Kemenag: Jangan Terkecoh dengan Istilah Padepokan

Kementerian Agama (Kemenag) meminta masyarakat agar tidak salah mengartikan istilah-istilah seperti pesantren dan padepokan, yang belakangan muncul dengan adanya fenomena Taat Pribadi dan Gatot Brajamusti.

Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam, Machasin mengatakan tidak sama apa yang belakangan disebut padepokan seperti milik Taat Pribadi dan Gatot Brajamusti dengan pesantren.

“Padepokan tidak terdaftar di Kemenag, sebagai lembaga pendidikan, karena yang resmi seperti pondok pesantren terdaftar,” kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (5/10).

Padepokan, kata dia, itu sifatnya umum, dan sudah menjadi penyebutan sejak dahulu bagi siapapun yang ingin mencari apapun, mulai seni, ilmu agama, hingga beladiri. Sedangkan pesantren itu khusus tempat untuk belajar agama Islam, dan sekarang pesantren itu terdaftar di Kemenag.

“Kalau padepokan itu tidak terdaftar di Kemenag, saya tidak tahu terdaftar di mana. Jadi masyarakat yang ingin menuntut ilmu agama dan mencari pesantren lebih baik melihat itu resmi atau tidak, agar tidak terkecoh,” ujarnya.
Baca juga: Heboh Gatot dan Dimas Kanjeng, Ternyata Ini Biangnya
Kalau ada yang mengistilahkan pesantren dengan nama padepokan, ia meminta masyarakat agar mulai berhati-hati. Apalagi belakangan dengan fenomena yang terjadi, istilah padepokan lebih mengarah pada tempat mencari keilmuan dengan hal-hal yang tidak masuk akal dan metafisika. Dia pun meminta masyarakat menghindarinya.

 

sumber:Republika Online

 

Heboh Gatot dan Dimas Kanjeng, Ternyata Ini Biangnya

Akademikus Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra, menilai maraknya kasus dugaan penipuan dan pelecehan berkedok agama, seperti yang dilakukan Gatot Brajamusti dan Dimas Kanjeng Taat Pribadi, merupakan sebuah gejala kultus.

“Ini disebut sebagai kultus yang dipimpin con man (penipu), orang yang menyalahgunakan kepercayaan orang lain kepadanya,” kata Azyumardi kepada Tempo, Kamis, 29 September 2016.

Azyumardi menjelaskan, pengkultusan masih terjadi di masyarakat karena terjadi krisis karakter. Banyak yang menempuh jalan instan dalam menyelesaikan masalah, seperti utang piutang, ambisi politik, dan jabatan.

Azyumardi mengatakan muncul penipu atau con man dengan menciptakan kultus untuk membangun karisma melalui penampilan, kepintaran berbicara, dan retorika menggunakan argumentasi agama. “Membuat orang-orang tersebut percaya atau taklid buta sehingga merasa yakin dengan hal-hal yang too good to be true, seperti menggandakan uang,” ujarnya.

Azyumardi menambahkan, solusi yang bisa dilakukan untuk menangani hal itu adalah penindakan hukum yang tegas kepada pemimpin kultus yang melakukan penipuan dan pelecehan seksual. Juga, pendidikan karakter sejak dini yang dimulai dari keluarga untuk pemahaman agama yang benar tentang apa yang perlu diimani. “Apa-apa yang perlu menggunakan akal sehat,” tuturnya.

Gatot Brajamusti selama ini dikenal sebagai guru spiritual para selebritas dan pengusaha. Biduanita Reza Artamevia dan aktris Elma Theana pernah menjadi murid Gatot di Padepokan Brajamusti. Setelah tertangkapnya Gatot untuk kasus penggunaan narkotik oleh Kepolisian Resor Mataram, terungkap pula dugaan praktek ritual seks yang dilakukannya selama ini. Dia disebut memperdayai korban dengan sabu-sabu, kemudian melakukan pesta seks.

Adapun Dimas Kanjeng Taat Pribadi dituduh melakukan penipuan uang dan pembunuhan santrinya. Modus penipuan yang dilakukan Taat adalah penggandaan uang. Kepada polisi, Taat mengaku bisa menggandakan uang dengan ilmu yang dimilikinya. Namun Taat gagal menunjukkan keahlian itu di hadapan polisi. Dia mengaku kegagalannya disebabkan jin yang membantunya telah pergi karena terkena gas air mata yang ditembakkan polisi saat penangkapan dirinya.

sumber: Tempo