnya sebuah program acara di salah satu televisi nasional. Padahal, ketika Anda menulis atau mengungkapkan perasaan sedih kepada orang lain tanpa bisa membatasi diri, bisa membuka potensi kejahatan dari orang yang tidak bertanggungajawab untuk melakukan sesuatu yang malah membuat Anda semakin jauh dari kebahagiaan.

Sebagai seorang Muslim, tentunya kita tidak boleh melepaskan diri dari tuntunan Ilahi yang telah menyediakan kalimat-kalimat mukjizat yang ampuh mengusir perasaan galau. Sayidina Ja`far putra Sayidina Muhammad Al-Baqir memberikan empat ayat anti galau yang tentunya langsung bersumber dari Dzat Yang Maha Mengetahui segala persoalan yang tengah melilit.

Resep ala beliau yang akan dipaparkan berikut ini bisa kita baca langsung dalam kitab Al-Jawaahir Al-Lu`luiyyah fi Syarh Al-Arba`iin An-Nawawiyyah yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Al-Dimyathi halaman 13-14.

Ayat pertama yang menjadi obat kegalauan termaktub dalam surah Al-Anbiya` ayat 87. Disebutkan jika kita merasa sumpek hendaklah kita membaca ayat ini yang bunyinya:

لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

“Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.”

Ayat berikutnya merupakan jawaban bagi orang yang telah membacanya:

فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ

“Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (Qs. Al-Anbiya` : 88). Ayat ini merupakan jawaban atas Nabi Yunus as yang mengucapkan kalimat tersebut dari dalam perut ikan di kegelapan samudera.

Ayat anti galau selanjurnya berbicara mengenai orang yang dihinggapi rasa takut. Ketika kita tengah merasa ketakutan terhadap sesuatu, bacalah:

حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيل

“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (Qs. Ali Imran : 173).

Bagi orang-orang yang ketakutan kemudian membaca ayat di atas, maka Allah menandaskan:

فَانْقَلَبُوا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوء

“Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa.”

Ayat anti galau ketiga berkenaan seseorang yang tertipu. Bagi kita yang menjadi korban penipuan, jangan terlalu larut dalam kesedihan, cobalah membaca ayat :

وَأُفَوِّضُ أَمْرِي إِلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بَصِيرٌ بِالْعِبَاد

“Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.” (Qs. Al-Mukminun : 44).

Barangsiapa membaca ayat tersebut sebagaimana kaum-kaum di masa nabi terdahulu juga mengucapkannya, Allah menyatakan:

فَوَقَاهُ اللَّهُ سَيِّئَاتِ مَا مَكَرُوا

“Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka.” (Qs. Al-Mukminun : 45).

Dan ayat keempat yang menjadi pengusir rasa galau adalah ayat yang berkenaan tentang seseorang yang menginginkan sesuatu, hendaknya membaca :

مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّه

“Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah.” (Qs. Al-Kahfi : 39). Allah mewahyukan:

فَعَسَى رَبِّي أَنْ يُؤْتِيَنِ خَيْرًا مِنْ جَنَّتِكَ

“Maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik dari pada kebunmu (ini).” (Qs. Al-Kahfi : 40).*

 

oleh: Ali Akbar Bin Agil,  Pengasuh Majlis Ta`lim dan Ratib Al-Haddad di Malang, Jawa Timur

 

HIDAYATULLAH

Jangan Galau, Allah Selalu Menyertaimu!

MENGELUH, hampir menjadi fenomena di negeri mayoritas Muslim ini. Ironisnya mengeluh itu menimpa hampir semua tingkatan usia; mulai remaja sampai dewasa juga pria dan wanita. Akibatnya tidak banyak yang bisa dilakukan oleh mereka yang suka mengeluh, kecuali hal-hal yang akan semakin membuat jiwa dan akalnya terus melemah. Sehari-hari waktu yang dilalui hanya diisi curhat dari satu orang ke orang lain dengan memaparkan beragam masalah yang sedang membelitnya.

Padahal waktu dan kesempatan datang setiap hari. Bahkan sekiranya mereka mau membaca firman Allah (Al-Qur’an) tentu mereka akan dapati jawaban atas setiap masalah yang dihadapinya. Ketika didorong untuk membaca Al-Qur’an jawabnya tidak mengerti bahasa Arab. Loh bukannya kini sudah sangat banyak Al-Qur’an terjemah. Mengapa tidak dibaca juga?

Sementara Allah dengan tegas berfirman;

بِهِ مِنَ الأَحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ فَلاَ تَكُ فِي مِرْيَةٍ مِّنْهُ إِنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ وَلَـكِنَّ

“Karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadap Al-Qur’an itu. Sesungguhnya (Al-Qur’an) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman. (QS. Huud [11]: 17).

Dalam ayat lain Allah SWT juga tegaskan bahwa Al-Qur’an itu kitab suci yang tidak ada keragu-raguan di dalamnya petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa (QS. Al-Baqarah [2]: 2).

Jadi sebenarnya sederhana sekali, masalah apapun yang kita hadapi solusinya ada di dalam Al-Qur’an. Ibarat manusia ini robot maka Al-Qur’an ini adalah petunjuk manual bagaimana mengoperasikan robot itu. Bagaimana tanda-tanda robot yang kekurangan baterai (iman) misalnya. Lalu apa yang harus dilakukan untuk mengisi dayanya kembali. Bagaimana jika ada robot yang mati (semangatnya). Apa yang harus dilakukan. Jawaban semua itu ada di dalam buku manual tadi (Al-Qur’an).

Mari perhatikan pernyataan Nabi Ibrahim di depan orang-orang kafir ketika menjelaskan siapa Allah SWT. ketika itu Nabi Ibrahim sedang memberi peringatan kepada penyembah berhala bahwa apa yang mereka anggap tuhan itu adalah keliru (sesat). Lalu Nabi Ibrahim menjelaskan perihal Allah SWT yang sebenar-benarnya Tuhan yang harus disembah.

Ibrahim berkata;“(Yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku. Dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku. Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku. Dan Yang akan mematikan aku. Kemudian akan menghidupkan aku (kembali). Dan yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat”. (QS. As Syu’ara [26] : 78 – 82).

Ayat tadi menggambarkan secara gamblang bagaimana Allah benar-benar mengerti segala kebutuhan, keresahan, kerisauan, kegalauan, dan seluruh suasana hati setiap manusia. Hanya saja Allah akan mendatangi jiwa-jiwa yang diliputi keimanan kuat dan mengabaikan jiwa manusia yang kerdil lagi tidak pernah memohon kepada-Nya.

Kepada mereka yang imannya kuat Allah berikan satu jaminan agar tidak takut dan bersedih hati.

وَلاَ تَهِنُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ الأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS. Ali Imran [3]: 139).

Jadi mari kita kembali kepada Allah dengan sungguh-sungguh memahami ayat-ayat Al-Qur’an. Sungguh Allah menjawab setiap masalah kita.

Ketika kita mengeluh, maka akan selalu ada jawaban dari Allah SWT untuk kita. Misalnya, “Rasanya aku tidak mampu menghadapi masalah seperti ini, berat terasa oleh ku. Sungguh aku tak sanggup lagi.” Sungguh Allah menjawab;

“Jika Allah menghendaki sesuatu, Allah cukup berkata jadi maka jadilah” (QS. 36 : 82).

Ketika kita mengeluh, “Aku terlalu lelah” Allah menjawab, “Aku ciptakan tidurmu untuk istirahatmu.” (QS. 78 : 9).

Ketika kita mengeluh, “Aku tak sanggup lagi, aku tak mampu lagi, semua sudah tidak mungkin kuhadapi” Allah menjawab, “Allah tidak membebankan sesuatu kepada hamba-Nya, melainkan sesuai kemampuannya” (QS. Al Baqarah [2] : 286).

Ketika kita mengeluh, “Berbagai upaya sudah saya lakukan tapi hasilnya nihil. Saya benar-benar stress dibuatnya” Allah menjawab;

الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Hanya dengan mengingat Aku maka hati menjadi tenang.” (QS. 13 : 28).

Bahkan ketika kita mengeluh, “Aku sudah tidak ada gunanya lagi, untuk apa aku hidup” sungguh Allah telah menjawab;

“Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat dzarah, niscaya ia akan melihat balasannya.” (QS. 99 : 7).

Jika demikian untuk apa kita mengeluh, bukankah Allah telah menjawab semua bakal keluhan umat manusia. Maka dari itu biasakanlah diri untuk benar-benar mempelajari Al-Qur’an dengan baik. Sungguh Al-Qur’an itu menjawab setiap masalah. Maka ambillah obat atau madu darinya.

Sebenarnya mengeluh atau tidak itu adalah pilihan hati. Hati yang senantiasa dihiasi dengan bacaan Al-Qur’an insya Allah terhindar dari sikap kerdil, lemah, lesu, letih, lunglai, dan tak berdaya. Sementara hati yang sepi dari bacaan Al-Qur’an akan sangat mudah terganggu oleh dinamika kehidupan sehingga sulit menjadi hamba Allah yang pandai bersyukur.

Terhadap orang yang pandai bersyukur Allah berjanji akan menambah terus-menerus kenikmatan yang diberi dan bagi yang kufur (tidak mau bersyukur) Allah sediakan siksa yang pedih.

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Se- sungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS.ar Ra’d [14] : 7).

Jadi selagi masih ada kesempatan mari berusaha untuk memahami ayat-ayat Allah dengan sebaik-baiknya. Sungguh apabila hati kita telah diterangi oleh Al-Qur’an akan muncul semangat, gairah, optimisme, dan keyakinan kuat bahwa Allah selalu menyertai kita dan karena itu akan muncul usaha maksimal dari dalam diri kita.

Apabila itu benar-benar dapat kita raih sungguh kebahagiaan, kemenangan dan kesuksesan sejati telah berada di tangan kita. Sebab Allah telah berjanji akan memberi jalan-jalan kepada hamba-hamba-Nya yang bermujahadah (bersungguh-sungguh tidak mengeluh) dan senantiasa berbuat kebaikan.

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. 29 : 69).

Jika sedemikian rupa Allah telah memberi jawaban atas keluhan setiap hamba-Nya, masihkah kita akan menjadi manusia kerdil? Sungguh keluhan itu adalah sesuatu yang mesti kita enyahkan dalam akal dan jiwa kita. Allah dan Rasul-Nya hanya berpesan satu hal, berjihadlah, bersungguh-sungguhlah, kelak engkau pasti akan menang. Jadi mari kita ucapkan,

“Selamat tinggal keluhan, selamat datang harapan”!. */Imam Nawawi

 

HIDAYATULLAH

Inilah Penyebab Kegalauan Hidup

“MENGAPA aku gelisah terus ya, padahal semua telah kumiliki bahkan aku memiliki apa yang tak dimiliki oleh kebanyakan manusia?” Sering keluhan seperti ini kita dengar.

Galau, sumpek, gelisah, bingung dan sepadannya menjadi kata yang mewakili suara gelisah seperti ini. Orang kampus banyak yang menyebut kondisi seperti ini sebagai epistemological panic atau epistemological melancholy, yakni sebuah bentuk kepanikan atau kegalauan hidup yang disebabkan oleh pola pikir yang salah.

Ada banyak sarjana yang urun rembuk mengurai penyebab utamanya. Referensi tentang hal ini bertebaran di mana-mana. Saat ini saya ingin mengutip pandangan Ibnu Qayyim dalam kitabnya yang berjudul “Zaadul Ma’aad.” Menurutnya, ada empat penyebab utama: pertama adalah berpaling dari Allah SWT; kedua adalah bergantungnya hati kepada selain Allah; ketiga adalah lalai dari mengingatnya; dan keempat adalah mencintai selainNya.

Penyebab pertama adalah karena ketidakmauan kita akan hukum-hukum Allah dengan melabraknya demi memperturutkan keinginan nafsu kita. Penyebab kedua akalah berkenaan dengan pengalihan ketergantungan kita kepada Allah sebagai pemegang kuasa mutlak menuju ketergantungan kita kepada makhluk yang jelas-jelas sama berada dalam posisi tidak berkuasa penuh.

Penyebab ketiga adalah efek dari penyebab pertama dan ketiga berupa tak lagi ada dalam kamus keseharian kita al-asma’ul husnaa (nama-nama indah Allah), yang ada adalah nama-nama makhluk yang selalu dijadikan tempat meminta dan bergantung. Akhirnya, cinta kepada Allah semakin memudar untuk kemudian lenyap.

Bagaimana akan bahagia ketika empat sebab itu ada dalam kehidupan kita? Bagaimana tak akan gelisah jika Dzat Yang Membahagiakan kita kemudian dipinggirkan untuk dilupakan dan ditinggalkan? Bagaimana tak akan galau sementara Allah Yang Membolak-balik hati kita tak pernah disebut, disembah dan dijadikan rujukan?

Bangunlah kesadaran jiwa bahwa Allah adalah Pusat Cinta, Pusat Bahagia dan Pusat Keselamatan. Salam, Ahmad Imam Mawardi (AIM), Pengasuh Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya. [*]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2325529/inilah-penyebab-kegalauan-hidup#sthash.a3Zff9Fl.dpuf