Amalan-amalan yang Dianjurkan Saat Gerhana Bulan

Peristiwa gerhana bulan diperkirakan akan terjadi pada Jumat (19/11) sore ini. Beberapa wilayah di Indonesia disebut akan bisa melihat fenomena alam tersebut.

Fenomena gerhana bulan dalam ajaran Islam disebut sebagai tanda atau bukti kuasa Allah SWT agar lebih mengingat-Nya. Kejadian ini bukanlah tanda dari kematian atau kelahiran seseorang seperti yang diyakini orang-orang pada masa lalu.

Sebagai bukti dari kuasanya-Nya, Nabi muhammad SAW menganjurkan beberapa amalan yang bisa dilakukan saat peristiwa ini terjadi. Amalan-amalan ini dijelaskan dalam sebuah hadist, yaitu:

Rasulullah bersabda:

إن الشمس والقمر آيتان من آيات الله لا يخسفان لموت أحد ولا لحياته فإذا رأيتم ذلك فأدعوا

الله وكبروا وتصدقوا وصلوا

Artiya: “Sesungguhnya matahari dan bulan itu dua tanda dari tanda-tanda Allah, terjadinya gerhana pada keduanya bukan karena kematian atau kelahiran seseorang, bila kalian melihat gerhana maka berdzikirlah kepada Allah, bertakbir, bersedekah, dan shalat.” (HR. Bukhari).

Dari hadist di atas, dapat disimpulkan amalan-amalan yang disunnahkan saat gerhana bulan adalah:

Memperbanyak doa

Tidak ada doa khusus terkait gerhana bulan, seorang muslim bisa meminta kepada Allah SWT beragam doa. Doa-doa seperti memohon ampunan dan diberi rahmat-Nya adalah contoh doa yang bisa dibaca saat peristiwa ini.

Berdzikir kepada Allah SWT

Selain berdoa, dianjurkan juga bagi seorang Muslim untuk memperbanyak dzikir. mengingat-ingat nama-Nya saat peristiwa gerhana menunjukkan seseorang memahami arti fenomena alam yang diciptakan Allah SWT.

Bersedekah 

Dianjurkan juga untuk bersedekah saat melihat gerhana bulan. Perbuatan ini adalah bukti dari keyakinan seseorang kepada Allah yang sudah menunjukkan bukti kekuasaan-Nya dengan gerhana bulan.  

Sholat gerhana 

Tata cara sholat sunah gerhana bulan sama dengan gerhana matahari. Tapi para ulama membedakan bahwa gerhana bulan dilakukan sama seperti sholat sunah lainnya yang dilakukan sendiri-sendiri. Ulama menyebut sholat gerhana bulan bisa dilakukan sendiri-sendiri di rumah atau di masjid. Alkhaledi kUrnialam

IHRAM

Kemenag Imbau Umat Sholat Sunah Gerhana

Berdasarkan data astronomi, pada Rabu (26/5) ini akan terjadi gerhana bulan total atau Khusuful Qamar. Gerhana diperkirakan akan berlangsung sejak pukul 18:09 sampai 20:51 WIB.

Sehubungan itu, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama (Kemenag) mengimbau umat Islam agar melakukan sholat sunah gerhana dengan tetap menerapkan protokol kesehatan (prokes).

“Kami mengimbau kaum Muslimin agar melakukan sholat gerhana,” kata Dirjen Bimas Islam Kemenag, Kamaruddin Amin melalui pesan tertulis kepada Republika, Senin (24/5)

Menurut Kamaruddin, sesuai tuntunan Nabi Muhammad SAW, umat Islam dianjurkan melakukan sholat gerhana, walaupun dalam posisi gerhana bulan sebagian. Selain itu, umat Islam juga dianjurkan memperbanyak zikir, doa, istighfar, taubat, sedekah, dan amal-amal kebajikan lainnya.

“Mempertimbangkan waktu terbit bulan di masing-masing daerah, maka sholat gerhana bisa dilakukan pada rentang setelah sholat Maghrib sampai selesai gerhana sesuai dengan waktu masing-masing daerah,” ujarnya.

Dirjen Bimas Islam juga mengingatkan, karena masih pandemi Covid-19, sholat gerhana diselenggarakan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan dan disiplin 5M. Yakni mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, mengurangi mobilitas, dan menghindari kerumunan.

Tuntunan Islam saat terjadi Gerhana

حَدَّثَنَا أَبُو الوَلِيْد قَالَ حَدَّثَنَا زَائِدَةُ قَالَ حَدَّثَنَا  زِيَادُ بْنُ عِلَاقَةِ قَالَ سَمِعْتُ الْمُغِيْرَةُ بْنِ شُعْبَةِ يَقُوْلُ اِنْكَسَفَتْ الشَّمْسُ يَوْمَ مَاتَ اِبْرَاهِيْمُ فَقَالَ النَّاسُ اِنْكَسَفَتْ لِمَوْتِ اِبْرَاهِيْمُ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَأَيَتَانِ مِنْ أَيَاتِ اللهِ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُواهُمَا فَادْعُوا اللهِ وَصَلّوا حَتَّى يَنْجَلِيَ

Telah menceritakan kepada kami, Abu Al Walid berkata, telah menceritakan kepada kami, Zaidah berkata, telah menceritakan kepada kami, Ziyad bin ‘Ilaqah, dia berkata, “Aku mendengar Al-Mughirah bin Syu’bah berkata, telah terjadi gerhana matahari ketika wafatnya Ibrahim.”

Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah, dan ia tidak akan mengalami gerhana disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana keduanya, maka berdoalah kepada Allah dan dirikan sholat hingga (matahari) kembali nampak.” (H.R. Al-Bukhari)

IHRAM

Kematian Anak Rasulullah dan Gerhana Matahari

KETIKA gerhana matahari terjadi di masa Rasul shallallahu alaihi wa sallam-, beliau ingatkan bahwa peristiwa itu bukan karena ada yang meninggal dunia. Saat terjadi gerhana memang pas bertepatan dengan kematian putera beliau yang bernama Ibrahim.

Al-Mughirah bin Syubah mengatakan,

“Pernah terjadi gerhana di masa Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- saat kematian Ibrahim. Orang-orang beranggapan bahwa gerhana matahari itu terjadi karena kematian Ibrahim.” (HR. Bukhari, no. 1043)

Lantas Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata dalam khutbah beliau,

“Sesungguhnya ketika tertutup cahaya matahari dan bulan (gerhana) bukanlah sebab karena ada yang mati atau karena ada yang hidup, namun itu adalah tanda kuasa Allah untuk menakut-nakuti hamba-Nya dengan terjadi gerhana tersebut.” (HR. Muslim, no. 901)

Oleh karenanya, setiap pemahaman keliru di tengah masyarakat apalagi berkenaan dengan akidah perlu diingatkan. Seperti ada yang menyatakan wanita hamil saat terjadi gerhana hendaklah bersembunyi di bawah kolong tempat tidur, ini tidaklah ada dasarnya dalam agama kita.

[Al-Faqir Ila Maghfirati Rabbihi: Muhammad Abduh Tuasikal]

INILAH MOZAIK

Mitos-Mitos Menakutkan Tentang Gerhana dari Zaman Nabi, China Hingga Jawa

Gerhana merupakan sebuah peristiwa alam yang jarang terjadi. Gerhana juga merupakan salah satu tanda kemahakuasaan Allah SWT. Baik gerhana matahari maupun gerhana rembulan.

Pada tanggal 14 Jumadil Awal 1439 Hijriah atau yang bertepatan dengan tanggal 31 Januari 2018, seluruh wilayah di Indonesia akan mengalami gerhana bulan total. Gerhana bulan sebagian dimulai pada pukul 18.48 WIB. Sementara gerhana bulan total dimulai pada pukul 19.52 dan berakhir pada pukul 21.11 WIB.

Peristiwa gerhana di beberapa tempat masih dimaknai sebagian masyarakat dengan mitos-mitos tertentu dan hal tersebut sangat dipercayai kuat.

Di Jepang, misalnya, sebagian masyarakatnya  mempercayai gerhana karena sedang terjadi peristiwa racun yang disebarluaskan di muka bumi. Agar air tidak mengalami kontaminasi, masyarakat menutup sumber air (sumur) mereka.

Di China, masyarakatnya mempercayai gerhana terjadi karena seekor naga langit membanjiri sungai dengan darah, lalu menelannya.

Di Jawa, ada yang beranggapan gerhana bulan terjadi karena Batara Kala atau raksasa jahat sedang memangsa bulan. Kemudian masyarakat akan memukul kentongan secara ramai-ramai ketika terjadi gerhani untuk menakut-nakuti dan mengusir raksasa jahat.

Di masyarakat Arab, ketika itu, khususnya suku Quraisy, peristiwa gerhana dikaitkan dengan kematian atau kelahiran seseorang.

Putra Nabi SAW yang bernama Ibrahim meninggal dunia. Peristiwa meninggalnya bersamaan dengan terjadinya gerhana. Sehingga sebagian orang Arab mengaitkan gerhana dengan kematian tersebut.

Mitos-mitos tersebut tentu saja tidak berdasar dan tidak bisa dibuktikan secara ilmiah (saintik).

Saat menyampaikan khutbah, setelah selesai sholat gerhana, Nabi SAW menegaskan, “Sesungguhnya matahari dan bulan itu dua tanda dari banyak tanda kebesaran dan kekuasaan Allah. Terjadinya gerhana matahari dan bulan bukan karena hidup atau matinya seseorang. Karena itu, apabila kalian melihatnya, berdoalah kepada Allah. Bertakbirlah, laksanakanlah sholat gerhana dan bersedekahlah.” (HR. Muttafaq alaih)

Semoga kita tidak terjebak dan terbelenggu dengan pemikiran-pemikiran yang mengancam akal sehat.

Wallahua’lam.

 

BERSAMA DAKWAH

Menafakuri Makna Gerhana Bulan dan Tanda-Tanda Kiamat

Rabu malam kemarin (31/01/2018), dunia baru saja diperlihatkan salah satu kuasa Allah, gerhana bulan total atau super blue blood moon. Fenomena langka itu pun tidak dilewatkan rakyat Indonesia yang berbondong-bondong menyambut kedatangan gerhana yang terakhir kali terjadi pada 150 tahun silam tersebut. Namun, adakah makna dari gerhana bulan semalam?

Pada era digital sekarang, kita lebih sering menundukkan pandangan karena sibuk berselancar di dunia maya via ponsel pintar. Gerhana malam itu setidaknya membuat kita mengadahkan wajah ke langit untuk merenungan ciptaan Allah subhanahu wa ta’ala yang maha indah. Umat Islam pun menyambut salah satu bukti ciptaan Allah tersebut dengan melaksanakan shalat sunnah Khusuf, bermunajat sembari bertobat.

Sejumlah masjid menggelar shalat khusuf atau shalat sunnah gerhana. Shalat sunah gerhana berjamaah ini dilaksanakan untuk mengagumi kebesaran Allah subhanahu wa ta’ala.

Sangat disayangkan bila peristiwa luar biasa yang 153 tahun sekali terjadi itu dilewatkan dan shalat sunah GBT berjamaah merupakan wujud syukur manusia sebagai hamba Allah subhanahu wa ta’ala.

 

Gerhana Bulan Total tersebut, diawali dan diakhiri oleh Gerhana Bulan Penumbra dan Gerhana Bulan Sebagian. Kepala Pusat Studi Astronomi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, DIY, Yudhiakto Pramudya, mengatakan Gerhana Bulan Penumbra mulai terjadi pada tanggal 31 Januari 2018 pukul 17.51 WIB. “Pada saat tersebut, tidak tampak banyak perubahan pada warna bulan yang terlihat,” ujarnya, Rabu (31/1).

Bulan akan mulai tampak ada perubahan warna pada saat memasuki fase Gerhana Bulan Sebagian yaitu pada pukul 18.48 WIB. Perlahan, lanjut dia, warna merah akan mendominasi piringan Bulan sampai saat pukul 19.52 WIB. Pada saat tersebut, bulan memasuki fase Gerhana Bulan Total.

Keadaan ini berlangsung sekitar satu jam yaitu berakhir pada pukul 21.08 WIB. Setelah fase Gerhana Bulan Total berakhir, warna kemerahan berangsur hilang. Fase ini adalah Gerhana Bulan Sebagian. Bulan akan kembali memasuki fase Gerhana Bulan Penumbra pada pukul 22.11 WIB. Dan fase gerhana berakhir pada pukul 23.08 WIB.

“Sehingga secara keseluruhan, kita akan menikmati gerhana selama lebih dari lima jam,” kata pria yang juga merupakan anggota Divisi Hisab dan Iptek Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) PP Muhammadiyah ini.

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan, gerhana semalam adalah fenomena langka. “Dengan gerhana bulan yang diikuti supermoon, bluemoon dan bloodmoon. Seratus lima puluh tahun itu sangat lama, bahkan usia manusia tidak sampai segitu,” kata Dwikorita di kantornya, Jakarta, Rabu (31/1).

Dia mengatakan supermoon adalah penampakan bulan penuh dengan tingkat lebih terang dan besar dari biasanya karena posisi bulan dan bumi sangat dekat. Pada waktu yang sama, kata dia, purnama dan gerhana akan tampak lebih besar dari biasanya. Selanjutnya soal bluemoon, mantan rektor Universitas Gadjah Mada itu mengatakan istilah bulan biru itu merujuk pada fenomena terjadinya gerhana dua kali dalam bulan yang saja, yaitu pada Januari. Gerhana tersebut terjadi pada awal dan akhir Januari.

Kemudian, kata dia, istilah bloodmoon itu merujuk pada penampakan bulan yang cenderung berwarna merah. Warna merah darah itu terjadi saat bulan memasuki area bayangan bumi di bagian umbra atau ketika gerhana bulan total memasuki fase puncaknya. Dia mengatakan gerhana bulan total itu umumnya membuat penampakan bulan di langit gelap sepenuhnya. Akan tetapi, fenomena bulan pada Rabu petang saat gerhana bulan total itu akan berwarna merah dan itu jarang terjadi.

Tanda-Tanda Kiamat

Selain fenomena alam, gerhana juga disebut sebagai salah satu makin dekatnya hari akhir atau kiamat. Dalam buku yang merupakan salah satu karya terbesar ulama salaf terkemuka, Imam Al-Qurthubi, berjudul At-Tadzkiratu fi ahwal al-mawta wa ahwal al-akhirah yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, seperti Antara lain, penerbit Akbar dengan judul Rahasia Kematian, Alam Akhirat, & Kiamat, menjabarkan tentang tanda-tanda kiamat dan perjalanan di akhirta. Seperti Tentang shirat (jembatan), syafaat, surga, neraka, Imam Mahdi, Dajjal, Ya’juj dan Ma’juj, turunnya Nabi Isa, 10 tanda yang akan terjadi menjelang kiamat, tanda-tanda kiamat terjadi setelah 200 tahun, dan keluarnya binatang melata.

Berkaitan dengan 10 tanda yang akan terjadi menjelang kiamat, penulis mengutip sejumlah hadis. Antara lain, yang diriwayatkan dari Hudzaifah, bahwa ia bercerita, “Kami sedang duduk-duduk di bawah naungan sebuah tembok di Madinah. Sementara Rasulullah, berada di dalam kamar. Beliau menengok kami dan bertanya, ‘Sedang apa kalian duduk-duduk di situ?’ Kami menjawab, ‘Sedang berbincang-bincang.’ Beliau bertanya, ‘Tentang apa?’ Kami menjawab, ‘Tentang kiamat.’

Beliau bersabda, ‘Kiamat tidak akan tiba sebelum kalian melihat 10 tandanya. Pertama-tama ialah matahari terbit dari barat, kabut, Dajjal, binatang melata, lalu tiga peristiwa gerhana bulan (yakni gerhana yang terjadi di sebelah timur, gerhana yang terjadi di sebelah barat, dan gerhana yang terjadi di semenanjung Arab). Lalu, datangnya Isa, keluarnya Ya’juj dan Ma’juj, dan terakhir ialah munculnya api dari Yaman di sebuah jurang ‘Aden. Siapa pun yang berada di belakangnya, ia akan digiring ke padang mahsyar.”

Namun, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Prof Dr Thomas Djamaluddin menyatakan gerhana bukan sebuah tanda bahwa kiamat sudah dekat, tetapi murni fenomena alam yang bisa dikaji secara ilmiah. “Gerhana adalah fenomena alam, bukan tanda kiamat sudah dekat dan bahkan fenomena alam seperti ini juga disebutkan dalam Alquran,” kata Thomas Djamaluddin di Pangkalanbaru.

Thomas mengemukakan itu menjawab pertanyaan apakah fenomena alam itu bertanda bumi sudah tua dan kiamat sudah dekat. “Kalau umur bumi sekarang 4,5 miliar tahun, ini tergolong muda dari planet lain dan tidak ada hubungan atau keterkaitan dengan kiamat sudah dekat,” ujar Thomas seraya mengatakan edukasi tentang gerhana perlu disampaikan secara benar untuk menghindari anggapan mitos.

Sepanjang sejarah, gerhana bulan atau matahari memang telah melahirkan banyak mitos. Namun, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisikan (BMKG) Stasiun Jambi, Nurangesti Widyastuti meminta gerhana tidak dikaitkan dengan hal-hal mistik karena gerhana bulan supermoon(bulan super besar) adalah fenomena astronomi. “Jangan dikaitkan kejadian itu dengan hal-hal mistik dan klenik karena itu merupakan fenomena astronomi yang bisa terjadi,” katanya di Jambi.

Dalam merespons gerhana, Islam memberikan ajaran yang jelas dan multidimensi, yaitu spiritualisasi, saintifikasi, sekaligus demitologisasi, kata Muhbib Abdul Wahab, Dosen Pascasarjana FITK UIN Syarif Hidayatullah dan UMJ dalam tulisannya berjudul ‘Gerhana: Spiritualisasi dan Saintifikasi’ di Republika.co.id.

Pada masa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam masih hidup, gerhana matahari pernah terjadi sebanyak tiga kali, sedangkan gerhana bulan terjadi lima kali. Dalam konteks ini, Nabi shallallahu alaihi wasallam mensyariatkan pelaksanaan salat gerhana sebagai bentuk spiritualisasi. Artinya, peristiwa gerhana dimaknai sebagai sarana dan media untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala melalui ibadah shalat khusuf.

Demitologisasi terhadap peristiwa gerhana sangat penting dilakukan agar umat beragama memiliki pemikiran kritis, ilmiah, dan modern, sehingga tidak terjebak dalam minda negatif yang penuh dengan unsur takhayul dan khurafat, musuh kemajuan sains dan teknologi.

Demitologi yang ditegaskan Nabi shallallahu alaihi wasallam tersebut mengharuskan umat Islam melakukan saintifikasi terhadap fenomena alam dengan melakukan observasi gerhana, riset, dan pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya astronomi.

Gerakan saintifikasi dan literasi merupakan elan vital dan roh kemajuan sains dan teknologi. Saintifikasi dalam sistem pendidikan Islam menghendaki keterbukaan minda dan pemikiran dengan menjadikan alam semesta sebagai ‘laboratorium besar’, untuk riset dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Gerhana sebagai salah satu ayat Allah yang ditunjukkan di alam raya ini tidak sekadar peristiwa alamiah, tetapi juga peristiwa ilmiah yang menarik diobservasi, dicermati, dan diteliti secara saintifik.

Anjuran shalat sunah gerhana yang diteladankan Nabi shallallahu alaihi wasallam juga mengandung pesan bahwa keagungan dan kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala berupa gerhana bulan, mengharuskan umat memiliki paradigma holistik integratif dalam memaknai ayat semesta.

Menurut ahli astronomi, Prof Thomas Djamaluddin, masyarakat Arab sebelum Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam telah mengenal kalender Qamariyah. Namun, belum ada konsistensi karena bisa disesuaikan dengan musim atau kepentingan penguasa, tulis Ali Akbar, Doktor Arkeologi lulusan Universitas Indonesia dalam tulisannya di Republika.co.id.

Nama-nama bulan ada yang terkait dengan musim. Ramadhan terkait dengan musim panas, sementara Rabiul Awal dan Akhir terkait musim semi. Penyesuaian dengan musim menyebabkan penambahan bulan (nasi’). Allah subhanahu wa ta’ala melalui Surat At-Tawbah (9):36-37 menghapus praktik nasi’ dan menegaskan jumlah bulan hanya 12.

Petunjuk dan aturan Allah subhanahu wa ta’ala itulah yg hendaknya dipakai ketika memahami satuan waktu dalam Alquran yang sekaligus menjadi acuan dalam beribadah. Cukup banyak ayat dalam Alquran perihal satuan waktu misalnya hari, bulan, dan tahun.

Al-Baqarah (2):183-185 antara lain menyebutkan bahwa orang-orang yang beriman diwajibkan berpuasa pada bulan Ramadhan. Jika ada yang sakit atau dalam perjalanan, lalu berbuka, maka wajib berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.

Ustaz Abdul Somad pun sempat menjelaskan fenomena alam tersebut. Dalam satu ceramahnya di Youtube, Ustaz Somad mengatakan, dulu ketika putra Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassalam, Ibrahim meninggal dunia, masyarakat saat itu menyimpulkan jika bulan bersedih karena anak Nabi Muhammad meninggal. Tetapi, kata Ustaz Somad, Nabi Muhammad marah.

“Siapa yang menegok bulan ketika sedang gerhana. Kenapa gerhana bulan? Karena anak Nabi meninggal, namanya Ibrahim umurnya 18 bulan. Lalu mereka mengatakan, tengoklah, bulan pun bersedih karena anak Nabi meninggal. Nabi marah dan berkata, bulan gerhana bukan karena ada yang mati atau ada yang hidup, tapi tanda-tanda kuasa Allah,” kata Ustaz Abdul Somad.

Karena itu, kata Ustaz Somad, umat Islam diperintahkan untuk melaksanakan shalat khusuf atau shalat gerhana ketika fenomena alam itu terjadi. “Di sebagian tradisi kalau bulan nampak gerhana, maka dipukullah sendok, mangkok, piring. Kenapa? karena bulan sedang dimakan ular naga. maka biar bulan dimuntahkan dipukul pukul. itu khurafat, dusta, bohong,” ucap dia.

 

Dikutip dari REPUBLIKA

Ust. Abdul Somad Kisahkan Nabi Muhammad dan Gerhana Bulan

Ustaz Abdul Somad punya penjelasan sejarah soal fenomena gerhana bulan.

Dalam satu ceramahnya di Youtube, Ustaz Somad mengatakan, dulu ketika putra Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassalam, Ibrahim meninggal dunia, masyarakat saat itu menyimpulkan jika bulan bersedih karena anak Nabi Muhammad meninggal. Tetapi, kata Ustaz Somad, Nabi Muhammad marah.

“Siapa yang menengok bulan ketika sedang gerhana. Kenapa gerhana bulan? Karena anak Nabi meninggal, namanya Ibrahim umurnya 18 bulan. Lalu mereka mengatakan, tengoklah, bulan pun bersedih karena anak Nabi meninggal. Nabi marah dan berkata, bulan gerhana bukan karena ada yang mati atau ada yang hidup, tapi tanda-tanda kuasa Allah,” kata Ustaz Abdul Somad.

Karena itu, kata Ustaz Somad, umat Islam diperintahkan untuk melaksanakan shalat khusuf atau shalat gerhana ketika fenomena alam itu terjadi. “Di sebagian tradisi kalau bulan nampak gerhana, maka dipukullah sendok, mangkok, piring. Kenapa? karena bulan sedang dimakan ular naga. maka biar bulan dimuntahkan dipukul pukul. itu khurafat, dusta, bohong,” ucap dia.(kl/rol)

 

ERA MUSLIM

Gerhana Dalam Tinjauan Syariat Islam

Matahari dan bulan merupakan dua makhluk Allah Subhanahu wa ta’ala yang sangat akrab dalam pandangan. Peredaran dan silih bergantinya yang sangat yeratur merupakan ketetapan aturan Penguasa Jagad Semesta ini. Allah Subhanahu wa ta’alaberfirman (yang artinya) :

”Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.”
(Ar-Rahman : 5)

Maka semua yang menakjubkan dan luar biasa pada matahari dan bulan menunjukkan akan keagungan dan kebesaran serta kesempurnaan Penciptanya. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa ta’ala membantah fenomena penyembahan terhadap matahari dan bulan. Yang sangat disayangkan ternyata keyakinan kufur tersebut banyak dianut oleh ”bangsa-bangsa besar” di dunia sejak berabad-abad lalu, seperti di sebagian bangsa Cina, Jepang, Yunani, dan masih banyak lagi. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

”Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah kaliann sujud (menyembah) matahari maupun bulan, tapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika memang kalian beribadah hanya kepada-Nya.” (Fushshilat: 37)

Syariat Islam yang diturunkan oleh Penguasa Alam Semesta ini memberikan bimbingan dan pencerahan terhadap akal-akal manusia yang sempit dan terbatas. Membuktikan bahwa akal para filosof, rohaniawan, para wikan, paranormal dan lain-lain adalah akal yang keliru dan sesat. Kebenaran dan hidayah hanya ada pada syariat yang dibawa oleh para nabi dan rasul’alaihimussalam.

Diantaranya ajaran yang digagas oleh para filosof, rohaniawan dan lain-lain tentang antariksa, semuanya berbau mistis dan kesyirikan. Termasuk dalam memahami hakekat sebenarnya tentang gerhana matahari dan gerhana bulan. Dua fenomena tersebut oleh banyak kalangan dihubung-hubungkan dengan akan terjadinya peristiwa luar biasa di bumi tempat manusia tinggal. Misalnya saja selang beberapa hari atau beberapa minggu dari gerhana, di daerah tertentu akan terjadi bencana alam, wabah penyakit, keributan atau bentrok antar massa dan sebagainya. Biasanya, untuk mengantisipasinya berbagai ritual (baca: kesyirikan) digelar. Di samping adanya mitos bahwa gerhana terjadi karena raksasa menelan matahari atau bulan, dengan berbagai macam versi ceritanya. Sementara di kubu lain, masyrakat modern yang mengalami kemajuan tekhnologi dan ilmu antariksa ini, menganggap hal itu sebagai fenomena alam biasa. Karena melalui berbagai riset ilmiah, mereka bisa mengetahui sebab terjadinya gerhana tersebut secara pasti.

Dinul Islam yang asas utamanya adalah kemurnian tauhid dan kelurusan aqidah, menjelaskan hakekat sebenarnya gerhana. Tentu saja penjelasan yang bersumber dari Pencipta dan Pengatur matahari-bulan dan pergerakannya, bahkan seluruh alam semesta. Jauh dari kebatilan mitos, takhayul, dan kesyirikan para penyembah alam, jauh pula dari kelalaian kaum rasionalis. Apabila kita membuka kitab-kitab para ulama dan fuqaha Islam dari kalangan Ahlus Sunnah akan kita dapati penjelasan tentang gerhana dalam tinjauan Syariat Islam dengan pembahasan lengkap dan mencukupi.

 

Definisi Gerhana

Gerhana matahari ( Khusufusy Syams ) adalah hilangnya cahaya matahari sebagian atau total pada waktu siang. Adapun gerhana bulan ( Khusuful Qamar ) adalah hilangnya cahaya bulan sebagian atau total pada waktu malam.

 

Sabda Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam tentang Gerhana

Dari sahabat al-Mughirah bin Syu’bah, bahwa Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam  bersabda,

{إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ, وَلاَ لَحِيَاتِهِ, فَإِذَا رَأَيْتُمُو هُمَا فَادْ عُوا اللهَ وَصَلُّوا حَتَّى تَنْكَشِفَ}

”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua ayat (tanda) di antara ayat-ayat Allah. Tidaklah terjadi gerhana matahari dan bulan karena kematian seseorang atau karena hidup (lahirnya) seseorang. Apabila kalian melihat (gerhana) matahari dan bulan, maka berdoalah kepada Allah dan sholatlah hingga tersingkap kembali.” (HR. Al-Bukhari no. 1043, dan Muslim no. 915)

Sahabat Abu Musa al-Asy’ari radhiallahu ’anhu mengatakan, Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam  bersabda, ”Tanda-tanda ini, yang Allah tampakkan, bukanlah terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang. Namun dengannya Allah memberikan rasa takut kepada hamba-hamba-Nya. Maka apabila kalian melihat salah satu darinya, bersegeralah untuk berdzikir, berdoa kepada-Nya dan memohon ampunan-Nya.” (HR. Al-Bukhori no. 1059)

Hadits baginda Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam di atas menunjukkan kepada kita bahwa gerhana bukanlah sekedar fenomena alam biasa. Gerhana merupakan fenomena alam yang memang Allah kehendaki sebagai salah satu ayat (tanda) kebesaran-Nya. Hadits di atas memberikan pelajaran dan tuntunan kepada kaum mukminin terkait gerhana sebagai berikut:

  1. Sebab, gerhana adalah Allah menjadikannya sebagai perimgatan agar hamba-hamba-Nya takut kepada-Nya. Maka tatkala terjadi gerhana hendaklah umat manusia segera ingat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan segera menyadari bahwa AllahSubhanahu wa ta’ala sedang mengingatkan kelalaian mereka dengan ancaman adzab-Nya. Dari sini, jelaslah bagi kita kesalahan kebanyakan kebanyakan orang yang justru menjadikan fenomena gerhana tersebut sebagai hiburan bagi mereka. Ketika ada informasi bahwa gerhana akan terjadi pada hari tertentu pada jam tertentu, maka mereka bersiap dengan kamera dan teropong masing-masing, mencari tempat-tempat strategis untuk menyaksikan peristiwa ”indah” tersebut. Sungguh sangat jauh dari mengingat Allah Subhanahu wa ta’ala, apalagi menyadari itu sebagai peringatan dari-Nya. Kesalahan ini akibatmenganggap gerhana sebagai kejadian antariksa biasa, yang bersumber dari sikap mengandalkan sains, tanpa mau mengundahkan berita dari Allah Subhanahu wa ta’ala, Pencipta dan Penguasa seluruh  alam dengan segenap galaksi dan langit yang ada didalamnya. Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata, ”Ini bantahan terhadap ahli astronomi yang mengira bahwa gerhana merupakan peristiwa biasa, tidak akan maju atau mundur.”
  2. Bantahan terhadap keyakinan-keyakinan/ mitos-mitos batil, atau legenda-legenda kosong. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam membantah keyakinan yang ada dikalangan musyrikin arab saat itu dengan sabdanya, ”Bukanlah terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang.” islam memberantas segala keyakinan/ aqidah batil, diantaranya yang bersumber dari astrologi (ahli nujum) yang meyakini bahwa pergerakan/ peredaran bintang, planet dan benda-benda langit lainnya memberikan pengaruh/ ada kaitannya dengan kejadian-kejadian di bumi. Yang dikenal sebagai zodiak, shio, atau nama yang lainnya sesuai dengan agama asal masing-masing yang digagas oleh para filosof, rohaniawan atau paranormal. Termasuk kejadian gerhana yang diyakini sebagai tanda atau sebab (bakal) terjadi peristiwa atau bencana besar di muka bumi. Ini semua adalah batil. Seorang mikmin yang berpegang pada kemurnian tauhid harus meninggalkan keyakinan-keyakinan tersebut. Sangat disayangkan, ada sebagian di antara kaum muslimin yang masih percaya dengan ramalan-ramalan bintang, termasuk pula mitos/ legenda seputar gerhana, atau meyakini peristiwa gerhana ada hubungan dengan bencana alam atau lainnya. Al-Imam al-Khaththabi Rahimahullahberkata, ”Dulu mereka pada masa jahiliyyah berkeyakinan bahwa gerhana menyebabkan terjadinya perubahan di muka bumi, berupa kematian, bencana dan lain-lain. Maka Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam mengajarkan bahwa itu adalah keyakinan batil. Sungguh matahari dan bulan itu adalah dua makhluk yang tunduk kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Keduanya tidak memiliki kekuatan mempengaruhi sesuatu yang lainnya, tidak pula memiliki kemampuan membela diri.” ( lihat Fathul Bari hadits no. 1040)
  3. Tuntutan Islam ketika terjadi gerhana. Baginda Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita tuntunan syariat yang mulia ketika terjadi gerhana matahari maupun gerhana bulan, yaitu ada tujuh hal (sebagaimana dalam hadits-hadits tentang gerhana):
    1. Shalat gerhana
    2. Berdoa
    3. Beristighfar
    4. Bertakbir
    5. Berdzikir
    6. Bershadaqah
    7. Memerdekakan budak

(Lihat HR. Al-Bukhari no. 1040, 1044, 1059, 2519; Muslim no. 901, 912, 914)

            Ini dilakukan sejak awal terjadinya gerhana, hingga berakhirnya yang ditandai dengan kembalinya cahaya matahari atau bulan seperti sedia kala. Di antara doa yang beliau perintahkan adalah berlindung dari adzab kubur. Karena gerhana mengakibatkan suasana gelap meskipun pada siang hari, dan dalam suasana tersebut hati manusia pasti dihinggapi rasa takut. Suasana yang demikian mengingatkan kita akan suasana di alam kubur kelak. (Lihat Fathul Bari hadits no.2519).

Karena gerhana merupakan peringatan akan adzab, maka sangat tepat dianjurkan pada kesempatan tersebut untuk memerdekakan budak, sebab amal tersebut bisa memerdekakan seseorang dari api neraka. (Lihat Fathul Bari hadits no. 2519).

            Gerhana merupakan peristiwa penting dalam Islam. Islam bernar-benar mengajak hamba untuk menyikapi gerhana yang sedang terjadi sebagai peringatan dari Rabbul ’Alamin Subhanahu wa ta’ala. Hikmah ini tidak bisa diketahui dengan ilmu sains, namun hanya bisa diketahui melalui wahyu yang diturunkan kepada nabi Muhammad Shallallahu ’alaihi wa sallam.

  1. Tidak melakukan shalat gerhana kecuali bila gerhananya terlihat. Sabda Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam di atas, ”Apabila kalian melihat (gerhana) matahari atau bulan, maka berdoalah kepada Allah dan shalatlah.” Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallammengaitkan pelaksanaan shalat gerhana dengan ”melihat (ru’yah)”. Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan, ”… karena pelaksanaan shalat (gerhana) dikaitkan dengan ru’yah.” (Lihat Fathul Bari hadits no. 1041). Artinya, apabila telah diperkirakan dengan hisab astronomis terjadi gerhana namun terhalangi oleh langit yang mendung, maka tidak dilakukan shalat gerhana. Atau gerhana terjadi di wilayah lain/ belahan bumi lainnya, sehingga tidak terlihat. Misalnya gerhana terjadi di Eropa, tidak terjadi di Indonesia, maka orang Indonesia tidak disyariatkan untuk melaksanakan shalat gerhana. Atau terjadinya gerhana matahari setelah tenggelamnya matahari, atau gerhana bulan setelah terbitnya matahari sehingga tidak bisa teramati, maka tidak ada shalat gerhana pula.
  2. Gerhana bisa diketahui dengan hisab. Allah Subhanahu wa ta’ala Yang Maha Kuasa telah menjadikan pergerakan matahari dan bulan berjalan dengan rapi dan teratur, sehingga bisa diamati dan dihitung oleh manusia. Termasuk gerhana bisa diketahui dengan hisab astronomis kapan terjadinya, di belahan bumi mana sajakah terjadinya, serta jenis gerhananya, apakah gerhana total, sebagian, cincin dan lain-lain. Namun tidak diambil darinya konsekuensi hukum apapun terkait dengan shalat gerhana atau lainnya. Meskipun gerhana bisa diketahui kapan waktu terjadinya berdasarkan hisab astronomis yang sangat akurat, namun apabila ternyata pada hari-H dan jam-J nya gerhana tidak teramati atau tidak terjadi di wilayah tersebut, maka shalat gerhana tidak bisa dilaksanakan. Hal ini mirip dengan hilal di awal bulan, khususnya ketika menentukan awal bulan Ramadhan dan Syawwal. Meskipun diketahui secara pasti berdasarkan hisab astronomi yang akurat posisi hilal sekian derajat dan dinyatakan memungkinkan untuk diru’yah, namun apabila fakta di lapangan hilal tidak bisa diamati, maka berarti belum masuk Ramadhan atau Idul Fitri.

Kemudian, fakta bahwa gerhana bisa diketahui dengan hisab astronomis, tidak menghilangkan sebab dan fungsi gerhana yang diberitakan oleh Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam, yaitu ”Dengannya, Allah memberikan rasa takut kepada hamba-hamba-Nya.” sekali lagi, gerhana bukan peristiwa biasa seperti halnya pasang-surutnya ombak di lautan. Namun ada hikmah besar di balik itu. Oleh karena itu –sebagaimana pada hadits-hadits di atas- sampai-sampai Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam berdiri ketakutan, khawatir itu sebagai tanda datangnya Kiamat, dan beliau memerintahkan dengan 7 hal.

Bersambung Insya Allah…

Wallahu a’lam bish shawab.

 Penulis : Ustadz Ahmad Alfian hafizhahullah.

Sumber : Buletin Jum’at Al-Ilmu edisi 21 (Fikih) tahun 1434 H / Darussalaf.or.id