Dua Kiai di Balik Gelora Bung Karno

Tahun ini, Indonesia kembali menjadi tuan rumah event olahraga terbesar di Asia, Asian Games. Untuk menyambut gelaran ke-18 perlombaan berbagai cabang olahraga antarnegara tersebut, Pemerintah Indonesia merenovasi Stadion Gelora Bung Karno (GBK). Presiden Joko Widodo pun telah meresmikan stadion yang selesai dibangun pertama kali pada 1962 itu pada Ahad (14/1).

Di balik kemegahan bangunan Gelora Bung Karno, ternyata tersimpan kontribusi dua ulama cum politisi yang berasal dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU), yaitu KH Saifuddin Zuhri dan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Keduanya yang memberi nama sekaligus mempertahankan kompleks olahraga terbesar di Indonesia itu.

Seperti dilansir dari laman, NU.or.id,  saat akan diresmikan oleh Presiden Sukarno pada 1962 kawasan yang berdiri di atas lahan seluas 270 hektare itu belum memiliki nama. Pada suatu pagi di serambi belakang Istana Merdeka, Bung Karno bersama beberapa menteri sedang membicarakan hal tersebut. Hadir di antaranya Menteri Dalam Negeri Soemarno, Menteri Olahraga Maladi, dan beberapa pejabat lainnya, termasuk Menteri Agama kala itu KH Saifuddin Zuhri.

Dalam perbincangan tersebut, hampir disepakati sebuah nama untuk kompleks tersebut, yaitu Pusat Olah Raga Bung Karno. Tetapi, sebagaimana tertulis dalam Authorized KH. Saifuddin Zuhri: Berangkat dari Pesantren (LKiS: 2013), usulan tersebut disanggah oleh KH Saifuddin (ayah Menteri Agama RI saat ini, Lukman Hakim Saifuddin).

“Nama itu tidak cocok dengan sifat dan tujuan olahraga,” komentar Kiai Saifuddin. Semua mata tertuju kepadanya seakan tampak tak senang dengan sanggahannya tersebut.

“Mengapa?” selidik Bung Karno.

“Kata ‘pusat’ pada kalimat ‘Pusat Olah Raga’ itu kedengarannya kok statis, tidak dinamis seperti tujuan kita menggerakkan olahraga,” jawab Kiai Saifuddin.

“Usulkan nama gantinya kalau begitu!” sergah Bung Karno.

“Nama ‘Gelanggang Olah Raga’ lebih cocok dan lebih dinamis,” usulnya.

“Nama Gelanggang Olah Raga Bung Karno kalau disingkat menjadi Gelora Bung Karno! Kan mencerminkan dinamika sesuai dengan tujuan olahraga,” jelasnya lebih lanjut.

“Waah, itu nama yang hebat. Saya setuju!” ungkap Bung Karno.

Saat itu pula, Bung Karno memerintahkan Menpora Maladi untuk mengganti nama tempat tersebut menjadi Gelora Bung Karno. Pada kesempatan itu pula, Kiai Saifuddin mengusulkan pemerintah untuk membangun masjid di areal GBK. Usul itupun diterima oleh Bung Karno.

Tetapi, seiring dinamika politik yang mendera Indonesia, nama Gelora Bung Karno terusik. Pergantian rezim dari Orde Lama ke Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto melakukan upaya massif untuk menghilangkan peran Presiden Sukarno. Proses de-sukarnoisasi itu pun menimpa pada penamaan Gelora Bung Karno.

Pada 1989, Presiden Suharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 4 yang berisi tentang pergantian nama Gelora Bung Karno menjadi Stadion Utama Senayan. Yayasan pengelolanya pun diubah dari Yayasan Gelora Bung Karno menjadi Yayasan Gelanggang Olahraga.

Tentu saja, kebijakan tersebut menghilangkan spirit sekaligus nilai historis dari kompleks olahraga tersebut. Tak banyak pihak yang berani menentang meski pada dasarnya banyak yang tak sepakat. Sikap represif pemerintah terhadap perbedaan pendapat memaksa pelbagai pihak yang keberatan untuk tutup mulut. Tak berani memprotesnya.

Suara-suara untuk mengembalikan nama Gelora Bung Karno kembali mencuat lebih dari satu dekade kemudian. Setelah Orde Baru lengser dan kepemimpinan Republik Indonesia berada di tangan seorang ulama mantan Ketua PBNU tiga periode, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), usulan itu muncul.

Usulan pergantian nama itu, pertama kali muncul saat digelar rapat dengar pendapat antara Komisi I DPR dan Mensesneg kala itu, yang juga menjadi Ketua Badan Pengelola Gelora Senayan (BPGS) pada 24 Oktober 2000. Usulan tersebut, kemudian direspon Presiden Abdurrahman Wahid pada saat menghadiri HUT PDI Perjuangan ke-28 di Stadion Utama Senayan, pada 14 Januari 2001.

Apa yang dijanjikan oleh Gus Dur tersebut lantas ditindaklanjuti beberapa waktu kemudian. Ia mengeluarkan Keputusan Presiden No. 7 tahun 2001 tentang pengalihan nama dari Stadion Utama Senayan kembali ke nama awal, Gelora Bung Karno.

 

REPUBLIKA